Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang berlaku Di Indonesia

(1)

PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANGBERLAKU

DI INDONESIA

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

GARRY FRIEDRIEK ARNOLD SODUMA BAEHA NIM: 110200458

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANGBERLAKU

DI INDONESIA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

GARRY FRIEDRIEK ARNOLD SODUMA BAEHA NIM: 110200458

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

Disetujui oleh Ketua Departemen

Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum 195909211987031002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala cinta dan kasih-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis dengan rendah hati mempersembahkan

skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM

IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANG BERLAKU DI INDONESIA”

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya penulis dengan senang hati akan menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap agar skripsi ini menjadi langkah awal dalam penelitian dan penulisan selanjutnya.

Penulis sadar keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan para pihak. Karena itu melalui kesempatan ini juga penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan cinta dan kasih-Nya serta rahmat-Nya yang berlimpah dalam kehidupan penulis.

2. Kedua orang tua penulis Drs. Darius Baeha, MsidanHerlina Lemeria

Marpaung, yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan, nasehat, dan dukungannya di Karawang.


(4)

3. Bapak Talu Herman Baeha,SH, Mhum; Mama Talu Jeni Zebua; dan

abang dr. Ferdinando Baeha yang telah menolong kehidupan penulis,

dan membimbing saya sampai menyelesaikan perkuliahan.

4. Saudara-saudari kandung penulis Karya S.G Immanuel Baeha, SH;

Putri Suharni Solira Baeha S.Farm, Apt; Admiral Vincenno Sodani Baeha atas dukungan, semangatnya, beserta nasehat yang membangun bagi kehidupan penulis.

5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MH selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Armansyah, SH, MH selaku Dosen pembimbing I skripsi. 7. Bapak Edy Murya, SH selaku Dosen pembimbing II skripsi.

8. Dosen Pengajar Departemen Hukum Tata Negara lainnya Dr. Mirza

Nasution, SH, MH; Drs. Nazarudin, SH, M.Hum; Yusrin, SH, MH. 9. Bapak Muhammad Hayat, SH selaku Dosen Penasehat Akademik.

10.Sahabat terbaik saya dari SMA Tendy Sebastian Sagala; Amiligadi

Saputra dan kawan-kawan TEAM SCHOOL MOONRAKER

KARAWANG yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya.

11.Teman-teman SMAN 5 KARAWANG angkatan 2009-2011.

12.Sahabat saya di Medan Ferdinand Manurung; Rani Trisna; Junita

Ginting; Amelia Siregar; Saprizal; Hizkia Pardede; M.Lutfi; Ara Gumilar; Fredrik Marpaung; Giovany Perangin-Angin dan

kawan-kawan SAPMA PEMUDA PANCASILA FH USU atas dukungan dan


(5)

13.Kawan-kawan KMK (Kelompok Mahasiswa Katholik) yang selalu mendukung dan tidak henti-hentinya mengajak saya untuk menjadi umat

Katholik yang baik.

14.Kawan-kawan Departemen Hukum Tata Negara.

15.Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara lainnya yang belum

disebutkan namanya satu-satu.

16.Abang dan Kakak senior Fakultas Hukum USU yang sudah memberikan

dukungan dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya dan hukum tata negara pada khususnya. Terima Kasih.

Medan, Juni 2015

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ……… iv

ABSTRAK ……… vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ………... 14

C. Tujuan Penulisan ………. 14

D. Manfaat penulisan ………... 15

E. Keaslian Penulisan ……….. 16

F. Tinjauan Kepustakaan ………. 16

G. Metode Penelitian ………... 26

H. Sistematika Pembahasan ………. 27

BAB II PEMERINTAH DAERAH A. Pembagian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ...………... 29

B. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ...…………... 41

1. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepala Daerah ………... 43

2. Fungsi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah …………...………. 47

3. Pemberhentian Kepala Daerah ...………... 53 BAB III PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA


(7)

3.2. Lembaga Pelaksana Pemilukada ………. 68

3.3. Sistem PemilukadaBerdasarkan Undang-Undang Nomor 1Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota ………. 79

3.4. Kelebihan dan Kekurangan Pemilukada ………. 100

1. Pemilihan Kepala Daerah Oleh DPRD ………. 103

2. Pemilihan Kepala Daerah Oleh Rakyat ……… 105

BAB IV : IMPLIKASI PERTANGGUNG JAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA PEMERINTAH A. Hubungan Kewenangan Kepala Daerah Dengan DPRD ………...………... 110

B. Pertanggung jawaban Kepala Daerah Kepada Pemerintah ……….. 119

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………. 133

B. Saran ………... 134


(8)

Abstraksi

*Armansyah, SH, M.Hum *Edy Murya, SH

*Garry Friedriek Arnold Soduma Baeha

Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang Berlaku Di Indonesia.Dalam penelitian ini berada dibawah bimbingan bapak Dr. Armansyah, SH, MHum dan Edy Murya, SH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui caraPemilihan Kepala Daerah.

Selain itu untuk mengetahui perbandingan sistem Pemilukada dan

pertanggungjawaban terhadap Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemiliha Gubernur, Bupati, dan Walikota jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.

Dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dipimpin oleh kepala daerah dan dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah.

Pemerintahan yang baik hanya dapat diwujudkan dalam Negara Hukum.Salah satu asas pemerintahanyang baik adalah asas akuntabilitas yang mengharuskan Pemerintah Daerah mempertanggungjawabkanseluruh tindakannya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pertanggungjawaban ada dua macamyaitu pertanggungjawaban biasa dalam bentuk laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang wajibdilakukan satu kali dalam setahun kepada Pemerintah Pusat sebagai dasar evaluasi dan bahanpembinaan Pemerintah Daerah dan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraanpemerintahan kepada DPRD dan menginformasikan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakatsebagai bahan penilaian untuk menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban tersebut


(9)

Abstraksi

*Armansyah, SH, M.Hum *Edy Murya, SH

*Garry Friedriek Arnold Soduma Baeha

Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang Berlaku Di Indonesia.Dalam penelitian ini berada dibawah bimbingan bapak Dr. Armansyah, SH, MHum dan Edy Murya, SH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui caraPemilihan Kepala Daerah.

Selain itu untuk mengetahui perbandingan sistem Pemilukada dan

pertanggungjawaban terhadap Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemiliha Gubernur, Bupati, dan Walikota jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.

Dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dipimpin oleh kepala daerah dan dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah.

Pemerintahan yang baik hanya dapat diwujudkan dalam Negara Hukum.Salah satu asas pemerintahanyang baik adalah asas akuntabilitas yang mengharuskan Pemerintah Daerah mempertanggungjawabkanseluruh tindakannya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pertanggungjawaban ada dua macamyaitu pertanggungjawaban biasa dalam bentuk laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang wajibdilakukan satu kali dalam setahun kepada Pemerintah Pusat sebagai dasar evaluasi dan bahanpembinaan Pemerintah Daerah dan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraanpemerintahan kepada DPRD dan menginformasikan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakatsebagai bahan penilaian untuk menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban tersebut


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, telah ditetapkan dasar negara Republik Indonesia, demikian juga dengan struktur atau susunan negara yaitu berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam susunan negara demikian, pada hakekatnya rakyatlah yang berdaulat.

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.Pasal ini menunjukan kepada kita bahwa susunan Negara Republik Indonesia adalah tersusunan secara tunggal yang artinya tidak ada negara dalam negara seperti yang terdapat pada negara federal.Dilihat dari segi susunan negara kesatuan, maka negara kesatuan bukan negara tersusun

dari beberapa negara melainkan negara tunggal.Abu Daud Busroh mengutarakan1

1

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 64-65.

“…negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, seperti halnya dalam negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, tidak ada negara di dalam negara. Jadi dengan demikian, di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kesatuan atau wewenang tertinggi dalam


(11)

segala lapangan pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.

Kajian pemerintahan Negara kesatuan terformat dalam dua sendi utama, yaitu sistem pemerintahan yang sifatnya sentralistik dan sifatnya desentralistik. Kedua sifat ini menciptakan karakter hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang terkait dengan bentuk, susunan, serta pembagian kekuasaan atau kewenangan yang ada pada negara.Artinya, dari bentuk dan susunan negara dapat dilihat apakah kekuasaan itu dibagi ke daerah-daerah atau

kekuasaan itu dipusatkan di pemerintah pusat.2

Kekuasaan atau kewenangan pemerintah daerah sudah diawali sejak prakemerdekaan dan pascakemerdekaan, yaitu sejak era pemerintahan orde lama, era pemerintahan orde baru, era pemerintahan transisi, dan hingga sekarang era reformasi.Kajian-kajian tersebut juga telah lama dilakukan oleh para ahli, yaitu mengenai konsepsi yang ideal dalam pelaksanaan pemerintahan didaerah, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Konsep pelaksanaan pemerintahan di daerah tersebut merupakan salah satu sarana bagi pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pemerintahan yang bersifat demokratis.Pemerintahan yang bersifat demokratis dapat melibatkan

Dari sisi pembagian kekuasaan dalam suatu negara maka bisa berbentuk sistem sentralisasi atau sistem desentralisasi. Sistem ini secara langsung mempengaruhi hubungan pusat dengan daerah dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah.

2

http://agussalimandigadjong69.blogspot.com /2011/01/terbitan


(12)

seluruh potensi masyarakat untuk ikut serta memikirkan dan mengurus

pelaksanaan pemerintahan di daerah.3

Indonesia adalahnegara hukum4

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah mengaturan tentang susunan pemerintah daerah yang

yang mengakui supremasi hukum, sehingga pemerintah di Indonesia dijalankan sesuai dengan aturan hukum.Hukum tersebut dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga legislatif.Salah satu jenis hukum perundang-undangan adalah UUD 1945, sekaligus hukum tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk mengamanatkan pembentukan pemerintah daerah di Indonesia.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.Ditetapkannya undang-undang ini adalah hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa-masa kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonial.Undang-undang ini menciptakan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah.Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas akibat dipandang kurang memuaskan oleh karena isinya amat sederhana.Sehingga dalam kurun waktu 3 tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengenai penyerahan desentralisasi kepada daerah.Undang-undang ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

3

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor hal. Xi.

4


(13)

demokratis.Di dalam undang-undang ini ditetapkan 2 jenis daerah otonom, yaitu otonom biasa dan otonom daerah istimewa. Selain itu dalam pasal 1 ayat 1 juga menetapkan 3 tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi, kebupaten/kota besar, dan

desa/kota kecil.5

Dalam menjalankan kekuasaannya itu, suatu daerah berada dalam suatu pengawasan instansi diatasnya.Bagi provinsi pengawasan dilakukan oleh presiden, sedangkan bagi tingkat-tingkat daerah lainnya oleh daerah setingkat diatasnya yaitu provinsi yang mengawasi kabupaten/kota di dalam lingkungan wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi desa/kota kecil yang berada dibawahnya. Jadi setiap daerah mempunyai dua macam kekuasaan, yaitu:

Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah.Pemberian otonomi pada daerah berdasarkan undang-undang tentang pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.

6

a. Hak untuk Mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.

b. Hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah

tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu.

Sejarah otonomi di Indonesia selalu ditandai dengan munculnya undang-undang baru untuk menggantikan undang-undang-undang-undang yang lama.Perubahan ini merupakan perwujudan dari dinamika hukum. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 barulah terjadi perubahan yang melahirkan

5

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

6


(14)

Undang Nomor 1 tahun 1957, Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah memberikan wewenang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mengatur dan mengurus segala urusan daerahnya kecuali yang oleh Undang-Undang ini diserahkan kepada pengusaha lain. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan peraturan daerah dapat menyerahkan urusannya untuk diatur dan diurus urusan-urusan rumah tangga daerahnya kepada daerah tingkat bawahannya.Peraturan itu untuk dapat berlaku harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi daerah-daerah lainnya.Dengan Peraturan Daerah dapat ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dari tingkat bawahan untuk memberi

bantuan dalam hal menjalankan peraturan daerah.7

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.Perubahan ini dilatarbelakangi mengingat perkembangan dalam ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945. Dalam pemberian kekuasaan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 menjelaskan segala urusan pemerintah pusat, sebagian atau seluruhnya yang menurut pertimbangan pemerintah pusat dapat dipisahkan dari tangan pemerintah pusat untuk diatur dan diurus sendiri oleh daerah, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan menjadi urusan rumah tangga daerah. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya belanja serta alat-alat perlengkapannya yang harus diserahkan

7 Ibid


(15)

kepada daerah serta ditunjuk sumber-sumber pendapatan yang pertama bagi daerah itu untuk dapat menutup biaya belanja urusan tersebut.

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah mengatur bahwa daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan Nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan Daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan Bangsa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab.

Sebagai pelaksanaan dari penugasan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tersebut, pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat bekerjasama sampai pada berhasilnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, antara lain Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965.8

Kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada jatuhnya rezim orde baru.Masyarakat berkehendak untuk melakukan reformasi di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu, Sidang istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menciptakan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Otonomi daerah di Indonesia semakin mendapatkan tempatnya setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan

8 Ibid.


(16)

amademen pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahannya yang secara tegas dan menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.

Dalam konsep otonomi menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, prakarsa Pemerintah Daerah haruslah bertujuan

untuk kepentingan masyarakat setempat dan berdasarkan aspirasi masyarakat.9

1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek

demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, menetapkan bahwa dalam pembentukan suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekenomi, potensi Daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut:

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan

bertanggungjawab;

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah

Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;

9

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 16.


(17)

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah;

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah

otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah Administrasi;

6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi

Badan Legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

7. Pelaksanaan Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam

kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah; dan

8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari

pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, yang diatur dalam pasal 18 UUD NRI 1945 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan sebagai berikut:


(18)

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibgi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa “Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah


(19)

provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis”. Karena pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah yang selanjutnya disingkat PEMILUKADA berada pada bab tentang pemerintahan daerah, maka pengaturan Pemilukada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat

dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.10

Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada adalah salah satu keberhasilan demokrasi dari sebuah Negara transisi. Berbagai produk hukum, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam rangka memuluskan pelaksanaan Pemilu 2009 juga telah dibuat Perpu No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan Pemilu yang demokratis nantinya tetap berada pada rel hukum yang telah disepakati sehingga benar-benar terwujud Indonesia sebagai negara

hukum yang demokratis.11

10

Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam praktik, disampaikan dalam temu wicara forum kristiani pemimpin muda Indonesia di gedung mahkamah konstitusi RI, Jakarta 24 Agustus 2009 hal.19 (skripsi Nuerleli Sihotang departemen hukum tata Negara “Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah.)

11

Noor M. Aziz, PENGKAJIAN HUKUM TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta Timur, 2011, hal. 5.


(20)

Masyarakat di daerah juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari warga Negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945. Sejak dilaksanakannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Juni 2005 secara langsung, masyarakat daerah ikut merasakan kegiatan pemerintahan dan merasakan sistem demokrasi secara langsung dengan dilandasi oleh asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsi-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah.Dalam arti bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan otonomi daerah, menyangkut pengalihan kewenangan dari pemerintahan ke masyarakat, yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam kemandiriannya dalam iklim demokrasi dewasa ini.

Hampir semua Daerah di Indonesia sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kini telah mengadakan proses pemilihan kepala daerah baik di provinsi, maupun di kabupaten/kota sesuai amanat undang-undang tersebut. Diaturnya pemilihan kepala daerah adalah merupakan pertanda bahwa hal tersebut telah menjadi konsensus nasional.

Dengan perkembangan politik masa kini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Maka lahir Undang-Undang Nomor


(21)

22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maka UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi yang mengakibatkan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Namun dalam perjalanannya Undang-Undang ini mengalami pro dan kontra dimasyarakat sehingga Presiden dengan kewenangannyamembuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Tujuan pembentukan Perppu ini adalah untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dan demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Sedangkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 mengatur perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


(22)

Perubahan dilakukan bertujuan agar memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepaladaerah yang berlandaskan kedaulatan rakyat dan demokrasi. Perubahan ini mengganti ketentuan:

a. Pasal 101 ayat (1) huruf d dihapus, sehingga DPRD provinsi tidak mempunyai

tugas dan wewenang dalam memilih gubernur.

b. Pasal 154 ayat (1) huruf d dihapus, sehingga DPRD kabupaten/kota tidak

mempunyai tugas dan wewenang dalam memilih bupati/wali kota.

Latar belakang di atas merupakan hal yang menarik untuk dibahas secara mendalam dan integral karena dalam hal ini penulis berpendapat, masyarakat perlu mengetahui dan mengerti bagaimana pemilihan Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu penulis

mengangkatnya kedalam tulisan ilmiah dengan judul “Pelaksanaan Sistem

Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban terhadap Pemerintah Ditinjau dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah Yang Berlaku Di Indonesia”.


(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang menjadi bahan dalam skripsi ini yaitu:

1. Bagaimanakah pengaturan dalam pembagian urusan pemerintahan yang

diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah?

2. Bagaimanakah pengaturan sistem Pemilukada di Indonesia saat ini?

3. Bagaimana implikasi pertanggungjawaban Kepala daerah kepada

Pemerintah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami pembagian urusan pemerintahan yang

diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah.

2. Mengetahui,memahami, dan menganalisis sistem Pemilihan Umum

Kepala Daerah.

3. Mengetahui, memahami, dan menganalisis pertanggungjawaban Kepala


(24)

D. Manfaat Penulisan

Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain:

1. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan sistem pemilihan kepala daerah serta dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Tata Negara dalam penyelenggaraan negara dan pemerintah.

2. Secara Praktis

Penulisan ini ditujukan kepada segenap kalangan, baik itu praktisi hukum, aparat penegak hukum, para penyelenggara Negara, dan semua pihak yang ingin mengetahui bagaimana tinjauan terhadap sistem pemilihan kepala daerah.

Penulisan ini juga dapat bermanfaat umumnya terhadap segenap pimpinan partai politik dan kadernya yang turut meramaikan panggung politik di Indonesia terutama para anggota Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat juga khususnya terhadap setiap orang yang menjalankan tugas sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disetiap daerah provinsi di Indonesia, agar mengetahui bagaimana tinjauan sistem pemilihan kepala daerah dalam pertanggungjawabannya terhadap pemerintah di Indonesia.


(25)

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM

IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANG BERLAKU DI INDONESIA” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Konsep Pemerintahan Daerah Dalam Negara Kesatuan.

Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau territorial tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai

souvereign.12

12

M.Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, 2007, hal. 1.

.Selain negara juga diketahui sebagai integritas dari kekuasaan politik, negara juga diketahui sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik.Dimana Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai


(26)

kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam massyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.

Negara kesatuan disebut Negara unitaris. Ditinjau dari segi susunannya, Negara kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari beberapa Negara, seperti halnya dalam Negara federasi, melainkan Negara itu sifatnya tunggal, artinya hannya ada satu Negara, tidak ada Negara didalam Negara. Jadi dengan demikian didalam Negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat

tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam Negara tersebut.13

Pndelegasian kekuasaan bukan berarti tidak ada badan pembuat undang-undang tambahan, tetapi artinya badan-badan tersebut dapat dihapuskan menurut otoritas badan pusat.Oleh karena itu dilihat dari sudut manapun makna kata badan tambahan itu tidak bisa disebut sebagai badan berdaulat tambahan.Pada akhirnya, hal ini berarti tidak mungkin muncul konflik antara otoritas pusat dan otoritas

Menurut C.F.Strong, esensi dari Negara kesatuan adalah Negara yang kedaulatannya (thesovereignity) tidak terbagi-bagi, atau dengan kata lain kekuasaan pemerintah pusatnya tidak terbatas (unrestricted) karena konstitusi Negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembentuk undang-undang selain badan pembentuk undang-undang pusat.Apabila kekuasaan pusat berpendapat, ada baiknya mendelegasikan kekuasaan itu pada badan-badan tambahan, maka hal itu bisa dilakukan mengingat otoritas pusat memiliki kekuasaan penuh.

13


(27)

daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh otoritas pusat karena otoritas pusat

punya kekuasaan hukum untuk itu.14

Di Indonesia sistem rumah tangga daerahnya adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu penjelmaan pembagian tersebut adalah bahwa daerah-daerah akan memiliki sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan

maupun yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah.15

Sebenarnya tujuan otonomi daerah itu sendiri adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya.Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.Desentralisasi diperlukan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.Sebagai wahana pendidikan politik di daerah.Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan Apabila otonomi daerah diartikan sebagai segala tugas yang ada pada daerah, maka di dalamnya melekat kewenangan yang meliputi kekuasaan (macht; bevoegdheiden), hak (recht) atau kewajiban (plicht) yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya.Masalahnya kewenangan mana yang diatur oleh pemerintah pusat dan kewenangan mana yang diatur oleh pemerintah daerah.

14

DR. Edie Toet Hendratno, Op.Cit hal. 45-47 (Kutipan skripsi Riswendang Purba, Departemen Hukum Tata Negara, NIM 080200071 “Urgensi Otonomi Khusus Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia” hal.17.)

15


(28)

atau integrasi nasional.Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah.

Alasan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah (desentralisasi) sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut (Jose Riwu Kaho,

2001, halaman 8):16

1. Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan

untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai

tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan

pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan pada daerah.

4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian

sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.


(29)

5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut.

Perbedaan sentralisasi dan desentralisasi terletak pada wewenang memutuskan tentang memutuskan masalah-masalah urusan Negara, diantara jabatan-jabatan yang ada. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.Sedangkan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.17

17

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

diartikan sebagai melepaskan diri dari pusat. Makna desentralisasi adalah sebagai wujud toleransi pemerintah pusat kepada daerah dalam hal pemberian kewenangan untuk melaksanakan urusan-urusan yang bisa menjadi urusan-urusan rumah tangga daerah, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menjadi tidak optimal, yaitu sebagai berikut:


(30)

1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances. Kondisi inilah kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidak seimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

2. Masih banyak pemahaman yang keliru terhadap otonomi daerah, baik oleh

aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.

3. Sumber daya yang terbatas, ditambah lagi dengan tuntutan kebutuhan dana

pembangunan yang cukup besar. Sehingga pemda menempuh pilihan yang membebani masyarakat daerah yang dipimpinnya. Contohnya, dengan meningkatkan objek pajak dan retribusi.

4. Adanya kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat

untuk berpartisipasi dan mengambil peran, malah disalah artikan. Bahkan masyarakat mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara yang tidak benar, sehingga menimbulkan kerusakan alam dan lingkungan.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan

mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi Daerah tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya.

6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia/Sumber Daya Manusia


(31)

diprioritaskan. Sumber Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci

penentu dalam keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.18

2. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

Menurut konsep ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan yaitu pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak untuk mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini didasarkan pada kehendak umum yang disebut ”volonte generale” oleh J.J. Rousseau. Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat

dibagikan kepada pemerintah itu.19

Bodin menyatakan bahwa: “Kedaulatan adalah kekuasaan mutlak dan abadi dari sebuah persemakmuran” (Bodin [1576] 1992: 1). Bodin juga melanjutkan dengan membedakan antara atribut dan karakteristik kedaulatan. Atribut utama dari kedaulatan adalah kekuatan untuk memberikan hukum “tanpa persetujuan dari yang lain, baik yang lebih besar, sama, atau di bawahnya” (Bodin [1576] 1992: 56). Bodin menjelaskan juga bahwa atribut kedaulatan lainnya adalah “kekuatan untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian, kekuasaan untuk menunjuk hakim dan petugas, kekuatan untuk memungut pajak dan sebagainya,serta semua konsekuensi dari posisi sultan sebagai kepala hukum

negara” (Bodin [1576] 1992: 48).20

19

M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung, 2002, Hal. 42.

2015 Pukul 15.35 WIB)


(32)

Kedaulatan atau sovereigniteit menurut Jean Bodin adalah kekuasaan

tertinggi untuk membuat hukum di dalam suatu negara, yang sifatnya:21

1. Tunggal, berarti hanya negaralah yang memiliki. Di dalam negara itu tidak

ada kekuasaan lainnya lagi yang berhak menentukan atau membuat undang-undang atau hukum.

2. Asli, berate bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain, tidak

diturunnkan atau diberikan oleh kekuasaan lain. Misalnya provinsi atau kotapraja itu tidak memiliki kedaulatan, karena kekuasaan yang ada padanya tidak asli, sebab diperoleh oleh pusat.

3. Abadi, berarti bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu

adalah Negara, yang menurut Jean Bodin Negara itu abadi.

4. Tidak dapat dibagi-bagi, berarti bahwa kedaulatan itu tidak dapat diserahkan

kepada orang atau badan lain, baik sebagian maupun seluruhnya.

Istilah kedaulatan yang menunjuk pada kemerdekaan penuh suatu negara yang memiliki wibawa tertinggi ke dalam dan keluar, dan oleh karenanya negara berkedudukan sebagai pencipta tertinggi tata hukum bagi masyarakatnya, untuk

pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin.22

Prof. Padmo Wahjono, SH mengatakan ditinjau dari sudut etimologi, internal souverignty mengandung arti adanya sesuatu yang tertinggi dalam suatu Negara. External souverignty timbul dengan terjadinya hubungan antara negara

21

I Gede Pantja Astawa,Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Bandung, PT Refika Aditama, 2009, hal. 108-109.

22

Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1960, hal. 183.


(33)

yang satu dengan negara yang lain. Dalam perkembangan lebih lanjut, sesuatu yang tertinggi dalam negara, menimbulkan adanya bermacam-macam pandangan atau teori. Adapun teori yang dimaksud adalah:

1. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Tuhan;

2. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Negara;

3. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Rakyat.23

Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945 negara Indonesia tetap menganut asas atau sistem kedaulatan rakyat.Hal ini terdapat pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945, bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.Hal ini menunjukkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat serta pemegang kekuasaan perundang-undangan.

Namun setelah dilakukannya amandemen ke-4 pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 mengalami perubahan, yaitu bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.Pasal ini menunjukkan bahwa rakyat ikut serta dalam menjalankan pemerintahan dimana rakyat memiliki kuasa untuk memilih para pejabat dalam menjalankan pemerintahan pusat maupun pemeritahan daerah.

3. Konsep Negara Hukum

23

Padmo Wahjono, Beberapa Masalah Ketatanegaraan Di Indonesia, Cetakan Pertama, CV Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 83.


(34)

Pancasila merupakan suatu nilai yang bersumber pada pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai nilai yang menggambarkan kepribadian dan cita-cita bangsa dan Negara Republik Indonesia, pancasila juga merupakan ideologi bangsa Indonesia.Maka dari itu harus ada sesuatu yang melindungi ideologi tersebut yaitu hukum.

Secara sederhana yang dimaksud negara hukum adalah negara yang penyeleggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya negara dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban

hukum. (Mustafa Kamal Pasha,2003).24

Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena

Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian.Bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan kedamaian.


(35)

hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang mengandung keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.

Sebagai negara yang lahir pada zaman modern, maka Indonesia juga menyatakan diri sebagai negara hukum.Ketentuan Indonesia adalah negra hukum dapat dilihat dalam Pembukaan, Batang Tubuh, dan penjelasan UUD 1945.

1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat dalam alenia pertama kata

“peri-keadilan”, dalam alenia kedua istilah “adil”, serta dalam alinea keempat perkataan-perkataan “keadilan sosial”, dan “kemanusiaan yang adil”. Semua istilah ini berindikasi pada pengertian negara hukum karena bukankah salah satu tujuan hukum itu ialah untuk mencapai keadilan. Kemudian dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat ditegaskan:

“… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.

Penganutan pahan konstitusionalisme atau sistem konstitusional, sebagai yang kita saksikan nanti merupakan prinsip negara hukum.

2. Batang Tubuh UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara

hukum.25

25

Ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD 1945

Kemudian Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah. Ketentuan ini berarti bahwa presiden dalam menjalankan tugasnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam


(36)

UUD 1945.26

3. Penjelasan UUD 1945, yang merupakan penjelasan otentik dan menurut

hukum tata Negara Indonesia, mempunyai nilai yuridis, dengan huruf besar menyebutkan Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ketentuan terakhir ini memperjelas, apa yang secara tersirat dan tersurat telah dinyatakan dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.

Ketentuan ini juga diperjelas oleh pasal 27 UUD 1945 yang menetapkan segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemeintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal ini selain menjamin prinsip equality before the law, hak demokrasi yang fundamental, juga menegaskan kewajiban warga negara untuk menjungjung tinggi hukum, suatu persyaratan langgengnya negara hukum.

27

Dari perumusan dalam Undang-Undang Dasar tersebut jelas bahwa Negara Indonesia menganut prinsip-prinsip Negara hukum yang umum berlaku.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan

26

Ketentuan pasal 4 UUD 1945

27

Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 21-23.


(37)

hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.

H. Sistematika Penulisan

Bab I : PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : PEMERINTAH DAERAH

Dalam Bab II akan dibahas mengenai Pembagian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang diatur pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Tugas,wewenang, kewajiban kepala daerah


(38)

dan wakil kepala daerah; fungsi kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan Pemberhentian Kepala Daerah.

Bab III : PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA

Dalam Bab III ini akan dibahas mengenai Dasar Yuridis Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah; lembaga pelaksana pemilukada; sistem Pemilukada ditinjau dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; Kelebihan dan Kekurangan sistem Pemilukada Berdasarkan Pemilihan Tidak Langsung Oleh DPRD dan Berdasarkan Pemilihan Langsung Oleh Rakyat.

Bab IV : IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH

KEPADA PEMERINTAH

Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai Hubungan Kewenangan Kepala Daerah Dengan DPRD; Pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap Pemerintah ditinjau dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(39)

Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dari penulis.


(40)

BAB II

PEMERINTAH DAERAH

A. Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum pembentukan Pemerintahan Daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah. Dalam menentukan kewenangan yang dimiliki oleh daerah, berlaku teori residu, kewenangan daerah merupakan sisa dari semua kewenangan setelah dikurangi lima kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Dengan demikian berarti kewenangan yang dimiliki daerah tidak terhingga, sehingga setiap daerah dapat menyelenggarakan kewenangan sebanyak-banyaknya tergantung kebutuhan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Pada dasarnya pembentukan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian pada daerah serta sebagai pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di daerah. Perjalanan otonomi daerah ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dinyatakan pada tanggal 4 mei 1999. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 terjadi akibat pasca reformasi perubahan UUD 1945 mulai dari perubahan pertama sampai perubahan keempat.


(41)

Sejalan dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintahan daerah. Perubahan ini juga memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik, diantaranya Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan lain-lain.

Dengan perkembangan politik dalam masa kini maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Maka lahir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Namun dalam perjalanannya Undang-Undang ini tidak bertahan lama dengan munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak terlepas dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung dan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang berlandaskan kedaulatan rakyat dan


(42)

demokrasi. Maka perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai tugas dan wewenang DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.28

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan

asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.29

Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

Pasal 1 butir 7 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi yang mengacu pada prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah. Dalam asas ini daerah berhak untuk menjalankan segala urusan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah pusat namun masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

30

28

Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan.

29

Ketentuan pasal 5 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

30

Ketentuan pasal 1 butir 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Maksudnya adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya kewenangan itu ada ditangan pemerintah pusat, yakni menyangkut


(43)

penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur atau instansi vertical didaerah berdasarkan arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap

dilaksanakan oleh pemerintah pusat.31

Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah provinsi.32 Maksudnya adalah bahwa tugas pembantuan

kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemeriintah kabupaten atau kota. Hal ini perlu disadari bahwa dalam kenyataan praktik menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahwa pemerintahan desa diberikan wewenang untuk menggali potensi di daerahnya sendiri bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namun pertumbuhan desa itu tidak merata, serta tidak sesuai dengan harapan justru pemerintahan desa tidak dapat menjalankan fungsinya karena keterbatasan

penggalian untuk sumber kas desa.33

Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Pemerintahan daerah diberikan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.Dalam rangka Maka dari itu tujuan pemberian tugas pembantuan adalah mempelancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu pengembangan pembangunan bagi daerah.

31

Sunarno Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 7-8.

32

Ketentuan pasal pasal 1 butir 11 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

33


(44)

melaksanakan otonomi luas di daerah, maka pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.Peraturan daerah adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. Pengaturan tentang Peraturan Daerah (Perda) tersebut tertera pada pasal 236 sampai pasal 245 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan pengaturan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tertera pada pasal 246 sampai pada pasal 248 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Perda merupakan hasil kerja bersama antara Gubernur/Bupati/Walikota dengan DPRD, karena itu tata cara membentuk Perda harus ditinjau dari beberapa unsur pemerintahan tersebut, yaitu unsur DPRD adalah Peraturan Daerah merupakan sutu bentuk produk legislatif tingkat daerah, karena itu tidak dapat terlepas dari DPRD. Keikutsertaan DPRD membentuk Perda bertalian dengan wewenang DPRD dibidang legislatif atau yang secara tidak langsung dapat dipergunakan sebagai penunjang fungsi legislatif, yaitu hak penyelidikan, hak inisiatif, hak amandemen, persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda).Unsur Partisipasi adalah partisipasi dimaksudkan sebagai keikutsertaan pihak-pihak luar DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menyusun

dan membentuk Ranperda atau Perda.34

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melimpahkan

34

Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1998, hal. 77.


(45)

wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam 3 kategori, yakni Urusan Pemerintahan

Absolut, Urusan Pemerintahan Konkuren, dan Urusan Pemerintahan Umum.35

1. Urusan Pemerintahan Absolut

Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan absolut

meliputi:36

a. Politik luar negeri, misalnya mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri

b. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara.

c. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara.

d. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman

35

Ketentuan pasal 9 butir 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

36


(46)

dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang-undang, peraturan

pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional

e. Moneter dan fiskal nasional, kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya.

f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan sebagainya. Urusan agama Daerah dapat memberikan hibah untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan daerah dalam menumbuh kembangkan kehidupan beragama.

Dalam menjalankan urusan pemerintahan ini, pemerintah pusat dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi.Instansi vertikal merupakan perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi, sehingga dalam pembentukan instansi vertikal harus ada persetujuan dari Gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat. Namun apabila dalam pembentukan instansi vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka tidak perlu memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.


(47)

Kewenangan pemerintah pusat adalah semua kewenangan pemerintahan sebagai akibat pelimpahan dari rakyat.Namun pemerintahan harus diselenggarakan secara desentralisasi maka sebagian kewenangn tersebut harus diserahkan kepada daerah.Dengan demikian pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan 6 (enam) bidang urusan pemerintahan. Sedaangkan kewenangan selain 6 (enam) bidang itu menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Kewenangan yang dipegang pusat adalah kewenangan yang bersifat nasional.Sedngkan kewenangan yang diserahkan kepada daerah adalah kewenangan yang bersifat lokalitas (merupakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat).Daerah diberi kebebasan untuk menemukan kewenangan

yang bersifat lokalitas tersebut menurut prakarsanya sendiri.37

2. Urusan Pemerintahan Konkuren

Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.Dengan demikian, pada setiap urusan yang bersifat konkuren ini senantiasa ada bagian urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, danada pula bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk mewujudkan pembagian urusan yang konkuren secara proposional antara pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten atau kota disusunlah kriteria yang meliputi eksternalistis, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian

37

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Edisi Revisi, PT Grasindo, Jakarta, 2005, hal. 160-161.


(48)

hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas:

1. Urusan Pemerintahan Wajib

2. Urusan Pemerintahan Pilihan

Urusan pemerintahan wajib dibagi lagi atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar, yang meliputi:

a. Pendidikan

b. Kesehatan

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang

d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman

e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat

f. sosial.

Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi:

a. Tenaga kerja

b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak

c. Pangan

d. Pertanahan

e. Lingkungan hidup

f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil


(49)

h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana

i. Perhubungan

j. Komunikasi dan informatika

k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah

l. Penanaman modal

m. Kepemudaan dan olah raga

n. Statistik

o. Persandian

p. Kebudayaan

q. Perpustakaan

r. Kearsipan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagai pedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat.38

Disamping urusan wajib, provinsi juga mempunyai urusan yang bersifat pilihan.Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputu urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi daerah

38


(50)

yang bersangkutan.39

a. Kelautan dan perikanan

Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi urusan pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud meliputi:

b. Pariwisata

c. Pertanian

d. Kehutanan

e. Energi dan Sumber Daya Mineral

f. Perdagangan

g. Perindustrian

h. Transmigrasi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menganut asas dekonsentrasi yang melimpahkan wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.

Dalam asas dekonsentrasi yang diserahkan adalah wewenang administrasi/implementasi kebijakan sedangkan wewenang politiknya tetap menjadi kewenangan pusat.Karena diserahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat hanyalah kewenangan administrasi, maka terjadi hubungan hirarki antara pemerintah pusat dengan wilayah administrasi.Dengan demikian wilayah administrasi provinsi adalah bawahan/subordinat pemerintah pusat dan

39


(51)

posisinya tergantung pada pemerintah pusat.Disamping itu juga menganut asas desentralisasi, maka provinsi menjadi daerah otonom (local self government).Implikasi structural dari diterapkannya asas dekonsentrasi dan sekaligus desentralisasi membuat provinsi menjadi wilayah administrasi sekaligus

daerah otonom.40

3. Urusan pemerintahan umum

Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan umum meliputi:

a. Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka

memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

b. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa

c. Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan

golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan nasional

d. Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang undangan

e. Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di wilayah

daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan

40 Ibid.


(52)

permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

f. Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dan

g. Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan

daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.

Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing dan dibantu oleh instansi vertikal. Dalam melaksanakan urusan ini gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri, dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada menteri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

B. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan perundangan.Dalam wujud konkritnya, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah organisasi pemerintahan.Kepala daerah menyelenggarakan pemerintahan didaerahnya. Kepala daerah provinsi disebut gubernur, kepala daerah kabupaten disebut bupati, dan kepala daerah kota disebut walikota.

Untuk daerah provinsi, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah pemerintah provinsi yang dipimpin oleh gubernur.Dalam lingkup sempit tugas pokok gubernur sebagai representasi lembaga pelaksana kebijakan yang dibuat bersama lembaga DPRD provinsi.Namun dalam praktiknya ruang lingkup tugas


(53)

gubernur lebih luas lagi yaitu melaksanakan semua peraturan perundang-undangan baik yang dibuat bersama DPRD provinsi, DPR dan Presiden, maupun

lembaga eksekutif pusat sebagai operasionalisasi undang-undang.41

Lembaga pelaksana kebijakan daerah kabupaten adalah pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh bupati.Pemerintah kabupaten bukan bawahan provinsi tapi sesama daerah otonom.Bedanya wilayahnya lebih kecil dari provinsi, wilayahnya dibawah koordinasi suatu provinsi, sistem pemerintahannya hanya berasaskan desentralisasi.Hubungannya adalah hubungan koordinatif, maksudnya pemerintah kabupaten yang daerahnya termasuk ke dalam suatu provinsi tertentu merupakan daerah otonom dibawah koordinasi pemerintah provinsi yang bersangkutan.

Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Wakil pemerintah sebagaimana dimaksud adalah perangkat pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi.

42

Daerah otonom yang setara dengan kabupaten adalah pemerintah kota yang dipimpin oleh wali kota dan berasaskan desentralisasi. Yang membedakan adalah pemerintah kota bersifat perkotaan sedangkan pemerintah kabupaten bersifat pedesaan. Seperti halnya pemerintah kabupaten, pemerintah kota juga

41

Hanif Nurcholis, Op Cit, hal. 215.


(54)

bukan bawahan dari pemerintah provinsi. Pemerintah kota adalah daerah otonom lain dibawah koordinasi pemerintah provinsi, artinya pemerintah kota yang berada dalam suatu wilayah provinsi merupakan daerah otonom dalam wilayah

koordinasi pemerintah provinsi yang bersangkutan.43

1. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota memiliki kepala daerah sebagai kepala pemerintahan. Kepala daerah provinsi disebut Gubernur, kepala daerah kabupaten disebut Bupati dan kepala daerah kota disebut Walikota. Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibantu oleh satu orang wakil dalam melaksanakan desentralisasi yang merupakan penyerahan kewenangan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.


(55)

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak hanya memiliki hak, tetapi juga memiliki kewajiban didalamnya.Artinya, seorang kepala daerah dalam implementasi pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk memperoleh hak dan kewenangan yang sebesar-besarnya, tanpa menghiraukan makna otonomi daerah itu sendiri yang lahir dari suatu kebutuhan akan efisiensi dan efektivitas manajemen penyelenggaraan pemerintahan, yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakat.

Pada ketentuan pasal 65 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan

Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda

tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;

e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;


(56)

f. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah ; dan

g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala daerah juga memiliki wewenang sebagai berikut:

a. Mengajukan rancangan Perda;

b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;

d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat

dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;

e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh kepala daerah, kepala daerah dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya apabila sedang menjalani masa tahanan. Apabila kepala daerah sedang dalam proses menjalankan masa tahanan ataupun tidak bisa hadir sementara waktu, maka wakil kepala daerah yang akan melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah. Jika kepala daerah sedang menjalani masa tahanan, namun tidak ada wakil kepala daerah ataupun wakil kepala daerahnya juga sedang menjalani masa tahanan maka sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.

Pada ketentuan pasal 66 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:


(57)

a. Membantu kepala daerah dalam:

1. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah;

2. Mengkoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti

laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan;

3. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang

dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan

4. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang

dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota;

b. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam

pelaksanaan Pemerintahan Daerah;

c. Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah

menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan

d. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam menjalankan tugasnya wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.Apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban:


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan yang bertujuan. 2. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Indonesia secara umum telah

berlangsung dengan baik, meski di beberapa tempat terdapat konflik atau sengketa pilkada, ini diakibatkan sistem pemilihan kepala daerah merupakan perjalanan politik panjang yang diwarnai tarik-menarik antara kepentingan elit politik dengan kepentingan yang mengutamakan kehendak publik.

3. Dasar yuridis pemilihan kepala daerah adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang diajukan oleh partai politik, gabungan partai politik, ataupun independen dengan persyaratan yang ada.

4. Penyelenggaraan pemerintahan oleh Pemerintah daerah mutlak harus dipertanggungjawabkan.

5. Makna pertanggungjawaban Pemerintah Daerah adalah bahwa meskipun pemerintah daerah mempunyai kebebasan yang bertumpu pada otonomi dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang dibebankan kepadanya yakni kebebasan dan kemandirian, namun pemerintah daerah tidak dapat membebaskan diri dari hasil atau akibat perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakannya secara layak apa yang diwajibkan kepadanya.


(2)

B. Saran

1. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah perlu benar-benar dilaksanakan dan bukan hanya sekedar teori dalam penyelenggaraannya yang diatur dalam undang-undang saja.

2. Perlu upaya pemerintah untuk mensosialisasikan kepada warga negara untuk memiliki kesadaran berdemokrasi. Hal ini adalah langkah awal dalam menuju lajur demokrasi yang benar. Pembentukan warga negara yang memiliki sifat demokratis yang baik paling mungkin dilakukan secara efektif hanya melalui pendidikan kewarganegaraan. Dengan demikian, pendidikan merupakan sarana yang dibutuhkan oleh negara-negara demokrasi baru untuk melahirkan generasi muda yang mengetahui tentang pengetahuan, nilai-nilai dan keadilan yang diperlukan untuk mengaktualisasikan, memberdayakan, dan melestarikan demokrasi. Mengaktualisasikan, memberdayakan dan melestarikan demokrasi ini adalah infrastruktur politik, khususnya di daerah.

3. Dalam pertanggungjawaban yang dilakukan kepala daerah diharapkan bukan hanya sekedar pertanggungjawaban hitam diatas putih yang berupa lembaran tertulis yang diberikan kepala daerah kepada Pemerintah Pusat dan DPRD. Namun pertanggungjawaban yang diharapkan agar Pemerintah Pusat ikut turun ke daerah tersebut untuk melihat hasil kerja yang dilakukan kepala daerah, apakah urusan pemerintahan daerah benar telah dijalankan atau tidak.


(3)

Daftar Pustaka

A. Buku

Abdullah, Rozali, 2000, Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Astawa, I Gede Pantja dan Na’a, Suprin, 2009, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, PT Refika Aditama, Bandung.

Busroh, Abu Daud, 1990, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, PT Bumi Aksara, Jakarta.

C.S.T, Kansil, 1979, Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Aksara Baru, Jakarta.

Fahmal, Muin, 2006, Peran Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, UII Press, Yogyakarta.

Gadjong, Agussalim Andi, 2007, Pemerintahan Daerah, Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor.

Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, PT Alumni, Bandung.

Kurde, Nukthoh Arfawie, 2005, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Lubis, M. Solly, 2007, Ilmu Negara, Cetakan Keenam, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

---, 2002, Ilmu Negara, Cetakan Kelima, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Manan, Bagir, 1989, Susunan Pemerintahan, Fakultas Hukum Unpad, Bandung.

Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Edisi Revisi, PT Grasindo, Jakarta.

Ranawijaya, Usep, 1960, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.


(4)

Ranggawidjaja, Rosjidi, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Di Daerah, FH UII Press, Yokyakarta. Samsul, Wahidin, 2008, Hukum Pemerintah Daerah Mengawasi Pemilihan

Umum Kepala Daerah, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sjahnan, H.R., 1992, Pelaksanaan Tata Pemerintahan dan Otonomi Menurut UUD 1945 di Indonesia, Penerbit Monora, Medan.

Stroink, 2006.Pemahaman Tentang Dekonsentrasi, PT Refika Aditama, Bandung.

Suharizal, 2012, PEMILUKADA: Regulasi, Dinamika, dan Konsep Mendatang, Ed.1, Cet.2, Penerbit Rajawali, Jakarta.

Sunarno, Siswanto, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.

Wahjono, Padmo, 1984, Beberapa Masalah Ketatanegaraan Di Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit CV Rajawali, Jakarta.

B. Perundang-Undang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.


(5)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

C. Karya Ilmiah

Nuerleli Sihotang, Departemen Hukum Tata Negara,Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah.

Riswendang Purba, Departemen Hukum Tata Negara, NIM 080200071, Urgensi Otonomi Khusus Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D. Website

Berny R. Mambu, Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah, (diakses pada 27 Maret 2015) Hanifah Rahmi Zatalina, Makalah Ilmu Politik :PEMILIHAN KEPALA DAERAH

SECARA LANGSUNG DAN MELALUI DPRD, SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA YOGYAKARTA, 2014 (Diakses pada 13 Maret 2015)

http://agussalimandigadjong69.blogspot.com /2011/01/terbitan -buku-hukum-dan-pemerintahan.html?m=1 (diakses pada 11 Desember 2014).

22 Maret 2015).

09 Febuari 2015).

31 Maret 2015).

Januari 2015).


(6)

pemilihan -langsung-yang-diatur-di-perpu-pilkada (diakses pada 22 Febuari 2015)

2015)

I Nengah Suriata, Fungsi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sesuai Dengan Prinsip-Prinsip Demokrasi, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, 2011.

2015.

Jimly Asshiddiqie, PEMILIHAN UMUM SERENTAK DAN PENGUATAN SISTEM PEMERINTAHAN21 Maret 2015.

Menteri Dalam Negeri, Persiapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun

Noor M. Aziz, S.H., M.H., M.M, PENGKAJIAN HUKUM TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Jakarta,

Pemilihan Kepala Daerah,

9 Febuari 2015.


Dokumen yang terkait

Pengawasan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

3 97 90

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

0 2 90

KEWENANGAN PEMBATALAN PRODUK HUKUM DAERAH OLEH PEMERINTAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA RI.TAHUN 1945.

0 4 26

Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah (Studi Kasus Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Te

0 3 14

Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah (Studi Kasus Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah (Studi Kasus Implik

0 3 15

PENGARUH KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH PASCA PELAKSANAAN UNDANG UNDANG OTONOMI DAERAH

0 3 97

PERBANDINGAN PENGATURAN ABORSI MENURUT UNDANG-UNDANG YANG BERLAKU DI INDONESIA.

1 3 18

BAB II PEMERINTAH DAERAH A. Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah - Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang berlaku Di Indonesia

0 0 30

UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20TAHUN 2008 DI KABUPATEN PURBALINGGA

0 1 13