dewan terhadap garis kebijakan partai, di mana mereka bernaung. Jadi politik dalam hal ini lebih merujuk pada institusi politiknya, bukan pada perilaku.
1.7.3. Nalar dan Etika dalam Penetapan Kebijakan
Kajian yang sistematis, nalar, dan kritik terhadap nilai-nilai merupakan unsur penting dalam penetapan kebijakan. Informasi kebijakan yang sama dapat
diinterprestasikan secara sangat berbeda, tergantung pada asumsi yang terkandung di dalam rangka referensi, teori, atau ideologi dari para pelaku kebijakan. Para
pelaku kebijakan menyadari bahwa nilai-nilai dapat dikaji dengan metode-metode ilmu sosial, misalnya survei opini publik, dapat dipakai untuk melukiskan nilai-
nilai dari berbagai kelompok sosial yang berbeda. Ada juga pelaku kebijakan yang percaya bahwa ketidaksepakatan tentang nilai tidak dapat diperdebatkan secara
rasional. Pandangan yang dikenal sebagai relativisme nilai ini memandang pernyataan-pernyataan tentang nilai-nilai seperti kesamaan, keadilan, juga
kebebasan, tidak dapat dibuktikan secara empirik, dan oleh karenanya, sebaiknya dipahami sebagai pernyataan non-rasional tentang keinginan-keinginan atau emosi
individual
32
Relativisme nilai terkait dengan pandangan lain yang diterima secara luas oleh para pelaku kebijakan, yakni bahwa metode penetapan kebijakan dapat
digunakan untuk maksud baik atau jahat, tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Pandangan yang dikenal sebagai instrumentalisme ilmu ini menganggap
bahwa metode-metode pengambilan kebijakan dapat merupakan instrument yang netral yang tidak terkait dengan masalah kebijakan. Fakta dan nilai menurut
pandangan ini harus dipisahkan secara tegas dalam penetapan masalah kebijakan. .
32
Mac Rae, The Social Function of Social Science, dalam William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yokyakarta: Gajah Mada University Press, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Para pembuat kebijakan harus menerima nilai-nilai tertentu sebagaimana adanya karena nilai itu sendiri tidak dapat diperdebatkan secara rasional. Para pembuat
kebijakan dengan demikian dapat diyakini berperan untuk mengungkapkan cara- cara terbaik dalam menetapkan sebuah kebijakan. Ada banyak masalah filosofis
dan praktis berkaitan dengan relativisme nilai dan insrumentalisme ilmu. Ada alasan untuk mengungkapkan pendapat bahwa penetapan kebijakan misalnya;
secara tipikal tergantung pada nilai yang berbeda-beda yang dipegang oleh penentu kebijakan yang berbeda pula. Dengan dinamika informasi yang sama,
sering dipakai untuk mendukung pernyataan kebijakan yang sama sekali berbeda, yang sering kali disebabkan oleh asumsi nilai yang saling bertentangan.
Untuk mendekati argumen dan debat kebijakan dalam rangka suatu kritik nilai diperlukan kesadaran bahwa aturan etis dan prinsip moral tidak semata-mata
merupakan pilihan psikologis yang mutlak atau emosional. Tidak dapat dipungkiri bahwa nilai merupakan ekspresi dari keinginan, selera atau pilihan individual,
misalnya ketika seorang individu mengekspresikan sebuah komitmen pribadi terhadap persamaan hak. Namun demikian, yakni konteks standar dan konteks
ideal, bukan semata-mata merupakan refleksi dari harapan individual yang mutlak
33
Konteks standar melibatkan peryataan nilai tentang situasi standard tertentu, di mana seorang individu atau kelompok dilukiskan memegang nilai-nilai
tertentu. Misalnya, sebuah peryataan nilai dalam konteks standar adalah penentuan sekolah campuran secara wajib merupakan suatu kebijakan yang buruk
dalam pandangan kelas menengah. Sebaliknya konteks ideal melibatkan penilaian .
33
Kaplan, The Conduct of Inquiry, dalam William Dunn, op., cit., hal. 195.
Universitas Sumatera Utara
tentang nilai yang tidak tergantung pada ekpresi atau keinginan individual dalam konteks personal atau pada pernyataan tentang nilai-nilai dari suatu kelompok
dalam konteks standar. Kepuasan tentang nilai tergantung pada kebenaran atau kesalahan, kebaikan atau keburukan dari kebijakan, dalam semua konteks yang
mungkin ada.
Tabel 1. Konteks dan Bentuk Komunikasi Nilai KONTEKS
BENTUK KOMUNIKASI CONTOH
Personal Ekspresi nilai
Saya lebih suka memilih wakil saya sendiri di parlemen.
Standar Pernyataan nilai
Kebanyakan warga negara terdorong
memilih wakil mereka sendiri
Ideal Penentuan nilai
Semua warga negara mempunyai
hak untuk berpartisipasi dalam
pemilihan wakil mereka sendiri
Sumber: William Dunn:2003 Apapun konteks dan bentuk komunikasinya, nilai-nilai dapat dijelaskan
maupun dibenarkan. Selalu ada semacam dasar untuk menjelaskan suatu nilai, yaitu nilai dapat dilihat sebagai konsekuensi dari preferensi atau keinginan
seseorang atau kelompok.
Universitas Sumatera Utara
1.7.4. Klasifikasi Nilai dalam Penetapan Kebijakan