normal BPS, 2004. Perubahan keuntungan yaitu metode untuk mengukur seberapa besar perubahan keuntungan yang diperoleh setiap periodenya. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: .................................................................................... 2.5
2.5. Penentuan Harga Keseimbangan Jangka Pendek
Kondisi pasar persaingan sempurna dalam jangka pendek terdapat tiga kemungkinan posisi keseimbangan sebuah perusahan, secara grafis digambarkan
dalam Gambar 2.2. Ketika harga produk adalah P
1
dan jumlah produk adalah q
1
, harga barang lebih tinggi dari SAVC pada jumlah produk q
1
, tetapi lebih rendah dari SATC, artinya biaya variabel SAVC dapat terbayar pada saat p
1
, tetapi sebagian dari SAFC tidak dapat dibayar. Keuntungan yang diperoleh perusahaan
dalam jangka pendek adalah sebesar P EAC yang merupakan selisih antara
penerimaan P Eq
0 dengan biaya total CAq 0.
Sumber : Lipsey, et al 1995
Gambar 2.2. Kemungkinan Posisi Keseimbangan Jangka Pendek dari
Perusahaan dalam Persaingan Sempurna
E A
D P
C
Q q
q
1
P
1
SAVC SAVC
P = MR
SMC P
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang sektor informal telah banyak dilakukan, diantaranya Harahap 1998 tentang sektor informal pedagang kaki lima yang mengemukakan
bahwa pendapatan dipengaruhi oleh pengalaman kerja, curahan kerja, dan modal awal usaha, sedangkan pengeluaran untuk konsumsi dipengaruhi oleh dispossible
income, tabungan dan investasi. Pengeluaran untuk investasi dipengaruhi oleh jumlah anak sekolah, dispossible income, tabungan, dan konsumsi.
Susetya 1996 dalam penelitiannya di daerah obyek wisata Kebun Raya Cibodas dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat,
mengemukakan bahwa keberadaan objek wisata memberikan banyak manfaat bagi warga sekitarnya berupa kesempatan berusaha khususnya di sektor informal.
Jenis usaha yang banyak berkembang adalah usaha makanan dan minuman, usaha tanaman hias, usaha buah-buahan, pedagang asongan, souvenir, juru foto dan juru
parkir serta penyewaan kuda dan jasa angkutan. Dari semua jenis usaha ini yang terbanyak menyerap tenaga kerja adalah usaha asongan. Pengusaha sektor
informal ini cenderung memakai tenaga kerja dari dalam keluarga sekitar 75 persen. Keseluruhan pendapatan usaha di sektor informal ini rata-rata sebesar
Rp 219.271bulan, dimana 56,45 persen responden memperoleh pendapatan kurang dari Rp 200.000 bulan dan dari besarnya pendapatan, usaha makanan dan
jasa angkutan umum adalah usaha yang memperoleh pendapatan tertinggi. Suhendi 2004 melakukan penelitian mengenai karakteristik pelaku dan
usaha sektor informal pada daerah sekitar kampus IPB Dramaga yang dapat dilihat dari faktor-faktor seperti jenis kelamin, umur, lama pendidikan, asal
daerah, status usaha, status perkawinan, motivasi kerja, kontinuitas usaha, tingkat pengeluaran, lokasi dan lingkungan serta hambatan usaha. Faktor-faktor tersebut
sangat bervariasi antara satu kelompok usaha dengan kelompok usaha yang lain. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usaha di sektor
informal pada tingkat α sebesar 15 persen antara lain lama pendidikan, biaya
usaha, tenaga kerja dan Dummy modal awal usaha. Adapun nilai koefisien yang didapat dari masing-masing peubah tersebut adalah -80.420; 0,11158; 1100,5 dan
768.428. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan seseorang bekerja di sektor informal pada tingkat
α sebesar 15 persen antara lain lama pendidikan, curahan kerja, status perkawinan dan motivasi kerja. Hasil
pendugaaan model logistik diperoleh nilai odds ratio masing masing sebesar 1,34; 1,01; 5,52 dan 9,68. Sektor informal mempunyai keterkaitan baik antar sektor
informal itu sendiri maupun dengan sektor formal. Hal ini dapat dilihat dari hubungan yang terjadi melalui arus barang dan arus uang.
Sementara itu, penelitian terdahulu yang menggunakan metode panel data antara lain dilakukan oleh Puspandika 2007 dan Fauzi 2007. Puspandika
2007 melakukan analisis mengenai ketimpangan pembangunan di era otonomi daerah yang bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pembangunan yang
terjadi antar propinsi di Indonesia dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai indeks ketimpangan
pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan manusia adalah pengeluaran riil
perkapita sedangkan PDRB perkapita tidak berpengaruh secara nyata terhadap
pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya
bersifat positif. Sedangkan Fauzi 2007 melakukan penelitian mengenai analisis
komparatif keterkaitan inflasi dengan nilai tukar riil di kawasan Asia ASEAN+3 dan non Asia Uni Eropa dan Amerika Utara yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan keterkaitan inflasi dengan nilai tukat riil serta membandingkan bagaimana responkepekaan inflasi terhadap perubahan nilai tukar riil di berbagai
kawasan di dunia ASEAN+3 dan Uni Eropa, Amerika Utara. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara nilai tukar riil dan laju
inflasi, dimana nilai tukar riil signifikan berpengaruh terhadap laju inflasi untuk kawasan Asia.
2.7. Kerangka Pemikiran