yang sangat faktual. Pada fase kedua formulasi kebijakan menunjang aktualisasi dari rumusan fundamental yang telah dihasilkan pada fase awal.
1.7.2.5. Pendekatan Pilihan Publik
Pendekatan pilihan publik public choice merupakan suatu pendekatan dalam pengambilan kebijakan yang berpijak pada pandangan pendekatan
kekuasaan. Pendekatan kekuasaan memberikan indikasi adanya kecenderungan birokrasi menjadi pelayan bagi dirinya sendiri, bukan menjadi pelayan masyarakat
baca: publik. Hal ini sebagaimana dikemukakan Gordon Tullock dalam penelitiannya terhadap departemen Negara di Amerika Serikat
26
Senada dengan Tullock, Anthony Down melanjutkan pandangan Tullock dengan menitikberatkan pandangannya pada aspek psikologis para birokrat dalam
mengelola departemennya. Menurut Down, para birokrat dalam melakukan tindakan-tindakan publik pada umumnya dipengaruhi oleh kepentingan
. Tullock menyaksikan betapa pemerintah yang ada di Amerika Serikat bekerja untuk
kepentingan sendiri. Hal ini diperparah oleh posisi partai-partai politik yang menjadikan janji-janji politiknya hanya sebagai instrument pemenangan pemilu
semata, sehingga saat pemerintahan terbentuk, birokrasinya hanya menjadi pelayan bagi dirinya sendiri, dan partai politiknya. Para politisi kemudian
melakukan kontrol, namun hanya pada alokasi dana pembangunan yang selalu hanya menjadi bingkai pertarungan politik. Oleh karena itu, Tullock menganggap
pandangan-pandangan seperti privatisasi, kompetisi, dan liberalisasi, barada dalam lembaga pemerintahan.
26
Gordon Tullock, The Politic of Bureaucracy, Washington DC: Public Affairs Press, 1965, dalam Parson, op., cit., hal. 280.
Universitas Sumatera Utara
pribadinya
27
Lebih jauh lagi William Niskanen memberikan pandangan yang lebih mendalam untuk pendekatan ini. Menurutnya, kecenderungan birokrasi yang
seperti itu bisa diatasi, dengan mengikutsertakan birokrasi dalam pertarungan yang sangat hebat, yakni pasar market
. Kenyataan ini semakin meluas hingga bentukan organisasi birokrasi yang ada dilandasi oleh kepentingan pribadi para birokrat. Hal ini sangat
berpengaruh pada produk-produk kebijakan para birokrat yang lebih mengarah pada kepentingan pribadinya dibanding kepentingan rakyat banyak publik. Dan
berpendapat perlu sebuah perangkat sistemik untuk mengeleminir kecenderungan yang demikian.
28
Menurut Niskanen, proses pembuatan kebijakan publik bertumpu pada mekanisme pasar. Para perumus akan kekurangan kekuatan untuk melakukan
transformasi sosial melalui produk kebijakan publik yang dibuatnya. Dalam pendekatan ini semua produk kebijakan publik dari lembaga pemerintah harus
presisi dengan kehendak publik secara umum pasar. Otonomi Negara dalam kebijakan publik telah dilampaui oleh otonomi publik. Otonomi publik hanya
. Pasar akan memiliki kemampuan untuk menentukan apakah sebuah institusi masyarakat tertentu memuaskan kepentingan
publiknya customer, atau tidak, dan pasar dapat menghakimi institusi yang telah memuaskan publiknya secara langsung. Oleh karena itu, apabila birokrasi
pemerintah diserahkan ke pasar, maka kecenderungan birokrasi sebagai pelayan dirinya sendiri akan dapat diatasi. Sebab di dalam pasar, Niskanen meyakini
bahwa publik juga memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menghakimi keberadaan sebuah institusi yang tidak dapat melayani tuntutan pasar publik.
27
Anthony Down, Inside Bureaucracy, Boston: Little Brown Mass, 1967.
28
W. A. Niskanen, Bureaucracy and Representatives Government, Cichago: Aldin-Atherton, 1971.
Universitas Sumatera Utara
akan ditemui dalam mekanisme pasar. Jadi pilihan publik merupakan variabel utama dalam kebijakan publik.
1.7.2.6. Pendekatan Peran Serta Warga Negara