raja-raja kecil pada wilayah rantau dan daerah alam Minangkabau dikuasai oleh penghulu.
4.3. Keunikan Minangkabau Pesisir
Pariaman yang merupakan salah satu daerah rantau pesisir di Minangkabau atau sering pula disebut dengan rantau Piaman. Sepintas kelihatan
tidak ada yang menarik dari daerah ini. Apalagi untuk untuk dijadikan kenangan yang perlu diingat atau dijadikan tonggak sejarah. Tetapi justru sebaliknya bila
ditelusuri lebih jauh sejarah perjalanan daerah ini. Ternyata daerah ini dahulunya mempunyai cerita yang panjang tentang agama dan perdagangan. Menurut Dobin,
1983; Khan, J. 1974, keduanya dapat dikatakan sebagai saudara kembar. Proses Islamisasi dari wilayah pantai ke pedalaman Minangkabau terjadi seiring
pembukaan jaringan dan aktivitas perdagangan. Dalam sejarah disebutkan, daerah rantau pesisir merupakan daerah
pertama yang disinggahi dan masuknya agama Islam dan bahkan sebagai pusat perkembangan agama Islam di Nusantara dan Minangkabau khususnya. Dari
kajian sejarah tentang keunikan daerah ini dapat dilacak melalui tradisi keagamaan yang dilakukan oleh seorang ulama di pantai Ulakan Pariaman, yang
bernama Syeh Burhanuddin. Ini berawal dari daerah ini mempunyai pelabuhan bandar yang disinggahi oleh pedagang-pedang gujarat, yang akhirnya dan
pedagang dari Aceh atau yang disebut dengan “kota republik dagang”. Di sini terjadi proses interaksi ekonomi antara pedagang luar dengan pedagang pribumi
dan tempat awalnya penyebaran agama Islam ke Minangkabau pada umumnya. Mengingat daerah pesisir sebagai wilayah perlintasan transportasi yang sering
dijadikan sebagai persinggahan para pedagang lokal dan asing maka wilayah pesisir ini lebih metropolis dari pada wilayah pegunungan.
4.3.1. Pariaman Sebagai Tempat Masuknya Agama Islam ke Minangkabau Pada Awalnya
Meski pada abad 7 agama Islam telah masuk ke Minangkabau melalui
rantau timur, namun pada waktu itu dilakukan secara tidak disengaja oleh pedagang-pedagang Islam dari India dan Arab. Artinya penyebaran agama Islam
hanya terkait dengan aktivitas perdagangan, sehingga kota-kota yang disentuh
oleh agama Islam hanya daerah penghasil dan penyalur barang-barang perdagangan saja seperti lada dan emas. Akibatnya daerah-daerah lain yang tidak
termasuk sebagai daerahkota perdagangan, tidak tersentuh oleh penyebaran agama Islam.
Masuknya agama Islam secara intensif dan teratur ke Minangkabau berasal dari Aceh pada abad ke 13. Daerah yang dimasukinya pertamakali antara lain
Pariaman, Tiku dan Air Bangis dan selanjutnya baru menyebar ke daerah pedalaman Minangkabau lainnya. Melalui suku bangsa Aceh ini pula peng-Islam-
an besar-besaran terjadi di Minangkabau dan bahkan lebih luas dari itu daerah pesisir jatuh dibawah dominasi politik ekonomi Aceh.
Masuknya Aceh dengan mudah ke daerah pesisir karena dalam
kenyataannya daerah yang terbentang luas sepanjang Samudera Indonesia itu terbagi atas kerajaan-kerajaan kecil, dan nagari-nagari republik-republik kecil
yang otonom mempunyai politik yang logar sekali antara sesamanya dan dengan Yang Dipertuan di Minangkabau. Tidak jarang pula diantara republik-republik
kecil itu bersaing sesamanya dan bahkan saling berebut pengaruh dan kekuasaan, sehingga peperangan yang sengit sering pula terjadi diantara nagari-nagari dan
golongan yang terdapat dalam nagari tersebut. Barus misalnya merupakan daerah takluk Minangkabau paling Utara di Pesisir terdiri dari dua kerajaan kecil yakni;
Barus Hilir dan Barus Hulu. Kedua kerajaan ini berasal dari satu keturunan, namun karena salah satu diantaranya ingin menguasai perniagaan hasil buminya
1
Dilain pihak, Aceh membutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengusir
Bangsa Postugis dari bandar pelabuhannya benteng. Atas dasar itu Aceh melakukan ekspansi ke daerah Pesisir untuk mendapatkan dukungan ekonomi.
Karena daerah pesisir khususnya Minangkabau pada waktu itu adalah penghasil dan penyalur hasil bumi terpenting seperti emas, lada, kamfer, benzoin
kemenyan, cengkeh, buah dan kulit pala, dan kulit manis. Dengan misinya itu kekayaan bumi Minangkabau, istimewa daerah Pesisir jatuh dibawah dominasi
politik-ekonomi Aceh. maka terjadilah peperangan diantara mereka, sehingga memudahkan Aceh
memasuki dan menguasai daerah Pesisir LKAAM, 1987.
1
Karena kapur barus dan kemenyan hasil bumi daerah Barus sangat digemari oleh saudagar dari India karena mutunya yang tinggi, sehingga menjadi ajang perebutan diantara kedua wilayah itu
Agama Islam berkembang pesat di Minangkabau terjadi setelah Aceh diperintah Sultan Alaudin Riayat Al Kahar 1537- 1568, karena sultan tersebut
berhasil meluaskan wilayahnya hampir keseluruh pantai barat Sumatera. Untuk menunjang kegiatannya itu, sultan mengirim seorang puteranya sebagai panglima-
syahbandar ke Pariaman. Selanjutnya pengembangan Islam di Minangkabau diteruskan oleh Syeh
Burhanuddin. Salah seorang putra asli Pariaman yang belajar agama Islam dari
Aceh. Beliau merupakan salah seorang murid Syeh Abdurauf dari tarikat Syatariah. Tuanku Ulakan ini dihormati di Minangkabau sebagai tokoh
pengembang agama Islam dan disebut-sebut sebagai peletak dasar Islam di Minangkabau. Berkat usaha Syeh Burhanuddin, agama Islam berkembang dan
tersebar luas di Alam Minangkabau. Dalam rangka pengembangan agama Islam, Syeh Burhanudidin membuka
sekolah-sekolah agama pesantren, diantaranya di Ulakan Pariaman dan di Kapeh-kapeh Pandai Sikek, Padang Panjang. Ia juga mulai melakukan gerakan
pemurnian Islam dari pengaruh budaya Hindu-Buddha, dan menghapuskan kebiasaan-kebiasaan buruk anak nagari. Seperti minum tuak, menyabung ayam,
dan berkunjung ke tempat keramat. Sebagai orang yang faham dengan agama Islam, Istana Pagaruyung juga
tidak luput dari sasaran dakwahnya. Bahkan beliau juga meng-Islam-kan Yang Dipertuan di Minangkabau yakni Sultan Alif menjelang Akhir abad ke 16. Dalam
pengembangan Agama Islam itu, Syeh Burhanuddin dibantu oleh murid-muridnya yang tidak hanya berasal dari Pariaman tetapi juga berasal dari kawasan darek
kawasan daratan atau dari Luhak nan Tigo Agam, Tanah Datar, dan Limapuluh Kota. Bahkan di Luhak Agam, tepatnya di Pamansiang didirikan pula pusat
penganjian. Dari pusat pengajian ini lahir pula ulama-ulama besar yang akan membangun agama Islam selanjutnya di Minangkabau.
Sebaliknya ulama-ulama dari Luhak Agam ini berdatangan ke Pariaman Ulakan untuk memperdalam ilmunya, karena tempat ini dianggap sebagai pusat
penyebaran dan penyiaran Islam di Minangkabau. Sebagai tokoh yang menghapuskan zaman jahiliyah dan ulama Islam syiah tertua dan terbesar di
Minangkabau, makam beliau hingga dewasa ini, terutama setiap bulan Syafar ramai diziarahi oleh penduduk untuk basapa mengadakan upacara bulan syafar.
4.3.2. Pariaman Sebagai Tempat Lalu Lintas Perdagangan