bahwa dia tidak akan menjadi presiden pertama yang menyatakan kalah dalam perang, bisa saja dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadi, seperti
keinginan untuk dicatat dalam sejarah. Hal ini menunjukkan betapa nilai-nilai personal suatu saat sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan.
1.7.4.4. Nilai kebijakan
Para pembuat kebijakan menurut kriteria ini tidak hanya dipengaruhi oleh perhitungan-perhitungan keuntungan, nilai organisasi, ataupun nilai personal,
namun mereka mungkin bertindak baik atas dasar persepsi mereka tentang kepentingan masyarakat banyak publik, atau kepercayaan-kepercayaan mereka
tentang apa yang merupakan kebijakan publik secara moral adalah benar dan pantas. Seorang anggota lembaga legislatif mendukung undang-undang tentang
hak sipil, mungkin karena ia berpandangan bahwa secara moral adalah benar, serta kesetaraan merupakan tujuan yang diinginkan dari sebuah kebijakan publik.
Meskipun ia menyadari bahwa dukungan itu mempunyai resiko politik yang tinggi.
1.7.4.5. Nilai Ideologi
Ideologi merupakan nilai-nilai kepercayaan yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran dunia yang disederhanakan, dan merupakan pedoman
bagi rakyat untuk bertindak. Ideologi merupakan sarana untuk merasionalkan dan melegitimasikan tindakan-tindakan kebijakan yang dilakukan pemerintah. Di
banyak negara-negara berkembang keinginan rakyat untuk memperoleh otonomi dan perhatian uang mendalam dengan karakteristik yang mereka miliki,
kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah, merupakan faktor penting dalam
Universitas Sumatera Utara
penetapan kebijakan. Ideologi negara menurut kriteria ini menjadi acuan utama
dalam menetapkan arah dan tujuan sebuah kebijakan publik. 1.7.4. Teori Penetapan Kebijakan
Proses perumusan kebijakan merupakan proses yang rumit. Oleh karena itu, diperlukan berbagai teori untuk mempermudah para pembuat kebijakan policy
makers di dalam membuat berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat banyak. Teori-teori pengambilan kebijakan akan memberikan kemudahan
bagi para penetap kebijakan dalam menetapkan suatu kebijakan publik.
1.7.4.1. Teori Rasional Konprehensif Rational Conprehenship
Theory
Menurut Anderson, model ini merupakan teori penetapan kebijakan yang paling terkenal, dan juga yang paling luas diterima di kalangan para penetap
kebijakan publik. Pada dasarnya teori ini terdiri dari beberapa elemen, yaitu:
a. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini
dapat dipisahkan dengan masalah-masalah yang lain, atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan
masalah-masalah yang lain. b.
Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran-sasaran yang mengarahkan para pembuat keputusan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.
c. Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki.
d. Konsekuensi-konsekuensi biaya dan keuntungan yang timbul dari
setiap pemilihan alternatif diteliti.
Universitas Sumatera Utara
e. Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertai dapat dibandingkan
dengan alternatif-alternatif lain. Pembuat keputusan memiliki alternatif beserta konsekuensi-konsekuensi yang memaksimalkan pencapaian
tujuan, nilai atau sasaran yang hendak dicapai. Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu kebijakan yang
rasional, yaitu kebijakan yang efektif untuk memcapai tujuan tertentu. Namun demikian beberapa ahli kebijakan publik mengajukan kritik terhadap
teori ini. Pertama, menurut para pengkritiknya, para penetap kebijakan menurut teori ini tidak dihadapkan pada masalah-masalah konkrit. Masalah yang sering
dihadapi di lapangan adalah kesulitan dalam membatasi masalah itu sendiri. Sering kali para penetap keputusan gagal dalam mendefenisikan masalah yang
jelas. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan untuk menyelesaikan suatu masalah tidak tepat. Kegagalan dalam mengidentifikasikan masalah pada akhirnya akan
menyebabkan kegagalan dalam menemukan solusi terbaik untuk mengatasi suatu permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Kedua, teori rasional konprehensif tidak realistis dalam tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan. Menurut teori ini, pembuat kebijakan
akan mempunyai informasi yang cukup tentang alternatif-alternatif kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah. Asumsi yang digunakan teori ini
adalah bahwa pembuat kebijakan akan mampu membuat perbandingan alternatif- alternatif berdasarkan biaya dan keuntungan secara tepat. Dalam kenyataannya,
menurut pengkritik teori ini, pemikiran sesaat tentang sumber-sumber informasi dan intelektual yang dibutuhkan agar dapat bertindak secara rasional dalam
menetapkan sebuah kebijakan, menunjukkan hambatan-hambatan terhadap
Universitas Sumatera Utara
tindakan rasional yang dinyatakan teori ini, misalnya kurangnya waktu, kesulitan mengumpulkan informasi, dan meramalkan kerumitan-kerumitan perhitungan
masa depan. Para pembuat kebijakan sering kali dihadapkan pada waktu yang tidak memadai oleh karena desakan-desakan permasalahan yang membutuhkan
penanganan sesegera mungkin. Hal ini disebabkan oleh ketidakakuratan informasi yang digunakan karena proses pengumpulan informasi itu sendiri membutuhkan
waktu yang cukup lama. Ketiga, aspek nilai. Para pembuat kebijakan biasanya lebih sering
dihadapkan pada situasi konflik nilai dari pada kesepakatan nilai. Sementara, nilai-nilai yang bertentangan itu bukanlah merupakan hal-hal yang mudah
dibandingkan atau diukur bobotnya. Selanjutnya, menurut para pengkritik teori ini, para pembuat kebijakan sering kali mengacaukan nilai-nilai pribadi dengan
nilai-nilai publik. Asumsi rasionalistik yang menyatakan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dipisahkan dengan mudah, adalah tidak berlaku, dan sulit
dilaksanakan. Keempat, merujuk pada kenyataan bahwa para pembuat kebijakan tidak
mempunyai motivasi untuk menetapkan kebijakan-kebijakan berdasarkan tujuan masyarakat, mereka lebih cenderung mencoba mempertahankan, memaksimalkan
kedudukan mereka, seperti kekuasaan, uang, dan sebagainya dalam penetapan kebijakan.
Kelima, para penetap kebijakan mempunyai kebutuhan-kebutuhan, hambatan-hambatan, dan kekurangan-kekurangan, sehingga mengakibatkan
mereka tidak dapat mengambil kebijakan-kebijakan atas dasar rasional yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Kritik ini lebih ke pada kelemahan-kelemahan yang secara alamiah dimiliki manusia.
Keenam, sekalipun para pembuat kebijakan dapat menggunakan teknik- teknik analisis komputer yang paling maju, mereka tidak mempunyai kecakapan
yang cukup untuk menghitung rasio biaya dan keuntungan secara tepat, bila sejumlah besar nilai-nilai yang berbeda-beda seperti politik, ekonomi, sosial, serta
budaya sebagai taruhannya. Ketujuh,
investasi-investasi yang besar dalam program-program menyebabkan para penetap kebijakan tidak mempertimbangkan lagi alternatif
yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedelapan, terdapat banyak hambatan untuk mengumpulkan semua
informasi yang dibutuhkan dalam menelaah semua kemungkinan alternatif, dan semua konsekuensi-konsekuensi dari masing-masing alternatif, termasuk
didalamnya biaya pengumpulan informasi, ketersediaan informasi, dan waktu dibutuhkan dalam mengumpulkan informasi.
1.7.4.2. Teori Penambahan Incremental Theory