Interaksi Antar Narapidana FAKTOR-FAKTOR TERBENTUKNYA PRISONISASI

pemasyarakatan. Hal ini merupakan gambaran umum kehidupan masyarakat narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan.

B. Interaksi Antar Narapidana

Salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya prisonisasi, yakni adanya interaksi antar narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Sebagaimana diketahui bahwa lembaga pemasyarakatan merupakan tempat berkumpulnya para narapidana yang satu sama lain saling berinteraksi dan akhirnya membentuk sub kebudayaan tertentu. Kebudayaan ini lama kelamaan mempengaruhi kehidupan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan, dan secara terus menerus diwariskan kepada narapidana yang baru masuk. Hal ini akan berpengaruh terhadap tata cara kehidupan, kebiasaan, dan moral narapidana, karena bagaimanapun besar kecilnya pengaruh tersebut akan tetap melekat dalam diri narapidana. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupannya manusia cenderung untuk hidup bersama-sama dengan manusia lain. Di dalam kehidupannya manusia membentuk kelompok-kelompok tertentu, yang didasarkan atas kesamaan ras, agama, suku bangsa, daerah, kepentingan yang sama, dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusia ingin hidup bermasyarakat dan membuat aturan-aturan di dalam kelompoknya agar setiap anggota kelompok dapat memahami aturan-aturan tersebut. Oleh karena itu setiap individu harus mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, dengan tatacara atau kebiasaaan-kebiasaan yang berlaku di dalamnya. Kemampuannya untuk Universitas Sumatera Utara menempatkan diri sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat, akan menumbuhkan rasa aman dan percaya diri. Demikian juga halnya dengan narapidana yang menginginkan rasa aman selama berada di dalam lembaga pemasyarakatan, sehingga ia harus mengikuti kebiasaan dan kultur umum yang ada di dalam lembaga. Seseorang narapidana dengan kasus pencurian tidak hanya dipandang bahwa ia telah melanggar hukum, tetapi juga harus dilihat mengapa narapidana itu mengambil keputusan untuk mencuri. Apakah ia tinggal di lingkungan yang masyarakatnya pencuri, perampok, penjudi, atau karena ekonomi keluarganya yang tidak maupun menopang kehidupan keluarga, atau karena memiliki kebiasaan untuk mencuri, pengaruh atau diajak teman, dan lain sebagainya. Sebab mengambil keputusan untuk mencuri itu bukanlah hal yang mudah, karena dipengaruhi oleh berbagai unsur sosial, budaya, hukum, agama, pendidikan, dan lingkungan yang kita miliki. Sehubungan dengan itu pengaruh masyarakat sangat besar dalam kehidupan manusia, baik itu yang bersifat positif maupun negatif. Demikian juga dengan kehidupan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. Masyarakat narapidana merupakan sekelompok masyarakat kecil yang tinggal di dalam lembaga yang bertembok tinggi dan terbatas kebebasannya. Di dalamnya terdapat tata cara kehidupan yang khusus berlaku bagi narapidana. Tata cara kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan berpengaruh terhadap narapidana melalui proses belajar dalam berinteraksi antar sesama narapidana. Besar kecilnya pengaruh tata Universitas Sumatera Utara cara kehidupan, moral serta kebiasaan yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana, ditentukan oleh kontak yang berlangsung antar narapidana. Melalui kontak inilah narapidana mempelajari budaya atau tradisi yang terdapat di dalam lembaga pemasyarakatan. Proses penyerapan budaya ini berlangsung setiap hari melalui interaksi antar narapidana. Hal inilah yang menimbulkan prisonisasi di dalam lembaga pemasyarakatan, Sehubungan dengan itu interaksi yang berlangsung antara sesama narapidana juga dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap narapidana, karena melalui interaksi tersebut narapidana mempelajari tata cara kehidupan yang tidak baik atau hal-hal yang lebih buruk dari pada sebelum ia masuk lembaga pemasyarakatan, misalnya saja seseorang narapidana yang masuk ke lembaga pemasyarakatan karena mencuri ayam, maka di dalam lembaga pemasyarakatan ia mempelajari dari sesama narapidana lainnya bagaimana cara mencuri mobil, sepeda motor atau membuat sabu-sabu, dan lain sebagainya. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi narapidana untuk mengulangi perbuatan pidana setelah ia keluar dari lembaga pemasyarakatan, karena ia telah mendapat pengetahuan dan berbagai informasi tentang kejahatan. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara seorang individu dengan individu lainnya di dalam suatu kelompok atau masyarakat. 65 Dengan kata lain interaksi sosial sebagai suatu 65 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, 1990, hal. 67. Universitas Sumatera Utara proses pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama, sehingga tanpa adanya interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. Dalam berlangsungnya interaksi sosial, harus didukung oleh adanya kontak sosial dan komunikasi. Melalui kontak dan komunikasi akan diketahui perasaan seseorang atau kelompok, dan selanjutnya dapat dijadikan bahan untuk menentukan sikap dan reaksi apa yang akan dilakukan. Dengan demikian berlangsungnya proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, indentifikasi dan simpati. 66 Faktor-faktor tersebut cukup relevan untuk membahas dan mempelajari masyarakat narapidana, mengingat bahwa dalam masyarakat narapidana banyak terdapat perbedaan antara lain, suku, agama, kehidupan ekonomi, dan pendidikan, sehingga menimbulkan perbedaan latar belakang dilakukannya tindak pidana dan jenis tindak pidana. Istilah prisonisasi yang digunakan oleh Clemmer menunjuk pada serangkaian interaksi sosial dalam memahami dan menyerap pola perilaku, yang merupakan cara-cara bertindak atau berkelakuan yang diikuti semua anggota. Tinggi rendahnya penyerapan norma-norma tersebut akan sangat berpengaruh kepada narapidana. Faktor imitasi mempunyai peranan yang cukup penting dalam proses interaksi. Faktor ini akan menjadi positif jika dapat mendorong seseorang untuk 66 Ibid, hal. 69. Universitas Sumatera Utara berbuat sesuai dengan norma-norma yang baik, dan dapat pula menjadi negatif jika yang ditiru adalah tindakan yang menyimpang. Dalam hal ini penyerapan norma-norma masyarakat narapidana selain melalui proses belajar learning process, dapat pula dilakukan dengan proses imitasi atau peniruan. Faktor sugesti berlangsung jika seseorang yang memberikan pandangan adalah orang yang cukup berwibawa dan berpengaruh ataupun yang berasal dari kelompok terbesar yang selanjutnya diterima oleh pihak lain. Dalam hal ini di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tanjung Gusta Medan terdapat dua kelompok terbesar yakni kelompok Aceh dan Batak Karo, kedua kelompok yang berdasarkan suku ini mendominasi kelompok lain di dalam lembaga pemasyarakatan sehingga pengaruhnya cukup besar terhadap masyarakat narapidana. Faktor identifikasi sebenarnya merupakan keinginan seseorang untuk dipersamakan dengan orang lain, sehingga identifikasi sifatnya lebih mendalam dari imitasi. Proses identifikasi yang berlangsung dalam suatu keadaan dimana seseorang mengenal benar pihak lain, sehingga pandangan, sikap maupun kaidah- kaidah yang berlaku pada pihak lain dapat melembaga bahkan dijiwai. Faktor simpati merupakan proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Dorongan utama pada proses ini adalah keinginan untuk memahami dan bekerja sama. Untuk memahami proses prisonisasi di dalam lembaga pemasyarakatan, maka langkah yang harus ditempuh adalah mengetahui apakah kontak sosial dan komunikasi antar narapidana dapat berlangsung dalam suatu Universitas Sumatera Utara kesempatan. Dalam lingkup yang kecil, kontak sosial berlangsung diantara sesama narapidana dalam blok-blok yang telah ditentukan yang terdiri dari para narapidana dengan tindak pidana dan jenis hukuman yang berbeda, kecuali bagi mereka diisolasi. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, kontak sosial dan komunikasi terjadi pada saat mereka menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing, dan pada saat mereka melakukan pembinaan keterampilan serta pada saat menerima kunjungan dari pihak keluarga maupun teman sejawat. Adapun topik pembicaraan di antara sesama narapidana pada saat melakukan kontak sosial dan berkomunikasi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3. Pendapat Narapidana Mengenai Hal-hal Yang Sering Dibicarakan Sesama Narapidana No. Topik Bahan Pembicaraan Jumlah Persentase 1. Tentang pengalaman hidup 11 44 2. Rencana masa depan setelah bebas 6 24 3. Lain-lain 8 32 Jumlah 25 100 Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan, Desember 2009. Dari tabel di atas menunjukkan 11 sebelas orang narapidana membicarakan tentang pengalaman hidup, dan 6 enam orang narapidana membicarakan rencana masa depan, sedangkan 8 delapan orang narapidana membicarakan hal-hal lain. Dari pembicaraan antar narapidana ini terjadi proses Universitas Sumatera Utara belajar sesama narapidana menyangkut kehidupan narapidana sebelum masuk ke lembaga pemasyarakatan. Masyarakat narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan sangat hetorogen, dan memiliki berbagai macam sub kebudayaan yang mencerminkan kehidupan masyarakat ditiap daerah. Proses penyerapan sub kultur kebudayaan yang dilakukan melalui proses belajar, menyebabkan timbulnya pengelompokan narapidana. Bagi narapidana memilih untuk menjadi anggota dari salah satu kelompok merupakan pilihan untuk mencari keamanan bagi dirinya, sebab bagaimanapun setiap narapidana baru yang masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan harus dapat menyesuaikan dirinya dengan kehidupan di dalam lembaga. Sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang narapidana, bahwa faktor keamanan yang membuatnya harus memilih menjadi anggota salah satu kelompok. 67 Pengelompokan dan pengklasifikasian narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan tergantung dari kemampuan dan keterlibatan mereka di dalam kehidupan sehari-hari, seperti kelompok Aceh dan Batak Karo merupakan kelompok yang dominan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan, sedangkan kelompok-kelompok lainnya didasarkan atas jenis kejahatan atau lamanya hukuman, serta berasal dari daerah yang sama. Interaksi sosial dapat berlangsung secara lebih intim antara narapidana yang berasal dari suku atau daerah yang sama, walaupun mereka menempati blok yang berbeda. Adanya kelompok-kelompok dalam kehidupan narapidana di 67 Wawancara dengan salah seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan. Universitas Sumatera Utara dalam lembaga pemasyarakatan merupakan wadah bagi narapidana untuk mengidentifikasikan dirinya ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian berlangsunglah proses identifikasi sesama narapidana sehingga dapat mempengaruhi seseorang narapidana yang dalam hal ini perasaan simpati akan lebih menonjol. Suatu hal yang menunjukkan segi positif di dalam masyarakat narapidana, yaitu tidak adanya kelompok-kelompok yang didasarkan pada perbedaan agama. Meskipun pada kenyataannya seluruh narapidana menganut agama berbeda, namun hal tersebut tidak dijadikan alasan ataupun sebagai upaya memancing keributan diantara sesama narapidana. Kontak sosial yang berlangsung sesama anggota kelompok sangat tertutup, sehingga terbentuk kelompok sentimen dan membangun serta membentuk kekompakan sosial yang disertai dengan sikap loyalitas terhadap kelompoknya. Kelompok lain dianggap sebagai outgroup yang dapat membahayakan solidaritas kelompoknya, sehingga timbul sikap curiga antar anggota kelompok yang selalu muncul kepermukaan, yang diakhiri dengan perkelahian antar sesama narapidana. Dengan demikian sikap kriminalitas dan anti sosial semakin mendalam di dalam diri narapidana sehingga menghambat proses pemasyarakatan narapidana.

C. Kurangnya Kunjungan Keluarga