5.4 Gambaran Observasi Sarana dan Prasarana
Pelayanan kesehatan diberikan di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari fasilitas yang mempunyai peralatan yang sangat sederhana, sampai yang memiliki
teknologi modern. Meskipun telah ada perkembangan dalam pelayanan di rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainya, infeksi terus pula berkembang terutama pada
pasien yang dirawat di rumah sakit. Hasil dari observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap sarana APD
yang tersedia di rumah sakit dapat dinyatakan bahwa 81,4 tidak tersedia APD berupa gaun, 53,6 tidak tersedianya sarana cleanser dan 38,1 hasil
pengamatan tentang sarana wastafel tidak tersedia di ruang perawatan, dan 97,9 menyatakan telah tersedia sarana APD masker dan 100 menyatakan telah
tersedia sarana APD sarung tangan dan 78,4 terdapat sarana larutan antiseptik sebanyak 76 orang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mulianti 2008 di RSU Meuraxa Banda Aceh, yang menyatakan bahwa mayoritas ketersediaan sarana
APD termasuk kategori cukup baik sebanyak 55, dan relatif sama responden yang mengatakan baik dan sangat baik terhadap ketersediaan APD, masing-
masing 25 dan 20 .
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
5.5 Gambaran Observasi Penggunaan APD
Tingkat infeksi nosokomial di Asia dilaporkan lebih dari 40 Alvarado, 2000. Sebagian besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi
yang sudah ada: a. Mentaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan,
khususnya cuci tangan dan pemakaian sarung tangan. b. Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang
diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi. c. Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi
nosokomial. Hasil observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti terhadap
penggunaan APD di temukan 71,1 perawat menggunakan APD sewaktu melakukan tindakan perawatan diantaranya penggunaan sarung tangan, masker
dan cleanser akan tetapi penggunaan APD topi dan gaun hanya digunakan perawat pada ruang tertentu seperti di ruang bedah.
Menurut Pereira, Lee dan Wade dalam Schaffer 1990 bahwa perlindungan diri dengan menggunakan APD merupakan keharusan dan diawali
dengan cuci tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan cuci tangan memakai sabun antimikrobial.
Perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan perawatan sebanyak 50,52 hal ini disebabkan karena sebahagian ruang perawatan tidak
tersedia sarana wastafel untuk memulai mencuci tangan akan tetapi perawat
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
mencuci tangan setelah melakukan tindakan 91,8, hal ini dilakukan perawat untuk menghindari terjadinya infeksi silang. Berdasarkan kegiatan mencuci
tangan pada air yang mengalir 68, perawat mencuci tangan pada air yang mengalir, dan yang menggunakan sabun atau cleanser 87,6 dan responden
mencuci tangan dilakukan selama 10 sampai 15 detik sebesar 60,82 sedangkan 48,45 mencuci tangan lebih 120 detik. Hal ini membuktikan bahwa masih
kurangnya kesadaran perawat dalam melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial melalui tindakan cuci tangan sebelum melakukan tindakan perawatan.
Hal yang sama dikemukakan oleh Pitt dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang kepatuhan tenaga kesehatan dalam mencuci
tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan mencuci tangan masih kurang, yaitu:
1. Skin irritation
2. Inaccessible handwashing supplies
3. Being too bussy
4. No thinking about it
Kepatuhan mencuci tangan di ICU Spraot, 1994 kurang dari 50, sedangkan Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan mencuci tangan tersebut :
dokter sebanyak 67, perawat 64, tenaga kesehatan lainnya 57, dan mahasiswa perawat sebanyak 100 tidak patuh dalam melakukan cuci tangan
Depkes RI, 2004.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran
mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah Boyce dan Pitt, 2002 hal ini disebabkan karena pada
lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak. Masker hanya dipakai sekali saja untuk jangka waktu tertentu misal, tiap
menangani satu pasien. Masker sekali pakai jauh lebih efektif dibandingkan masker dari kasa katun dalam mencegah transmisi mikroorganisme melalui udara
atau droplet Tietjen , 2004. Masker digunakan untuk melindungi perawat dari penyakit infeksi saluran
pernapasan seperti tuberkolosis. Perawat harus memakai masker dengan menutup area sekitar wajah dan hidung, hal ini di lakukan dengan efektif kalau tidak maka
masker tidak dapat mengontrol penyebaran droplet di udara. Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien, sehingga petugas dapat melaksanakan
atau membantu melaksanakan tindakan beresiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan tubuh lainnya seperti tindakan membersihkan luka, membalut luka,
mengganti kateter serta dekomentasi alat bekas pakai Depkes RI, 2003. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sebanyak 72,1 perawat
menggunakan masker pada saat melakukan perawatan pada pasien yang beresiko tinggi, perawat tidak memakai masker satu kali pemakaian untuk satu pasien
43,3, dan perawat menggantungkan masker dileher untuk digunakan kembali
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
56,7, hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran perawat dalam mengikuti prosedur dalam menggunakan APD.
Pemakaian celemek gaun pelindung bertujuan untuk melindungi kulit dan mencegah pakaian basah selama tindakan perawat terhadap pasien seperti :
perawat terkena semburan atau percikan darah, cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi yang menyebabkan pakaian menjadi basah. Secepat mungkin perawat dapat
melepaskan celemek dan cuci tangan sehingga dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme dari pasien atau lingkungan. Indikasi dari pemakaian celemek
yaitu saat membersihkan luka, melakukan iritasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan ataupun
menangani pasien dengan pendarahan Schafer, 2000. Hasil observasi yang dilakukan, ditemukan sebanyak 93,8 perawat tidak
menggunakan gaun saat melakukan tindakan perawatan karena sebahagian ruangan tidak tersedia APD berupa gaun, hal ini memberikan potensi yang besar
untuk berpindahnya mikroorganisme dan terjadinya infeksi nosokomial. Sesuai dengan tujuan penggunaan APD gaun apron adalah melindungi
petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam, dengan memakai gaun selama
melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien dan segera melepas gaun dan cuci tangan untuk
mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien dan lingkungannya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Hasil observasi langsung ditemukan 23,7 perawat tidak menggunakan sarung tangan dan 24,7 perawat tidak mengganti sarung tangan saat melakukan
perawatan pada pasien yang berbeda karena perawat merasa direpotkan saat mengganti sarung tangan dari pasien yang satu dengan pasien yang lainnya dan
perawat menganggap bahwa pasien yang dirawat tidak memberikan resiko yang besar terhadap dirinya, hal ini dapat meningkatkan potensi untuk penyebaran virus
dan bakteri yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi nosokomial. Mencuci tangan sesudah melakukan tindakan perawatan atau setelah
kontak dengan pasien merupakan prosedur untuk menghilangkan dan mengurangi mikroba dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme Schaffer, 2000.
Hindari mencuci tangan diwaskom wastafel yang berisi air walaupun telah ditambah bahan antiseptik, karena mikroorganisme dapat bertahan dan
berkembang pada larutan seperti ini sebaiknya mencuci tangan pada air mengalir menggunakan ember yang kirannya mengalir. Mencuci tangan dengan
menggunakan sabun cleanser Membutuhkan penggosokan untuk membuang mikroorganisme secara mekani, sedangkan mencuci tangan menggunakan larutan
antiseptik juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme Tietjen, 2004.
Cuci tangan dan penggunaan sarung tangan merupakan komponen kunci penerapan standar precaution dan standar kewaspadaan dalam meminimalkan
penularan penyakit serta mempertahankan lingkungan bebas infeksi Garner dan Favero, 1986.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Ada tiga alasan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan, yaitu : 1. Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien.
2. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien. 3. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme
yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lainya kontaminasi langsung.
Dari pengamatan penulis selama melakukan observasi dirasakan bahwa ada keterbatasan waktu dan biaya dan hal ini menjadi suatu kelemahan tersendiri
bagi penulis seperti waktu pengamatan pada semua perawat yang akan menggunakan APD atau tidak artinya bahwa peneliti tidak dapat lebih fokus pada
tiap-tiap sampel perawat yang akan diamati pada saat kegiatan berlangsung secara serentak.
5.6 Pengaruh Pengawasan terhadap Penggunaan APD