Dengan minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh peserta Jamkesmas, ini terlihat berdasarkan tingkat pendidikan peserta jamkesmas. Untuk melakukan setiap
pengobatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap peserta Jamkesmas maka peserta Jamkesmas akan merasa lebih baik dan lebih menilai baik terhadap pelayanan
yang diberikan harus diagnosa dan melalui tahap-tahap pengobatan yang sesungguhnya seperti diperiksa suhu badan, diinjeksi ataupun dengan pemberian obat
yang banyak. tingkah laku dibentuk oleh peranan-peranan yang diberikan oleh
masyarakat bagi individu-individu untuk melaksanakannya. Sehubungan dengan sasaran program Jamkesmas yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan bagi
yang tidak mampu maka peserta jamkesmas memang betul-betul pada masyarakat yang membutuhkan.
4.7.2 Pengetahuan dan pemahaman informan terhadap program Jamkesmas
Kompas edisi 9 Februari 2010 menyatakan kurangnya sosialisasi menyebabkan banyak masyarakat miskin yang tidak mengetahui hak dan kewajiban
dalam jamkesmas. Demikian pula yang ditemukan oleh penulis dari lapangan. Dari seluruh informan yang peneliti wawancara informan mengatakan tidak mengetahui
adanya program Jamkesmas. Informan hanya mengetahui setelah mereka diberitahu oleh pihak kesehatan bahwa keluarga informan terdaftar sebagai peserta program
Jamkesmas dan dapat berobat bebas biaya ke puskesmas bagi setiap anggota keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh keluarga M. Saragi;
Universitas Sumatera Utara
“…….Kami tidak mengetahui kalau kami mendapat program Jamkesmas ini. Yang kami tahu bahwa keluarga seperti kami
ini memang membutuhkan program bantuan seperti ini, tapi kami juga ingin mengetahui kenapa kami diikutkan menerima
program seperti ini. Apalagi yang kami tahu, kami tidak ada didata tapi mungkin ini sudah kebijakan pemerintah setempat
bahwasana keluarga kami sudah dilihat keadaannya sehingga kami diikut sertakan menjadi peserta program jamkesmas ini”
Hal yang senada juga ditambahkan oleh keluarga J. Limbong; “………petugas kesehatan memberikan kartu kepada kami,
ya kami terima saja dan hanya diberitahu kalau kartu tersebut dapat dipergunakan untuk berobat. Meskipun sampai saat ini
tidak pernah kami pergunakan karena puji Tuhan belum pernah mengalai keadaan sakit yang harus sampai pergi ke
puskesmas tapi kami simpan saja kartu tersebut, siapa tahu suatu saat diperlukan.
Pendataan terhadap keluarga miskin dan tidak mampu dilakukan oleh pihak pemerintah daerah kepala desa setempat pada saat program Askeskin dan perubahan
sebagian keluarga yang seharusnya menerima pelayanan kesehatan tersebut tidak ikut menjadi peserta program Jamkesmas. Seperti yang diutarakan keluarga R.
Pandiangan: “……..pada saat adanya Askeskin saya diikut sertakan
menjadi peserta. Berhubung dengan kondisi suami saya juga membutuhkan perawatan medis jadi saya menggunakan kartu
tersebut. Tapi setelah suami saya meninggal dan saat meninggal suami saya juga yang masih berlaku Askeskin
hingga pada tahun 2008 yang lalu sejak adanya program baru yaitu Jamkesmas saya tidak tahu akan hal itu. Barulah pada
saat saya berobat kembali dan saya tidak membawa kartu Askes ternyata pada saat pembayaran obat petugas kesehatan
menyatakan bahwa saya bebas dari biaya pengobatan. Secara otomatis saya menjadi peserta dari Jamkesmas. Jadi yang
Universitas Sumatera Utara
saya tahu program Jamkesmas ini adalah bahwa kami bias berobat bebas biaya.
Demikian pula jawaban yang diberikan M. Simbolon; “……kartu jamkesmas diberikan kepada saya,
katanya…untuk berobat gratis dan pemerintah yang membiayai. Ya, saya terima.
Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan informan diatas mengisyaratkan bahwa memang para informan tidak mengetahui dan tidak memahami apa-apa
tentang program Jamkesmas. Peserta hanya mengetahui sebatas untuk berobat gratis atau bebas biaya.
4.7.3 Prinsip Dramaturgi dalam Respon Masyarakat