BAB VIII PENUTUP
8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik
Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang dirumuskan sebelumnya, maka pada bab ini dapat dibuat kesimpulan sebagai jawaban
terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Melihat keberadaan tradisi bajapuik yang tetap bertahan hingga saat ini pada masyarakat Pariaman
Sumatera Barat dan mengacu kepada analisis yang telah dilakukan dapat dikemukakan sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari perjalanan sejarah dan ajang sosial secara umum tradisi bajapuik selalu mengalami penyesuaian-penyesuaian, terutama menyangkut dasar
dan bentuk pertukaran, meskipun nilai-nilai tetap sama yakni pertimbangan nilai budaya untung-rugi. Hal ini termanifestasi kepada
perubahan dasar pertukaran yakni dari gelar keturunan kebangsawanan seperti sidi, bagindo dan sutan kepada status sosial ekonomi
achievement status seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Selanjutnya, kecenderungan terfokus kepada pekerjaan dan pendapatan.
Sementara itu seiring perubahan pada dasar pertukaran itu, maka bentuk pertukaran juga mengalami perubahan. Jika pada awalnya hanya berupa
uang jemputan dan sejumlah benda tungkatan berubah menjadi uang jemputan, uang hilang, uang selo dan uang tungkatan.
2. Pertukaran dalam tradisi bajapuik secara umum melibatkan dua pihak yakni pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dan masing-
masing sebagai pemberi dan yang lain sebagai penerima. Bagi keluarga kedua belah pertimbangan melakukan pertukaran didasarkan atas status
sosial ekonomi, khususnya pekerjaan dari calon mempelai laki-laki. Dalam pelaksanaan tradisi bajapuik melibatkan keluarga inti nuclear family
seperti; ibu, ayah, dan anak, keluarga besar extended family seperti; mamak, etek, apak, mintuo, kakek dan nenek dan pemuka masyarakat,
seperti ninik mamak dan kepalo mudo. Keterlibatan masing-masing aktor
terdistribusi ke dalam proses penentuan, pemberian dan penetapan pertukaran dalam tradisi bajapuik.
3. Terjadinya pertukaran dalam tradisi bajapuik didasarkan atas nilai-nilai yang sama tertanam di antara keluarga kedua belah. Pertukaran yang
terjadi dapat diidentifikasi dalam dua kategori yakni nyata materil dan tidak nyata non materil. Secara nyatamateril, pertukaran itu dilakukan
oleh keluarga pihak perempuan dengan memberikan sejumlah uang japuik kepada keluarga pihak laki-laki untuk mendapatkan seorang laki-laki yang
mempunyai status sosial ekonomi pekerjaan dan pendapatan. Secara non materil adalah untuk mendapatkan suami bagi anak perempuan. Di pihak
keluarga laki-laki, pertukaran secara nyata materil, dilakukan untuk mendapatkan sumber ekonomi yang akan digunakan untuk kebutuhan
mempelai laki-laki dan pelaksanaan pesta. Secara non materi adalah sebagai prestisepenghormatan bahwa mereka mempunyai status sosial
yang tinggi dalam masyarakat yakni sebagai media mendapatkan keturunan. Dengan demikian bentuk pertukaran yang ditampilkan oleh
keluarga kedua belah pihak dalam tradisi bajapuik merupakan penyesuaian dari kedua kategori tersebut. Sementara itu di pihak keluarga perempuan
dan pihak keluarga laki-laki terbangunnya solidaritas internal, sehingga dalam formasi sosial eksisnya tradisi bajapuik disebabkan oleh adanya
kerjasama antara keluarga luas extended family dengan keluarga inti nuclear family. Persoalan yang menyangkut uang japuik sebagai
persyaratan yang menjadi kewajiban bagi pihak keluarga perempuan dapat dieleminir dengan didasarkan nilai budaya. Hal ini semakin mempertegas
bahwa orientasi nilai budaya dan nilai ekonomi yang secara faktual menjadi pertimbangan prilaku bagi keluarga kedua belah pihak dan
sebagai konstributor bagi eksisnya tradisi bajapuik. Dengan demikian, baik model pertukaran dan motif pertukaran yang saling melengkapi dan
menyesuaikan sekaligus akan bermuara kepada keberlangsungan tradisi bajapuik. Kondisi inilah, akhirnya memberi kontribusi tetap eksisnya
tradisi bajapuik.
8.2. Kesimpulan di Tataran Teoritik