Ringkasan Bab EKSISTENSI TRADISI

Uang tungkatan dalam tradisi bajapuik adalah uang yang diberikan kepada kepalo mudo pimpinan mempelai laki-laki. Uang tungkatan merupakan uang tembusan dari barang-barang tungkatan yang di minta oleh kepalo mudo. Munculnya uang tungkatan sebagai imbalan jasa kepalo mudo dalam mendampingi mempelai laki-laki marapulai. Jumlah jumlahnya hanya berkisar antara Rp 150.000 – Rp 200.000. Adanya bermacam-macam bentuk uang dalam tradisi bajapuik adalah macam-macam uang yang menjadi beban pihak keluarga perempuan, apabila pihak tersebut terlibat dalam pelaksanaan tradisi bajapuik. Pihak keluarga perempuan akan berusaha memenuhi uang-uang tersebut sebagai persyaratan untuk terlaksananya suatu perkawinan, guna menghindari kerugian yang lebih besar tidak mendapatkan jodoh untuk anak perempuan apabila tidak memenuhinya. Di sini biasanya keterlibatan keluarga besar extended family seperti saparuik dan bako sangat besar perannya. Besarnya bantuan yang diberikan oleh keluarga besar agak sulit diteksi. Meskipun demikian patokan umum, pangka dahan sebutan untuk seorang mamak jumlah sumbangan lebih besar dari jumlah sumbangan dari undangan. Namun pada dekade terakhir ini ukuran tersebut telah mulai bergeser pula kepada saudara kandung. Artinya sumbangan yang lebih besar lebih dikenakan kepada saudara kandung dari mempelai perempuan baik laki-laki maupun perempuan. Dari sudut pandang analisis macam-macam uang yang terdapat dalam tradisi bajapuik, maka keberlanjutannya sebagai sarana pencarian jodoh bagi pihak keluarga perempuan baik yang berada di perdesaan maupun di perkotaan Minagkabau akan tetap bertahan sepanjang waktu. Artinya model perkawinan yang mampu bertahan dan masih dilaksanakan oleh masyarakat adalah model perkawinan yang terus melakukan penyesuaian-penyesuaian dan adanya keterlibatan keluarga besar extended family dan keluarga inti nuclear family.

7.6. Ringkasan Bab

Pertukaran yang terjadi, sehubungan dengan tradisi bajapuik di antara keluarga kedua belah pihak dapat identifikasikan dalam dua kategori yakni nyata materil dan tidak nyata non materil. Secara nyatamateril, pertukaran itu dilakukan oleh keluarga pihak perempuan dengan memberikan sejumlah uang japuik kepada keluarga pihak laki-laki untuk mendapatkan seorang laki-laki yang mempunyai status sosial ekonomi pekerjaan dan pendapatan dan secara non materil adalah untuk mendapatkan suami dan keturunan dari hasil perkawinan yang dilaksanakan. Secara nyata materil bagi pihak keluarga laki-laki, penerimaan sejumlah uang japuik digunakan untuk kebutuhan mempelai laki-laki dan pelaksanaan pesta dan secara non materi adalah sebagai prestisepenghormatan bahwa mereka mempunyai asal-usul yang jelas dan status sosial ekonomi. Bentuk pertukaran antara pihak keluarga laki-laki dengan pihak keluarga perempuan, masing-masing memiliki tipologi pertukaran yang sama, baik dalam bentuk maupun dalam pertimbangan yang dipilih oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini representasi yang dimunculkan oleh kedua belah pihak keluarga yakni keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan, melalui model pertukaran materil dimana tradisi bajapuik dengan uang japuiknya adalah merupakan prestisegengsi ekonomi. Berbeda dengan model pertukaran non materil oleh keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan, dimana tradisi bajapuik dengan uang japuiknya adalah untuk menutup malu keluarga dan kaum orientasi nilai budaya dan penghargaanpenghormatan terhadap calon mempelai dan keluarganya orientasi nilai budaya. Bagaimana persamaan keberadaan tradisi bajapuik pada keluarga kedua belah, baik dari pihak keluarga perempuan dan pihak keluarga laki-laki ditunjukkan dalam tabel 27 berikut ini. Tabel 27. Tipologi Keberadaan Tradisi Bajapuik Dalam Keluarga Kedua Belah Pihak Kategori Bentuk Pertukaran Materil Non Materil Keluarga Pihak Laki-laki Nilai ekonomi Nilai budaya Keluarga Pihak Perempuan Nilai ekonomi Nilai budaya Sumber: Data Primer Penelitian 2008 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa keberadaan tradisi bajapuik di antara keluarga kedua belah pihak, tampaknya menunjukkan persamaan yang mendasar pada kedua komponen bentuk pertukaran, baik materil maupun non materil. Dengan demikian, pertukaran terjadi bagi keberadaan tradisi bajapuik dilakukan oleh keluarga kedua belah pihak yakni keluarga pihak perempuan dan keluarga pihak perempuan, dengan tujuan dan maksud pertimbangan pertukaran yang cukup signifikan terhadap keberadaan tradisi bajapuik. Namun demikian ke depannya bentuk pertukaran dengan tujuan dan maksud pertukaran yang ditampilkan oleh keluarga kedua belah pihak dalam tradisi bajapuik adalah adanya kesesuaian dari kedua tipologi itu. Misalnya dalam model pertukaran akan mengintegrasikan segenap anggota keluarga besar extended family dalam tradisi bajapuik dan terbangunan solidaritas internal, sehingga persoalan yang menyangkut uang japuik dapat dieleminir dan motif perilaku lebih fokus pada orientasi nilai-nilai budaya dan ekonomi yang secara faktual menjadi konstributor bagi eksisnya tradisi bajapuik. Dengan demikian, baik model pertukaran dan motif pertukaran akan saling melengkapi dan menyesuaikan akan bermuara kepada keberlangsungan tradisi bajapuik. Dari hasil indentifikasi pertukaran dalam tradisi bajapuik melibatkan dua keluarga yakni; pihak keluarga perempuan dengan pihak keluarga laki-laki. Terjadinya pertukaran didasarkan atas orientasi nilai budaya, yakni “prestise”. Prestise bagi pihak keluarga laki-laki dan prestise bagi pihak perempuan. Bagi pihak laki-laki prestise meliputi; prestise calon mempelai laki-laki dan prestise mamak, yang berarti penghormatan kepada keduanya. Begitu juga dengan pihak keluarga perempuan, prestise meliputi; prestise calon pengantin perempuan dan prestise keluarga bahkan kaum. Prestise inilah yang menjadi tujuan kedua belah pihak melakukan pertukaran dalam tradisi bajapuik. Pada titik inilah tradisi bajapuik eksis hingga saat ini. Di tingkat aktor yang akan menikah yakni, antara calon pengantin perempuan dan calon pengantin laki-laki, eksisnya tradisi bajapuik dalam formasi sosial disebabkan oleh adanya keterlibatan keluarga dari masing-masing calon pengantin. Di pihak calon pengantin perempuan bantuan berasal dari keluarga besar extended family, yakni dari nan saparuik dan bako. Nan saparuik adalah keluarga dari pihak ibu, yang terdiri dari ibu, saudara dari ibu mamak, etek, maktuo dan nenek. Kemudian bako adalah keluarga dari ayah yang terdiri dari nenek, dan saudara perempuan dari ayah. Bantuan keluarga besar berbentuk moril dan materil. Bantuan moril adalah bantuan dalam bentuk tenaga—mempersipkan segala sesuatunya demi kelancaran tradisi bajapuk, seperti mendirikan pondok, mengatur sesuatu pada tempatnya dan sebagainya. Bantuan materil adalah bantuan dalam bentuk uang dan benda. Meskipun ada dua bentuk bantuan yang diberikan oleh keluarga besar, maka bantuan materil yang sangat penting dalam tradisi bajapuik. Tanpa ada bantuan materil kemungkinan tradisi bajapuik tidak akan terlaksana, dan bahkan bisa punah sama sekali dalam kehidupan masyarakat Pariaman. Meskipun ada di antara masyarakat yang mempunyai cara lain untuk mengantisipasi jumlah uang japuik yang cenderung meningkat seiring dengan semakin tingginya status sosial ekonomi calon pengantin laki-laki dalam tradisi bajapuik. Tetapi tindakan itu tidak mewakili sepenuhnya dalam tradisi bajapuik. Bantuan dari keluarga besar diberikan pada acara malam baretong— dimana pada saat itu berkumpul sanak famili yang berasal dari pihak ibu untuk memberi sumbangan untuk terlaksananya tradisi bajapuik. Besar-kecilnya sumbangan yang diberikan tergantung kepada status sosial ekonomi. Aturan umum yang berlaku, “pangka dahan” sebutan untuk mamak sumbangan harus lebih besar dari anggota keluarga yang lain. Berkumpulnya sanak famili pada malam baretong itu sekaligus dapat memperkuat tali silaturahmi solidaritas di antara anggota besar extended family. Selanjutnya dari calon mempelai laki-laki keterlibatan keluarga berasal dari keluarga batih nuclear family, khususnya orang tua. Bantuan diberikan oleh keluarga batih nuclear family dalam bentuk perlindungan bagi calon pengantin laki-laki untuk melakukan “tindakan tersembunyi” dalam tradisi bajapuik, agar perkawinan tetap terlaksana. Calon pengantin laki-laki melakukan tindakan ini karena adanya cemoohan atau ejekan dari lingkungan sosial. Meskipun demikian, tindakan seperti itu hanya dilakukan oleh calon pengantin laki-laki yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; 1 mempunyai kemampuan ekonomi; 2 mempunyai kedekatan emosional berpacaran sebelum terjadinya pernikahan dan 3 cenderung menikah dengan calon pengantin perempuan yang berasal dari luar daerah Pariaman. Kondisi inilah, akhirnya memberi kontribusi tetap eksisnya tradisi bajapuik hingga saat ini.

BAB VIII PENUTUP