ilmuwan bisa saja menanyakan kembali hubungan-hubungan yang terjadi antara aturan-aturan lembaga-lembaga pemerintah dengan substansi kebijakan publik.
Selain itu seorang ilmuwan juga dapat menyelidiki hubungan-hubungan ini dengan suatu bentuk yang sistematik dan komparatif
21
1.7.2.4. Pendekatan Rasionalitas
.
Menurut Parson, pendekatan rasionalitas dalam proses pembuatan kebijakan publik bertumpu pada dua hal, yaitu rasionalitas ekonomis, dan rasionalitas
birokratis
22
Rasionalitas birokratis adalah pendekatan yang bertumpu pada efisiensi dan efektivitas kinerja birokrasi seperti yang dikemukakan oleh Max Weber. Oleh
karenanya, pembuatan kebijakan publik haruslah mengacu pada pertimbangan rasionalitas birokratis. Artinya, pembuatan kebijakan publik harus mengacu pada
kaidah-kaidah ideal birikrasi. . Rasionalitas ekonomis berpijak pada pandangan bahwa pada
dasarnya manusia itu adalah mahluk ekonomis homo economicus. Oleh karenanya, kebijakan publik sebagai instrument negara yang akan hidup di
lapangan dalam pembuatannya harus memiliki dasar yang kuat atas rasionalitas ekonomis ini. Dengan kata lain, pembuatan kebijakan publik harus didahului oleh
pembacaan yang mendalam atas perhitungan dampak-dampak ekonomis bila kebijakan itu diterapkan.
Pendekatan rasionalitas dalam pembuatan kebijakan publik banyak dielaborasi oleh beberapa pakar kebijakan publik. Menurut Herbet Simon dalam
teorinya Bounded Rationality, bahwa pertimbangan rasional sangat dibutuhkan
21
Winarno, op., cit., hal. 18.
22
Wayne Parson, Public Policy, Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan, Jakarta: Kencana, 2005.
Universitas Sumatera Utara
dalam pembuatan kebijakan publik
23
23
Ibid., hal. 276.
. Meskipun demikian, pada saat tertentu rasionalitas akan menemui ambang batasnya. Hal ini disebabkan kemampuan
rasionalitas seseorang tidak senantiasa mampu menjangkau secara utuh kompleksitas kenyataan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Hal ini
menjadi tugas generasi berikut untuk menyelami lebih dalam penggunaan rasionalitas, sampai menempuh batas akhir kemampuan rasionalitasnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 Model Bounded Rationality Simon Rasionalitas Terkekang
Sumber: Parson, 2005. Hal. 279 Sementara menurut Charles Lindblom, dengan konsepnya Muddling
Through menyatakan bahwa kebijakan publik pada dasarnya bersandar pada perubahan yang bersifat incremental yang di dalamnya melibatkan penyesuaian
mutual adjustment dan negoisasi; lebih mempertimbangkan apa yang terjadi di lapangan dari pada suatu perhitungan yang sistematis; kebijakan publik tidaklah
dibuat sekali, namun merupakan rangkaian dari keseluruhan, ia tidak dikendalikan oleh hal-hal yang bersifat teoritis; keputusan yang baik adalah proses kesepakatan,
bukannya penetapan tujuan yang kaku rigid dan ia melibatkan apa yang dinamakan trial, dan error. Pendekatan rasionalitas dalam proses pembuatan
kebijakan publik menurut Lindblom, terletak pada penyesuaian pandangan kebijakan dengan realitas yang telah berjalan, serta pada proses negoisasi atau
Nalar Rasionalitas Konteks: Ide
Rasionalitas Hasrat Insting Konteks:
Freud, Pareto, Lasswell
Perilaku Manusia dalam Organisasi, jika tak
sepenuhnya rasional, setidaknya sebagian dilakukan
dengan niat baik. Akan tetapi Simon
mengatakan kita harus mengakomodasi akal dan
perasaan konteks: William James, Graham Wallas
Konsep Rasionalitas
yang Terkekang
Pembuatan Keputusan Manusia di Dorong Oleh
Universitas Sumatera Utara
yang disebut dengan partisan mutual adjustment. Sedangkan Yehezkel Dror dan Amitai Etzioni memberikan pandangan sebagai kritikan terhadap konsep
incrementalismnya Lindblom. Di dalam melihat formulasi kebijakan publik, kedua pakar ini lebih cenderung untuk memilah level kebijakan yang ada. Pada
masing-masing level itu akan menentukan model formulasi kebijakan publiknya. Dror berpandangan bahwa dalam pendekatan incrementalis melihat seolah-olah
dalam ranah kebijakan publik itu, masalah yang ada begitu stabil dan begitu mudah untuk dikendalikan. Dari sisi formulasi kebijakan, pendekatan
incrementalis menunjukkan kelemahan-kelemahan yang lebih parah, yang menuntut Dror bahwa dalam pendekatan incrementalis itu sangat kecil ruang bagi
munculnya inovasi. Padahal dalam totalitas proses kebijakan publik yang progresif, inovasi dalam kebijakan publik sangat penting. Beranjak dari kritik
terhadap Lindblom, Dror kemudian membuat model yang dapat mengatasi masalah tersebut, yang dinamakan istilah Normative Optimum.
Model ini pada dasarnya memilah proses formulasi kebijakan publik pada dua level, yaitu level bawah dan level atas. Kebijakan publik pada level bawah
menurut Dror dapat digunakan pandangan Managerialist ataupun pandangan incrementalist Lindblom
24
24
Parson, op., cit., hal. 297.
. Hal ini disebabkan karena pada level ini yang ditekankan adalah komunitas dari setiap proses kebijakan publik yang ada. Maka
keteraturan keberlangsungan, dan kelancaran proses adalah suatu kunci pada level bawah kebijakan publik. Sedangkan pada level atas, sangat dibutuhkan gagasan-
gagasan segar untuk melakukan perubahan-perubahan yang progersif. Kebijakan publik pada proses ini tidak dipandang sebagai rutinitas procedural, namun
Universitas Sumatera Utara
sebagai instrument sosial untuk membawa masyarakat pada kondisi yang lebih baik. Oleh karena itu pada level atas pertimbangan nilai values adjustment akan
sangat menentukan dalam formulasi sebuah kebijakan publik. Untuk lebih jelasnya pendekatan ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
Simon Lasswell
Rasionalitas yang Terkekang
Arti Penting Nilai dan Nonasioanal
Ilmu Managemen Ilmu Kebijakan
Dror Model Pembuatan Kebijakan yang Mengandung
Subfase Rasional dan Ekstra Rasional
Gambar 2 Model Normative Optimum Dror
Sumber: Parson, 2005. Hal. 297 Senada dengan Dror, Etzioni menggagas sebuah model yang berlandaskan
kritikannya terhadap Lindblom. Model ini dikenal dengan istilah Mixed Scanning. Etzioni memilah pada fase dalam formulasi kebijakan publik. Etzioni melihat
bahwa pada fase awal dalam formulasi kebijakan publik adalah penentuan hal-hal yang bersifat fundamental
25
25
Parson, op., cit., hal. 300.
. Pada fase ini yang perlu diperbincangkan adalah tujuan jangka panjang dari sebuah kebijakan publik, nilai yang hendak
ditransformasikan, dan perbaikan dalam masyarakat yang diinginkan oleh kebijakan publik yang hendak dibuat tersebut. Pada fase ini Etzioni berpandangan
bahwa pendekatan yang sangat incremental tidaklah dapat sepenuhnya dipakai, tapi perlu elaborasi yang mendalam atas berbagai hal sangat teoritis, sampai hal
Universitas Sumatera Utara
yang sangat faktual. Pada fase kedua formulasi kebijakan menunjang aktualisasi dari rumusan fundamental yang telah dihasilkan pada fase awal.
1.7.2.5. Pendekatan Pilihan Publik