8 koloidal, atau lubrikan yang dapat menghasilkan fungsi alat pengisi yang lebih
efisien seperti magnesium stearat Aulton, 2007.
2.2 Gastroretentive Drug Delivery System
Sistem penghantaran obat yang tertahan di lambung atau Gastroretentive Drug Delivery System GRDDS merupakan bentuk sediaan yang dapat tetap
berada di lambung selama beberapa jam sehingga secara signifikan memperpanjang waktu tinggal obat di lambung. Peningkatan waktu retensi
lambung meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi limbah obat, dan meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut dalam lingkungan pH tinggi. Hal
ini juga cocok untuk pengiriman obat lokal untuk perut dan bagian proksimal dari usus kecil. Adapun metode untuk membuat sediaan tinggal di lambung adalah:
- Penggunaan bentuk sediaan yang memiliki berat jenis yang lebih rendah dari
cairan lambung sehingga menghasilkan daya apung dalam cairan lambung. -
Penggunaan bahan yang berat jenisnya tinggi: bahan dengan berat jenis tinggi ˃2.5gcm
3
akan mempunyai waktu tinggal yang lama di saluran cerna. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan bahan seperti barium sulfat.
- Sistem bioadhesi, sistem yang mempunyai daya lekat terhadap mukosa
lambung. -
Pemberian obat atau bahan bahan tambahan farmasi yang memperlambat motilitas saluran cerna.
- Sistem ekspansi dengan pembengkakan atau pengembangan ke ukuran yang
lebih besar sehingga membatasi kemampuan pengosongan dari sistem untuk melewati sphincter pilorus Garg dan Gupta, 2008.
9
2.3 Floating Drug Delivery System
Sistem penghantaran obat terapung atau Floating Drug Delivery System FDDS memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan cairan
lambung sehingga mengapung dalam lambung tanpa dipengaruhi waktu pengosongan lambung dengan waktu yang diperpanjang. Ketika sistem terapung
dalam kandungan lambung, obat secara perlahan terlepas dengan laju yang diinginkan. Setelah lepasnya obat, sistem yang tersisa dikosongkan dari lambung.
Kondisi ini menghasilkan peningkatan waktu pengosongan lambung dan pengendalian yang lebih baik terhadap fluktuasi kadar obat dalam plasma Mishra
Gupta, 2012.
2.3.1 Pembagian sistem floating
Sistem penghantaran floating dibagi berdasarkan pada variabel formulasinya: effervescent dan sistem non-effervescent.
Gambar 2.1 Mekanisme sistem floating
10
2.3.2 Bentuk sediaan floating non-effervescent
Sistem non-effervescent ini bekerja dengan mekanisme pengembangan polimer, bioadhesif dari polimer pada lapisan mukosa saluran pencernaan. Pada
umumnya dalam formulasi sistem non-effervescent ini menggunakan bahan yang mampu membentuk gel atau memiliki kemampuan mengembang yang baik
seperti senyawa hidrokoloid, polisakarida. Biasanya juga digunakan bentuk matriks dari polimer seperti polimetakrilat, poliakrilat, polistiren, dan bioadhesif
polimer yaitu kitosan dan karbopol Goyal, et al., 2011.
2.3.3 Bentuk sediaan floating effervescent
Sistem ini dibuat dalam bentuk matriks dengan menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti HPMC, kitosan, senyawa polisakarida lain, dan
berbagai komponen effervescent seperti natrium bikarbonat, kalsium karbonat, asam sitrat atau asam tartrat. Sediaan ini dirancang sedemikian rupa, sehingga
ketika kontak dengan cairan lambung, gas karbondioksida CO
2
akan terlepas dan terperangkap dalam sistem hidrokoloid yang mengembang. Hal ini
menyebabkan sediaan mengapung Goyal, et al., 2011.
2.3.4 Keuntungan Floating Drug Delivery System
Keuntungan Floating Drug Delivery System ini meliputi: a
Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal di lambung misalnya: Antasida.
b Menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung di
lambung ketika gerakan usus kuat dan ketika diare sehingga menghasilkan respon yang relatif lebih baik.
11 c
Zat yang bersifat asam seperti aspirin dapat mengiritasi lambung ketika bersentuhan dengan dinding lambung. Oleh karena itu, formulasi FDDS
mungkin berguna untuk pemberian aspirin dan obat-obatan lain dengan sifat yang sama.
d Menguntungkan untuk obat-obat diserap di lambung misalnya: garam
ferro, Antasida. e
Meningkatan penyerapan obat, karena terjadi peningkatan waktu tinggal di lambung dan peningkatan waktu kontak obat dengan daerah penyerapan
Arunachalam, et al., 2011.
2.3.5 Kerugian Floating Drug Delivery System
Kerugian Floating Drug Delivery System meliputi: a
Sistem floating tidak sesuai untuk obat-obat yang memiliki masalah kelarutan atau stabilitas pada cairan lambung.
b Obat-obatan seperti nifedipine yang diserap di seluruh saluran pencernaan
dan yang menjalani metabolisme lintas pertama tidak sesuai sebagai kandidat FDDS karena pengosongan lambung yang diperlama dapat
menyebabkan penurunan bioavailabilitas sistemik. c
Keterbatasan penerapan FDDS untuk obat yang mengiritasi mukosa lambung.
d Salah satu kelemahan dari sistem floating adalah sistem ini membutuhkan
jumlah cairan yang cukup banyak di lambung, sehingga bentuk sediaan obat dapat terapung dan bekerja secara efisien dalam cairan lambung.
e Retensi lambung dipengaruhi oleh banyak faktor seperti makanan, pH dan
motilitas lambung Arunachalam, et al., 2011.
12
2.4 Ranitidin HCl
2.4.1 Uraian bahan
Gambar 2.2 Struktur ranitidin HCl
Rumus Molekul : C
13
H
22
N
4
O
3
S.HCl Nama Kimia
: N-{2-{{{5-{Dimetilaminometil}-2-furanil}metil}tio}etil}- N’-metil-2-nitro- 1,1-etenadiamina, hidroklorida
Berat Molekul : 350,87
Pemerian : Serbuk hablur; putih sampai kuning pucat; praktis tidak berbau;
peka terhadap cahaya dan kelembaban. Melebur pada suhu lebih kurang 140
o
, disertai peruraian. Kelarutan
: Sangat mudah larut dalam air; cukup larut dalam etanol dan sukar larut dalam kloroform Ditjen POM, 1995.
2.4.2 Mekanisme Kerja
Ranitidin HCl menghambat produksi asam dengan cara berkompetisi
secara reversibel dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H
2
pada membran basolateral sel-sel parietal Goodman dan Gillman, 2007.
2.4.3 Farmakokinetik
Ranitidin HCl yang merupakan antagonis reseptor-H
2
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral, dengan konsentrasi puncak dalam serum dapat
dicapai 1 sampai 3 jam. Berbeda dengan pompa proton, hanya sebagian kecil
13 antagonis reseptor-H
2
yang berikatan dengan protein. Sejumlah kecil obat mengalami metabolisme di hati. Baik produk yang dimetabolisme maupun yang
tidak dimetabolisme akan disekresikan oleh ginjal dengan cara filtrasi dan sekresi
tubular renal Goodman dan Gillman, 2007. 2.4.4 Kegunaan
Ranitidin HCl digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dyspepsia episodic kronis, tukak akibat AINS,
tukak duodenum akibat H.pylori, sindrom Zollinger Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat Sukandar, et al., 2008.
2.4.5 Efek Samping
Secara keseluruhan insidensi reaksi merugikan yang timbul akibat pemakaian antagonis reseptor-H
2
adalah rendah 3. Efek samping yang umumnya ringan meliputi diare, sakit kepala, mengantuk, kelelahan, nyeri otot,
dan konstipasi. Ranitidin hanya memiliki 10 efek relatif terhadap aktifitas sitokrom P450 sehingga memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
simetidin. Ginekomastia pada pria dan galaktorea pada wanita dapat muncul akibat ikatan simetidin pada reseptor androgen dan penghambatan hidroksilasi
estradiol yang dikatalisasi oleh sitokrom P450 Goodman dan Gillman, 2007. 2.4.6 Dosis
Dosis Ranitidin HCl adalah 150 mg 2 kali sehari pagi dan malam atau 300 mg sebelum tidur malam Sukandar, et al., 2008.
2.5 Alginat
Alginat merupakan polimer yang banyak terdapat pada ganggang cokelat Phaeophcyceae dan melimpah di alam dan sebagai kapsul polisakarida pada
14 bakteri. Alginat adalah kopolimer yang tersusu
n dari α-L-Guluronat dan β-D- Mannuronat. Alginat komersil umumnya diproduksi dari Laminaria hyperborean,
Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Edonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea Antarctica, dan
Sargassum sp Draget, et al., 2005.
Tabel 2.2 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga yang ditentukan
dengan spektroskopi NMR high-field Draget, et al., 2005. Jenis
F
G
F
M
F
GG
F
MM
F
GM,MG
Laminaria japonica Laminaria digitata
Laminaria hyperborea, blade Laminaria hyperborea, stipe
Laminaria hyperborean, outer cortex Lessonia nigerescens
Ecklonia maxima Macrocystis pyrifera
Durviella antarctia Ascophyllum nodosum, fruiting body
Ascophyllum nodosum, old tissue 0,35
0,41 0,55
0,68 0,75
0,38 0,45
0,39 0,29
0,10 0,36
0,65 0,59
0,45 0,32
0,25 0,62
0,55 0,61
0,71 0,90
0,64 0,18
0,25 0,38
0,56 0,66
0,19 0,22
0,16 0,15
0,04 0,16
0,48 0,43
0,28 0,20
0,16 0,43
0,32 0,38
0,57 0,84
0,44 0,17
0,16 0,17
0,12 0,09
0,19 0,32
0,23 0,14
0,06 0,20
Perbandingan yang bervariasi dari asam uronat menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang
lebih tinggi dibandingkan asam mannuronat cenderung mempunyai struktur yang kaku rigid serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung
15 asam mannuronat yang lebih tinggi dibandingkan asam guluronat mempunyai
struktur yang tidak kaku atau lebih fleksibel Draget, et al., 2005.
2.5.1 Struktur kimia
Alginat termasuk dalam kopolimer yang tidak bercabang, alginat tersusun dari 1
→4 β-D-mannuronat M dan α-L-guluronat G. Melalui hidrolisis parsial dengan asam klorida, alginat dapat dibagi menjadi tiga fraksi. Dua dari fraksinya
adalah berupa homopolimer yang terdiri dari molekul asam guluronat G dan asam mannuronat M, dan fraksi ketiga terdiri dari gabungan asam mannuronat
dan asam guluronat dengan jumlah yang sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alginat terdiri dari homopolimer M dan G serta bagian MG yang mempunyai
gugus sama Draget, et al., 2005.
Gambar 2.3 Struktur kimia alginat
a. Monomer alginat b. Konformasi alginat
c. Distribusi monomer
16
2.5.2 Sifat alginat
Kelarutan alginat dalam air ditentukan oleh tiga parameter, yaitu: •
pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya muatan elektrostatik pada residu asam uronat
• Kekuatan ionik total zat terlarut juga memainkan peranan penting efek
salting out kation-kation non gelling, dan •
Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan Draget, et al., 2005.
Alginat secara luas digunakan pada pambuatan produk makanan dan sediaan farmasi oral maupun topikal. Alginat dipilih karena sifatnya yang non
toksik dan juga tidak mengiritasi. Pada pembuatan tablet dan kapsul, alginat digunakan sebagai pengikat dan bahan desintegran pada konsentrasi 1-5 ww.
Alginat juga banyak digunakan sebagai bahan pengental dan suspending agent pada pembuatan pasta, krim, gel, dan juga sebagai stabilizing agent pada
pembuatan emulsi minyak dalam air Rowe, et al., 2009.
2.6 Eudragit
Eudragit merupakan produk dagang dari Rohm GmbH Co. KG, Darmstadt di German yang pertama kali dipasarkan tahun 1950. Eudragit dibuat
dengan polimerisasi asam akrilat dan asam metakrilat atau esternya seperti butyl ester atau dimethylaminoethyl ester Nikam, et al., 2011.
Eudragit merupakan polimer kation dan anion sintetik dari dimetilaminoetil metakrilat, asam metakrilat dan ester asam metakrilat dalam
perbandingan yang berbeda-beda.
17
Eudragit E R1, R3= CH
3
R2= H R4=CH
3
Eudagit FS R1= H
R2= H, CH
3
R3=CH
3
R4=CH
3
Eudragit RL dan Eudragit RS R1=H, CH
3
R2=CH
3
, C
2
H
5
R3=CH
3
R4= CH
2
CH
2
NCH
3 3
+
Cl
-
Eudragit NE 30 D dan Eudragit NE 40 D
R1, R3= H, CH
3
R2, R4= CH
3
, C
2
H
5
Gambar 2.4 Gambar struktur Eudragit Rowe, et al.,2009
Eudragit biasanya digunakan dalam penyalutan film kapsul dan tablet. Film dengan karakteristik kelarutan yang berbeda dapat dihasilkan, tergantung
dari jenis polimer yang digunakan. Keterangan dapat dilihat pada Tabel 2.3. Salah satu aplikasi penggunaan Eudragit yaitu dalam pembuatan sediaan
gastroretentive. Pembuatan sediaan gastroretentive didasarkan pada pendekatan
seperti pendekatan berat jenis sediaan yang rendah sehingga sediaan dapat mengapung dalam cairan lambung, mempunyai berat jenis sediaan yang tinggi
sehingga sediaan dapat tertahan di bagian bawah lambung, bioadhesi terhadap mukosa, membesar atau mengembang di dalam saluran cerna lambung sehingga
tidak akan dapat melewati sphinkter pylorus. Semua teknik tersebut dapat kita
capai dengan menggunakan Eudragit yang berbeda-beda Nikam, et al., 2011.
18
Tabel 2.3 Jenis dan pemerian dari Eudragit
Nama Bentuk
Pelarut yang Direkomendasikan
Kelarutan Permeabilitas
Aplikasi Eudragit E
12,5 Eudragit E
100 Eudragit E
PO Eudragit L
12,5 P Eudragit L
12,5 Eudragit L
100 Eudragit L
100-55 Eudragit L
30 D-55 Eudragit RL
12,5 Eudragit RL
100 Eudragit RL
PO Eudragit RL
30 D Eudragit RS
12,5 Eudragit RS
100 Eudragit RS
PO Eudragit RS
30 D Larutan
Organik Granul
Serbuk Larutan
Organik Larutan
Organik Serbuk
Serbuk Larutan
Dispersi Larutan
organik Granul
Serbuk Larutan
dispersi Larutan
organik Granul
Serbuk Larutan
Dispersi Aseton, alkohol
Aseton, alkohol Aseton, alkohol
Aseton, alkohol Aseton, alkohol
Aseton, alkohol Aseton, alkohol
Air Aseton, alkohol
Aseton, alkohol Aseton, alkohol
Air Aseton, alkohol
Aseton, alkohol Aseton, alkohol
Air Larut dalam
cairan lambung sampai pH 5
Larut dalam cairan
pencernaan sampai
pH 6 Larut dalam
cairan lambung sampai pH 5,5
Permeabilitas tinggi
Permeabilitas tinggi
Permeabilitas tinggi
Permeabilitas tinggi
Permeabilitas rendah
Permeabilitas rendah
Permeabilitas rendah
Permeabilitas rendah
Film Coating
Film Coating
Film Coating
Salut Enterik
Salut Enterik
Salut Enterik
Salut Enterik
Salut Enterik
Sustained release
Sustained release
Sustained release
Sustained release
Sustained release
Sustained release
Sustained release
Sustained release
2.7 Disolusi