TINJAUAN PUSTAKA A. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea Batatas)

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

UBI JALAR 1. Botani Ubi Jalar Ubi Jalar atau ketela rambat diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika Tengah. Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebaran terletak pada 30 C LU dan 30 C LS. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21 C dan 27 C, yang mendapat sinar matahari 11-12 jamhari, kelembaban udara RH 50-60, dengan curah hujan 750-1500 mmtahun. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering kemarau Rukmana,1997. Menurut Soemartono 1984, ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun di tanah rendah maupun di pegunungan sampai 1000 m. Tidak seperti tanaman palawija lainnya, ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur karena pada tanah yang subur justru yang tumbuh lebat hanyalah daun dan batangnya. Gambar 1. Tanaman Ubi Jalar Muchtadi dan Sugiyono, 1992 Menurut Rukmana 1997, klasifikasi lengkap taksonomi tumbuhan adalah kingdom Plantae tumbuh-tumbuhan, divisi Spermatophyta tumbuhan berbiji, subdivisi Angiospermae berbiji tertutup, kelas Dicotyledone biji berkeping dua, ordo Concolvulalesm, famili Convolvuceae, genus Ipomoea dan spesies Ipomoea batatas L. Pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan umbi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati Lingga et al., 1986. Menurut Steinbauer dan Kushman 1971, warna kulit umbi ada yang berwarna kuning putih, putih, merah tua, jingga dan dagingnya ada yang berwarna putih kekuningan, merah jingga, dan ada yang berwarna ungu pucat. Kulit ubi jalar relatif tipis dibandingkan dengan kulit ubi kayu, bentuknya tidak seragam bulat, lonjong, benjol-benjol Muchtadi dan Sugiyono, 1992. Ubi Jalar varietas Sukuh yang dikembangkan oleh International Potato Center CIP sebagai bahan baku tepung merupakan hasil persilangan antara ubi jalar unggul asal Indonesia sebagai sumber bunga betina dan ubi jalar unggul asal Jepang sebagai sumber bunga jantan. Ubi jalar sukuh memiliki ciri botani antara lain tipe pertumbuhan yang tegak, warna batang jingga, warna kulit umbi krem, dan warna daging umbi putih Djuanda, 2003. Penggunaan ubi jalar varietas sukuh yang dimuliakan untuk keperluan industri ternyata memberikan rendemen tepung yang cukup tinggi yaitu sebesar 32.70 terhadap berat ubi jalar segar dengan kulit atau sebesar 35.74 terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan. Oleh karena itu pemilihan ubi jalar varietas sukuh dalam pembuatan tepung ubi jalar dirasakan cukup tepat Djuanda, 2003.

2. Kandungan Kimia Ubi Jalar

Komposisi kimia ubi jalar bervariasi tergantung dari jenis, usia, keadaan tumbuh dan tingkat kematangan. Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Ubi jalar mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Sewaktu dipanen, ubi jalar mengandung bahan kering antara 16-40 dan dari jumlah tersebut sekitar 75-90 adalah karbohidrat Sulistiyo, 2006. Komposisi kimia ubi jalar seperti tercantum pada Tabel 1. Sebagian besar karbohidrat pada pati ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Komponen lain selain pati adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 0.38 hingga 5.64 dalam berat basah Sulistiyo, 2006. Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan jumlah gula pada ubi jalar mentah. Selain karbohidrat, ubi jalar juga mengandung lemak, protein, dan beta karoten. Tabel 1. Kandungan kimia ubi jalar per 100 gram bahan segar Jumlah Komposisi Ubi jalar putih a Ubi jalar merah a Ubi jalar kuning b Kalori Kal 123,0 123,0 136,0 Protein g 1,8 1,8 1,1 Lemak g 0,7 0,7 0,4 Karbohidrat g 27,9 27,9 32,3 Kalsium mg 30,0 30,0 57,0 Fosfor mg 49,0 49,0 52,0 Zat besi mg 0,7 0,7 0,7 Natrium mg - - 5,0 Kalium mg - - 393,0 Niacin mg - - 0,6 Vitamin A SI 60,0 7700,0 900,0 Vitamin B1 mg 0,90 0,90 0,10 Vitamin C mg 22,0 22,0 35,0 Air g 68,5 68,5 - Serat Kasar g 0,9 1,2 1,4 Abu g 0,4 0,2 0,3 Kadar Gula g 0,4 0,4 0,3 Bagian dapat dimakan 86,0 86,0 - Sumber : a Direktorat Gizi Depkes RI, 1981, b Suismono, 1995 Keterangan : - tidak ada data Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan kandungan karbohidrat adalah kecenderungan timbulnya flatulensi setelah mengkonsumsi ubi jalar. Flatulensi disebabkan oleh gas flatus yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak dicerna dalam tubuh, yang dilakukan oleh mikroflora usus. Menurut Darmadjati 2003, karbohidrat yang tidak tercerna tersebut antara lain pati tidak tercerna resistant starch, oligosakarida tak tercerna non digestibility oligisaccharides , dan polisakarida non pati non starch polysaccharides seperti komponen-komponen serat makanan.

3. Pengolahan Ubi Jalar

Penyajian ubi jalar dapat dilakukan dengan direbus, digoreng, ataupun dikukus. Ubi jalar juga dapat dimanfaatkan sebagai produk makanan ringan dan umumnya dikonsumsi dalam bentuk segarnya yang telah direbus, dipanggang, ataupun dimasak dengan bahan-bahan lainnya. Ubi jalar dapat diolah menjadi beberapa produk pangan seperti gaplek ubi jalar, tepung ubi jalar, keripik ubi jalar, french fries ubi jalar, tape ubi jalar, dan kue ubi jalar. Produk-produk ini sudah banyak dikenal masyarakat yaitu rasanya yang enak dan manis. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengolahan ubi jalar menjadi berbagai macam produk antara lain sirup fruktosa Sastrodipuro, 1985, manisan kering ubi jalar Widarsono, 1993, french fries Yunus, 1997, mie ubi jalar Simanjuntak, 2001, selai Fatonah, 2002, flakes ubi jalar Khasanah, 2003, biskuit ubi jalar Djuanda, 2003, reconstituted chips Hadisetiawati, 2005, minuman puree ubi jalar Ariwibawa, 2005, yogurt ubi jalar Kusuma, 2007, dan lain-lain.

4. Tepung Ubi Jalar

Salah satu potensi pengembangan ubi jalar adalah dengan diolah menjadi tepung. Proses pembuatan tepung cukup sederhana dan dapat dilakukan dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, penghancuran pengirisan, dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara. Cara pertama yaitu ubi jalar diiris tipis lalu dikeringkan chipssawut kering kemudian ditepungkan. Sedangkan cara yang kedua yaitu ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan kemudian ditepungkan. Kandungan gula yang tinggi pada ubi jalar dapat menyebabkan reaksi pencoklatan. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan perlakuan pendahuluan berupa blanching atau perendaman sebelum pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium metabisulfit Kadarisman dan Sulaeman, 1993. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan, praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan, dan dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan Winarno, 1981. Tepung ubi jalar dapat digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain sebagainya. Tepung ubi jalar juga memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai sumber karbohidrat, serat pangan dan beta karoten Kadarisman dan Sulaeman, 1993. Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2. Selain itu, tepung ubi jalar mempunyai kandungan gula yang cukup tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan tepung ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebanyak 20 Nuraini, 2004. Tabel 2. Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar Tepung ubi jalar Komposisi putih merah kuning Air bk 6.40 4.25 4.50 Abu bk 1.78 2.92 2.05 Karbohidrat bk 79.41 65.93 79.36 Protein bk 2.35 2.36 2.85 Lemak bk 0.75 0.76 0.45 Serat kasar bk 2.45 4.19 3.31 Gula bk 5.23 18.38 5.51 Sumber: Anwar et al. 1993 Penelitian terdahulu telah berhasil melakukan substitusi tepung terigu oleh tepung ubi jalar pada pembuatan roti sebesar 30, cake sebesar 50, bihun sebesar 40, dan cookies sebesar 70 Djuanda, 2003. Selain itu juga Sulistiyo 2006 telah berhasil melakukan substitusi tepung terigu oleh 100 tepung ubi jalar untuk brownies kukus ubi jalar dengan umur simpan tiga hari. Rekapitulasi beberapa hasil penelitian mengenai tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Penelitian Mengenai Tepung Ubi Jalar Peneliti Publikasi Judul Keterangan Collado, L.S, dan H. Corke 1999 Journal Food Chemistry 65:339-346 Heat-moisture treatment effects on sweetpotato starches differing in amylose content Efek HMT pada kondisi pH netral dan basa terhadap pati ubi jalar dengan kandungan amilosa yang berbeda Ishiguro et al. 2003 Journal of Starch 55:564- 568 Effect of cultivation conditions on retrogradation of sweetpotato starch Efek dari waktu tanam dan waktu panen serta pengaruh proporsi rantai amilosa dan amilopektin terhadap retrogradasi pati Jangchud, K. et al 2003 Journal of Starch 55:258- 264 Physicochemical properties of sweetpotato flour and starch as affected by blanching and processing Perbandingan karakteristik fisikokimia tepung dan pati ubi jalar dari ubi jalar oranye dan ungu Osundahunsi, O.F. et al 2003 Journal Agricultural and Food Chemistry 51:2232-2236 Comparison of the phsycochemical properties and pasting characteristics of flour and starch from red and white sweet potato cultivars Perbandingan karakteristik tepung dengan pati ubi jalar dari ubi jalar merah dan putih Lanjutan Tabel 3. Peneliti Publikasi Judul Keterangan Sunarlinah, N. 1983 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Mempelajari Penggunaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Pengganti Tepung Terigu Dalam Pembuatan Cookies dan BMC Tingkat penggunaan tepung ubi jalar 50, dan pada BMC bahan makanan campuran sebesar 40 Lianawati 1997 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Pemanfaatan Ubi Jalar Ipomoea batatas sebagai Bahan Dasar makanan Pelengkap Bayi Kaya Beta Karoten Daya cerna pati ubi jalar yang rendah menyebabkan ubi jalar tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar makanan pelengkap bayi, dan hanya sebagai bahan pelengkap Ningrum, E.N. 1999 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya Pro Vitamin A Penetapan jenis ubi jalar dan jenis pengering terbaik dalam pembuatan tepung ubi jalar instan dengan kandungan beta karoten tertinggi Simanjuntak, F.L.M.T 2001 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Pemanfaatan Ubi jalar Ipomoea batatas L. sebagai Bahan dasar Pembuatan Mie Kering Pembuatan mie kering dari campuran tepung ubi jalar, beras, dan kedelai, tepung ubi jalar dibuat dengan pengeringan drum Djuanda, V. 2003 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar Ipomoea batatas Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen Pembuatan cookies dengan substitusi 60-80 tepung ubi jalar Lanjutan Tabel 3. Peneliti Publikasi Judul Keterangan Setiawan, E. 2005 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Pembuatan mie kering dari ubi jalar Ipomoea batatas dan Penentuan Umur Simpan dengan Metode Akselerasi Pembuatan mie kering dari tepung ubi jalar dengan metode pengeringan oven. Sulistiyo, C.N. 2006 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar Ipomoea batatas di PT FITS Mandiri Bogor Pengembangan teknologi proses pengolahan brownies kukus dengan bahan baku 100 tepung ubi jalar Juliana, R. 2007 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Ressistant Starch Tipe III dan Tipe IV Pati Singkong Manihot esculenta Crantz, Suweg Amorphophallus campanulatus , dan Ubi Jalar Ipomoea batatas L. sebagai Prebiotik Potensi prebiotik dari umbi-umbian lokal. RS tipe III adalah pati yang diretrogradasi. RS tipe IV adalah pati yang dimodifikasi dengan modifikasi kimia ikatan silang Shinta 2007 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Pengembangan Produk Bubur Gel Instan Berbasis Pati Ubi jalar Putih Ipomoea batatas L. Termodifikasi Modifikasi yang digunakan adalah modifikasi kimia hidrolisis asam dan ikatan silang dan fisik pregelatinisasi Soesanto, S.H. 1983 Skripsi IPB Fakultas Teknologi Pertanian Mempelajari Proses Pembuatan Sirup Glukosa Secara Enzimatis dari Pati Ubi Jalar Hidrolisis pati dengan enzim alfa amilase dan enzim amiloglukosidase Sastrodipuro, D. 1985 Thesis IPB Fakultas Teknologi Pertanian Karakteristik Pati dan Biokonversi Beberapa Varietas Ubi Jalar dalam Pembuatan Sirup Fruktosa Pembuatan Sirup Fruktosa dengan proses likuifikasi, sakarifikasi, dan isomerisasi Osundahunsi et al.2003 menemukan bahwa tidak ada perbedaan suhu gelatinisasi dan kapasitas penyerapan air yang signifikan antara jenis ubi jalar merah dengan ubi jalar putih, namun umumnya suhu gelatinisasi pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan tepungnya seperti yang dikemukakan oleh Jangchud et al 2003. Selain itu Jangchud et al 2003 menjelaskan bahwa viskositas puncak tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan pati ubi jalar namun kisaran suhu gelatinisasi tepung lebih tinggi yang dipengaruhi oleh granula-granula yang membengkak dan adanya partikel lain misalnya protein pada permukaan granula pada tepung. Djuanda 2003 menyimpulkan bahwa preferensi konsumen terhadap produk olahan ubi jalar masih kurang baik, hal tersebut diakibatkan oleh masih sederhananya produk-produk olahan ubi jalar yang beredar di masyarakat. Dalam penelitiannya, Djuanda menggunakan tepung hasil pengeringan drum dryer karena penggunaannya lebih dapat dipertahankan dibandingkan dengan pengering oven dan waktu pengeringan yang dibutuhkan cukup singkat dibandingkan menggunakan oven. Dari tepung ubi jalar tersebut diolah menjadi cookies dengan mengandung serat makanan yang cukup tinggi 9.51 sehingga berpotensi dijadikan sebagai makanan sumber serat. Menurut Setiawan 2005, metode pembuatan tepung ubi jalar yang tepat untuk menghasilkan produk mie adalah dengan metode oven. Metode ini dipilih karena dapat mengurangi biaya proses dibandingkan dengan penggunaan drum dryer yang membutuhkan biaya cukup mahal untuk produksi uapnya. Selain itu, tepung hasil pengeringan drum dryer telah tergelatinisasi sempurna sehingga sulit untuk dibentuk lembaran adonan, karena adonan menjadi terlalu lengket. Berbeda dengan Setiawan, Simanjuntak 2001 memilih menggunakan tepung ubi jalar dengan metode perebusan dan pengeringan drum dryer dalam pembuatan mie kering, dimana pemilihan ini didasarkan pada warna yang dapat dipertahankan dari reaksi pencoklatan, daya kohesi yang terbentuk selama perebusan, dan penghancuran senyawa toksik akibat panas selama perebusan. Dalam penelitiannya, Ningrum 1999 menyimpulkan bahwa jenis ubi jalar, jenis pengering, dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap kadar beta karoten, rendemen, kadar abu, kadar serat, kadar karbohidrat, kadar lemak, derajat putih, dan IPA pada tepung ubi jalar yang dihasilkan. Menurut Ningrum 1999, dari hasil penelitiannya terutama kadar beta karoten, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, jumlah kalori, densitas kamba, dan uji organoleptik maka tepung ubi jalar merah yang dikeringkan dengan pengering drum adalah tepung yang baik untuk dikonsumsi dan cukup berpotensi untuk dikembangkan.

B. PATI 1. Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional Pati

Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan, terutama dalam hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Lebih dari 80 tanaman pangan terdiri dari biji- bijian atau umbi-umbian dan tanaman sumber pati lainnya Greenwood dan Munro, 1979. Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk granula pati ialah semikristal yang terdiri dari unit amorphous Banks dan Greenwood, 1975. Menurut Hodge dan Osman 1976, bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk granula, lokasi hilum, letak birefringence, serta permukaan granulanya. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati disusun oleh unit D-glukopiranosa. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan dengan ikatan -1,4-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai titik percabangan dengan ikatan cabang, dengan ikatan -1,6-D-glukosa Winarno, 1995. Pada umumnya pati mengandung amilopektin lebih banyak daripada amilosa. Struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur amilosa dan amilopektin Taggart, 2000 Granula pati tidak larut dalam air dingin, namun pati dapat terlarut sempurna pada pemanasan dengan tekanan pada suhu 120-150 C. Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan peningkatan kelarutannya adalah khas untuk setiap jenis pati. Apabila granula pati dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan membentuk pasta pati yang kental. Pasta pati bukan berupa larutan melainkan berupa granula pati bengkak tak terlarut yang memiliki sifat seperti partikel gel elastis. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan. Pomeranz, 1991. Pati bereaksi dengan Iod pada daerah amorfnya. Fraksi amilosa bereaksi dengan Iod menghasilkan warna biru, sedangkan amilopektin bereaksi dengan Iod memberi warna kemerahan hingga coklat Whistler dan Daniel, 1984. Pati ubi jalar memiliki sifat viskositas dan karakteristik lain diantara pati kentang dan pati jagung atau pati tapioka. Granula pati ubi jalar berdiameter 2-25 µm. Granula pati ubi jalar berbentuk poligonal dengan kandungan amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 20 dan 80 Swinkels, 1985. Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20- 27 mlgram, kelarutan 15-35, dan tergelatinisasi pada suhu 75-88 C untuk granula berukuran kecil Moorthy, 2000. Sifat fungsional pati yang penting adalah kemampuan mengentalkan dan membentuk gel Rapaille dan Vanhelmerijk, 1994. Sifat pengental pati ditunjukkan dengan kemampuan pati mencapai viskositas yang tinggi. Thickening power dilihat dari viskositas maksimum yang mampu dibentuk oleh pati tersebut selama pemanasan Swinkels, 1985. Pembentukan gel merupakan salah satu bukti kemampuan molekul linier pati terlarut untuk berasosiasi. Apabila larutan pati encer dibiarkan beberapa lama maka akan terbentuk endapan, sedangkan bila larutan pati memiliki konsentrasi tinggi maka akan terbentuk gel. Gel ini terbentuk setelah terjadi ikatan hidrogen antara grup hidroksil rantai linier yang berdekatan Pomeranz, 1991.

2. Gelatinisasi Pati

Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorphous pada granula pati dapat menyerap air sampai 30 tanpa merusak struktur misel. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian, jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Menurut Winarno 1995, peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55- 65 C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya. Setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Pada proses gelatinisasi terjadi perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati Greenwood, 1979. Pengembangan granula dalam air makin cepat pada granula yang rusak, baik oleh kerusakan fisik maupun kerusakan kimia. Menurut Osman 1972, kerusakan tersebut menyebabkan pecahnya ikatan intermolekul pada daerah kristal. Cready 1970 menjelaskan mekanisme gelatinisasi yang terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah air berpenetrasi secara bolak-balik ke dalam granula, kemudian pada suhu 60-85 C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat birefringence- nya. Pada tahap ketiga, jika temperatur terus naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi dari granula. Mekanisme perubahan granula pati karena pemanasan dan pendinginan dapat dipelajari pada Gambar 3. Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati Lang et al., 2000 Mekanisme gelatinisasi diawali dengan adanya pemberian air yang akan mengganggu kristalinitas amilosa dan mengganggu struktur heliksnya. Pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang kurang rapat, merusak ikatan antara molekul yang lemah dan menghidrasinya. Kemudian granula pati akan mengembang dan volumenya menjadi 20-30 kalinya. Bila panas dan air diberikan terus maka amilosa mulai keluar dari granula. Jika proses gelatinisasi terus berlanjut maka granula akan pecah dan terbentuklah struktur gel koloidal Remsen dan Clark, 1978. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati. Semakin kental larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun Winarno, 1995. Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Pada pH yang terlalu tinggi pembentukan gel berlangsung dengan cepat tetapi juga cepat menurun. Sedangkan bila pH terlalu rendah, gel terbentuk secara lambat dan apabila pemanasan diteruskan viskositas akan kembali turun. Pada beberapa jenis pati beras, ukuran dan bentuk granula pati tidak mempengaruhi suhu gelatinisasi. Namun Swinkels 1985 menyatakan bahwa dalam satu jenis pati, granula yang memiliki ukuran lebih besar mengalami gelatinisasi pada suhu yang lebih rendah daripada granula yang berukuran kecil.

3. Retrogradasi dan Sineresis

Jika gel pati didiamkan selama beberapa waktu maka akan terjadi perluasan daerah kristal sehingga mengakibatkan pengkerutan struktur gel yang biasanya diikuti dengan keluarnya air dari gel. Pembentukan kembali struktur kristal itu disebut retrogradasi D’Appolonia, 1971. Menurut Swinkels 1985, istilah retrogradasi berarti perubahan dari keadaan terlarut, terdispersi, amorf, menjadi tidak larut, agregasi, dan mengkristal. Sedangkan keluarnya air dari gel disebut sineresis Osman, 1972. Winarno 1995 menjelaskan bila pasta pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk mencegah kecenderungan molekul- molekul amilosa untuk berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula. Dengan demikian terjadi semacam jaring-jaring yang membentuk mikrokristal dan mengendap. Retrogradasi mengakibatkan perubahan sifat gel pati diantaranya meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis oleh enzim amilolitik, menurunkan kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna biru dengan iodine Collison, 1968. Selain itu menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas, pembentukan kekeruhan dan kulit yang tidak larut pada pasta panas, pengendapan partikel-partikel pati tidak terlarut, pembentukan gel, dan sineresis Swinkels, 1985. Faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang rendah, pH netral, derajat polimerisasi yang relatif rendah, tidak adanya percabangan ikatan dari molekul, konsentrasi amilosa tinggi, adanya ion- ion organik tertentu dan tidak adanya senyawa pembasah Miller, 1973. Menurut Swinkels 1985, laju retrogradasi maksimum terjadi bila derajat polimerisasi amilosa sebesar 100-200 unit glukosa. Jumlah pati ubi jalar yang teretrogradasi paling sedikit dibandingkan dengan pati jagung, gandum, dan kentang. Perbedaan yang bervariasi dalam retrogradasi pati ubi jalar disebabkan perbedaan kandungan amilosa dan proporsi dari unit rantai pendek amilopektin Ishiguro et al.,2003.

4. Sifat Amilografi Pati

Uji amilograf bertujuan mengetahui karakteristik pati dan viskositasnya. Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pengukuran dilakukan menggunakan Brabender amilograf. Brabender amilograf terdiri dari mangkok stainless steel silindris sebagai tempat besi baja steel arm yang dihubungkan ke pena yang mencatat perubahan viskositas suspensi dalam mangkok. Tenaga putaran disampaikan ke tangkai besi baja sesuai dengan besar gaya yang dihasilkan, kemudian dilakukan pencatatan skala acak Pomerans dan Meloan, 1978. Menurut Febriyanti 1990, yang dimaksud dengan suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat viskositas pertama kali naik karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible. Viskositas maksimum atau viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Sedangkan suhu viskositas maksimum adalah suhu saat tercapai viskositas maksimum. Stabilitas pati yang diukur adalah stabilitas viskositas selama periode pemanasan menggunakan parameter stabilitas pasta SP dan stabilitas viskositas selama periode pendinginan menggunakan parameter viskositas balik VB. Viskositas balik didapat dari selisih antara viskositas akhir pendinginan dan viskositas akhir pemanasan konstan pada suhu 95 C. Viskositas balik mencerminkan tingkat retrogradasi pati pada proses pendinginan. Sedangkan viskositas jatuh didapat dari selisih antara viskositas akhir pemanasan konstan pada suhu 95 C dan viskositas maksimum Cornell, 2000.

5. Pati Termodifikasi

Pati termodifikasi adalah pati yang diperlakukan secara fisik atau kimia untuk mengubah salah satu atau lebih sifat fisik atau kimianya yang penting. Menurut Glicksman 1969, pati diberi perlakuan tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi, atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta struktur molekul pati. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain cross linking, konversi dengan hidrolisis asam, cara oksidasi, dan derivatisasi kimia. Sifat-sifat yang diinginkan dari modifikasi pati ini adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap tekanan mekanis yang baik, serta daya tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi Wirakartakusumah, 1981. Modifikasi fisik meliputi perlakuan panas dan uap terkendali seperti pemanasan lalu didinginkan annealing, dan perlakuan uap misalnya disintegrasi seluruh granula oleh pregelatinisasi, baik dengan ekstrusi, drum drying, atau spray-drying Bergthaller, 2000. Proses modifikasi pati dapat dilakukan dengan menggunakan panas yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran, serta molekul pati. Penyangraian pati juga merupakan salah satu bentuk modifikasi pati dengan panas. Pati pregelatinisasi merupakan pati yang telah mengalami gelatinisasi dengan cara pemasakan dengan air di atas suhu gelatinisasinya kemudian dikeringkan, dibuat untuk memudahkan pelarutan dalam proses pengolahan. Biasanya pati pregelatinisasi dibuat dengan cara membuat pasta kadar pati dalam pasta 55 dan 45 berat kering, selanjutnya dikeringkan pada suhu sekitar 80 C dan 100 C dengan menggunakan drum drier Anonim, 2001. Nama lain dari pati pregelatinisasi adalah precooked starch, pregelled starch, instant starch, cold water starch, dan cold water swellable starch. Pregelatinisasi merupakan salah satu bentuk transformasi fisik, untuk menghasilkan pati yang larut dalam air dingin Fennema, 1982. Setiap karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan dapat digunakan dalam aplikasi pada produk pangan seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Pati dan Aplikasinya Kusnandar, 2006 Karakteristik pati yang dihasilkan Aplikasi Dapat terdispersi dalam air dingin Makanan bayi, food powder, salad dressing, cake mixes, pudding Viskositas stabil terhadap suhu tinggi, proses pengadukan, dan kondisi asam. Suun, makanan kaleng yang diproses pada suhu tinggi, pie filling , sup Tidak mudah mengalami retrogradasi, viskositas stabil Produk yang dibekukan Viskositas rendah Produk confectionery permengum Tahan panas, pengadukan, dan asam serta kecenderungan retrogradasi rendah Saus, makanan beku Penyangraian merupakan proses pemasakan menggunakan panas kering pada suhu 100 C Muryati et al.,1992. Selama proses pemasakan terjadi destruksi toksin, inaktivasi enzim, dan penurunan nilai gizi. Penyangraian umumnya disertai dengan pengadukan agar suhu sampel pati lebih seragam. Pemanasan pati dapat menyebabkan degradasi struktur yang meningkatkan daya larut serta mengurangi kekentalan pati.

C. PERLAKUAN AWAL

Perlakuan awal dapat dilakukan dengan perendaman, blansir, dan pemasakan awal. Perendaman dapat menggunakan larutan garam maupun larutan Na-metabisulfit. Perendaman bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan getah yang masih menempel pada ubi jalar serta menghindari terjadinya proses pencoklatan. Perendaman menggunakan senyawa sulfit banyak digunakan oleh industri pangan. Perlakuan blansir dengan uap panas selama 15 menit bertujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna yang tidak diinginkan pada hasil olahan. Selain itu menurut Winarno 1995, perlakuan blansir juga dapat mematikan mikroba Perlakuan pemasakan awal meliputi perebusan, penyangraian, maupun pengukusan. Menurut Muharam 1992, perlakuan pengukusan dan penyangraian mengubah kemampuan granula pati dalam menyerap gelombang cahaya. Perubahan ini berkaitan dengan hilangnya efek birefringence pada pati yang dikenai perlakuan panas. Selain itu, dengan perlakuan pramasak maka tepung yang dihasilkan telah mengalami gelatinisasi parsial sehingga akan membentuk massa yang padat dan sulit dihancurkan. Perlakuan pengukusan pada sifat amilografi menyebabkan terjadinya perubahan fisik dari granula pati gelatinisasi parsial, dimana granula pati yang telah tergelatinisasi secara parsial memiliki daya serap air lebih tinggi dibandingkan granula pati biasa. Penyerapan air secara cepat yang kemudian diikuti dengan pembengkakan granula mengakibatkan gesekan antar granula yang lebih intens, sehingga viskositas meningkat dengan cepat dan viskositas maksimum menjadi lebih tinggi serta dicapai pada suhu yang lebih rendah Muharam, 1992.

D. TEKNIK PENGERINGAN

Menurut Brooker et al. 1973, pengeringan adalah proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan penguapan kandungan air dari bahan ke udara pengering secara simultan. Pindah panas dapat berlangsung dengan cara konveksi, konduksi, dan radiasi. Ada dua cara pengeringan yang biasa digunakan pada bahan pangan yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering. Pengeringan bahan pangan memiliki beberapa keuntungan, yaitu bahan dapat menjadi lebih awet sehingga lebih tahan selama penyimpanan, volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan, serta berat bahan berkurang sehingga lebih memudahkan pengangkutan Sutijahartini, 1985. Jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomi mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengering yang akan digunakan misalnya untuk jenis bahan padatan berbentuk lempeng maka alat yang sesuai untuk mengeringkan bahan tersebut adalah pengering cabinet atau tray dryer, oven, dan rotary dryer, sedangkan untuk bahan yang berbentuk pasta atau puree alat yang sesuai untuk mengeringkan adalah pengering drum Brennan et al., 1974 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terdiri atas faktor yang berhubungan dengan alat pengering, faktor yang berhubungan dengan sifat- sifat bahan yang dikeringkan, dan perlakuan pra pengeringan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap pengeringan adalah peletakan dan pengadukan bahan selama pengeringan berlangsung, sifat-sifat penghantar panas dari bahan alat pengering serta cara pemindahan panas dari sumber alat pemanas ke bahan yang dikeringkan Richey et al., 1961 dan Hall, 1957 1. Pengeringan dengan Sinar Matahari Keuntungan dari pengeringan dengan penjemuran di bawah sinar matahari yaitu adanya pemutih karena sinar ultraviolet matahari dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan. Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasinya bahan oleh debu Grace 1977. Dalam proses pengeringan sering timbul berbagai masalah seperti tidak adanya pengontrol suhu dan kelembaban udara, terjadinya kontaminasi mikroba, serta ketergantungan pada kondisi cuaca setempat. 2. Pengering Oven Pengering oven merupakan alat pengering yang paling mudah pemeliharaannya dan penggunaannya serta rendah biaya operasionalnya. Komoditas yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam oven dan diatur pada suhu dan waktu tertentu, untuk selanjutnya digiling. Prinsip kerja pengering oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi. Elemen pemanas akan memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara bergantian. 3. Pengering Drum Drum dryer Drum dryer didefinisikan sebagai alat untuk pengeringan dengan cara kontak bahan dengan permukaan luar alat secara kontinyu Hall, 1979. Pengering drum merupakan tipe alat pengering yang pada dasarnya terdiri dari satu atau lebih silinder drum dari logam, yang berputar sesuai dengan as-nya pada posisi horizontal dan dilengkapi dengan pemanasan internal oleh uap air, air, atau medium cairan pemanasan lainnya seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Desroiser 1988, produk yang akan dikeringkan dituangkan di atas permukaan drum sebagai suatu lapisan tipis. Produk yang kering dilepaskan dari permukaan drum dengan pisau pengeruk. Gambar 4. Tipe Pengering Drum: a drum tunggal; b drum ganda Kelebihan pengering drum adalah laju pemanasan yang tinggi serta menggunakan panas yang cukup ekonomis. Sedangkan kekurangannya adalah produk yang dikeringkan hanya berupa cairan atau bubur dan yang memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang singkat yaitu lebih kurang 2-30 detik Brennan, et.al., 1984. Menurut Bergthaller 2000, teknik pengeringan yang paling umum digunakan adalah pengeringan menggunakan drum dryer dimana pasta pati tergelatinisasi di atas permukaan drum dan dikeringkan sampai tercapai kadar air kurang dari 6. Tepung yang dihasilkan telah mengalami pregelatinisasi sehingga akan memiliki sifat lebih mudah larut dalam air dan menyebabkan pati yang terkandung di dalamnya menjadi matang serta warna tepung yang dihasilkan adalah cokelat muda.

E. PERBANDINGAN SIFAT FISIKOKIMIA BERBAGAI JENIS TEPUNG DAN SIFAT FUNGSIONALNYA

Berbagai jenis bahan pangan dapat digunakan sebagai sumber pati terutama serealia atau umbi-umbian. Pati yang berasal dari berbagai sumber tersebut umumnya berbeda dalam sifat fisik maupun kimianya. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal bentuk dan ukuran granula, entalphi gelatinisasi, kandungan amilosa dan amilopektin dan lain-lain Muchtadi, 1989. Pada Tabel 5 dapat dilihat studi perbandingan yang merupakan studi literatur dari berbagai hasil penelitian.

F. APLIKASI PADA PEMBUATAN ROTI

Pada dasarnya teknik pembuatan roti terdiri dari beberapa tahap yaitu penimbangan bahan, pengadukan pencampuran, fermentasi, pembentukan, dan pemanggangan. Pembentukan terdiri dari pembagian dividing, pembulatan rounding, istirahat intermediate proofing, pemipihan pressing, pengisian filler, pembentukan adonan, pengisian adonan dalam loyang panning, dan fermentasi akhir final proofing sebelum adonan dipanggang dan dikemas Mirnalia, 2003. Dalam pembuatan roti penggunaan dan penambahan air harus diperhatikan. Kualitas air yang digunakan mempunyai pengaruh-pengaruh yang cukup besar terhadap produk roti. Jumlah dan jenis mineral yang terlarut serta zat-zat organik yang terdapat di dalam air dapat mempengaruhi flavor cita rasa, warna, dan sifat-sifat fisik produk roti Matz, 1972. Tabel 5. Perbandingan Karakteristik Beberapa Jenis Tepung Karakteristik Tapioka Beras Jagung Gandum Ubi jalar Bentuk granula pati Bulat terpotong a Polygonal a Bulat, polygonal a Oval, bulat a Bulat, Polygonal b Ukuran granula pati 3-23 a 3-8 a 5-15 a 2-35 a 5-40 b Komposisi Kimia - air - abu - protein - lemak - karbohidrat 11.47 0.06 0.76 0.19 87.53 a 12.0 0.15 7.0 0.5 80.0 a 10.0 1.4 10.3 4.8 73.5 a 12.0 0.11 8.9 1.3 77.3 a 3.74 2.31 1.92 1.20 90.83 e Amilosa 17 c 16-17 c 20-28 c 22 c 20 d SAG VM V95 C VD 65.35 835 440 650 a 66 240 240 555 a 62 470 470 830 a 65 65 60 300 a 60-80 480 300 b a Febriyanti,1990 b Moorthy, 2000 c Glicksman,1969 d Swinkels, 1985 e Djuanda, 2003 Menurut Sultan 1981, intermediate proofing sebaiknya dilakukan pada suhu 80 F 26.7 C dengan kelembaban 75. Kelembaban ini penting untuk mencegah terbentuknya kulit roti yang tebal heavy crustation formation. Dalam hal ini proofing room sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan ragi. Pada proses pemanggangan suhu dan waktu pemanggangan yang terkendali sangat penting untuk menghasilkan warna dan kematangan yang sempurna. Suhu pemanggangan yang terlalu tinggi menyebabkan kulit akan berwarna gelap dan volume roti kurang, roti dapat menjadi cepat hangus sementara bagian dalamnya belum cukup matang dan masih basah. Sebaliknya jika terlalu rendah maka waktu pemanggangan menjadi lama, kulit akan keras, menebal, pucat, dan roti akan kering serta pengembangan berkurang.

III. METODOLOGI PENELITIAN