1
BAB I PENDAHULUAN
Bab I membahas mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan bagi suatu bangsa titik starnya adalah pandangan hidup, dan titik finisnya adalah tercapainya kepribadian hidup yang dicita-citakan
Ahmadi, dkk, 2015: 196. Tokoh pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengatakan tujuan pendidikan nasional adalah untuk keperluan
perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya agar dapat bekerja bersama-sama. Ahmadi 2015:198 menjelaskan mengenai fungsi
pendidikan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat berbudaya, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pernyataan di atas menyadarkan kita bahwa pendidikan mempunyai tujuan dan fungsi begitu penting. Fungsi dari pendidikan yaitu untuk mengembangkan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, sedangkan tujuannya untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Trianto, 2015:3. Untuk mewujudnyatakan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut,
pendidikan harus memiliki podium atau instansi berupa sekolah. Tanpa podium yang dimaksud, bisa dipastikan wacana tentang pendidikan hanya sebatas konsep-
konsep indah belaka. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sekolah salah satu lembaga masyarakat, di dalamnya terdapat reaksi dan interaksi antar warga sekolah. Menurut Uhbiyati 2015:35, sebagai salah satu
lembaga masyarakat atau eksekutor pendidikan, sekolah perlu mempertimbangkan beberapa hal, agar fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat terrealisasi, salah
satunya adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan harus mampu merangsang murid untuk lebih mengenal kehidupan riil dalam
masyarakat. Jadi sederhananya, salah satu kunci untuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah melalui penerapan model pembelajaran yang
bervariasi, bermakna, menyenangkan, efektif dan efisien Basis, 2015. Idealnya, fungsi dan tujuan pendidikan dapat tercapai apabila proses pembelajaran di
sekolah-sekolah menggunakan model pembelajaran yang mampu memberikan perubahan pada kemampuan seseorang dan mampu mencerdaskan kehidupan
bangsa Gagne dalam Suprijono, 2009:2. Dari pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa fungsi dan
tujuan pendidikan nasional akan terrealisasi dengan nilai mutu dan standar mutu yang baik apabila model pembelajaran yang digunakan oleh sekolah-sekolah
dapat memperbaiki
proses belajar
mengajar, bervariasi,
bermakna, menyenangkan, efektif dan efisien Basis, 2015.
Pada kenyataannya masih banyak sekolah dengan proses pembelajaran kurang baik, dan mutu pendidikannya rendah akibat dari penerapan model
pembelajaran yang bersifat konvensional .
Model yang seperti ini cenderung membuat siswa bersikap individualis Susanto, 2013:155. Selain itu, juga kurang
efektif dan efisien. Siswa hanya mencatat dan mendengarkan ceramah dari guru. Komunikasi dalam pembelajaran cenderung satu arah, yaitu dari guru ke siswa.
Guru lebih banyak mendominasi, sehingga proses pembelajaran cenderung bersifat monoton, mengakibatkan peserta didik siswa mudah jenuh dalam
mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran
IPA, guru hendaknya mengajar dengan cara yang bervariasi, mulai dari pendekatan, strategi, model, dan metode Huda, 2011, mengingat materi IPA
yang bermacam-macam dan cukup rumit. Sebagaimana pendapat Sutikno PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2012:212, untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar guru membiasakan diri menggunakan model pembelajaran yang bersifat kooperatif
yakni, model pembelajaran yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa melainkan juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa satu
dengan siswa yang lainnya sebagai bentuk kerjasama mereka dalam upaya memahami suatu materi pelajaran.
Ilmu Pengetahuan Alam atau biasa disingkat IPA adalah salah satu mata pelajaran yang ada pada kurikulum pendidikan di Indonesia. IPA diajarkan pada
tingkat pendidikan paling dasar yaitu Sekolah Dasar Depdiknas, 2010. Sekolah Dasar merupakan tingkatan dasar yang harus dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri. Materi IPA menyangkut tentang alam semesta dan benda-benda di dalamnya. Menurut Poedjati 2007:191, IPA sebagai ilmu
pengetahuan tentang semesta dan segala prosesnya, mencakup kegiatan penelitian yang diawali oleh kesadaran akan adanya suatu masalah. Fowler dalam Trianto,
2010: 136, menyatakan bahwa IPA sebagai pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan pada
suatu kegiatan mengamati. Depdiknas dalam Trianto, 2003: 2 menjelaskan fungsi dan tujuan IPA
adalah sebagi berikut: 1 Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2 Mengembangkan keterampilan sikap dan nilai ilmiah; 3 Mempersiapkan
siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi; 4 Menguasai konsep sains untuk bekal hidup bermasyarakat dan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Sesuai fungsi dan tujuan pendidikan IPA yang dirumuskan oleh Depdiknas, dapat diketahui bahwa IPA sangat bermanfaat bagi
kehidupan umat manusia. Namun dalam mengajarkan pelajaran IPA di Sekolah Dasar, bukan perkara mudah. Sebagaimana hasil pengamatan dan wawancara
yang dilakukan oleh peneliti saat pembelajaran IPA di salah satu Sekolah Dasar di Wonosari, tahun pelajaran 20162017 yang akan diuraikan di paragraf berikut ini.
Peneliti menemukan permasalahan pada saat melakukan pengamatan tanggal 22 dan 23 Juli 2016, di kelas IV SDN Weroharjo. Di mana pada saat itu
guru masih menggunakan cara mengajar konvensional, yakni ceramah dan tanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
jawab dengan siswanya. Mengajar dengan cara ceramah maupun tanya jawab cenderung membuat siswa jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran dan
membuat siswa bersikap individualis Susanto, 2013:155. Dalam melakukan pengamatan, peneliti menggunakan indikator yang
diambil dari indikator kerjasama beberapa ahli. Indikator kerjasama siswa dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: 1 Saling membantu sesama anggota dalam
kelompok mau menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum jelas. 2 Setiap anggota ikut memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai
kesepakatan. 3 Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok. 4 Berada dalam kelompok kerja saat kegiatan berlangsung. 5 Memberi kesempatan siswa lain
untuk berpartisipasi dalam tugas kelompok. Berdasarkan hasil pengamatan mengenai kerjasama siswa, diketahui bahwa tingkat kerjasama siswa pada saat
pembelajaran masih rendah. Untuk memperkuat hasil pengamatan, peneliti menyebarkan kuesioner
kerjasama kepada siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo. Berikut data kerjasama kondisi awal:
Tabel 1.1 Data Kerjasama Siswa Kelas IV pada Kondisi Awal Rata-rata
Kerjasama Hasil Pengamatan
Rata-rata Kerjasama Hasil
Kuesioner Rata-rata
Kerjasama Keterangan
45,33 46,53
45,93 Rendah
Dari tabel di atas, diketahui bahwa nilai rata-rata kerjasama siswa pada kondisi awal dari hasil pengamatan 45,33, sedangkan nilai rata-rata kuesioner
kerjasama 46,53. Berdasarkan ke dua data tersebut diperoleh rata-rata kerjasama siswa sebesar 45,93 kategori rendah. Peneliti mengkategorikan rendah
berdasarkan Penilaian Acuan Patokan PAP Arifin, 2009:236. Selain mengetahui hasil pengamatan dan kuesioner, peneliti juga melakukan
wawancara dengan guru kelas untuk memperkuat data. Hasil dari wawancara dengan guru kelas cukup mendukung data di atas. Pada saat peneliti bertanya
kepada guru kelas seputar kerjasama siswa, beliau mengatakan bahwa memang hanya segelintir siswa terlihat mampu untuk mengayomi temannya dalam
bekerjasama. Siswa juga jarang sekali berdiskusi untuk mempelajari suatu materi secara bersama-sama, sehingga relasi kerjasama antar siswa termasuk dalam
kategori rendah. Keadaan seperti ini terutama sekali dipicu oleh guru yang mengajar. Alhasil, gaya belajar siswanya mempengaruhi hasil belajar mereka.
Guru kelas menyadari masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional yang aktivitasnya didominasi oleh guru.
Pada tanggal 23 Juli 2016, diperoleh data prestasi belajar IPA siswa dari dokumen nilai tahun ajaran 2014-2015, khususnya KD 6.1 dan 6.2 tentang sifat
dan perubahan wujud benda. Total dari lima belas siswa yang mengikuti ulangan IPA, hanya tujuh siswa yang memenuhi KKM, sisanya masih di bawah KKM. Itu
berarti lebih dari 50 nilai ulangan IPA siswa tentang sifat dan perubahan wujud benda belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal KKM. Nilai rata-rata
ulangan siswa pada saat ulangan 61,00, nilai tersebut memiliki selisih 4 angka di bawah KKM 65. Berikut adalah tabel nilai ulangan IPA pada kondisi awal siswa
kelas IV SD Negeri Weroharjo:
Tabel 1.2 Data Prestasi Belajar Awal Siswa Kelas IV Ulangan
Harian Tahun
pelajaran KKM
Rata- rata
Ulangan Ketuntasan
Jumlah Siswa
Tuntas Tidak
Tuntas
20142015 65
61 7 Siswa
46 8 Siswa
53 15
Dari tabel di atas, diketahui nilai rata-rata prestasi belajar IPA siswa, khususnya pada KD 6.1 dan 6.2 masih di bawah KKM. Padahal menurut data
hasil wawancara, sekolah telah memfasilitasi berbagai media pembelajaran dan benda-benda konkret yang dapat mendukung proses belajar siswa dalam
memahami materi ajar, namun kenyataannya guru kelas belum dapat menggunakan hal itu dengan maksimal. Guru kelas masih sering menggunakan
model pembelajaran konvensional, yang aktivitasnya didominasi oleh guru. Model yang seperti ini cenderung membuat siswa bersikap kurang aktif dalam
bekerjasama Susanto, 2013:155. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Arends dalam Suprijono, 2009:65, model pembelajaran sangat membantu peserta didik dalam memahami materi ajar, karena model mengacu
pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran,
tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Adanya model pembelajaran yang tepat,
efektif dan efisien sangat diperlukan agar mempermudah siswa dalam memahami materi pada setiap mata pelajaran. Pada proses pembelajaran siswa kelas empat
SD, sebaiknya digunakan model pembelajaran yang disesuaikan pengetahuan siswa. Model pemberlajaran kooperatif tipe STAD merupakan model yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotifasi dan saling membantu bekerjasama dalam menguasai materi pembelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal, selain itu juga sangat sesuai dengan karateristik siswa kelas IV SD Johnson dalam Solihatin, 2005 :4. Menurut Huda 2011:116,
pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara 4-5 orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
heterogen
. Dari pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas untuk membantu para peserta didik
dalam memahami materi ajar. Untuk itu, model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat tepat digunakan untuk pembelajaran di kelas IV SD, karena model
menggunakan kelompok atau tim kecil, terdiri dari 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
heterogen
. Siswa yang dianggap pandai menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Namun demikian, bukan berarti siswa yang dianggap pandai saja
yang punya bertanggung jawab terhadap kelompok, tetapi ini menjadi tanggung jawab tim dalam kelompok. Alasannya, model kooperatif tipe STAD menekankan
pada aktivitas dan interaksi di antara siswa dalam kelompok untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal Slavin, 2005:144 .
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri
Weroharjo melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini yang telah mendorong peneliti mengambil judul penelitian
―Peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD‖.
1.2
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD untuk
meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri
Weroharjo tahun ajaran 20162017. Penelitian ini difokuskan pada KD 6.1
mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu, dan 6.2 mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair ke padat ke cair; cair ke gas ke
cair; padat ke gas.
1.3 Perumusan Masalah