Pembiayaan Desa Siaga Aktif

dengan dibantu oleh Dinas Kesehatan Provinsi untuk melaksanakannya, dengan mengacu kepada petunjuk teknis yang dibuat oleh Kemendagri dan Kemenkes. Pembinaan kelestarian Desa Siaga Aktif tugas dari KPM, Kepala DesaLurah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Pertemuan berkala dan kursus penyegaran bagi para kader, termasuk KPM, dapat dikembangkan dengan cara lain melalui program Kelompecapir dan Perpustakaan DesaKelurahan. Pembinaan kelestarian dapat dilaksanakan terintregasi dengan penyelenggaraan Perlombaan Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan setiap tahun ketingkat Nasional. Pembinaan kelestarian juga diselenggarakan dengan pencatatan dan pelaporan perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang berjalan secara berjenjang dan terintegrasi dengan Sistem Informasi Pembangunan Desa yang diselenggarakan oleh Kemendagri, dengan demikian kesuksesan program ini juga ditentukan oleh persiapan yang matang, penyelenggaraan yang terorganisasi dan evaluasi secara berkala Kemenkes RI, 2011.

2.3.7 Pembiayaan Desa Siaga Aktif

Azwar 1994 menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang telah direncanakan. Bila biaya tidak mencukupi, maka jenis dan bentuk pelayanan kesehatannya harus diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan. Distribusi atau penyebaran dana juga perlu disesuaikan berdasarkan skala prioritas. Aspek pembiayaan merupakan hal penting dalam pengembangan Desa Siaga Aktif. Tujuannya adalah untuk menyediakan biaya dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya seluruh kegiatan yang direncanakan. Disamping itu juga diperlukan sumber daya manusia yang berkompetensi dan mampu mengelola dana dengan baik, karena salah satu cirri DesaKelurahan Siaga Aktif adalah memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat. Sedangkan sumbernya dapat berasal dari masyarakat, swastadunia usaha, hasil usaha dan pemerintah. Sumber dana dari masyarakat dapat berupa : 1 iuran penggunapengunjung Poskesdes; 2 iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat; 3 sumbangandonator dari perorangan atau kelompok masyarakat dan mobilisasi dana sosial keagamaan. Pera aktif swasta atau dunia usaha dapat dilakukan dengan cara menjadikan Desa Siaga Aktif sebagai anak angkat usaha. Bantuan yang diberikan dapat berupa sarana, prasarana atau tenaga sukarelawan poskesdes. Disamping itu pengelola dan kader DesaKelurahan Siaga Aktif dapat melakukan usaha mandiri yang hasilnya disumbangkan untuk pengolaan DesaKelurahan Siaga Depkes, 2007. Pemerintah melalui Depkes juga telah mengalokasikan anggaran khusus yang bersumber APBN untuk pembentukan DesaKelurahan Siaga. Pemanfaatan dana ini sebaiknya tidak berjalan sendiri, melainkan diintegrasikan dengan dana lain yang disediakan untuk pengadaan Poskesdes, pelatihan fasilitator dan lain – lain sehingga saling menunjang dan mengisi. Sumber dana lainnya dapat berasal dari bantuan luar negeri seperti USAID yang disalurkan melalui APBN Depkes, 2006. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305B.I.430602008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa tujuan utama pembiayaan Desa Siaga adalah terselenggaranya pengembanganoperasional Poskesdes secara optimal untuk mewujudkan Desa Siaga melalui tersedianya dana stimulan operasional. Rata – rata dana yang dikeluarkan adalah Rp. 1.500.000,00 per tahun per desa. Jenis kegiatan yang difasilitasi olah dana ini adalah musyawarah desa, pelatihan kader DesaKelurahan Siaga, insentif kader, kegiatan pemantauan, pelaporan, pengadaan saranaprasarana dan kegiatan pengembangan. Mengingat besarnya kegiatan Desa Siaga, pelatihan kader merupakan paket kegiatan yang berkesinambungan. Tahap pertama difokuskan pada masalah PHBS dan Keluarga Sadar Gizi Kadarzi. Tahap kedua dan ketiga diberikan berupa kegiatan surveilan epidemiologi dan penaggulangan KLB. Tahap keempat, kader diberi pengetahuan dan praktek tentang kesiapansiagaan bencana, tindakan emergensi serta pengelolaan obat sederhana di desa. Jika dirasa perlu, pelatihan lainnya dapat juga dilakukan Depkes, 2007. Penelitian Polisiri dan kawan – kawan di Kota Tidore Kepulauan tahun 2008 tentang implementasi Desa Siaga, diperoleh gambaran bahwa Pemerintah Pusat menyediakan secara penuh semua sumber dana terhadap 28 desa dari 72 desa yang ada. Pemerintah secara penuh menyediakan dana bagi pembentukan desa siaga di Desa Bua – Bua dengan memberikan dana sebesar Rp.20.000.000,00 untuk proses pembentukan awal desa siaga ini. Sedangkan untuk desa selanjutnya, dana yang tersedia semakin berkurang, hanya tinggal Rp.7.000.000,00 bagi masing – masing desa. Hal ini mengakibatkan perkembangan desa siaga tidak sebaik yang ada di Desa Bua – Bua. Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik Noor dan kawan – kawan terhadap pengembangan Desa Siaga di Cibatu Purwakarta tahun 2007, diperoleh gambaran bahwa bantuan untuk pembangunan posyandu di 7 kecamatan terpilih sebesar Rp. 17.500.000,00 per posyandu. Bantuan dana operasional posyandu diberikan untuk 192 desa yang meliputi 9 kelurahan dan 183 desa sebesar Rp.750.000,00. Dana yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana posyandu masing – masing sebesar Rp.250.000,00. Bagi usaha penguatan ekonomi kader diberi dana sebesar Rp.250.000,00. Penambahan pendapatan ini biasanya digunakan untuk membuka warung obat desa, membuat jamu-jamu atau modal usaha dagang kader. Pada Simposium Internasional Kesehatan Masyarakat yang digelar di Hotel Polonia Medan pada tanggal 15 – 17 Oktober 2009, Makkasau mempresentasikan proses advokasinya kepada Pemerintah Kota Ternate sehubungan dengan pengembangan program Desa Siaga Aktif. Beliau menghitung nilai ekonomi yang hilang melalui anggaran Dinas Kesehatan Kota Ternate akibat 10 penyakit terbesar yang ada disana. Total nilai ekonomi yang hilang pada tahun 2008 berjumlah Rp. 62.276.685.000,00. Melihat kondisi tersebut, akhirnya Walikota Ternate mampu mengaanggarkan biaya pembentukan dan operasinal 23 kelurahan siaga melalui APBD. Sofiarini dan Goeman 2009 menjelaskan analisis biaya Desa Siaga di NTB dan NTT berdasarkan dukungan GTZ SISKES selama 2006 – 2009. Beliau menyebutkan bahwa biaya untuk implementasi desa siaga untuk satu desa selama satu tahun di NTB adalah Rp. 53.414.400,00 sedangkan di NTT Rp. 74.615.500,00. Dari biaya ini, 80 dipergunakan untuk penbentukan konsep desa siaga dan 20 untuk kegiatan operasional dan mempertahankan fungsi desa siaga. Perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.3 Perbandingan Analisa Biaya Desa Siaga Di NTB dan NTT Tahun 2006 – 2009 Uraian Kegiatan NTB NTT Min Unit Biaya Maks Min Unit Biaya Maks Kumpulan semua langkah untuk 1 tahun 176.329.000 267.072.000 355.728.000 351.780.000 373.077.500 394.375.000 Distribusi untuk 1 desatahun 35.265.000 53.414.400 71.145.600 70.356.000 74.615.500 78.875.000 Biaya Pembentu kan 30.198.400 43.184.400 57.000.700 54.236.000 59.067.500 63.899.000 Biaya 1 kali operasion al 1.696.200 2.975.000 3.833.700 2.630.000 2.714.000 2.798.000 Biaya operasion al 1 tahun 5.067.400 10.230.000 14.144.900 14.976.000 15.548.000 16.120.000 Sumber : Sofiarini dan Goeman 2009

2.4 Landasan Teori