1.7.5. Pelaku KebijakanPolicy Makers
Menurut James Anderson, pelaku kebijakan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: pelaku kebijakan resmi, dan tidak resmi
38
1.7.5.1. Pelaku Kebijakan Resmi The Official Policy-Makers
.
Selanjutnya Anderson menyatakan bahwa :
The official policy makers are those who posses legal authority to engage in the formation of public policy. I recongnice, of course, that some who have the
legal authority to act, in fact, be controllet by other, such as political party bosses or preasure groups. These includes legislators, executives, administrators, and
judges
39
Para pelaku kebijakan resmi adalah mereka yang memiliki wewenang dalam pembuatan kebijakan. Mereka yang nemiliki wewenang tersebut bisa saja dalam
tindakannya dipengaruhi atau diatur oleh para petinggi-petinggi partai ataupun kelompok-kelompok kepentingan. Sama halnya dengan para anggota legislatif,
eksekutif, badan-badan administrasi negara ataupun para hakim. Para pelaku kebijakan resmi ini adalah mereka-mereka yang memang bertugas untuk membuat
kebijakan publik. Yang termasuk para pelaku kebijakan resmi adalah legislatif, eksekutif, badan-badan administrasi negara administrative agencies, lembaga
peradilan courts.
.
a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Menurut Undang-undang no. 22 Tahun 1999; 1.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat di daerah yang merupakan wahana untuk pelaksanaan demokrasi yang
berdasarkan Pancasila.
38
Anderson, op., cit., hal. 28.
39
Anderson, op., cit., hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legilatif daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dengan pemerintah daerah. Sementara menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat di daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
1. Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
Menurut Napitupulu, perwakilan politik tidaklah terpisah dengan badan perwakilan rakyat sebagai suatu badan yang dibangun oleh para wakil rakyat
dengan fungsi merealisasikan kekuasaan rakyat, dalam bentuk suatu aspek lembaga dan proses pemerintahan
40
Beroperasinya peranan dan fungsi perwakilan rakyat tidaklah terbatas pada interaksinya dengan ketiga pihak tersebut. Namun juga ditentukan oleh semua
permasalahan yang berkaitan dengan struktur badan itu sendiri. Dengan kata lain, bekerjanya peran dan fungsi perwakilan rakyat di satu pihak ditentukan oleh
. Dalam menunaikan fungsinya, badan perwakilan rakyat sebagai suatu lembaga tentulah mengalami tekanan dan
tuntutan dari semua pihak yang berkepentingan. Salah satu pihak yang berkepentingan adalah masyarakat secara umum sebagai pihak yang diwakili, atau
pihak yang menyerahkan kekuasaan, juga yang memberikan tugas untuk mewakili opini, sikap, dan kepentingannya dalam proses politik dan pemerintahan. Pihak
lain yang berkepentingan adalah eksekutif, dan badan-badan peradilan. Lembaga- lembaga tersebut menuntut lembaga perwakilan, menggunakan undang-undang
yang menghasilkannya, sehingga lembaga-lembaga tersebut mempunyai kewenangan dan mengoperasikan fungsi-fungsinya.
40
Paimin Napitupulu, Peran dan Pertanggungjawaban DPR, Bandung: PT. Alumni, 2005, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
eksistensinya sebagai suatu lembaga politik, dan di lain pihak ditentukan oleh perwujudannya sebagai suatu organisasi yang mewadahi proses politik.
Merujuk pada asal-usul katanya, istilah fungsi berasal dari bahasa inggris yaitu function. Menurut kamus bahasa inggris, arti kata function adalah jenis tindakan
atau kegiatan yang sesuai bagi orang atau sesuatu, atau tujuan dari sesuatu itu sendiri dibuat. Selanjutnya jika dikaitkan dengan sejarah hukum tata negara
Indonesia yang berasal dari Belanda, istilah fungsi tersebut dalam bahasa Belanda disebut functie, dan menurut kamus istilah hukum, functie berarti fungsi, jabatan,
wewenang. Menurut kamus bahasa Indonesia, fungsi berarti jawatanpekerjaan yang dilakukan atau kegunaan suatu hal, dan guna diidentikkan dengan fungsi.
Wewenang berarti hak dan kekuasaan untuk bertindak atau kekuasaan untuk membuat kebijakan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang
lain. Tugas dapat disamakan dengan arti kata task atau mission. Artinya sesuatu yang wajib dilaksanakan. Oleh karena itu, peran atau peranan, guna atau
kegunaan, tidaklah sama dengan wewenang dan tugas. Ada dua peran utama Dewan Perwakilan Rakyat. Pertama, sebagai pembuat
undang-undang law-making institution. Lembaga ini diminta untuk menulis undang-undang dan membuat kebijakan bagi seluruh bangsa. Dalam kapasitas ini,
semua anggota dewan diharapkan untuk mengesampingkan ambisi pribadi mereka, dan mungkin bahkan keprihatinan mereka terhadap konstituennya. Di lain
pihak, badan legislatif adalah sebuah badan perwakilan a representative assembly, yang dipilih untuk menghubungkan konstituen dengan pemerintahan
pusat. Sejak pertama sekali badan legislatif dibentuk, dua fungsi ini telah
Universitas Sumatera Utara
memaksa anggota legislatif untuk menyeimbangkan persoalan nasional, dengan perhatian pribadi ke pada konstituen.
Menurut Burns, ada enam fungsi penting yang dilaksanakan oleh lembaga perwakilan rakyat DPR
41
Menurut Hedlund, dan Anderson, ada delapan peran dan fungsi legislatif, antara lain
. a. Representation, b. Law-making, c. Concencus building, d. Overseeing, e. Policy clarification, f. Legitimizing. Perwakilan
mengungkapkan keragaman dan pandangan-pandangan yang bertentangan dalam kepentingan regional, ekonomi, sosial, ras, agama, dan lainnya yang ada dalam
suatu negara. Pembuatan kebijakan menentukan ukuran-ukuran guna membantu pemecahan permasalahan yang bersifat substansif. Pembangunan konsensus ialah
proses perundingan di mana kepentingan-kepentingan itu disesuaikan. Mengawasi birokrasi berarti memeriksa bahwa undang-undang dan kebijakan yang disahkan
oleh dewan secara sah, dilaksanakan, dan bahwa mereka mencapai apa yang dimaksudkan. Klarifikasi kebijakan adalah identifikasi dan publikasi persoalan-
persoalan. Memberikan legitimasi adalah ratifikasi kebijakan melalui saluran- saluran yang tepat.
42
a. Policy Responsiveness
;
Badan legislatif dinilai melalui out put khusus proses perundangan-sifat keputusan kebijakan. Karena alokasi nilai dan sumber daya yang diakibatkan oleh
keputusan kebijakan adalah tidak seimbang, suatu keputusan mungkin menguntungkan beberapa sektor masyarakat dengan mengorbankan sektor lain.
41
Burns, dalam Napitupulu, op., cit., hal. 38.
42
Ronald Hedlung dan Keith E. Hamm, Reconceptualizing legislative Accountibility, Urban Society, 1978 dalam Napitupulu, op., cit., hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
Jadi badan legislatif harus menghadapi prospek beberapa kelompok masyarakat akan tidak puas. Namun demikian anggota legislatif sering tanggap terhadap
kebutuhan dan tuntutan yang diberikan kepada masyarakat. b.
Formal Decision Making Dalam proses pembuatan kebijakan, badan legislatif membuat kebijakan
mengenai pesoalan-persoalan kebijakan publik, dan keputusan-keputusan ini secara khusus mengambil bentuk undang-undang yang disahkan atau ditolak,
uang yang disediakan, ketetapan-ketetapan yang diterima. Pembuatan kebijakan bentuk ini bergantung pada pemberian kekuasaan dalam konstitusi atau perjanjian.
Syarat seperti ini memberikan badan legislatif legitimasi yang diperlukan bagi peranan mereka dalam pembuatan kebijakan publik. Tidak dapat disangkal
anggota legislatif mungkin tidak memprakarsai gagasan untuk semua legislasi dan boleh jadi bahkan tidak bertanggungjawab atas draft gagasan dalam bentuk
rancangan undang-undang; bagaimanapun juga tindakan legislatif penting karena badan legislatif diberi kewenangan oleh konstitusi untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang mengikat masyarakat. Secara khusus badan legislatif menelaah usulan-usulan tindakan dan mengubahnya sesuai dengan penilaian anggota
legislatif. Badan legislatif juga memberikan suara persetujuan akhir pada semua undang-undang, yang memberikan mereka legitimasi menetapkan kebijakan
publik yang resmi. c.
Pengawasan Administratif Melekat pada sistem pemerintahan adalah sistem pembagian kekuasaan the
principle of devided power. Melalui pembagian kekuasaan lembaga tinggi, dan sistem checks and balances, setiap lembaga dan dinas disediakan dengan
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan politik, tetapi tidak eksekutif. Suatu aspek penting dari sistem ini adalah pengawasan badan legislatif terhadap badan eksekutif. Pengawasan oleh
badan legislatif mengacu pada tanggung jawab badan legislatif untuk meninjau kembali tindakan-tindakan yang diambil oleh badan eksekutif dan mengajukan
ususl-usul untuk melawan atau meneguhkan keputusan-keputusannya. d.
Wakil Konstituen dalam Pembuatan Kebijakan Dalam setiap sistem politik selalu ada derajat perwujudan keterwakilan
gagasan. Karena basis geografis untuk memilih wakil-wakil, fungsi ini sering meliputi penyampaian pandangan lokal dalam pembuatan kebijakan. Keterlibatan
ini dapat bervariasi dari tanda-tanda simbolis umum sebagaimana seseorang yang menyatakan dia mewakili pandangan konstituennya sehingga pada tindakan yang
sangat khusus yang dimaksudkan untuk mengemukakan kepentingan keuangan konstituen.
e. Hubungan Konstituen
Di samping mencerminkan kepentingan konstituennya dalam pembuatan kebijakan, sistem politik telah mengembangkan harapan bahwa anggota legislatif
akan berfungsi sebagai utusan pribadi personal envoys bagi konstituennya. Biasanya disebut sebagai the errant boy function, kegiatan ini menyangkut
beberapa upaya para wakil untuk menengahi dengan cara yang berbeda dengan dinas-dinas atas nama konstituen. Pada satu sisi, ini bisa saja termasuk
permohonan sederhana untuk memberikan informasi ke pada konstituen; sememtara di sisi lain, mungkin saja suatu usaha pribadi yang ekstensif untuk
menangani masalah yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
f. Pendidikan dan Advokasi Konstituen
Beragam upaya legislatif bisa juga diarahkan sebagai pendidikan konstituen dan masyarakat umum. Melalui dengar pendapat legislatif, laporan resmi, pidato
umum, perdebatan-perdebatan badan legislatif dapat mengangkat the silence level dari suatu persoalan dan memberikan informasi tambahan demi kemajuan
masyarakat. g.
Betuk Solidaritas Solidarity Building Badan legislatif juga menyediakan alat dengan apa warga negara akan
menyampaikan gagasan, preferensi kebijakan, dan opini terhadap pemerintah. Lewat kontak individu dengan anggota legislatif, penampilan pada dengar
pendapat komisi, dan keterlibatan dalam kegiatan kelompok, individu-individu dapat mengartikulasikan pandangan-pandangan mereka terhadap anggota
legislatif. Ketika mereka terlibat dalam kegiatan seperti itu, warga negara akan merasakan bahwa mereka adalah bagian integral dari sistem politik, dan bahwa
mereka mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan publik. Jika ketersediaan alat-alat ini untuk mendekati pemerintah
mengurangi tensi-tensi yang berhubungan dengan perilaku pembentukan kebijakan dan membantu sistem politik, badan legislatif boleh jadi melakukan
sistem safety value function. Dengan mengurangi pembagian di antara masyarakat dan menghasilkan sikap-sikap positif bagi sistem politik, badan legislatif akan
membangun solidaritas. Solidaritas dukungan bagi suatu institusi politik biasanya dipandang sebagai suatu atribut konstituensi; bagaimanapun juga suatu tindakan-
tindakan yang dilakukan seperti badan legislatif dapat mempengaruhi tingkat dukungan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
h. Pengujian Permasalahan Problem Investigation
Suatu komponen dalam pembuatan kebijakan adalah investigasi masalah dan pemecahan potensial sebelum memulai suatu kebijakan. Sementara derajat
ketelitian yang menyertai suatu investigasi dapat sangat beragam, beberapa upaya biasanya digunakan untuk menguji permasalahan tersebut. Dalam badan legislatif,
dengar pendapat diadakan pada banyak proses legislasi dan kesaksian ahli diterima. Selanjutnya analisis staf dan dewan biasanya disediakan. Dalam
beberapa setting badan legislatif juga mengembangkan kapasitas untuk memulai investigasi masalah-masalah jangka panjang dan kesulitan masa mendatang.
Mengembangkan kapasitas ini memperkuat peranan legislatif dalam pembuatan kebijakan.
2. Orientasi Perilaku Anggota DPRD
Menurut napitupulu, bagaimana atau apa yang mempengaruhi seorang anggota dewan dalam mengambil kebijakan adalah sangat beragam, dan juga
tergantung terhadap persoalan-persoalan, serta kebijakan yang ada. Tidak ada faktor tunggal yang mempengaruhi seorang anggota dewan memberikan suara
setiap saat
43
. Dalam persoalan-persoalan rumit yang berpengaruh sedikit terhadap daerah pemilihannya, kebanyakan anggota dewan cenderung percaya pada
pendirian mereka sendiri dan pada konteks kolega dan teman. Menurut Burns ada enam pola orientasi perilaku anggota dewan dalam memberikan suara saat
penetapan kebijakan
44
43
Paimin Napitupulu, op., cit., hal. 55.
:
44
Burns, dalam Napitupulu, ibid. hal. 55-57.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, pengaruh kebijakan anggota, dan pendirian filosofis. Orientasi ideologis atau isu merupakan penentu terbaik bagaimana para anggota dewan
akan memberikan suara dalam beragam masalahpersoalan. Kedua, pengaruh pemilihkonstituen. Pengaruh utama pada berasal dari
persepsi mereka tentang bagaimana yang dirasakan oleh konstituen mereka. Tekanan partai, juga badan eksekutif juga berperan, tetapi ketika semua sudah
dinyatakandilaksanakan. Masa depan anggota dewan bergantung pada bagaimana perasaan mayoritas pemilih terhadap kinerja mereka. Jarang anggota dewan secara
konsisten dan sengaja memberikan suara yang bertentangan dengan kehendak masyarakat dari daerah pemilihannya.
Ketiga, pengaruh kolega. Keputusan voting juga dipengaruhi oleh nasehat seseorang anggota dewan terhadap anggota dewan lainnya. Keterbatasan waktu
dan keperluan yang sering untuk membuat keputusan dengan waktu yang relatif singkat memaksa anggota legislatif untuk bergantung pada orang lain.
Kebanyakan anggota dewan membangun persahabatan dengan orang-orang yang sependapat dengan mereka. Mereka saling bertanya apa yang mereka pikirkan
tentang penundaan legislasi. Secara khusus, mereka memperhatikan anggota dewan yang terpandang dari kerja komisi perundang-undangan.
Keempat, pengaruh staf dewan. Staf dewan adalah birokrasi dalam dewan. Tanpa bantuan mereka, para anggota dewan tidak berfungsi dalam berurusan
dengan badan eksekutif, dan mereka juga sangat bergantung pada informasi yang diberikan kepada presidenkepala daerah dan pelobi.
Kelima, pengaruh partai politik. Perdahabatan cenderung berkembang dalam partai politik. Di dalam partai politik terdapat banyak kesepakatan yang
Universitas Sumatera Utara
adil antar sesama kolega. Pada beberapa persoalan tekanan untuk sesuai garishaluan partai ialah segera dan langsung. Kadang-kadang ada tekanan untuk
mendukung partai bahkan ketika seseorang tidak mendukung partai. Oleh karena itu partai menetapkan beberapa mekanisme yang memungkinkan anggota dewan
untuk tetap pada kebijakandisiplin partai. Lowi dan Ginsberg menyatakan ada beberapa alat disiplin partai;
Keenam, pengaruh presiden dan lembaga lain. Banyak kekuatan regional, lokal, ikatan persahabatan, dapat mengesampingkan pengaruh partai. Anggota
dewan sering kadang-kadang dipengaruhi oleh kelompok-kelompok informal delegasi lokal, kelompok ideologis, kaukus etnis, kelompok regional, dan bahkan
kelompok kolega dengan siapa mereka dipilih. Mereka juga dipengaruhi oleh kelompok kepentingan yang lebih penting dan pelobi, khususnya mereka yang
membantu dana sebelum, atau sesudah kampanye. Selain keenam dimensi yang sikemukakan oleh Burn, Lowi dan Ginsberg
menambahkan satu dimensi yang mempengaruhi pengaruh legislatif, yaitu sistem komisi. Mereka berpendapat bahwa sistem komisi merupakan the core of
legislaive body. Sistem komisi merupakan struktur organisasi kedua dalam badan legislatif, setelah partai. Sistem komisi merupakan suatu pembagian kerja, bukan
hirearki kekuasaan. Ketua komisi dan sub komisi mempunyai sejumlah kekuasaan penting, tetapi seperti ketua partai, kapasitas mereka untuk mendisiplinkan
anggota komisi terbatas. Pada akhirnya, anggota komisi digaji, dan dipecat oleh electote, bukan kepemimpinan. Ketua komisi harus menyesuaikan diri, bahkan
terhadap anggota-anggota yang pandangan-pandangannya tidak disenangi. Lowi
Universitas Sumatera Utara
dan Ginsberg memberikan enam karakteristik utama sistem komisi dewan, antara lain;
Sedangkan menurut Romli, ada tiga kemungkinan pola orientasi yang dilakukan anggota dewan untuk memusatkan perhatian terhadap
terwakilkonstituen
45
Kedua, suara partai. Dengan memusatkan perhatian ke pada partai, si wakil memperoleh keuntungan ganda, yakni dari partai, juga dari suara rakyat yang
mendukung atau bersimpati ke pada partainya. , yaitu; Pertama, persahabatan terhadap kelompok yang
tebagi atas tradisi, kedaerahan, ras, bahasa, agama, bahasa, mata pencaharian, dan sebagainya. Berdasarkan ini, para anggota dewan dapat memilih satu atau
beberapa kelompok itu sebagai patokan dalam mengambilmenetapkan kebijakan. Dengan kata lain, anggota dewan dapat memusatkan perhatian ke pada opini,
aspirasi, kepentingan, atau tuntutan dari satu atau beberapa kelompok yang dianggapnya tepat, atau sesuai dengan situasi yang ada.
Ketiga, wilayah atau daerah yang diwakili. Dalam hal ini anggota dewan memperhatikan konstituennya berdasarkan wilayah, sehingga perhatiannya dapat
diberikan ke pada bangsa, provinsi, kabupaten, dan tingkat pemerintahan lainnya.
1.7.5.2. Pelaku kebijakan tidak resmi unofficial policy makers
Lebih jauh Anderson menyatakan bahwa; In addition to the official policy makers, many other may
participate in the policy process, including interest group, political parties, an individual citizens. They are designed as unoffial
participants because, however important or dominant, they may be infarious situation, they themselves do not usually posses ilegal
outhority to make policy decisions
46
45
LIli Romli, Dinamika Lembaga Perwakilan Lokal, Jakarta: P2P LIPI, 2002, hal. 6.
.
46
Anderson, op., cit., hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bahan masukan untuk pelaku kebijakan resmi, ada berbagai kelompok yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk
kelompok kepentingan, partai politik dan individu-individu dalam masyarakat. Mereka disebut pelaku tidak resmi, karena mereka tidak mempunyai wewenang
yang sah dalam membuat suatu kebijakan meskipun mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam berbagai situasi. Para pelaku kebijakan tidak resmi hanya bisa
memberikanmengajukan alternatif-alternatif kebijakan dalam menyikapi suatu masalah sosial, atau pun pengaruh terhadap pelaku resmi kebijakan.
1.7. Defenisi Konsep