Tipe – Tipe Pengawasan Tahap - tahap dalam Proses Pengawasan

2.1.2. Tipe – Tipe Pengawasan

Ada tiga tipe dasar pengawasan, yaitu : 1. Pengawasan pendahuluan feedforward control atau sering disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dan standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. 2. Pengawasan yang dilakukan bersamaaan dengan pelaksanaan kegiatan concurrent control, sering disebut pengawasan ”Ya-Tidak”, screening control berhenti-terus” dilakukan selama kegiatan berlangsung, tipe pengawasan ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan ”double- check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan. 3. Pengawasan umpan balik feedback control. Pengawasan umpan balik juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar ditentukan dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi Adikoesoemo, 2003. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2.1.3. Tahap - tahap dalam Proses Pengawasan

Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit 5 tahap langkah, seperti pada gambar 2.1.3. Tahap-tahap pengawasan sebagai berikut : 1. Penetapan Standar Pelaksanaan Perencanaan Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan. Untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar. Tiga bentuk standar yang umum adalah : a Standar-standar fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk. b Standar-standar moneter, yang ditujukan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya. c Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan. Setiap tipe standar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk hasil yang dapat dihitung. Ini memungkinkan manajer untuk mengkomunikasikan pelaksanaan kerja yang diharapkan kepada para bawahan secara lebih jelas dan tahapan-tahapan lain dalam proses perencanaan dapat ditangani dengan lebih efektif. Standar harus ditetapkan secara akurat dan diterima mereka yang bersangkutan. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Standar-standar yang tidak dapat dihitung juga memainkan peranan penting dalam proses pengawasan. Pengawasan dengan standar kualitatif lebih sulit dicapai tetapi hal ini tetap penting untuk mencoba mengawasinya. Misal, standar kesehatan personalia, promosi karyawan yang terbaik, sikap kerjasama, berpakaian yang pantas dalam bekerja dan sebagainya. 2. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Penetapan stsandar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. 3. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang - ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu: a. Pengamatan observasi b. Laporan-laporan, baik lisan dan tertulis, c. Metode-metode otomatis dan, d. Inspeksi, pengujian test, atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang mempergunakan pemeriksa intern internal auditor sebagai pelaksana pengukuran. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 4. Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisis Penyimpangan Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya penyimpangan deviasi. Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisis untuk menentukan standar tidak dapat dicapai. 5. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan Bila hasil analisis menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. Tindakan koreksi berupa : 1. Mengubah standar mula-mula barangkali terlalu tinggi atau terlalu rendah. 2. Mengubah pengukuran pelaksanaan inspeksi terlalu sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran itu sendiri. 3. Mungubah cara dalam menganalisis dan menginterpretasikan penyimpangan- penyimpangan Imam dan Siswandi, 2007. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Gambar 2.1. Tahap-Tahap Pengawasan 2.1.4. Karakteristik – karakteristik Pengawasan yang Efektif Untuk menjadi efektif, sistem pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria – kriteria utama adalah bahwa sistem seharusnya : 1. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar, 2. Tepat waktu, 3. Dengan biaya yang efektif, 4. Tepat-akurat, dan 5. Dapat diterima oleh yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut semakin efektif sistem pengawasan. Karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif dan lebih diperinci sebagai berikut : a. Akurat. Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari sistem pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil Penetapan standar pelaksanaan Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan Pengukuran pelaksanaan kegiatan Perbandingan dengan standar evaluasi Pengambilan tindakan koreksi bila perlu UNIVERSITAS SUMATRA UTARA tindakan koreksi yang keliru atau bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada. b. Tepat waktu. Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera. c. Objektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah dipahami dan bersifat objektif serta lengkap. d. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategik. Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang dimana penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang mengakibatkan kerusakan paling fatal. e. Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan sistem pengawasan harus lebih rendah, atau sama dengan kegunaan yang diperoleh dari sistem tersebut. f. Realistik secara organisasional. Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi. g. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi. Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, karena 1 setiap tahap dari proses pekerjaan dapat memengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan 2 informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya. h. Fleksibel. Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan. UNIVERSITAS SUMATRA UTARA i. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil. j. Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi Imam dan Siswandi, 2007.

2.2. Proses Pengawasan dan Pengendalian Wasdal

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sari Mutiara Medan Tahun 2014

17 158 133

Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Deli Serdang

3 59 90

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham Binjai

14 122 86

Supervisi Kepala Ruangan dan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan

9 64 94

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014

0 0 18

Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang

1 1 13

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham Binjai

0 0 12

Lampiran 1 : Instrumen Penelitian Kuisioner PENGARUH PENGAWASAN DAN KEPATUHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KISARAN Instrumen Penelitian Kuisioner

0 2 37

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar – dasar Proses Pengawasan 2.1.1. Pengertian Pengawasan - Pengaruh Pengawasan Dan Kepatuhan Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Sakit Umum Daerah Kisaran

0 0 29

PENGARUH PENGAWASAN DAN KEPATUHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KISARAN TESIS

0 1 16