Perubahan stereoisomer mempengaruhi nilai vitamin A dari karoten. Isomer cis mempunyai nilai aktivitas vitamin A yang lebih rendah dibandingkan isomer
trans-nya. Secara alami, karoten dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk all- trans-karoten Bauernfeind et al., 1981.
Oksidasi karotenoid juga dapat dipercepat dengan adanya katalis logam, khususnya tembaga, besi, dan mangan yang terjadi secara acak pada rantai karbon
yang mengandung ikatan ganda Iwashaki dan Murakoshi, 1992. Hasil analisis yang dilakukan oleh Sherly 1998 menunjukkan bahwa buah merah mengandung
berbagai komponen mineral, seperti P, Ca, Mg, Zn, Cu, Mn, dan K. Menurut Budi
2002, logam besi juga berada pada buah merah Tabel 1. Pada fraksi minyak
buah merah, mineral-mineral tersebut berada dalam jumlah yang relatif kecil yang
direpresentasikan oleh kadar abu, yaitu 0.03 Tabel 4. Keberadaan logam Cu,
Mn dan Fe pada fraksi minyak buah merah dapat mempercepat terjadinya oksidasi yang mengakibatkan kerusakan karotenoid.
Senyawa peroksida juga dapat mempercepat oksidasi karotenoid Patterson, 1983. Fraksi minyak metode sentrifugal memiliki kandungan
peroksida sebesar 12 mekkg Tabel 6 yang lebih tinggi dibandingkan kandungan
peroksida pada fraksi minyak metode modifikasi 2. Kandungan peroksida yang lebih tinggi tersebut mendorong terjadinya kerusakan karotenoid yang lebih besar
sehingga menurunkan jumlah kandungan karotenoid pada fraksi minyak metode sentrifugal. Keberadaan peroksida pada fraksi minyak dapat terjadi karena adanya
perbedaan metode dan reaksi oksidasi selama penyimpanan. Kerusakan karoten juga dapat terjadi akibat proses pengolahan dan
penyimpanan. Menurut Belitz dan Grosch 1999, proses pengolahan dan penyimpanan dapat mendorong terjadinya kerusakan karoten sebesar 5 – 40.
Fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah disimpan selama ± 4 bulan
sehingga kemungkinan untuk mengalami kerusakan sangat tinggi. Kadar
α-tokoferol dan total tokoferol pada fraksi minyak buah merah
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air Tabel 5.
Kadar α-tokoferol dan total tokoferol fraksi minyak secara berurutan adalah
481.48 ppm dan 22940.35 ppm, sedangkan pada fraksi air sebesar 1.10 ppm dan
1836.03 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5a dan 5b.
Fraksi minyak buah merah mengandung tokoferol yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi air. Menurut Machlin 1991, vitamin E tidak larut
dalam air, larut dalam lemak, alkohol, pelarut organik, serta minyak nabati. Tokoferol bersifat nonpolar sehingga akan lebih larut dalam senyawa nonpolar.
Kandungan tokoferol yang tinggi pada fraksi minyak, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan minyak sawit merah yang hanya sebesar 1000 ppm
Widarta, 2007, dapat mencegah penyakit degeneratif, melalui peningkatan kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang kurang baik akan meningkatkan
resiko terserang kanker sebesar 30. Perbaikan sistem kekebalan tubuh dapat dihasilkan oleh kehadiran vitamin E. Konsumsi vitamin E yang cukup dapat
bermanfaat dalam pembentukan antibodi. Vitamin E juga berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat
karsinogen mencapai target sasaran sel sehingga kerusakan sel dapat dihindari Khomsan, 2005.
Total tokoferol pada fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi
dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari metode modifikasi 2 Tabel 5,
sedangkan nilai α-tokoferolnya lebih kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi
tokoferol di dalam fraksi minyak metode sentrifugal yang digunakan dalam pengukuran kadar tokoferol terlalu tinggi sehingga mengakibatkan nilai
absorbansi yang terukur sangat besar, bahkan berada di luar kurva standar. Nilai absorbansi tersebut lebih besar dibandingkan dengan absorbansi yang dihasilkan
oleh larutan standar pada konsentrasi tertinggi sehingga seharusnya diperlukan tahap pengenceran. Apabila tahap ini dilakukan, mungkin hasil yang diberikan
akan lebih akurat. Senyawa fenol merupakan senyawa yang cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya berikatan dengan gula sebagai glikosida Anonim, 2007c. Oleh karena itu, analisis total fenol hanya dilakukan terhadap fraksi air. Menurut
Winarno 1997, air mampu melarutkan komponen bahan pangan seperti garam, vitamin larut air, mineral, dan senyawa-senyawa citarasa seperti yang terkandung
dalam teh dan kopi. Komponen lain yang juga ikut terekstrak dalam pelarut air adalah protein, peptida, dan senyawa fenol.
Pengujian total fenol bertujuan menentukan total senyawa fenolik yang terkandung dalam sampel. Senyawa fenolik berkaitan dengan aktivitas
antioksidan yang terkandung di dalam suatu bahan. Semakin tinggi kandungan fenolik, diduga aktivitas antioksidan bahan tersebut juga semakin tinggi Yulia,
2007. Total fenol yang terkandung pada fraksi air sebesar 210.44 ppm. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6a dan 6b.
Kandungan total fenol pada fraksi air setara dengan 0.02 bb atau 19 bk, memungkinkannya untuk memiliki kemampuan sebagai antioksidan
meskipun tidak sebesar efek yang dapat ditimbulkan oleh ekstrak teh hijau. Menurut Chen dan Han 2000, kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh
hijau sebesar 54.5 – 76.55 bk. Menurut Shahidi dan Wanasudara 1992, senyawa fenol terbukti sebagai sumber antioksidan yang efektif, penangkal
radikal bebas dan pengkelat ion-ion logam. Senyawa polifenol atau flavonoid juga terdapat dalam apel dan telah
terbukti mempunyai aktivitas antioksidan dengan menekan aktivitas radikal bebas dalam tubuh. Senyawa glikosida quercetin pada kulit buahnya mampu
mengurangi aktivitas karsinogenik, yaitu dengan menekan aktivitas enzimatik yang berhubungan dengan beberapa jenis sel tumor. Senyawa golongan fenolik
mempunyai aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan E Hernani, 2005.
Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah terkait dengan derajat kerusakan minyak
Fraksi minyak buah merah tergolong ke dalam jenis minyak yang dapat mengalami kerusakan. Analisis sifat fisiko-kimia minyak dilakukan terhadap
fraksi minyak buah merah untuk mengetahui derajat kerusakan yang mungkin terjadi selama proses pengolahan maupun penyimpanan sehingga mempengaruhi
kualitasnya. Analisis sifat fisik minyak yang dilakukan dalam penelitian, yaitu berat jenis, indeks bias, turbidity point, titik cair, dan viskositas, sedangkan
analisis kimia yang dilakukan meliputi bilangan penyabunan, bilangan. asam, bilangan iod, dan bilangan peroksida. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan
hasil pada metode ekstraksi modifikasi 2 karena memiliki beberapa tahapan yang
sama. Hasil analisis terhadap sifat fisiko kimia fraksi minyak buah merah dapat di
pada Tabel 6.
Berat jenis merupakan perbandingan berat dari suatu volume contoh pada saat tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis
dipengaruhi oleh jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, berat jenis semakin
besar. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 6 menunjukkan bahwa berat jenis
minyak yang diperoleh, yaitu 0.90 gml. Nilai ini mendekati nilai berat jenis minyak nabati pada suhu 25
C secara umum, yaitu sebesar 0.91- 0.92 gml Lawson, 1995. Namun, menurut Susanti 2006 berat jenis minyak buah merah
hasil ekstraksi metode modifikasi 2 adalah 0.66 gml. Nilai berat jenis yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata lebih tinggi dibandingkan nilai berat jenis
yang diperoleh pada penelitian Susanti 2006. Hal ini menandakan bahwa jumlah panjang rantai karbon dan ikatan rangkap pada fraksi minyak yang digunakan
dalam penelitian lebih banyak dibandingkan pada minyak yang diperoleh pada metode modifikasi 2 yang berarti, memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih
tinggi.
Tabel 6. Karakteristik fisiko-kimia fraksi minyak buah merah Analisis
Metode sentrifugal Metode modifikasi 2
a
Berat jenis pada 25 C gml
0.90 0.66
Indeks bias 1.46
1.47 Turbidity point
o
C 58 -
Titik cair
o
C 12.5 12.5
Viskositas cp 58.50
1.96 Bilangan penyabunan mg KOHg
242.28 262.62
Bilangan iod g iod100 g 71.02
67.77 Asam lemak bebas
0.35 0.09
Bilangan peroksida mekkg 12.80
0.16
a
: Sumber Susanti 2006 Menurut Liestiyani 2000, selain berhubungan dengan jumlah panjang
rantai karbon dan ikatan rangkap, berat jenis juga berkaitan dengan komponen- komponen lain yang terdapat dalam minyak. Berat jenis minyak yang lebih tinggi
dapat disebabkan adanya kotoran yang terikut dalam minyak pada saat proses pengepresan. Hal ini menyebabkan minyak semakin berat dan nilai berat jenisnya
semakin tinggi. Menurut Ketaren 1986, kotoran yang ada di dalam minyak
berupa kotoran terlarut zat warna, mono dan digliserida, asam lemak dan kotoran yang tidak terlarut ampas hasil pengepresan, seperti biji atau partikel
jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral, dan sejumlah kecil air.
Pada ekstraksi dengan metode sentrifugal, tidak dilakukan pemisahan biji sebelum pengepresan seperti pada metode modifikasi 2. Hal ini memungkinkan
biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serta serat-serat yang berasal dari kulit, ikut terekstrak dalam minyak sehingga meningkatkan berat jenisnya.
Keberadaan air dalam jumlah yang cukup tinggi 0.86 dan adanya mineral abu juga dapat meningkatkan berat jenis minyak.
Menurut Ketaren 1986, indeks bias pada minyak atau lemak merupakan derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang
cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak digunakan pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Nilai indeks bias minyak
akan berkurang dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas. Hal ini berarti minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi akan mempunyai indeks bias yang
lebih rendah. Menurut Forma 1979, indeks bias akan semakin tinggi dengan semakin panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Semakin sukar sinar
dibiaskan dalam suatu medium, maka nilai indeks biasnya akan semakin tinggi. Indeks bias dipengaruhi oleh proses oksidasi, suhu, dan air.
Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 1.46 Tabel 6. Menurut Susanti 2006, indeks bias pada minyak buah merah hasil metode
modifikasi 2 adalah 1.47. Nilai indeks bias yang diperoleh dalam penelitian lebih rendah dibandingkan nilai tersebut meskipun tidak berbeda jauh. Hal ini dapat
dikarenakan kandungan asam lemak bebas yang lebih tinggi pada fraksi minyak metode sentrifugal, yaitu sebesar 0.35. Asam lemak bebas yang terdapat dalam
fraksi minyak dapat dikarenakan terjadinya proses hidrolisis minyak. Turbidity point
merupakan suhu dimana minyak berubah menjadi keruh. Menurut Winarno 1992, besarnya turbidity point tergantung pada keberadaan
asam lemak bebas. Nilai turbidity point yang diperoleh dari penelitian adalah 58
o
C. Nilai ini tidak bisa dibandingkan dengan hasil pada metode modifikasi 2 karena analisis tersebut tidak dilakukan. Kandungan asam lemak yang lebih tinggi
akan memberikan indeks bias yang lebih tinggi karena sinar semakin sukar dibiaskan dalam suatu medium. Semakin sukar sinar dibiaskan dalam suatu
medium menunjukkan medium tersebut dapat lebih keruh atau lebih rapat sehingga nilai turbidity point kemungkinan akan lebih rendah.
Kekeruhan pada minyak juga dipengaruhi oleh proses pemanasan dan komponen yang terdapat dalam minyak. Fraksi minyak buah merah mengandung
tokoferol yang cukup tinggi. Semakin lama proses pemanasan akan menghasilkan minyak yang semakin keruh. Hal ini disebabkan panas yang diterima oleh minyak
akan semakin besar sehingga proses oksidasi tokoferol yang terkandung pada minyak akan semakin cepat. Oksidasi tokoferol dalam jumlah yang sedikit ini
akan mengakibatkan perubahan warna pada minyak menjadi semakin keruh Djatmiko dan Widjaja, 1981.
Menurut Ketaren 1986, lemak atau minyak hewani dan nabati tidak mempunyai titik cair yang tepat, tetapi mencair diantara kisaran suhu tertentu. Hal
tersebut dikarenakan lemak atau minyak tersebut merupakan campuran dari gliserida dan komponen lainnya. Nilai titik cair yang diperoleh dari penelitian
adalah 12.5
o
C Tabel 6. Nilai ini sama dengan nilai titik cair yang dimiliki oleh
minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Menurut Krischenbauer 1960, asam lemak selalu menunjukkan kenaikan titik cair dengan semakin panjangnya rantai
karbon. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya semakin tinggi, mempunyai titik cair yang semakin rendah.
Viskositas adalah gaya hambat yang mempengaruhi kemampuan mengalir suatu cairan Muller, 1973. Viskositas perlu diukur untuk mengetahui tingkat
kekentalan suatu minyak. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal yang diperoleh sebesar 58.5 cp, sedangkan viskositas minyak metode modifikasi
sebesar 1.96 cp. Viskositas fraksi minyak metode sentrifugal lebih tinggi dibandingkan dengan minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2. Penambahan
air yang dilakukan pada metode modifikasi 2 dapat menurunkan viskositas minyak sehingga minyak menjadi lebih encer.
Liestiyani 2000 menyatakan bahwa viskositas minyak biji jarak dipengaruhi oleh tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan. Minyak yang
dipres dengan tekanan 4000 psi menghasilkan minyak yang lebih encer.
Kemungkinan, tekanan pengepresan dan suhu pemanasan bahan juga berpengaruh terhadap viskositas minyak buah merah. Tekanan pengepresan dan suhu
pemanasan bahan pada metode modifikasi 2 lebih tinggi dibandingkan pada metode sentrifugal. Semakin besar tekanan yang digunakan pada saat ekstraksi
memperbesar kemungkinan terputusnya rantai gliserida. Semakin tingginya suhu pemanasan menyebabkan terjadinya dekomposisi minyak pada saat ekstraksi
sehingga rantai gliserida terurai menghasilkan senyawa dengan bobot molekul rendah. Senyawa ini menyebabkan minyak menjadi lebih encer .
Penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 g minyak atau lemak Pike, 2003. Bilangan penyabunan fraksi
minyak yang diperoleh dalam penelitian, sebesar 242.28 mg KOH g sampel. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan
ekstrak minyak metode modifikasi 2 Susanti, 2006 sebesar 262.62 mg KOHg sampel. Namun, nilai bilangan penyabunan fraksi minyak tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai bilangan penyabunan berdasarkan rancangan persyaratan mutu minyak buah merah menurut BBIA 2006 sebesar 221 – 230
mg KOHg sampel. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi minyak yang digunakan dan ekstrak minyak metode modifikasi 2 tidak sesuai dengan persyaratan mutu
minyak buah merah. Perbedaan nilai bilangan penyabunan antara fraksi minyak metode
sentrifugal dan metode modifikasi 2 disebabkan adanya perbedaan pada tahapan ekstraksi yang dapat mempengaruhi jumlah panjang rantai karbon. Pada metode
modifikasi 2, pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi serta adanya penambahan air bersuhu 80
o
C dalam tahapan ekstraksinya. Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan karbon pada asam lemak sehingga
bobot molekul lemak menjadi lebih rendah dan bilangan penyabunan menjadi lebih tinggi.
Menurut Silam 1998, bilangan penyabunan di dalam minyak dapat turun atau naik. Hal ini disebabkan di dalam minyak dapat terjadi reaksi seperti
oksidasi, esterifikasi, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi menghasilkan asam lemak bebas dan senyawa dengan bobot molekul rendah sehingga minyak yang
mengalami oksidasi akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi.
Sedangkan reaksi esterifikasi dan polimerisasi akan menghasilkan senyawa dengan bobot molekul tinggi sehingga minyak yang mengalami reaksi esterifikasi
dan polimerisasi mempunyai bilangan penyabunan yang lebih rendah. Bilangan iod merupakan suatu pengukuran terhadap derajat
ketidakjenuhan, yaitu jumlah ikatan rangkap C-C yang berhubungan dengan jumlah minyak atau lemak. Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod
yang diserap100 g sampel. Bilangan iod yang dihasilkan tergantung dari jumlah asam lemak tidak jenuh pada minyak Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan,
semakin banyak iod yang diserap. Oleh karena itu, semakin tinggi bilangan iod, semakin tinggi pula derajat ketidakjenuhan.. Bilangan iod fraksi minyak yang
diperoleh dalam penelitian sebesar 71.02 g iod100 g sampel. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai bilangan iod berdasarkan persyaratan mutu
minyak buah merah menurut BBIA 2006 sebesar 74.9 – 78.3 g iod100 g lemak. Namun, nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan iod pada minyak
hasil ekstraksi metode modifikasi 2 sebesar 67.77 g iod100 g minyak. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin telah terjadi oksidasi lemak pada fraksi minyak
buah merah yang digunakan dalam penelitian tetapi tingkat oksidasinya lebih kecil dibandingkan pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2.
Menurut Pike 2003, asam lemak bebas merupakan persentase dari kandungan asam lemak spesifik berdasarkan bobotnya. Nilai ini menyatakan
jumlah asam lemak bebas dalam minyak atau lemak yang dihubungkan dengan proses hidrolisa dan oksidasi lemak atau minyak terkait dengan mutunya.
Semakin tinggi kadar asam yang dikandung minyak, semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak. Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai asam oleat pada
fraksi minyak metode sentrifugal yang diperoleh dari hasil analisis sebesar 0.35. Berdasarkan rancangan standar persyaratan mutu minyak buah merah yang
dikemukakan oleh BBIA 2006, kandungan asam lemak bebas yang dihitung sebagai asam oleat maksimum sebesar 0.3. Bila dibandingkan dengan nilai
tersebut, fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi. Hal ini menandakan bahwa fraksi minyak buah
merah yang digunakan dalam penelitian ini, sudah tidak memenuhi rancangan persyaratan mutu tersebut.
Kandungan asam lemak bebas pada fraksi minyak metode sentrifugal ternyata juga lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak bebas pada
minyak yang diekstraksi dengan metode modifikasi 2. Peningkatan kadar asam lemak bebas pada fraksi minyak dapat terjadi akibat proses hidrolisis minyak
selama pengolahan dan penyimpanan. Proses hidrolisis yang terjadi pada minyak dapat disebabkan adanya air, asam, alkali, dan uap air. Kandungan air pada fraksi
minyak metode sentrifugal sebesar 0.86, sedangkan pada minyak hasil ekstraksi metode modifikasi 2 sebesar 0.03 Susanti, 2006. Kandungan air yang lebih
tinggi memungkinkan fraksi minyak metode sentrifugal mengalami proses hidrolisis yang meningkatkan kadar asam lemak bebas.
Tahap pemotongan daging buah merah sebelum pengukusan juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas. Sirait 1998 menjelaskan bahwa proses
perajangan atau pemotongan bahan terutama menjadi bentuk yang lebih halus dapat memecahkan sel bahan dengan lebih sempurna sehingga kontak antara
minyak dengan uap air pengukusan lebih besar. Selain itu, selama pengukusan terjadi proses hidrolisa minyak yang dipercepat oleh adanya uap air pengukusan.
Kedua hal tersebut mendukung peningkatan asam lemak bebas pada minyak yang dihasilkan dari pengepresan.
Kandungan asam lemak bebas yang tinggi juga dapat disebabkan oleh aktivitas enzim lipase. Menurut Ketaren 1986, proses hidrolisis dapat terjadi
pada saat minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selain pada saat pengolahan dan penyimpanan. Lemak hewani dan nabati yang masih
berada dalam jaringan, umumnya masih mengandung enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dapat
disebabkan kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.
Bilangan peroksida merupakan bilangan terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak atau lemak. Menurut Wolf 1997, bilangan peroksida
dapat didefinisikan sebagai jumlah milimol peroksidakg lemak, atau jumlah miliekivalen O
2
kg lemak, atau jumlah mikron O
2
aktifg lemak. Winarno 1990 menyatakan bahwa bilangan peroksida dapat digunakan sebagai indikator
terhadap ketengikan oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida dapat
ditentukan bila bahan yang mengandung minyak atau lemak, kontak secara terbuka dengan udara.
Bilangan peroksida yang diperoleh pada fraksi minyak buah merah metode sentrifugal sebesar 12.80 mekkg sampel. Nilai tersebut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada metode modifikasi 2 yaitu 0.16 gek dan nilai bilangan peroksida berdasarkan rancangan standar minyak buah
merah yang diusulkan oleh BBIA yaitu maksimal 10 mekkg. Dengan demikian, fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian sudah tidak
memenuhi rancangan syarat mutu tersebut. Hal ini dapat disebabkan fraksi minyak buah merah yang digunakan dalam penelitian telah mengalami
penyimpanan dalam waktu yang cukup lama sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan peroksida yang lebih banyak. Pembentukan peroksida ini dapat
disebabkan adanya cahaya, suasana asam, dan kelembaban udara selama penyimpanan.
Bilangan peroksida yang tinggi dikarenakan fraksi minyak banyak mengalami kontak dengan udara sehingga terjadi reaksi oksidasi yang membentuk
senyawa peroksida. Reaksi oksidasi menghasilkan peroksida terjadi pada ikatan rangkap sehingga bila reaksi yang terjadi semakin banyak, ikatan rangkap yang
terpecah juga semakin banyak sehingga bilangan peroksida semakin tinggi. Walaupun fraksi minyak mempunyai bilangan peroksida yang lebih tinggi,
tetapi hal ini tidak mengindikasikan bahwa fraksi minyak yang digunakan dalam penelitian telah rusak. Menurut Christie 1982, bilangan peroksida bukan
merupakan indikator kerusakan minyak yang baik. Hal ini disebabkan peroksida yang terbentuk bersifat tidak stabil. Kandungan peroksida yang tinggi sebenarnya
tidak menunjukkan bahwa minyak tersebut telah rusak, melainkan hanya suatu indikator bahwa minyak tersebut akan segera menjadi rusak. Hal ini karena
parameter kerusakan minyak bukan bilangan peroksida itu sendiri, melainkan terbentuknya senyawa-senyawa seperti aldehid, keton, dan hidrokarbon yang
menyebabkan ketengikan pada minyak.
C. PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH TERHADAP PROLIFERASI SEL KANKER HELA DAN K-562