Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta

Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Pertumbuhan investasi sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut adalah komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Berdasarkan Tabel 5.5 pertumbuhan nasional untuk PMA sebelum otonomi pada setiap sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada umumnya mengalami penurunan sebesar 12 persen per tahun. Pertumbuhan nasional untuk PMA pada masa otonomi daerah di setiap sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada umumnya juga mengalami penurunan, yaitu rata-rata sebesar 2 persen. Sebelum otonomi daerah sektor yang memiliki penurunan PMA dengan kontribusi terbesar adalah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi, yaitu sebesar US 218 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap perubahan kebijakan investasi yang terjadi di Indonesia. Artinya jika terjadi perubahan kebijakan investasi nasional maka sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi akan mengalami penurunan PMA sebesar US 218 juta. Pada masa otonomi daerah penurunan terbesar untuk PMA secara keseluruhan terjadi pada sektor jasa lainnya sebesar US 7,6 juta. Artinya jika terjadi perubahan kebijakan investasi nasional maka sektor jasa lainnya akan mengalami penurunan PMA sebesar US 7,6 juta. Tabel 5.5. Komponen Pertumbuhan Nasional PN PMA di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Ribu US Persen Ribu US Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan -450,00 -12,00 0,00 0,00 5 Pertambangan -2.799,00 -12,00 -1.864,04 -2,00 Sektor Primer -3.249,00 -12,00 -1.864,04 -2,00 6 Industri Makanan -41.148,72 -12,00 -581,28 -2,00 7 Industri Tekstil -2.312,16 -12,00 -242,48 -2,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki -169,32 -12,00 -54,00 -2,00 9 Industri Kayu -24,00 -12,00 -15,00 -2,00 10 Industri Kertas Percetakan -2.616,00 -12,00 -20,00 -2,00 11 Industri Kimia Farmasi -7.784,64 -12,00 -34,70 -2,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik 0,00 0,00 -17,86 -2,00 13 Industri Mineral Non Logam -1.572,00 -12,00 -198,00 -2,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik -19.402,20 -12,00 -553,26 -2,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 0,00 0,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi -21.120,24 -12,00 -194,52 -2,00 17 Industri Lainnya -426,00 -12,00 -113,50 -2,00 Sektor Sekunder -96.575,28 -12,00 -2.024,60 -2,00 18 Listrik, Gas Air Bersih -180,00 -12,00 0,00 0,00 19 Konstruksi -52.187,28 -12,00 -272,16 -2,00 20 Perdagangan Reparasi -2.074,80 -12,00 -5.936,70 -2,00 21 Hotel Restoran -63.082,08 -12,00 -3.478,66 -2,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi -218.631,72 -12,00 -1.463,54 -2,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran -38.067,84 -12,00 -1.276,36 -2,00 24 Jasa Lainnya -11.524,92 -12,00 -7.696,34 -2,00 Sektor Tersier -385.748,64 -12,00 -20.123,76 -2,00 Total -485.572,92 -12,00 -24.012,40 -2,00 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Tabel 5.6 menunjukkan bahwa pertumbuhan nasional untuk PMDN sebelum otonomi daerah di setiap sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada umumnya mengalami kenaikan sebesar 8 persen. Tetapi pada masa otonomi daerah pertumbuhan nasional untuk PMDN di setiap sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta pada umumnya mengalami penurunan, yaitu sebesar 3 persen. Sebelum otonomi daerah sektor yang memiliki kenaikan dengan kontribusi terbesar adalah sektor konstruksi, yaitu sebesar Rp. 313 milyar . Artinya jika terjadi perubahan kebijakan investasi nasional, maka sektor konstruksi akan mengalami kenaikan PMDN sebesar Rp. 313 milyar. Namun, untuk nilai pertumbuhan nasional pada PMDN ini ada juga sektor perekonomian yang tidak memiliki kontribusi sama sekali, yaitu sektor tanaman pangan, sektor peternakan, sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor industri alat kedokteran, sektor industri lainnya serta sektor listrik, gas dan air bersih. Ini menunjukkan bahwa sektor tersebut tidak berpengaruh terhadap perubahan kebijakan investasi yang terjadi di Indonesia. Pada masa otonomi daerah sektor primer mengalami penurunan sebesar Rp. 10,8 milyar. Sektor sekunder dan sektor tersier mengalami penurunan masing- masing sebesar Rp. 6,8 milyar dan Rp. 219 milyar. Penurunan PMDN yang terbesar terjadi pada sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran yaitu sebesar Rp. 89 milyar. Ini berarti jika terjadi perubahan kebijakan investasi nasional maka sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran akan mengalami penurunan PMDN sebesar Rp. 89 milyar Tabel 5.6. Tabel 5.6. Komponen Pertumbuhan Nasional PN PMDN di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Juta Rupiah Persen Juta Rupiah Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan 0,00 0,00 -1.290,00 -3,00 5 Pertambangan 5.382,32 8,00 -9.552,57 -3,00 Sektor Primer 5.382,32 8,00 -10.842,57 -3,00 6 Industri Makanan 904,96 8,00 -102,00 -3,00 7 Industri Tekstil 3.061,28 8,00 -22,50 -3,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki 1.200,00 8,00 0,00 0,00 9 Industri Kayu 471,44 8,00 0,00 0,00 10 Industri Kertas Percetakan 907,28 8,00 -4.457,37 -3,00 11 Industri Kimia Farmasi 132,72 8,00 0,00 0,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik 14.745,28 8,00 -150,00 -3,00 13 Industri Mineral Non Logam 22.152,56 8,00 0,00 0,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik 17.809,36 8,00 -118,50 -3,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 -1.570,41 -3,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi 8.240,64 8,00 -435,75 -3,00 17 Industri Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 Sektor Sekunder 69.625,52 8,00 -6.856,53 -3,00 18 Listrik, Gas Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,00 19 Konstruksi 313.240,72 8,00 -36.165,00 -3,00 20 Perdagangan Reparasi 7.092,80 8,00 -2.782,62 -3,00 21 Hotel Restoran 80.009,12 8,00 -29.669,25 -3,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi 260.892,72 8,00 -17.340,36 -3,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran 117.120,16 8,00 -89.560,08 -3,00 24 Jasa Lainnya 7.512,08 8,00 -44.122,83 -3,00 Sektor Tersier 785.867,60 8,00 -219.640,14 -3,00 Total 860.875,44 8,00 -237.339,24 -3,00 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Komponen pertumbuhan wilayah yang kedua adalah komponen pertumbuhan proporsional. Dari komponen pertumbuhan proporsional ini dapat diketahui sektor perekonomian yang memiliki kontribusi positif PP0 atau yang memiliki kontribusi negatif PP0 terhadap investasi di Provinsi DKI Jakarta. Jika suatu sektor perekonomian memiliki kontribusi positif, maka sektor tersebut mengalami laju pertumbuhan investasi yang cepat. Begitupun sebaliknya, jika suatu sektor perekonomian memiliki kontribusi yang negatif, maka sektor tersebut mengalami pertumbuhan investasi yang lambat. Berdasarkan Tabel 5.7 sebelum masa otonomi daerah pertumbuhan proporsional PP pada sektor primer memiliki kontribusi positif terhadap PMA, yaitu sebesar US 7,8 juta 28,88 persen. Sektor sekunder dan sektor tersier juga memiliki kontribusi positif, yaitu masing-masing sebesar US 25 juta untuk sektor sekunder dan US 228 juta untuk sektor tersier. Secara keseluruhan sektor yang mengalami pertumbuhan PMA paling cepat pada masa sebelum otonomi daerah adalah sektor perdagangan dan reparasi, yaitu sebesar US 239 juta. Pertumbuhan proporsional pada masa otonomi daerah untuk PMA pada sektor primer adalah sebesar US 104 juta, sektor sekunder sebesar US 14 juta dan pada sektor tersier adalah sebesar US 147 juta. Secara keseluruhan sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat adalah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi, yaitu sebesar US 107 juta Tabel 5.7. Ini menunjukkan bahwa minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi di Provinsi DKI Jakarta sangat tinggi dan perkembangan investasi di sektor tersebut juga semakin maju pada masa otonomi daerah. Tabel 5.7. Komponen Pertumbuhan Proporsional PP PMA di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Ribu US Persen Ribu US Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan -112,50 -3,00 0,00 0,00 5 Pertambangan 7.930,50 34,00 104.386,24 112,00 Sektor Primer 7.818,00 28,88 104.386,24 112,00 6 Industri Makanan 10.287,18 3,00 6.394,08 22,00 7 Industri Tekstil 385,36 2,00 -1.333,64 -11,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki 380,97 27,00 864,00 32,00 9 Industri Kayu 22,00 11,00 547,50 73,00 10 Industri Kertas Percetakan -1.526,00 -7,00 -120,00 -12,00 11 Industri Kimia Farmasi 0,00 0,00 121,45 7,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik 0,00 0,00 -35,72 -4,00 13 Industri Mineral Non Logam -917,00 -7,00 4.950,00 50,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik 12.934,80 8,00 829,89 3,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 0,00 0,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi 3.520,04 2,00 1.945,20 20,00 17 Industri Lainnya 284,00 8,00 681,00 12,00 Sektor Sekunder 25.371,35 3,15 14.843,76 14,66 18 Listrik, Gas Air Bersih -120,00 -8,00 0,00 0,00 19 Konstruksi -4.348,94 -1,00 90.901,44 668,00 20 Perdagangan Reparasi 239.293,60 1384,00 38.588,55 13,00 21 Hotel Restoran -21.027,36 -4,00 -29.568,61 -17,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi -72.877,24 -4,00 107.570,19 147,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran -12.689,28 -4,00 -2.552,72 -4,00 24 Jasa Lainnya 99.882,64 104,00 -57.722,55 -15,00 Sektor Tersier 228.113,42 7,10 147.216,30 14,63 Total 261.302,77 6,46 266.446,30 22,19 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Berdasarkan Tabel 5.8 sebelum otonomi daerah sektor primer memiliki pertumbuhan PMDN yang cepat, yaitu sebesar Rp. 20 milyar atau 30 persen. Tetapi, sektor sekunder dan sektor tersier memiliki pertumbuhan PMDN yang lambat yaitu dengan nilai PP masing-masing sebesar Rp. -125 milyar -14,44 persen untuk sektor sekunder dan Rp. -2,1 trilyun -22,39 persen untuk sektor tersier. Pada sektor sekunder, sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor industri mineral non logam, yaitu sebesar Rp. -55 milyar. Pada sektor tersier, sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor konstruksi, yaitu sebesar Rp. -1,09 trilyun. Ini berarti sektor industri mineral non logam dan sektor konstruksi memiliki kontribusi yang negatif terhadap laju pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah. Pada masa otonomi daerah pertumbuhan proporsional untuk PMDN di Provinsi DKI Jakarta pada sektor sekunder dan sektor tersier memiliki laju pertumbuhan yang cepat, yaitu masing-masing sebesar Rp. 13 milyar 5,82 persen untuk sektor sekunder dan Rp. 165 milyar 2,25 persen untuk sektor tersier. Tetapi, sektor primer mengalami laju pertumbuhan yang lambat, yaitu hanya sebesar Rp. -9,6 milyar -2,67 persen. Pada komponen pertumbuhan proporsional di masa otonomi daerah, sektor yang memiliki pertumbuhan PMDN terbesar secara keseluruhan adalah sektor jasa lainnya yaitu sebesar Rp. 411 milyar 28 persen, sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan proporsional PMDN terkecil secara keseluruhan adalah sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran dengan nilai PP hanya sebesar Rp. -507 milyar atau -17 persen Tabel 5.8. Tabel 5.8. Komponen Pertumbuhan Proporsional PP PMDN di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Juta Rupiah Persen Juta Rupiah Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan 0,00 0,00 -6.450,00 -15,00 5 Pertambangan 20.183,70 30,00 -3.184,19 -1,00 Sektor Primer 20.183,70 30,00 -9.634,19 -2,67 6 Industri Makanan 113,12 1,00 -136,00 -4,00 7 Industri Tekstil -6.887,88 -18,00 -82,50 -11,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki -2.400,00 -16,00 0,00 0,00 9 Industri Kayu -1.473,25 -25,00 0,00 0,00 10 Industri Kertas Percetakan 0,00 0,00 11.886,32 8,00 11 Industri Kimia Farmasi 1.841,49 111,00 0,00 0,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik -9.215,80 -5,00 4.100,00 82,00 13 Industri Mineral Non Logam -55.381,40 -20,00 0,00 0,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik -51.201,91 -23,00 2.370,00 60,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 -8.898,99 -17,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi -1.030,08 -1,00 4.067,00 28,00 17 Industri Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 Sektor Sekunder -125.635,71 -14,44 13.305,83 5,82 18 Listrik, Gas Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,00 19 Konstruksi -1.096.342,52 -28,00 -84.385,00 -7,00 20 Perdagangan Reparasi 16.845,40 19,00 100.174,32 108,00 21 Hotel Restoran -270.030,78 -27,00 158.236,00 16,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi -489.173,85 -15,00 86.701,80 15,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran -366.000,50 -25,00 -507.507,12 -17,00 24 Jasa Lainnya 5.634,06 6,00 411.813,08 28,00 Sektor Tersier -2.199.068,19 -22,39 165.033,08 2,25 Total -2.304.520,20 -21,42 168.704,72 2,13 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Komponen yang ketiga adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Komponen ini digunakan untuk melihat sektor perekonomian mana saja yang mampu bersaing dan yang tidak mampu bersaing di Provinsi DKI Jakarta dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Apabila nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah suatu sektor lebih dari nol maka sektor tersebut memiliki daya saing yang baik dan mampu bersaing dengan wilayah lain. Sebaliknya, jika komponen pertumbuhan pangsa wilayah tersebut kurang dari nol maka sektor tersebut tidak memiliki daya saing yang baik. Tabel 5.9 menunjukkan bahwa sebelum otonomi daerah PMA di Provinsi DKI Jakarta memiliki daya saing yang baik untuk sektor primer dan sektor tersier karena nilai PPW0, yaitu masing-masing sebesar US 4,6 juta dan US 139 juta. Sektor sekunder tidak berdaya saing karena nilai PPW0, yaitu sebesar US -68 juta. Pada masa sebelum otonomi daerah sektor yang berdaya saing paling baik untuk PMA adalah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi dengan nilai PPW sebesar US 145 juta. Pertumbuhan pangsa wilayah untuk PMA di Provinsi DKI Jakarta pada masa otonomi daerah memiliki daya saing yang baik pada sektor sekunder dan tersier karena nilai PPW0, yaitu masing-masing sebesar US 36 juta dan US 535 juta. Sektor primer tidak berdaya saing karena nilai PPW0, yaitu sebesar US -12 juta. Sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi merupakan sektor yang memiliki daya saing yang paling baik dengan nilai PPW0, yaitu sebesar US 466 juta Tabel 5.9. Tabel 5.9 . Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW PMA di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Ribu US Persen Ribu US Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan 5.812,50 155,00 0,00 0,00 5 Pertambangan -1.166,25 -5,00 -12.116,26 -13,00 Sektor Primer 4.646,25 17,16 -12.116,26 -13,00 6 Industri Makanan -37.719,66 -11,00 -9.591,12 -33,00 7 Industri Tekstil 5.587,72 29,00 484,96 4,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki -197,54 -14,00 -1.350,00 -50,00 9 Industri Kayu -38,00 -19,00 -645,00 -86,00 10 Industri Kertas Percetakan 0,00 0,00 250,00 25,00 11 Industri Kimia Farmasi 0,00 0,00 7.755,45 447,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik 0,00 0,00 607,24 68,00 13 Industri Mineral Non Logam -131,00 -1,00 -6.633,00 -67,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik -21.019,05 -13,00 13.554,87 49,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 0,00 0,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi -14.080,16 -8,00 33.846,48 348,00 17 Industri Lainnya -461,50 -13,00 -1.418,75 -25,00 Sektor Sekunder -68.059,19 -8,46 36.861,13 36,41 18 Listrik, Gas Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,00 19 Konstruksi 0,00 0,00 53.071,20 390,00 20 Perdagangan Reparasi 22.995,70 133,00 -2.968,35 -1,00 21 Hotel Restoran -15.770,52 -3,00 15.653,97 9,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi 145.754,48 8,00 466.869,26 638,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran 6.344,64 2,00 -5.105,44 -8,00 24 Jasa Lainnya -20.168,61 -21,00 7.696,34 2,00 Sektor Tersier 139.155,69 4,33 535.216,98 53,19 Total 75.742,75 1,87 559.961,85 46,64 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Tabel 5.10 menunjukkan bahwa sebelum otonomi daerah untuk PMDN di Provinsi DKI Jakarta pada sektor primer dan sektor sekunder memiliki daya saing yang baik, yaitu masing-masing sebesar Rp. 75 milyar 112 persen dan Rp. 16 milyar 1,93 persen. Tetapi, sektor tersier tidak memiliki daya saing yang baik karena nilai PPW0, yaitu sebesar Rp. -53 milyar -0,55 persen. Secara keseluruhan sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki daya saing paling baik dengan nilai PPW sebesar Rp. 75 milyar atau sebesar 112 persen. Sementara itu sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi merupakan sektor yang daya saingnya paling buruk dengan nilai PPW0, yaitu hanya sebesar Rp. -65 milyar -2 persen. Pertumbuhan pangsa wilayah untuk PMDN pada masa otonomi daerah untuk sektor sekunder memiliki daya saing yang baik, yaitu dengan nilai PPW sebesar Rp. 153 milyar 67,19 persen. Sektor primer dan sektor tersier tidak berdaya saing karena nilai PPW0, yaitu dengan nilai PPW masing-masing hanya sebesar Rp. -29 milyar untuk sektor primer dan Rp. -786 milyar untuk sektor tersier. Secara keseluruhan sektor yang memiliki daya saing paling baik pada masa otonomi daerah adalah sektor industri makanan dengan nilai PPW sebesar Rp. 68 milyar. Sektor yang daya saingnya paling buruk secara keseluruhan pada masa otonomi daerah adalah sektor jasa lainnya dengan nilai PPW hanya sebesar Rp. -632 milyar Tabel 5.10. Tabel 5.10. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPW PMDN di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Juta Rupiah Persen Juta Rupiah Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan 0,00 0,00 -860,00 -2,00 5 Pertambangan 75.352,48 112,00 -28.657,71 -9,00 Sektor Primer 75.352,48 112,00 -29.517,71 -8,17 6 Industri Makanan 39.365,76 348,00 68.306,00 2009,00 7 Industri Tekstil -2.678,62 -7,00 16.282,50 2171,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki -1.800,00 -12,00 0,00 0,00 9 Industri Kayu 235,72 4,00 0,00 0,00 10 Industri Kertas Percetakan 20.300,39 179,00 32.687,38 22,00 11 Industri Kimia Farmasi 2.090,34 126,00 0,00 0,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik -25.804,24 -14,00 13.250,00 265,00 13 Industri Mineral Non Logam -13.845,35 -5,00 0,00 0,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik 0,00 0,00 4.305,50 109,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 0,00 0,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi -1.030,08 -1,00 18.737,25 129,00 17 Industri Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 Sektor Sekunder 16.833,92 1,93 153.568,63 67,19 18 Listrik, Gas Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,00 19 Konstruksi 0,00 0,00 12.055,00 1,00 20 Perdagangan Reparasi -25.711,40 -29,00 -53.797,32 -58,00 21 Hotel Restoran -10.001,14 -1,00 -19.779,50 -2,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi -65.223,18 -2,00 -92.481,92 -16,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran -14.640,02 -1,00 0,00 0,00 24 Jasa Lainnya 61.974,66 66,00 -632.427,23 -43,00 Sektor Tersier -53.601,08 -0,55 -786.430,97 -10,74 Total 38.585,32 0,36 -662.380,05 -8,37 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. 5.4. Analisis Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Investasi di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Pertumbuhan investasi berdasarkan sektor perekonomian dapat dilihat dari nilai pergeseran bersih PB yang diperoleh dari penjumlahan antara PP dan PPW. Jika pergeseran bersih bernilai positif, maka pertumbuhan investasi termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif maju. Sebaliknya jika pergeseran bersih bernilai negatif maka pertumbuhan investasi di suatu wilayah termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat. Berdasarkan Tabel 5.11 terlihat bahwa pada masa sebelum masa otonomi daerah sektor primer dan sektor tersier memiliki pertumbuhan PMA yang progresif maju dengan nilai pergeseran bersih masing-masing sebesar US 12 juta dan US 367 juta. Tetapi, sektor sekunder memiliki laju pertumbuhan yang lambat dengan nilai PB hanya sebesar US -42 juta. Sebelum otonomi daerah sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terbesar secara keseluruhan adalah sektor perdagangan dan reparasi, yaitu sebesar US 262 juta. Sektor perdagangan dan reparasi memiliki nilai pergeseran bersih terbesar karena hal ini sesuai dengan hasil Rapat Koordinasi Perencanaan Penanaman Modal di DKI Jakarta pada tahun 1999 dimana sektor perdagangan dan reparasi merupakan salah satu sektor yang memiliki peluang investasi yang baik pada masa sebelum otonomi daerah. Sementara itu secara keseluruhan sektor industri makanan merupakan sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terkecil, yaitu hanya sebesar US -27 juta. Pada masa otonomi daerah nilai persetujuan PMA di Provinsi DKI Jakarta tergolong kelompok progresif maju karena memiliki nilai pergeseran bersih PB positif. Sektor primer memiliki nilai pergeseran bersih sebesar US 92 juta, sektor sekunder memiliki nilai pergeseran bersih sebesar US 51 juta dan sektor tersier memiliki nilai pergeseran bersih sebesar US 682 juta. Sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terbesar secara keseluruhan pada masa otonomi daerah ini adalah sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi dengan nilai PB sebesar US 574 juta Tabel 5.11. Hal ini disebabkan karena pada masa otonomi daerah, daerah-daerah lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya di daerahnya sehingga tentu saja aktivitas pengangkutan dari daerah- daerah menuju ke pusat khususnya Provinsi DKI Jakarta dan sebaliknya meningkat cukup tajam. Hal tersebut tentunya menarik minat investor asing untuk berinvestasi pada sektor ini. Sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terkecil secara keseluruhan pada masa otonomi daerah adalah sektor jasa lainnya, yaitu sebesar US -50 juta. Hal ini disebabkan karena adanya pajak pendapatan daerah dan adanya aturan yang membatasi sektor jasa lainnya, serta tingginya upah minimum regional di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga hal tersebut sangat merugikan sektor jasa lainnya dan menyebabkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya di sektor jasa lainnya sangat kurang. Tabel 5.11. Pergeseran Bersih PB PMA di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Ribu US Persen Ribu US Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan 5.700,00 152,00 0,00 0,00 5 Pertambangan 6.764,25 29,00 92.269,98 99,00 Sektor Primer 12.464,25 46,04 92.269,98 99,00 6 Industri Makanan -27.432,48 -8,00 -31.97,04 -11,00 7 Industri Tekstil 5.973,08 31,00 -848,68 -7,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki 183,43 13,00 -486,00 -18,00 9 Industri Kayu -16,00 -8,00 -97,50 -13,00 10 Industri Kertas Percetakan -1.526,00 -7,00 130,00 13,00 11 Industri Kimia Farmasi 0,00 0,00 7.876,90 454,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik 0,00 0,00 571,52 64,00 13 Industri Mineral Non Logam -1.048,00 -8,00 -1.683,00 -17,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik -8.084,25 -5,00 14.384,76 52,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 0,00 0,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi -10.560,12 -6,00 35.791,68 368,00 17 Industri Lainnya -177,50 -5,00 -737,75 -13,00 Sektor Sekunder -42.687,84 -5,30 51.704,89 51,08 18 Listrik, Gas Air Bersih -120,00 -8,00 0,00 0,00 19 Konstruksi -4.348,94 -1,00 143.972,64 1058,00 20 Perdagangan Reparasi 262.289,30 1517,00 35.620,20 12,00 21 Hotel Restoran -36.797,88 -7,00 -13.914,64 -8,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi 72.877,24 4,00 574.439,45 785,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran -6.344,64 -2,00 -7.658,16 -12,00 24 Jasa Lainnya 79.714,03 83,00 -50.026,21 -13,00 Sektor Tersier 367.269,11 11,43 682.433,28 67,82 Total 337.045,52 8,33 826.408,15 68,83 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Pertumbuhan PMDN sebelum otonomi daerah pada sektor primer termasuk ke dalam kelompok progresif maju dengan nilai PB0 yaitu sebesar Rp. 95 milyar 142 persen. Sektor sekunder dan sektor tersier termasuk ke dalam kelompok lambat dengan nilai pergeseran bersih masing-masing hanya sebesar Rp. -108 milyar untuk sektor sekunder dan Rp. -2,2 trilyun untuk sektor tersier. Secara keseluruhan sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terbesar yaitu sebesar Rp. 95 milyar. Sektor pertambangan memiliki nilai pergeseran bersih terbesar karena sektor tersebut memiliki peluang investasi yang cukup baik di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan hasil rapat Koordinasi Perencanaan Penanaman Modal di DKI Jakarta pada tahun 1999. Sektor konstruksi merupakan sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terkecil secara keseluruhan dengan nilai pergeseran bersihnya hanya sebesar Rp. -1,09 trilyun atau -28 persen Tabel 5.12. Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan suku bunga dan penurunan nilai tukar sehingga berdampak pada jumlah modal yang diinvestasikan di sektor konstruksi. Hal ini tentunya menyebabkan investor dalam negeri tidak mau mengambil resiko untuk berinvestasi pada sektor konstruksi karena untuk berinvestasi di sektor konstruksi dibutuhkan modal yang cukup besar. Berdasarkan Tabel 5.12 nilai pergeseran bersih PMDN pada masa otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta pada sektor primer dan sektor tersier termasuk ke dalam kelompok pertumbuhan yang lambat karena nilai PB0 yaitu masing- masing hanya sebesar Rp. -39 milyar -10,83 persen dan Rp. -621 milyar -8,49 persen. Pertumbuhan PMDN pada sektor sekunder termasuk ke dalam kelompok progresif maju karena nilai PB0, yaitu sebesar Rp. 166 milyar atau 73,01 persen. Secara keseluruhan sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terbesar di Provinsi DKI Jakarta untuk nilai PMDN adalah sektor hotel dan restoran yaitu sebesar Rp. 138 milyar 14 persen. Sektor hotel dan restoran memiliki nilai pergeseran bersih terbesar karena sektor tersebut memiliki laju petumbuhan yang paling baik dan daya saingnya juga lebih baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Selain itu, sektor hotel dan restoran di Provinsi DKI Jakarta merupakan sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan pada masa otonomi daerah dan minat investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di sektor hotel dan restoran juga cukup tinggi. Sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih terkecil secara keseluruhan pada masa otonomi daerah untuk PMDN adalah sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran dengan nilai pergeseran bersih hanya sebesar Rp. -507 milyar -17 persen. Pertumbuhan PMDN pada sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran termasuk ke dalam kelompok lambat karena investor dalam negeri yang menanamkan modalnya di sektor tersebut sangat kecil. Hal ini terkait dengan harga lahan yang semakin mahal di Provinsi DKI Jakarta setelah terjadinya krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu. Tabel 5.12. Pergeseran Bersih PB PMDN di Provinsi DKI Jakarta Sebelum Otonomi Daerah dan Pada Masa Otonomi Daerah Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah No. Sektor Ekonomi Juta Rupiah Persen Juta Rupiah Persen 1 Tanaman Pangan Perkebunan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Peternakan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kehutanan 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Perikanan 0,00 0,00 -7.310,00 -17,00 5 Pertambangan 95.536,18 142,00 -31.841,90 -10,00 Sektor Primer 95.536,18 142,00 -39.151,90 -10,83 6 Industri Makanan 39.478,88 349,00 68.170,00 2005,00 7 Industri Tekstil -9.566,50 -25,00 16.200,00 2160,00 8 Industri Barang dari Kulit Alas Kaki -4.200,00 -28,00 0,00 0,00 9 Industri Kayu -1.237,53 -21,00 0,00 0,00 10 Industri Kertas Percetakan 20.300,39 179,00 44.573,70 30,00 11 Industri Kimia Farmasi 3.931,83 237,00 0,00 0,00 12 Industri Barang Karet Barang Plastik -35.020,04 -19,00 17.350,00 347,00 13 Industri Mineral Non Logam -69.226,75 -25,00 0,00 0,00 14 Industri Logam, Mesin Elektronik -51.201,91 -23,00 6.675,50 169,00 15 Industri Alat Kedokteran, Optik Alat Ukur 0,00 0,00 -8.898,99 -17,00 16 Industri Kendaraan Bermotor Alat Transportasi -2.060,16 -2,00 22.804,25 157,00 17 Industri Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 Sektor Sekunder -108.801,79 -12,50 166.874,46 73,01 18 Listrik, Gas Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,00 19 Konstruksi -1.096.342,52 -28,00 -72.330,00 -6,00 20 Perdagangan Reparasi -8.866,00 -10,00 46.377,00 50,00 21 Hotel Restoran -280.031,92 -28,00 138.456,50 14,00 22 Pengangkutan, Gudang Komunikasi -554.397,03 -17,00 -5.780,12 -1,00 23 Perumahan, Kawasan Industri Perkantoran -380.640,52 -26,00 -507.507,12 -17,00 24 Jasa Lainnya 67.608,72 72,00 -220.614,15 -15,00 Sektor Tersier -2.252.669,27 -22,93 -621.397,89 -8,49 Total -2.265.934,88 -21,06 -493.675,33 -6,24 Sumber: BKPM, 1995-2005 diolah. Profil pertumbuhan investasi pada sektor ekonomi digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor perekonomian dengan cara mengekspresikan persen perubahan PP dan PPW. Persentase PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis dan persentase PPW diletakkan pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Gambar 5.1 merupakan gambar profil pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi daerah. Sektor yang berada di kuadran I berarti memiliki laju pertumbuhan PMA yang baik dan daya saing yang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Sektor yang berada di kuadran I adalah sektor industri tekstil serta sektor perdagangan dan reparasi. Sektor pertambangan, sektor industri makanan, industri barang dari kulit, industri kayu, industri logam, industri kendaraan bermotor, industri lainnya, serta sektor jasa lainnya berada di kuadran II yang berarti sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan PMA yang baik, tetapi tidak memiliki daya saing yang baik. Sektor yang berada di kuadran III yang berarti memiliki laju pertumbuhan PMA lambat dan tidak berdaya saing adalah sektor industri kertas; industri mineral non logam; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor konstruksi; serta sektor hotel dan restoran. Sektor perikanan; sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi; serta sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran berada di kuadran IV yang berarti sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan PMA yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang baik. Sektor tanaman pangan, peternakan, kehutanan, industri kimia dan farmasi, industri barang karet dan industri alat kedokteran termasuk dalam kelompok progresif maju karena berada tepat di garis yang memotong kuadran II dan kuadran IV. -40 -20 20 40 60 80 100 120 140 160 180 -100 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 PPW PP T anam Peterna Kehuta Perikan Pertam Industr Industr Industr Industr Industr Industr Industr Industr Industr Industr Industr Industr Listrik, Konstru Perdaga Hotel Pengan Peruma Jasa La II I IV III Sumber: BKPM, 1995-2000 diolah. Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah 1995-2000 Berdasarkan gambar 5.2 profil pertumbuhan sektor-sektor ekonomi pada masa otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta dilihat dari PMA berada di kuadran I, II, III dan IV. Sektor yang berada di kuadran I memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik. Sektor yang berada di kuadran I adalah sektor industri kimia dan farmasi, industri logam, industri kendaraan bermotor, sektor konstruksi, serta sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi. Sektor yang berada di kuadran II memiliki laju pertumbuhan PMA yang cepat, tetapi tidak berdaya saing. Sektor tersebut adalah sektor pertambangan, sektor industri makanan, industri barang dari kulit, industri kayu, industri mineral non logam, industri lainnya serta sektor perdagangan dan reparasi. Sektor yang berada di kuadran III memiliki laju pertumbuhan PMA yang lambat dan daya saing yang kurang baik, yaitu sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran. Sektor yang berada di kuadran IV memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang baik. Sektor yang berada di kuadran IV adalah sektor industri tekstil, industri kertas, industri barang karet, sektor hotel dan restoran serta sektor jasa lainnya. Sektor tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan, sektor industri alat kedokteran, serta sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang termasuk ke dalam kelompok progresif maju karena berada tepat di garis yang memotong kuadran II dan kuadran IV. -200 -100 100 200 300 400 500 600 700 -100 100 200 300 400 500 600 700 800 PPW PP T anaman Pet ernaka Kehut ana Perikanan Pertamba Indust ri M Indust ri T Indust ri B Indust ri K Indust ri K Indust ri K Indust ri B Indust ri M Indust ri L Indust ri A Indust ri K Indust ri L List rik, G Konst ruk Perdagang Hot el R Pengangk Perumaha Jasa Lainn I II III IV Sumber: BKPM, 2001-2005 diolah. Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan PMA di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi Pada Masa Otonomi Daerah 2001-2005 Pada gambar 5.3 profil pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta sebelum otonomi daerah yang berada di kuadran I berarti memiliki pertumbuhan investasi yang cepat dan memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sektor yang berada di kuadran I adalah sektor pertambangan, sektor industri makanan, sektor industri kimia, serta sektor jasa lainnya. Sektor perdagangan dan reparasi berada di kuadran II yang artinya sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan investasi yang cepat, tetapi daya saingnya lambat jika dibandingkan dengan wilayah lain. Sektor industri tekstil, industri barang dari kulit, industri barang karet, industri mineral non logam, industri logam, industri kendaraan bermotor, sektor konstruksi, sektor hotel dan restoran, sektor pengangkutan gudang dan komunikasi, serta sektor perumahan kawasan industri dan perkantoran berada kuadran III yang berarti sektor tersebut memiliki pertumbuhan PMDN yang lambat dan tidak berdaya saing. Sektor yang berada di kuadran IV memiliki laju pertumbuhan PMDN yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang baik. Sektor yang berada di kuadran IV adalah sektor industri kayu serta sektor industri kertas dan percetakan. Sektor tanaman pangan, sektor peternakan, sektor kehutanan, sektor perikanan, sektor industri alat kedokteran, sektor industri lainnya, serta sektor listrik gas, dan air bersih termasuk ke dalam kelompok progresif maju karena berada tepat di garis yang memotong kuadran II dan kuadran IV. -50 50 100 150 200 250 300 350 400 -40 -20 20 40 60 80 100 120 PPW PP T anama Peternak Kehutan Perikana Pertamb Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Listrik, G Konstruk Perdagan Hotel Pengang Perumah Jasa Lain I IV II III Sumber: BKPM, 1995-2000 diolah. Gambar 5.3. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi Sebelum Otonomi Daerah 1995-2000 Berdasarkan gambar 5.4 profil pertumbuhan PMDN pada masa otonomi daerah, sektor perekonomian yang berada di kuadran I adalah sektor industri kertas dan percetakan, sektor industri barang karet, sektor industri logam, dan sektor industri kendaraan bermotor. Sektor-sektor tersebut berarti memiliki pertumbuhan investasi yang cepat dan memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya Sektor yang berada di kuadran II berarti sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan investasi yang cepat, tetapi daya saingnya lambat jika dibandingkan dengan wilayah lain. Sektor yang berada di kuadran II adalah sektor perdagangan dan reparasi; sektor hotel dan restoran; sektor pengangkutan, gudang dan komunikasi; serta sektor jasa lainnya. Sektor perikanan, sektor pertambangan, sektor industri alat kedokteran, serta sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran berada kuadran III yang artinya sektor tersebut memiliki pertumbuhan PMDN yang lambat dan tidak berdaya saing. Sektor yang berada di kuadran IV memiliki laju pertumbuhan PMDN yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang baik. Sektor yang berada di kuadran IV adalah sektor industri makanan, sektor industri tekstil, dan sektor konstruksi. Sektor tanaman pangan, sektor peternakan, sektor kehutanan, sektor industri barang dari kulit, sektor industri kayu, sektor industri kimia, sektor industri mineral non logam, sektor industri lainnya serta sektor listrik gas, dan air bersih termasuk ke dalam kelompok progresif maju karena berada tepat di garis yang memotong kuadran II dan kuadran IV. -500 500 1000 1500 2000 2500 -40 -20 20 40 60 80 100 PPW PP T anama Pet ernak Kehutan Perikana Pertamb Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Industri Listrik, G Konstruk Hotel Hotel Pengang Perumah Jasa Lain I II III IV Sumber: BKPM, 2001-2005 diolah. Gambar 5.4. Profil Pertumbuhan PMDN di Provinsi DKI Jakarta Menurut Sektor Ekonomi Pada Masa Otonomi Daerah 2001-2005

VI. KESIMPULAN DAN SARAN