Pemindahan Narapidana ke Lembaga Pemasyarakatan Lain

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK

MENGATASI PRISONISASI

A. Pemindahan Narapidana ke Lembaga Pemasyarakatan Lain

Sistem Pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan narapidana menjadi warga yang baik. Juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh narapidana. Hal ini juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sehubungan dengan tujuan tersebut maka lembaga pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sejalan dengan peran lembaga pemasyarakatan tersebut, maka petugas pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pengamanan dan pembinaan, dalam Undang-Undang Pemasyarakatan ditetapkan sebagai pejabat fungsional penegak hukum. Meskipun sistem pemasyarakatan selama ini telah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, namun tetap saja menimbulkan berbagai persoalan di dalam lembaga pemasyarakatan, seperti kericuhan, perkelahian antara sesama narapidana, dan lain-lain. Perasaan sentimen antar kelompok-kelompok pidana, yang terbentuk melalui interaksi sosial dapat memicu terjadinya keributan di dalam lembaga pemasyarakatan. Hal lain yang menyebabkan terjadinya keributan Universitas Sumatera Utara adalah kurangnya alat-alat kelengkapan yang dibutuhkan oleh narapidana di dalam lembaga seperti kamar, kasur, alat-alat yang berhubungan dengan pembinaan narapidana dan lain-lain. Hal-hal inilah yang memicu timbulnya pertengkaran diantara narapidana yang menjurus kearah perkelahian. Sebagaimana dikutip dari Harian Kompas, bahwa di dalam penjara pindah blok tidak gratis, ada ongkos sewa yang nilainya bervariasi. Untuk blok elit, tiap narapidana harus membayar sekitar Rp. 5.000.000,- Lima juta rupiah. Uang itu baru untuk masuk blok. Sedangkan tiap minggu harus bayar sesuai kamar yang dipakai. Jika ditambah berbagai fasilitas, seperti televisi, pendingin ruangan dan kulkas, ongkos sewa perbulan pun bertambah. Biasanya untuk sewa 1 paket fasilitas TV, Kulkas dan AC, narapidana harus membayar Rp. 1.500,000,- Satu juga lima ratus ribu rupiah perbulan. Untuk kelas yang lebih rendah harga sewa juga lebih murah. Jika tidak membayar ia tetap di penampungan bersama ratusan orang. 97 Bagi narapidana yang mempunyai uang hal itu tidak menjadi masalah, namun bagi narapidana yang tidak mempunyai uang, maka ia harus bekerja di dalam lembaga pemasyarakatan. Dalam sistem pemasyarakatan pemberian pekerjaan bagi narapidana dipandang sebagai suatu hal yang positif dalam membina narapidana, karena dapat melatih narapidana untuk bekerja agar apabila nantinya keluar dari lembaga pemasyarakatan dapat menerapkan kepandaiannya, sehingga ia dapat hidup mandiri dan tidak lagi melakukan tindak pidana. Namun seringkali pekerjaan 97 Harian Kompas, 21 April 2007. Universitas Sumatera Utara yang diberikan kepada narapidana sama sekali tidak menarik atau tidak sesuai dengan minat narapidana, karena tenaga narapidana digunakan untuk hal-hal yang mempunyai nilai ekonomis. Pada dasarnya narapidana sebagai manusia mempunyai kemampuan yang harus dikembangkan untuk menghadapi segala tantangan, hambatan, maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan seorang narapidana untuk merubah jalan hidupnya terletak kepada kepercayaan diri, kemauan dan kemampuan untuk melakukan perubahan. Narapidana mempunyai kesempatan untuk memperbaiki sikap dan tingkah lakunya, untuk itu narapidana diberikan kesempatan menggunakan semua fasilitas yang ada untuk pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan. Pemanfaatan fasilitas tersebut dapat mendorong upaya perbaikan sikap narapidana dalam rangka membangkitkan rasa percaya diri dan resosialisasi. Menurut Sutherland, upaya peningkatan rasa percaya diri termasuk sarana penanggulangan kejahatan. 98 Setiap individu dalam hubungannya dengan pergaulan hidup yang beraneka ragam diwarnai oleh pilihan apakah individu menjadi baik atau sebaliknya, karena setiap individu dalam suatu proses belajar dipengaruhi oleh berbagai macam perilaku individu lainnya, sehingga seseorang individu akan menjadi baik atau jahat tergantung kepada individu yang bersangkutan, apakah ia menerima atau menolak perbuatan jahat tersebut. 98 http:www.glasgow.gov. uk. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini narapidana yang menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan berinteraksi satu sama lain melalui proses belajar antara narapidana dengan kasus pencurian, penipuan, dengan narapidana kasus pembunuhan, begitu juga halnya dengan narapidana yang dijatuhi pidana jangka pendek dengan narapidana yang dijatuhi pidana jangka panjang. Bergabungnya narapidana dalam satu blok mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran sikapprilaku antara sesama narapidana, sehingga terjadi proses pembelajaran dalam waktu yang lama akan dapat mempengaruhi sikap prilaku narapidana yang mengakibatkan terjadinya prisonisasi. Hal ini didukung oleh sarana dan prasarana atau fasilitas di lembaga pemasyarakatan yang kurang memadai, sehingga memberi peluang untuk berlangsungnya prisonisasi. Jika narapidana yang menjalani pidana penjara jangka pendek, atau narapidana dengan kasus narkoba tidak digabung dalam satu tempat, maka kemungkinan berlangsungnya prisonisasi dapat dihindari. Selama ini belum ada penambahan kapasitas lembaga pemasyarakatan, namun jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan semakin meningkat, sebagaimana telah dikemukakan bahwa jumlah narapidana 1668 orang, dan jumlah tahanan 37 orang. Sehubungan dengan meningkatnya kepadatan penghuni lembaga pemasyarakatan, maka dapat menimbulkan persoalan dalam hal pembinaan narapidana, karena jumlah petugas pemasyarakatan tidak sebanding dengan jumlah narapidana dan tahanan, seperti halnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan jumlah petugaspegawai 184 orang. Universitas Sumatera Utara Bahkan di beberapa lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan perbandingan petugas dengan jumlah narapidana sangat memprihatinkan. Jumlah pengeluaran untuk membina narapidana di lembaga pemasyarakatan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan. Kelebihan kapasitas ini tidak hanya terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan, tetapi juga di lembaga pemasyarakatan maupun rumah tahanan lainnya di Indonesia, seperti halnya di wilayah DKI terdapat kelebihan kapasitas hampir 59. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan yang seharusnya dihuni 4.068 narapidana dan tahanan, kini dihuni oleh 6.742 narapidana dan tahanan. 99 Sehubungan dengan itu, pengalaman narapidana selama dipenjara tentang cerita-cerita yang menyeramkan, maupun menakutkan akibat adanya cap sekolah kejahatan school of crime, menjadi bukti bahwa banyak hambatan yang dialami narapidana dalam menjalani pembinaan. Di samping itu juga, di dalam lembaga pemasyarakatan dijumpai kelompok-kelompok yang berdasarkan kesukuan atau kota dan klasifikasi lain. Terdapatnya kelompok-kelompok seperti ini sedikit banyaknya menimbulkan gesekan-gesekan ataupun menjadi alat penekan maupun pemeras antara satu dengan lainnya. Di samping itu, digabungnya narapidana residivis dengan yang bukan residivis di dalam satu blok menurut petugas hal itu dapat menjadi hambatan dalam proses pembinaan narapidana. Hal ini menurut petugas terpaksa dilakukan 99 Harian Kompas, 21 April 2007. Universitas Sumatera Utara mengingat jumlah narapidana telah melebihi kapasitas, sehingga tidak mungkin dipisahkan dalam satu blok tersendiri. 100 Pengaruh narapidana yang residivis sangat kuat terhadap narapidana yang bukan residivis, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa penjahat kelas kakap dapat mempengaruhi penjahat kelas pemula. Dengan demikian kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan dapat mendorong terjadinya prisonisasi dan menghambat proses pembinaan narapidana. Untuk mengatasi masalah prisonisasi ini sebaiknya narapidana dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan lain. Hal ini didukung oleh pendapat petugas yang menyatakan bahwa pemindahan narapidana ke lembaga pemasyarakatan lain merupakan salah satu upaya mengatasi prisonisasi. 101 Sehubungan dengan itu maka pemisahan narapidana berdasarkan jenis kejahatannya, maupun lamanya pidana yang dijatuhkan seharusnya menjadi perhatian pihak lembaga pemasyarakatan sehingga pembinaan narapidana disesuaikan dengan karakteristik narapidana tersebut. Di samping itu untuk mengatasi over kapasitas, ada beberapa langkah yang dilakukan diantaranya meningkatkan pembinaan mempermudah pemberian bebas bersyarat, dan cuti menjelang bebas 102 . Dengan meningkatkan pembinaan yang baik, diharapkan narapidana akan berbuat baik selama menjalani hukumannya, dan bagi narapidana yang berkelakuan baik akan mendapatkan remisi sesuai dengan 100 Wawancara dengan Petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan. 101 Ibid 102 Harian Sinar Indonesia Baru, 14 Januari 2010. Universitas Sumatera Utara peraturan yang berlaku, dan bagi para tamping akan mendapatkan tambahan 13 lagi dari remisi yang diperolehnya. Selanjutnya jika narapidana telah menjalani 13 dari masa hukumannya, maka akan diberikan pembebasan bersyarat. Dalam hal pembinaan narapidana juga ditemukan beberapa kendala seperti kurangnya sarana dan prasarana atau fasilitas dalam melakukan pembinaan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sarana dan prasarana kurang memadai, karena jumlah narapidana yang dibina tidak seimbang dengan prasarana yang tersedia di lembaga pemasyarakatan, sehingga menimbulkan keributan di kalangan narapidana di dalam lembaga. Pada umumnya keterbatasan sarana dan prasarana, atau pun keterbatasan peralatan kerja, serta terbatasnya petugas pembina yang profesional dibidangnya, menimbulkan perkelahian antar sesama narapidana atau antar kelompoknya karena merasa kepentingan kelompoknya terganggu. Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan narapidana untuk menjadi orang yang baik, sehingga sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana. Dengan demikian dapat membangkitkan rasa harga diri pada diri narapidana, dan dapat mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di dalam masyarakat, sehingga tercipta manusia yang berkepribadian luhur dan bermoral. Selama ini persaingan yang berlangsung di antara sesama narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan dipandang sebagai suatu hal yang wajar karena ditemui hampir di seluruh lembaga pemasyarakatan, dan hal ini yang memicu Universitas Sumatera Utara berkembangnya prisonisasi di lembaga pemasyarakatan. Untuk itu para petugas pemasyarakatan dapat mengantisipasinya dengan memindahkan narapidana ke lembaga-lembaga pemasyarakatan lain, ataupun ke lembaga pemasyarakatan terbuka jika sudah memenuhi persyaratan. Dengan memindahkan narapidana ke lembaga pemasyarakatan lain, diharapkan dapat mengatasi terjadinya prisonisasi.

B. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka