Lembaga Pemasyarakatan Terbuka UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK

berkembangnya prisonisasi di lembaga pemasyarakatan. Untuk itu para petugas pemasyarakatan dapat mengantisipasinya dengan memindahkan narapidana ke lembaga-lembaga pemasyarakatan lain, ataupun ke lembaga pemasyarakatan terbuka jika sudah memenuhi persyaratan. Dengan memindahkan narapidana ke lembaga pemasyarakatan lain, diharapkan dapat mengatasi terjadinya prisonisasi.

B. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka

Bentuk lain yang dapat diterapkan untuk mengatasi prisonisasi adalah adanya lembaga pemasyarakatan terbuka. Dalam hal ini khusus bagi narapidana yang menjalani pidana jangka pendek atau pidana singkat di bawah satu tahun, tidak harus masuk lembaga pemasyarakatan tetapi harus dikerjakan di lembaga pemasyarakatan terbuka hingga selesai masa pidananya, dengan demikian lembaga pemasyarakatan tidak mengalami kelebihan daya tampung over kapasitas. Fungsi lembaga pemasyarakatan terbuka open prison tidak bisa dilepaskan dari tahap-tahap proses pemasyarakatan. Dalam hal ini, pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan menitik beratkan kepada upaya pemulihan kesatuan hubungan hidup dan kehidupan antara narapidana dengan masyarakat reintegrasi. Tujuannya agar narapidana dapat menjadi warga Negara yang berguna dan tidak melanggar hukum serta menjadi produktif dengan cara bekerja setelah berada di masyarakat. Universitas Sumatera Utara Untuk mewujudkan hal itu diperlukan adanya lembaga pemasyarakatan terbuka, mengingat lembaga pemasyarakatan yang ada sekarang ini dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain terjadinya over kapasitas, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. Oleh karena itu lembaga pemasyarakatan terbuka diharapkan dapat mengurangi beban lembaga pemasyarakatan dan menjadikan narapidana aktif dan produktif di masyarakat. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem pembinaan dengan pengawasan minimum Minimum Security yang penghuninya telah memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat yang telah yang telah ditentukan diantaranya telah menjalani setengah dari masa pidananya. Sistem pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan mencerminkan situasi dan kondisi yang ada pada masyarakat sekitar, hal ini dimaksudkan dalam rangka menciptakan kesiapan narapidana kembali ke tengah-tengah masyarakat integrasi. Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat maka Lembaga Pemasyarakatan Terbuka seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 103 1. Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah pelarian seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dan pengamanan yang maksimal. 2. Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas tertib diri dan atas rasa tanggung jawab narapidana terhadap kelompoknya. 3. Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka. 103 http:www.ditjenpas.go.id. Universitas Sumatera Utara Untuk mencapai tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, pembentukan Lembaga Pemasyarakatan terbuka mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut : 1. Memulihkan kesatuan hubungan hidup dan penghidupan narapidana di tengah-tengah masyarakat. 2. Memberi kesempatan bagi narapidana untuk menjalankan fungsi sosialnya secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dengan demikian maka narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku di dalam masyarakat. 3 Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan narapidana itu sendiri, dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan. 104 Sebagaimana disebutkan bahwa untuk menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan terbuka haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu, sehingga tidak semua narapidana dapat masuk ke lembaga pemasyarakatan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat petugas yang mengatakan bahwa narapidana yang telah memenuhi syarat yang dapat menjadi penghuni di lembaga pemasyarakatan terbuka. Untuk itu dapat dilihat pada tabel berikut: 104 Ibid. Universitas Sumatera Utara Tabel 15. Syarat-syarat bagi Narapidana Untuk Menjadi Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Terbuka No. Syarat-Syarat Menjadi Penghuni LP Terbuka Jumlah Persentase 1. Narapidana yang memiliki kriteria tertentu dan telah terseleksi 3 30 2. Narapidana yang telah menjalani 23 masa pidananya 2 20 3. Narapidana yang telah terseleksi dan menjalani 23 masa pidana 5 50 Jumlah 10 100 Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan, Desember 2009. Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 lima orang petugas mengatakan syaratnya minimal telah menjalani 23 masa pidana dan narapidana yang telah terseleksi; sedangkan 3 tiga orang petugas mengatakan syaratnya narapidana memiliki kriteria tertentu dan telah diseleksi, serta 2 dua orang petugas mengatakan narapidana yang telah menjalani 23 masa pidananya. Berdasarkan keterangan tabel di atas, bahwa yang menjadi syarat bagi narapidana untuk menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan terbuka adalah narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidananya dan telah diseleksi tingkah lakunya selama berada di dalam lembaga pemasyarakatan, seperti narapidana selama ini berperilaku baik, sopan, dan tekun menjalani berbagai kegiatan pembinaan. Universitas Sumatera Utara Dengan adanya Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berpengaruh terhadap narapidana dalam proses pemasyarakatan, yakni narapidana menjadi tidak terasing dari masyarakat dan masyarakat dapat mengontrol jalannya pidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Adapun fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah : 1. Sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup dan penghidupan antara narapidana dengan masyarakat, dengan memberikan kesempatan kepada narapidana untuk berperan di tengah-tengah masyarakat. 2. Memulihkan kembali harkat dan martabat serta kepercayaan diri narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat. 3. Menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari penempatan narapidana yang terlalu lama di dalam lembaga pemasyarakatan. Sehubungan dengan fungsi ketiga dalam sistem pemasyarakatan kemungkinan terjadinya prisonisasi sangat besar, mengingat penempatan narapidana dengan berbagai jenis latar belakang kejahatan dalam satu lembaga pemasyarakatan sangat berpotensi terjadinya penularan kejahatan. Tembok dan terali besi tidak hanya mencegah narapidana untuk melarikan diri, namun juga memisahkan mereka dari kehidupan masyarakat, padahal dari semua narapidana yang masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan tidak seluruhnya terdiri orang- orang yang memiliki sifat anti sosial, bisa jadi seseorang dipidana hanya karena kealpaan atau ketidak tahuannya tentang masalah-masalah hukum atau bahkan Universitas Sumatera Utara karena korban ketidakadilan fitnah. Terhadap orang-orang seperti inilah yang perlu diselamatkan dari pengaruh prisonisasi di lembaga pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka menjadi pilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh prisonisasi. Selain itu Lembaga Pemasyarakatan Terbuka juga berfungsi untuk memperbaiki narapidana, terutama yang telah menunjukkan perkembangan yang positif dalam pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Sehubungan dengan fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka maka Adisuyatno mengemukakan bahwa lembaga pemasyarakatan terbuka berfungsi sebagai 1 lembaga pendidikan yang mendidik manusia narapidana dalam rangka terciptanya kualitas manusia; 2 lembaga pembangunan yang mengikut sertakan manusia narapidana menjadi manusia pembangunan yang produktif; 3 mengurangi prisonisasi dan stigmatisasi. 105 Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka di Indonesia seharusnya menjadi model dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana dalam sistem pemasyarakatan, mengingat keberadaan lembaga pemasyarakatan terbuka sangat strategis dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan. Namun kenyataannya penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sampai saat ini belum optimal. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka yang ada di Indonesia seperti Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta mempunyai kapasitas 50 orang, sejak 105 Adi Suyatno, Op. Cit., hal. 5. Universitas Sumatera Utara diresmikan pada bulan April dan Mei 2005 oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Dr. Hamid Awaluddin berisi 50 orang, namun saat ini rata-rata penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta hanya berkisar 30 orang. Tidak jauh berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kendal yang memiliki kapasitas 100 orang, rata-rata hunian perbulan hanya 12 orang. Sedangkan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Pasaman hanya berisi 9 orang dan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Mataram hanya dihuni 5 orang narapidana saja. 106 Hal ini sangat ironis, karena disatu sisi beberapa Lembaga Pemasyarakatan mengalami permasalahan over kapasitas, namun di sisi lain penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka terkesan begitu sulit untuk dilaksanakan, padahal pelaksanaan assimilasi bagi narapidana sudah ditetapkan sebagai tokok ukur keberhasilan sebuah Lembaga Pemasyarakatan. Namun demikian ada beberapa permasalahan terkait dengan penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka yang selama ini penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka adalah narapidana yang sudah diusulkan pembebasan bersyarat cuti menjelang bebas, sehingga keberadaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka hanya sekedar menunggu Pembebasan BersyaratCuti Menjelang Bebas-nya turun. Dengan demikian waktu yang tinggal bagi narapidana paling lama 3 sampai 5 bulan sehingga sulit dibuatkan program pembinaan bagi narapidana yang bersangkutan. Jika kita 106 http:www.ditjenpas.go.id Universitas Sumatera Utara kembali kepada fungsi Lembaga Pemasyarakatan Terbuka, seharusnya ketika narapidana mencapai setengah masa pidana, penempatannya langsung di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sehingga proses pengusulan Pembebasan Bersyarat cukup dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sehingga Lembaga Pemasyarakatan Terbuka memiliki kesempatan untuk merancang program pembinaan yang efektif bagi narapidana yang bersangkutan. Program pembinaan seperti pendidikan, pelatihan, konseling, dan hubungan yang didasarkan kepada masyarakat sehingga narapidana diberi kesempatan untuk menjalankan perannya sebagai anggota keluarga, warga masyarakat, pekerja, dan lain-lain. Di samping itu diberikan pengawasan yang minimal agar narapidana dapat menumbuhkan dan mengembangkan potensi dirinya. Selanjutnya belum ada persepsi yang sama dari para petugas pemasyarakatan terhadap program asimilasi. Adanya tarik menarik kepentingan menjadi salah satu kendala penempatan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Surat jaminan juga menjadi masalah yang cukup banyak terdapat di Lembaga Pemasyarakatan, dengan dalih narapidana dianggap orang hilang sehingga untuk memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan asimilasi tidak terpenuhi. Sarana dan prasarana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan pembinaan yang diperlukan dalam rangka Universitas Sumatera Utara persiapan ke arah reintegrasi sosial, seperti Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta masih kekurangan lahan yang memadai, bengkel-bengkel kerja serta sarana penunjang lainnya yang memungkinkan narapidana mempunyai kesempatan untuk menyalurkan minat dan bakat yang dimilikinya. Pembangunan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka seharusnya berada di tengah-tengah masyarakat sehingga terjadi interaksi yang positif antara narapidana dengan anggota masyarakat sehingga cap jahatstigma terhadap narapidana yang menjadi penghalang dalam upaya penyatuan kembali narapidana dengan masyarakat dapat dihilangkan. Melihat fungsi lembaga pemasyarakatan terbuka ini begitu luas, maka lembaga ini menjadi perhatian utama. Di samping memberikan keterampilan dan pengetahuan yang cukup bagi narapidana, hasilnya pun dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari narapidana. Dengan demikian, hal utama yang menjadi output lembaga pemasyarakatan terbuka, di samping reintegrasi, juga meninggalkan bentuk-bentuk kekejaman, kekerasan dan penindasan terhadap narapidana, dan juga dapat mencegah perkelahian sesama narapidana, pemerasan sesama narapidana serta mencegah hubungan seksual sesama jenis. Di samping itu dapat mendekatkan narapidana kepada alam, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta mendekatkan narapidana pada kenyataan hidup yang sesungguhnya. Lembaga pemasyarakatan terbuka merupakan wujud dari sepuluh prinsip- prinsip pemasyarakatan. Sehubungan dengan itu akan dilihat bagaimana Universitas Sumatera Utara pandangan petugas terhadap lembaga pemasyarakatan terbuka apabila lembaga ini dikembangkan. Untuk itu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 16. Pandangan Petugas terhadap perlunya dikembangkan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka No. Perlu Tidak Jumlah Persentase 1. Perlu, untuk menampung narapidana 8 80 2. Tidak perlu 2 20 Jumlah 10 100 Sumber : Data Primer, penelitian lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan, Desember 2009. Tabel diatas menunjukkan bahwa 8 delapan orang petugas mengatakan perlu Lembaga Pemasyarakatan Terbuka di Indonesia khususnya di Sumatra Utara untuk menampung narapidana, dan 2 dua orang petugas mengatakan tidak perlu dikembangkan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka karena memerlukan dana yang besar. Sebagai suatu Lembaga Pemasyarakatan Terbuka, maka di dalamnya terdapat berbagai kegiatan, baik itu pertanian, peternakan serta bengkel kerja. Untuk itu dibutuhkan areal yang cukup luas, dan dilengkapi dengan lahan perkebunan dan peternakan, agar narapidana dapat mengembangkan diri, serta dapat membina hubungan yang lebih baik antar sesama narapidana. Dengan adanya lembaga pemasyarakatan terbuka, berarti memberikan kesempatan bagi narapidana untuk introspeksi diri dan meningkatkan rasa percaya diri, serta terhindarnya narapidana dari prisonisasi. Universitas Sumatera Utara

C. Individualisasi Pemidanaan