merupakan perbandingan profil amilografi dari beberapa jenis pati yang menunjukkan sifat fungsional patinya.
Gambar 23. Perbandingan kurva amilograf dari beberapa pati
h. Stabilitas Produk Terhadap Pembekuan dan Thawing
Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi Winarno, 1984. Retrogradasi meningkat saat gel pati
diberi perlakuan pembekuan dan thawing. Pembekuan gel pati menyebabkan terjadinya tahap pemisahan pada saat pembentukan kristal
es. Selama thawing, air dapat keluar dari gel yang disebut sineresis. Pengetahuan tentang stabilitas terhadap pembekuan dan thawing
diperlukan karena memegang peran kritis pada kestabilan produk beku dan produk yang disimpan pada suhu dingin.
Rata-rata persentase sineresis pada gel tepung ubi jalar berkisar
antara 26.82 sampai 70.20 ww. Berdasarkan Gambar 24 dan Gambar 25
dapat disimpulkan bahwa tepung yang dibuat dengan teknik 3 memiliki sineresis terbesar pada siklus 1 sampai 3. Hal ini ditunjukkan dengan
tingginya persentase sineresis yang terjadi pada gel dari tepung hasil teknik 3.
10 20
30 40
50 60
70 80
1 2
3 4
5
Siklus Sin
e re
s is
Teknik 1 Teknik 2
Teknik 3
Gambar 24
. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas Pembekuan - Thawing Tepung Ubi Jalar tanpa Perlakuan
Pengukusan
10 20
30 40
50 60
70 80
1 2
3 4
5
Siklus S
in e
re si
s
Teknik 4 Teknik 5
Teknik 6
Gambar 25
. Pengaruh Perlakuan Teknik Pengolahan terhadap Stabilitas Pembekuan - Thawing Tepung Ubi Jalar dengan Perlakuan
Pengukusan Berdasarkan analisis ragam terhadap data stabilitas pembekuan dan
thawing pada selang kepercayaan 95 Lampiran 16, faktor perlakuan
teknik pengolahan berpengaruh nyata pada siklus pertama dan kedua. Uji
lanjut Duncan Tabel 14 menunjukkan bahwa pada siklus pertama
persentase sineresis terbesar pada tepung hasil teknik 3, lalu diikuti dengan
tepung hasil teknik 5 dan 6, dan persentase sineresis terendah pada tepung hasil teknik 1, 2, dan 4. Hal ini berarti bahwa tepung hasil teknik 3 tidak
tahan terhadap proses pembekuan dan thawing. Penggunaan suhu tinggi pada drum dryer dan pemasakan awal menurunkan stabilitas terhadap
pembekuan dan thawing.
Tabel 14 . Pengaruh perlakuan teknik pengolahan terhadap sineresis gel
tepung ubi jalar Teknik Siklus
1 Siklus 2
1 2
3 4
5 6
33.27
cd
29.62
d
62.26
a
34.56
cd
41.89
b
37.50
bc
32.25
c
26.82
d
70.20
a
33.16
c
39.66
b
35.49
c
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
Demikian pula pada siklus kedua, persentase sineresis terbesar dimiliki oleh tepung hasil teknik 3, diikuti oleh tepung hasil teknik 5,
kemudian persentase sineresis tepung hasil teknik 1, 4, dan 6 tidak berbeda nyata, serta persentase sineresis terendah pada tepung hasil teknik 2. Pada
siklus ketiga dan keempat, tidak ada perbedaan yang nyata pada persentase sineresis diantara tepung yang dihasilkan.
Proses pembekuan dapat menyebabkan terjadinya retrogradasi dimana molekul amilosa yang telah keluar dari granula berikatan kembali
dan menggabungkan butir pati yang membengkak itu menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap Winarno, 1995.
Persentase sineresis yang tinggi pada tepung hasil teknik 3 mungkin disebabkan oleh banyaknya air yang keluar dari rongga-rongga jaringan
yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa saat terjadi proses thawing. Oleh karena rongga jaringan yang terbentuk cukup besar maka
air yang terperangkap akan keluar dalam jumlah yang cukup banyak pula. Besarnya sineresis gel tepung berhubungan dengan penurunan
mutu produk. Pencegahan terhadap proses retrogradasi dapat menghasilkan produk dengan stabilitas yang baik terhadap pembekuan dan
thawing produk, sehingga dapat meningkatkan umur simpan produk
pangan Luallen, 2000. Dari data yang dihasilkan dapat dilihat nilai rata- rata sineresis yang tidak berbeda jauh diantara tepung-tepung yang
dihasilkan kecuali tepung hasil teknik 3 diiris-tanpa dikukus-drum dryer sehingga tepung tersebut tidak cocok jika digunakan untuk pengolahan
produk beku atau produk yang disimpan pada suhu dingin.
D. ANALISIS KARAKTERISTIK ROTI MANIS UBI JALAR
Metode yang digunakan pada pembuatan roti manis ubi jalar adalah metode adonan cepat Subarna, 1992 karena metode ini lebih mudah dan
cepat dibandingkan dengan metode pembuatan roti manis lainnya. Komposisi
bahan pada pembuatan roti manis disajikan pada Tabel 15. Tabel
15
. Komposisi Bahan Pembuatan Roti Manis Bahan Jumlah
Tepung Ragi
Garam Gula
Susu skim Margarin
Telur Air
Bread improver 100
2.5 1.5
22 4
16 10
50 1.6
a b c Gambar 26
. Roti Manis Ubi Jalar Termodifikasi Fisik Tanpa Perlakuan Awal a Tepung teknik 1; b Tepung teknik 2; c Tepung teknik 3
Komposisi ini berdasarkan pada hasil tinjauan pustaka Winata, 2001. Waktu pembentukan cream adalah +15 menit. Final Proofing dilakukan pada
alat proofing yang sudah diatur suhu dan kelembaban yaitu berturut-turut 38 C
dan 80-85 selama 45 menit. Waktu pemanggangan roti berkisar antara 20-40 menit dengan suhu pemanggangan 300
F. a. Pengembangan Roti
Pengamatan terhadap pengembangan roti manis ubi jalar secara visual memperlihatkan bahwa roti manis ubi jalar tidak memiliki daya
kembang yang baik. Hal ini disebabkan ubi jalar tidak memiliki gluten dimana gluten berfungsi untuk mempertahankan udara yang masuk ke
dalam adonan pada saat proses pengadukan, dan gas CO
2
yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga adonan menjadi mengembang.
b. Warna Roti Secara visual, faktor warna memegang peranan penting dan
menentukan pilihan suka atau tidak suka terhadap produk. Semakin lama pemanggangan, warna produk akan semakin coklat karena terjadinya reaksi
pencoklatan. Warna yang lebih pucat akan menimbulkan kesan produk belum matang, sedangkan warna yang terlalu coklat menimbulkan kesan
gosong. Warna kerak roti yang baik menurut U.S. Wheat Associates 1983 yang diacu oleh Sulistianing 1995 adalah coklat kekuningan atau
keemasan, sedangkan warna remah adalah putih terang. Pengamatan terhadap warna roti secara visual dimana warna kerak
crust yang dihasilkan adalah coklat kemerahan dari tepung tanpa pemasakan awal dan pengeringan drum dryer teknik 3. Sedangkan warna
remah crumb yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan. Untuk tepung tanpa pemasakan awal dan pengeringan sinar matahari dan oven teknik 1
dan 2, warna keraknya adalah kuning pucat, sedangkan warna remahnya adalah putih kekuningan.
c. Rasa Rasa dinilai dengan tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra
pencicip lidah, dimana akhirnya keseluruhan interaksi antara sifat-sifat
aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai Nasution, 1980. Rasa yang mendominasi pada roti manis ubi jalar
berbahan dasar tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah rasa tepung ubi jalar yang masih mentah. Sedangkan pada roti manis berbahan dasar
tepung hasil pengolahan teknik 3 adalah rasa roti yang cukup matang dengan sedikit rasa manis.
d. Aroma Syarat aroma tercium adalah ada sejumlah komponen volatil yang
berasal dari makanan yang dapat dihirup. Aroma roti terutama dihasilkan dari proses fermentasi dan asam-asam lemak yang bersifat volatil yang
berasal dari shortening. Fermentasi gula oleh ragi akan memberikan aroma khas pada roti. Aroma yang didapatkan pada roti manis ubi jalar yang
dihasilkan adalah aroma khas ubi jalar. e. Tekstur
Sifat keras atau lunaknya tekstur roti tergantung pada besarnya gaya atau tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan perubahan bentuk atau
ukuran dari roti tersebut. Sedangkan sifat kasar atau halusnya remah roti tergantung pada vibrasi yang berasal dari permukaan remah roti yang
bergelombang, yang dapat dirasakan pada saat terjadi pergeseran permukaan pada kulit Sulistianing, 1995.
Tekstur permukaan dan remah roti manis ubi jalar yang dihasilkan dari tepung hasil pengolahan teknik 1 dan 2 adalah keras dan kasar,
sedangkan untuk tepung hasil pengolahan teknik 3 dihasilkan roti dengan tekstur permukaan yang lunak dari permukaannya yang bergelombang serta
tekstur remah yang halus.
V. KESIMPULAN DAN SARAN