3.4 Metode Pemilihan Responden
Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah faktorpengguna
lahan stakeholders terdiri dari Pemerintah, swasta dan masyarakat yang mempengaruhi pengambilan kebijakan pemanfaatan ruang baik langsung maupun
tidak langsung. Pemilihan responden dalam AHP, diperoleh dengan melakukan kegiatan
wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan terhadap ± 10 sepuluh responden, terdiri dari pejabatstaf dari lembaga-lembaga pemerintah yang terkait
atau responden yang memiliki keahlian khusus pakar, responden yang terlibat langsung, atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti
permasalahan terkait dengan pemanfaatan ruang wilayah pesisir di Kecamatan Medan Belawan.
3.5 Metode Analisis
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan alat analisis, yaitu:
3.5.1 Metode Sistem Informasi Geografis SIG
Pemanfaatan ruang wilayah pesisir secara teknis dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip yang dikembangkan sedemikian rupa, sehingga pemanfaatan ruang
tersebut memiliki konteks yang jelas dalam wacana pembangunan berkelanjutan sustainable development. Prinsip prinsip pemanfaatan ruang suatu wilayah dapat
Universitas Sumatera Utara
dilihat sebagai dasar pemikiran paling dasar yang digunakan untuk melakukanmenentukan kawasan dalam penggunaan tanah sesuai dengan kepentingan
berbagai pihak stakeholders, sedangkan kawasan itu sendiri pada dasarnya adalah penentuan peruntukkan suatu wilayah dengan memperhatikan kepentingan–
kepentingan sosial ekonomi dan ekologis bagi berbagai pihak stakeholders yang berkompeten secara berimbang. Dalam wacana pembangunan yang berkelanjutan,
maka prinsip yang digunakan dalam pemanfaatan ruang adalah mempertemukan dimensi kepentingan–kepentingan sosial-ekonomis dengan dimensi ekologis sehingga
kedua dimensi tersebut dapat diakomodir secara proposional dan kepentingan pembangunan jangka panjang dapat terjamin.
1 Penyusunan Peta Kawasan
Peta Kawasan disusun berdasarkan hasil dari ketika melakukan pemantauan langsung dilapangan dan hasil konfirmasi serta data-data sekunder dari Pemerintah
Kota Medan yang diperoleh dalam bentuk peta kawasan kondisi saat ini yang menggambarkan penggunaan kawasan sekarang dan peruntukkan kawasan
sekarang. Data yang digunakan dalam penyusunan peta kawasan pada dasarnya terdiri
dari dua kategori, yaitu: data spasial dan dan data alfanumerik. Data spasial berupa data grafis peta dan alfanumerik berupa data tabular. Data spasial yang digunakan
berasal dari peta topografi sebagai peta dasarnya dan peta-peta tematik peta tata guna lahan, peta kemiringanlereng, peta ketinggian, peta kedalaman efektif tanah,
peta jenis tanah dan peta ketersediaan air.
Universitas Sumatera Utara
Penyusunan peta kawasan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis, sehingga informasi spasialnya dapat diketahui yaitu:
1. Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan pembangunan atau
konservasi, atau kawasan mana saja yang dijadikan sebagai kawasan lindung. 2.
Kegiatan penggunaan kawasan apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan.
3. Konflik yang terjadi antara:
i. Kesesuaian kawasan dengan peruntukkannya
ii. Penggunaan lahan dengan peruntukkannya
iii. Keharmonisan spasial dengan kawasan-kawasan lain disekitarnya
Hasil penyusunan peta kawasan yang telah sesuai dengan peruntukkan yang seharusnya dapat saja berbeda dengan penggunaan kawasan sekarang,
misalnya: suatu kawasan yang seharusnya diperuntukkan sebagai kawasan perikanan namun pada kenyataannya digunakan sebagai kawasan industri.
2 Penyusunan Matriks Kesesuaian Lahan
Adapun kriteria yang digunakan dalam penyusunan matriks kesesuaian masing-masing penggunaan lahan yang dapat digunakan sebagai acuan di setiap
peruntukan lahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Matriks Kesesuaian Lahan
Kriteria Peruntukkan Lahan
Industri Tambak
Pertanian Permukiman
Konservasi Pantai
Kemiringan 2 – 8
0 – 2 2 – 8
2 0 – 2
Ketinggian 5 – 15 m
0 – 5 m 5 – 15 m
5 m 5 m
Jenis Tanah Segala jenis
tanah Alluvial
pantai Alluvial,
Alluvial hidromorfik
kelabu. Segala jenis
tanah Alluvial
pantai
Ketersediaan Air Air tawar
potensi sedang 10
– 15 literdetik –
tinggi 15 literdetik
Air payau jarak dari
sungai 0- 2.000 m
Air tawar potensi
sedang – tinggi atau
pada akuifer produktivitas
sedang - tinggi
Air tawar kecil – tinggi atau
pada akuifer produktivitas
kecil - tinggi Air payau
dan air asin permeabilita
s
Lokasi 500 m
dari sarana dan
prasarana jalan
Tidak jauh dari pantai
antara 200 – 4.000 m
- 500 m dari
sarana dan prasarana
jalan 200 m dari
garis pantai
Kedalaman Efektif Tanah
30 – 60 cm -
30 cm -
- Daerah
Tidak tergenang
Tergenang Periodik
- Tidak
tergenang Tergenang
Periodik
Sumber: Dalam Sugiarti, 2000
3 Pembobotan Weighting, dan Pengharkatan Scoring
Pembobotan pada setiap faktor pembatasparameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukkan. Besarnya
pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan, sebagai contoh: kemiringankelerangan mempunyai bobot yang lebih tinggi untuk
budidaya tambak dibandingkan dengan permukiman.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian nilai scoring ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatasparameterkriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Pembobotan
weighting dan pemberian nilai scoring untuk masing-masing penggunaan
lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2. Pembobotan dan Pengharkatan Kesesuaian Lahan untuk Tambak,
Industri, Permukiman, dan Konservasi
No Parameter
Harkat Tambak
Industri Permukiman
Konservasi B
N B
N B
N B
N
1 Kemiringan
Lereng -
0 – 8 -
8 – 15 -
15 – 25 -
25 – 40 -
40 5
4 3
2 1
1,0 5
4 3
2 1
1,0 5
4 3
2 1
0,8 4
3,2 2,4
1,6 0,8
0,8 4
3,2 2,4
1,6 0,8
2 Ketinggian
- 0 – 5 m
- 5 – 15 m
- 15 – 30 m
- 30 – 45 m
- 45 m
5 4
3 2
1 1,0
5 4
3 2
1 1,0
5 4
3 2
1 0,8
4 3,2
2,4 1,6
0,8 0,8
4 3,2
2,4 1,6
0,8
3 Ketersediaan Air
- Sangat Tinggi
- Tinggi
- Cukup Tinggi
- Kurang
- Sangat Kurang
5 4
3 2
1 1,0
5 4
3 2
1 1,0
5 4
3 2
1 1,0
5 4
3 2
1 0,8
4 3,2
2,4 1,6
0,8
4 Kedalaman Efektif
Tanah -
25 -
25 – 50 -
50 – 75 -
75 4
3 2
1 1,0
4 3
2 1
0,8 3,2
2,4 1,6
0,8 0,8
3,2 2,4
1,6 0,8
0,8 3,2
2,4 1,6
0,8
5 Rawan Banjir
- Tidak Pernah
- Jarang
- Kadang-kadang
- Sering
- Sering Sekali
5 4
3 2
1 1,0
5 4
3 2
1 0,8
4 3,2
2,4 1,6
0,8 1,0
4 3,2
2,4 1,6
0,8 0,8
4 3,2
2,4 1,6
0,8
Sumber: Hasil analisis, 2011
B = Bobot, N = Nilai, N = Harkat x Nilai
Universitas Sumatera Utara
Dari penilaian metode pengharkatan tersebut akan diperoleh nilai dimana berdasarkan nilai tersebut akan diketahui kelas kesesuaiannya. Pembagian
selang kesesuaian dilakukan berdasarkan selisih nilai terbesar dikurangi nilai terkecil. Oleh karenanya dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi dalam 3
kelas, yang didefinisikan sebagai berikut: 1.
Kelas S1 25 – 17: Sangat Sesuai Highly Suitable, yaitu: Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan
tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi lahan tersebut.
2. Kelas S2 17 – 9: Sesuai Suitable, yaitu:
Lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan tertentu yang lestari. Pembatas tersebut akan mengurangi produktivitas
lahan dan keuntungan yang diperoleh. 3.
Kelas N 9 – 1:Tidak Sesuai Saat Ini Currently Not Suitable, yaitu Lahan yang mempunyai pembatas dengan tingkat sangat berat, akan tetapi
masih memungkinkan untuk dapat diatasidiperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai, jika dilakukan perbaikan dengan tingkat
pengetahuanteknologi yang lebih tinggi.
3.5.2 Metode Proses Hirarki Analitik AHP