Konsepsi Kerangka Teori dan Konsepsional

pemasyarakatan seperti kelompok Aceh, Batak, Palembang dan Ambon. Kelompok tersebut memiliki ciri-ciri antara lain : 1. In group loyalty and solidarity, yakni pengelompokan di dalam lembaga pemasyarakatan sehingga menimbulkan rasa solider di antara anggotanya. 2. Aggressive exploitative relations to out group, yakni Tindakan kekerasan yang sering dipicu antar kelompok, biasanya disebabkan permasalahan sepele yang menjalar kepada ras dan antar golongan. Dengan prisonisasi maka interaksi antar sesama narapidana mengarah kepada tata cara kehidupan yang tidak baik, sehingga akan berpengaruh terhadap proses pemasyarakatan narapidana, karena dalam proses pemasyarakatan narapidana dibina untuk dapat hidup mandiri sehingga menjadi warga yang baik dan berguna di masyarakat.

2. Konsepsi

Dari uraian kerangka teori diatas, penulis akan menjelaskan beberapa konsep dasar yang digunakan dalam tesis ini, antara lain : a. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat pada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. b. Pidana penjara merupakan pidana berupa perampasan kebebasan seseorang untuk bergerak. 51 c. Prisonisasi adalah proses sosialisasi ke dalam kultur penjara. 52 51 Lamintang, PAF, Hukum Penintentier Indonesia Bandung : Armico, 1988, hal. 69. Universitas Sumatera Utara d. Sistem Pemasyarakatan adalah: suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab. 53 Masyarakat sebagai kata dasar dari pemasyarakatan, ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” mempunyai makna tempat dan jenis kata benda sehingga pemasyarakatan dapat diartikan sebagai tempat untuk mewujudkan sesuatu dalam masyarakat. 54 Dengan demikian, pemasyarakatan adalah usaha untuk mengembalikan seseorang narapidana kepada kehidupan bermasyarakat seperti sebelum ia melakukan tindak pidana dan dijatuhi hukuman. 55 Masyarakat narapidana adalah sekumpulan orang atau suatu bentuk masyarakat bersama yang terdiri dari orang-orang yang sedang menjalani masa pidana di suatu tempat tertentu yaitu di lingkungan lembaga pemasyarakatan. Dari pengertian tersebut istilah masyarakat narapidana mempunyai pengertian yang sempit dan luas. Dalam arti sempit masyarakat narapidana yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan, sedangkan dalam arti luas masyarakat 52 Hugo F. Reading, Dictionary of Social Sciences, terjemahan Sahat Simamora Jakarta: CV. Rajawali, 1986, hal. 319. 53 Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 54 JCT. Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hal. 134. 55 J.S. Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku, Seri ke-2, Bandung : Pustaka Prima, 1980, hal. 79. Universitas Sumatera Utara narapidana mencakup tentang pola kehidupan masyarakat narapidana di dalamnya dan fungsi dari lembaga pemasyarakatan itu sendiri. Masyarakat narapidana merupakan masyarakat yang tertutup sebagai akibat penerapan pidana hilangnya kemerdekaan. Dalam hal ini maka pola hidup yang kompetitif sangat menonjol sehingga dapat diketahui pola kehidupan seseorang di dalam pergaulan sehari-hari. Masyarakat narapidana dibentuk melalui proses interaksi sosial antara sesama narapidana sehingga dari bentuk tersebut dapat menimbulkan rasa simpati dan antipati terhadap seseorang maupun kelompok yang terwujud dalam bentuk konflik antar narapidana. Istilah lain yang dapat digunakan untuk masyarakat narapidana adalah masyarakat penjara inmate society. Walaupun secara substansial tidak terdapat perbedaan pidana penjara dengan pidana pemasyarakatan, namun pengaruhnya cukup penting karena dengan pemasyarakatan lebih memberikan kesan manusiawi terhadap narapidana itu sendiri dengan memberikan pembinaan terhadap narapidana agar dapat kembali ke masyarakat. Gresham Sykes dan Sheldon L. Messinger dalam tulisannya Inmate Social System, mengemukakan adanya sistem nilai yang berbentuk aturan-aturan. Sistem nilai ini digunakan sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut dapat dikenakan sanksi 56 Selanjutnya Sykes mengemukakan sistem nilai yang berbentuk aturan-aturan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : 56 Gresham Sykes dan Sheldon L. Messinger, dalam S. Leon., Op. Cit. hal. 185-186. Universitas Sumatera Utara a. Tumbuhkan rasa kesetiaan dan solidaritas sesama narapidana, dan jangan mencampuri urusan narapidana lain. b. Hindari perselisihan di antara sesama narapidana. c. Jangan mengeksploitir sesama narapidana. d. Narapidana dituntut untuk menjadi orang yang baik, tidak lemah dan dapat mengatasi segala permasalahannya. e. Narapidana dituntut untuk tidak bodoh dan harus selalu waspada terhadap petugas. 57 Aturan-aturan di atas dapat dikatakan berlaku secara umum karena didasarkan atas adanya kesamaan penderitaan yang dialami oleh narapidana, berupa hilangnya kemerdekaan, hilangnya kesempatan, untuk menyalurkan kebutuhan biologis, perampasan harta benda, dan hilangnya rasa aman. Proses sosialisasi antar narapidana digambarkan sebagai suatu proses akulturasi dan asimilasi yang dijalani oleh narapidana sekaligus berkenalan dengan dunia penjara terutama bagi narapidana baru, sebagaimana yang dikemukakan oleh Clemmer: … the new inmate must undergo a socialization process. He must leran at least some of the rules of the inmate community and he may also come to aquire many of the beliefs, attitudes, and values of that community. 58 bagi seorang narapidana baru ia harus menjalani proses sosialisasi, ia harus mempelajari beberapa ketentuan yang berlaku bagi masyarakat narapidana, dan ia harus siap menerima dan menata kehidupan, sikap dan nilai-nilai di dalam masyarakat penjara. Dari uraian di atas maka narapidana yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan merupakan suatu community ditinjau dari sudut sosiologi karena 57 Ibid. 58 Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: Armico, 1983, hal. 53. Universitas Sumatera Utara di dalamnya terdapat proses asimilasi dan akulturasi. Dalam tulisannya Clemmer menjelaskan: The manner and way in which the prison culture is absorbed by some of its people can be though of as a process of prisonization. Prisonization is here regarded as similar to the sociological concept of assimilation. When a person of group of ingress penetrates and fuses with another group, assimilation my be said to have taken place. Assimilation implies that a process of acculteration occurs in one group whose members were originally quite different from those of the group with whom they mix. It implies that the assimilated come to share the sentiments, memories, and tradition of the static group. It is evident, of course, that men who come to prison are not greatly different from the ones already there, so far as broad cultural differences in mores, custom, folkways, and group behavior pattern. As these are encountered, and when absorbed, some aspects of acculturation or prisonazation are accuring. 59 Sikap dan cara yang membentuk budaya narapidana diserap dari masyarakatnya sendiri yang biasanya disebut prisonisasi. Pengertian prisonisasi di sini menyerupai konsep assimilasi dalam sosiologi. Ketika seseorang atau kelompok orang berhubungan secara intim dan mendalam dengan kelompok lain, maka tak dapat dihindari terjadi assimilasi. Assimilasi terjadi dari proses akulturasi, dimana satu kelompok yang anggota-anggotanya sangat berbeda dengan anggota kelompok yang bergabung dengan mereka. Hal ini mengakibatkan assimilasi menjadi suatu pembagian sentimen, dan tradisi kelompok yang kuat. Ini membuktikan bahwa seseorang yang masuk ketahanan tidak berbeda jauh dengan orang-orang yang berada di sana sebelumnya. Apakah itu perbedaan kultur dan moral, cara hidup atau pola tingkah lakunya. Inilah yang berlangsung dan diserap dalam akulturasi yang mirip dengan prisonisasi. Berdasarkan pendapat Clemmer di atas, menurut penulis bahwa seseorang narapidana dapat terkontaminasi oleh pengaruh budaya yang terdapat di dalam lembaga pemasyarakatan, dalam hal ini lamanya pidana yang dijalani oleh narapidana dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian narapidana sehingga perilaku narapidana tidak lebih baik dari sebelum ia menjadi narapidana. 59 Donald Clemmer, Imprisonment as a Source of Criminality, dalam Ac. Sanusia Has, Dasar- dasar Penologi, Medan: Monora, 1977, hal. 62-63. Universitas Sumatera Utara Lamanya pidana yang dijalani oleh narapidana dapat memberikan pengaruh negatif terhadap narapidana, antara lain: a. Rendahnya tingkat partisipasi sosial, karena narapidana merasa bahwa dirinya telah diasingkan dari masyarakat, dan munculnya kecenderungan untuk menutup diri. b. Berkembangnya praktek-praktek homoseksual. c. Para narapidana menjadi cepat marah, curiga, dan dendam. Proses penyerapan nilai, tata cara kehidupan, moral, kebiasaan, dan kultur yang terdapat di dalam lembaga pemasyarakatan dapat dipelajari oleh narapidana melalui proses interaksi antar sesama narapidana sehingga berpengaruh terhadap prilaku narapidana, dan dapat menghambat proses pembinaan narapidana.

G. Metode Penelitian