22 1.2 Rumusan Masalah
Pasar Pringgan merupakan pasar tradisional yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari, termasuk sayuran. Sayuran yang di peroleh pedagang
langsung dari petani yang menjual hasil kebunnya kepada pedagang. Para pedagang yang menjual sayuran tidaklah membersihkan sayuran yang hendak
dijual terlebih dahulu, sehingga dikhawatirkan sisa-sisa pestisida yang digunakan para petani masih menempel pada sayuran. Sayuran yang mengandung residu
pestisida didalamnya tidaklah aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui kemungkinan ada tidaknya kadar residu pestisida
pada sayuran serta tingkat perilaku konsumen, terhadap residu pestisida pada sayuran yang di jual di pasar tradisional Pringgan Kecamatan Medan Baru, karena
dengan mengetahui perilaku konsumen dapat diketahui bagaimana kepedulian konsumen terhadap sayuran yang aman untuk dikonsumsi.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui residu pestisida serta tingkat perilaku konsumen terhadap residu pestisida pada sayuran yang beredar di pasar tradisional Pringgan,
Kecamatan Medan Baru.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui ada tidaknya residu pestisida golongan organofosfat
pada sayuran
kolkubis Brassica
oleracea, tomat
Solanum lycopersicum, wortel Daucus sarota, dan kacang panjang Vigna
sinensis.
Universitas Sumatera Utara
23
2. Untuk mengetahui kadar residu pestisida golongan organofosfat pada
sayuran kolkubis Brassica oleracea, tomat Solanum lycopersicum, wortel Daucus sarota, dan kacang panjang Vigna sinensis apakah
memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan SNI No 7313 : 2008.
3. Untuk mengetahui perilaku pengetahuan, sikap, dan tindakan para
konsumen terhadap residu pestisida pada sayuran.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagi informasi
agar lebih teliti dalam memilih dan mengkonsumsi sayuran. 2.
Sebagai bahan masukan bagi BPOM dalam melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap sayuran yang dijual di pasar tradisional.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang residu
pestisida golongan organofosfat. 4.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan dapat bermanfaat bagi
khalayak ramai.
Universitas Sumatera Utara
24 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pestisida
Pestisida adalah agensi yang membunuh hama. Yang dimaksud disini adalah bahan-bahan yang telah dikembangkan untuk membunuh sejumlah besar
spesies hama-hama tertentu. Asosiasi Kimia Nasional Amerika Serikat
menyatakan, bahwa yang juga termasuk pestisida adalah agensi yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan khusus seperti zat pengatur tumbuh, zat
penggugur daun, zat pengering desiccant dan zat-zat lainnya yang sejenis seperti feromon, zat kimia pemandul, zat “anti- feedant”, antraktan, repelen, sinergis
Oka,1995. Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 258MenKesPerIII1992
pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian dari tanaman atau hasil-hasil pertanian; memberantas rerumputan; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang
tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tidak
termasuk pupuk; memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak; memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-
jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan atau memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Universitas Sumatera Utara
25
Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang dimaksud dengan pestisida adalah zat pengatur dan perangsang
tumbuh, serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman. Pestisida merupakan bahan yang banyak memberikan
manfaat sehingga banyak dibutuhkan masyarakat pada bidang pertanian, pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, penyimpanan hasil pertanian, kehutanan
tanaman hutan dan pengawetan hasil hutan, rumah tangga dan penyehatan lingkungan pemukiman, bangunan, pengangkutan dan lain-lain.
2.1.1 Klasifikasi Pestisida
Klasifikasi pestisida dapat dibagi dua, yaitu berdasarkan golongan hama yang dibunuh dan berdasarkan efek yang ditimbulkan pada hama sasaran sebagai
berikut: a.
Berdasarkan Golongan Hama Sasaran Yang Dibunuh 1.
Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya
untuk membunuh tungau atau kutu. 2.
Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang, laut, berfungsi untuk membunuh algae.
3. Alvasida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung,
fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung. 4.
Bakterisisda, berasal dari kata bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.
5. Fungisida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang
artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat
Universitas Sumatera Utara
26
bersifat fungitostik membunuh cendawan atau fungistatik menekan pertumbuhan cendawan.
6. Herbisida, berasal dari kata latin herba, artinya tanaman setahun,
berfungsi untuk membunuh gulma. 7.
Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratan, segmen, berfungsi untuk membunuh serangga.
8. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung
tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. 9.
Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.
10. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berati benang, berfungsi untuk membunuh nematoda.
11. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
12. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.
13. Piscisida, berasal dari kata Yunani Pscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan.
14. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap Ditjen Prasarana dan Sarana
Pertanian, 2011.
Universitas Sumatera Utara
27
b. Berdasarkan Efek Pestisida Terhadap Hama
1. Anti makan anti-feedant, menghalangi makan, hama tetap tinggal pada
tanaman, hama kelaparan dan akhirnya mati mengurangi transpirasi. 2.
Anti-transpiran, mengurangi transpirasi. 3.
Atraktan, menarik hama kepada lokasi yang memperoleh perlakuan atraktan seks.
4. Zat kimia pemandul, merusak kemampuan hama bereproduksi.
5. Penggugur daun
defoliant, menghilangkan pertumbuhan bagian tanaman yang tidak dikehendaki, tanpa membunuh tanaman seketika.
6. Zat pengering desiccant, mengeringkan daun, batang, dan serangga.
7. Feromon, melepaskan atau menghalangi perilaku tertentu dari serangga.
8. Zat pengatur tumbuh, menghentikan, mempercepat atau merubah proses
pertumbuhan tanaman. 9.
Repelan, mengusir hama dari objek yang memperoleh perlakuan, tanpa membunuhnya.
10. Sinergis, meningkatkan efektifitas dari agensia yang aktif Oka, 1995. Ternyata jenis-jenis pestisida dapat dibagi lagi berdasarkan struktur
kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, pestisida dapat dibagi menjadi: 1.
Organophosphat Jenis ini mengandung unsur-unsur phospat, carbon, dan hidrogen.
Contohnya antara lain Parathion, Malathion, Phosdrin dan Tetra Ethyl Pyro Phosphat TEPP. Bekerjanya sebagai insektisida kontak atau sistemik. Pada
umumnya, senyawa organophosphat merupakan senyawa-senyawa yang cepat
Universitas Sumatera Utara
28
dihidrolisis bila tercampur dengan air, memiliki aktivitas residu dalam waktu pendek, karena itu perlu diaplikasikan berulang-ulang dan sedikit meninggalkan
residu bila disemprotkan. 2.
Organochlorine Organoclor adalah pestisida yang mengandung unsur-unsur karbon,
hidrogen, dan clorine. Atom-atom chlor dalam komposisinya terikat pada atom hidrokarbon, misal DDT dicloro Diphenyl Trichloretane, aldrin, dieldrin,
endrin, lidane,heptaklor, toksafin, dan beberapa lainnya. Kebanyakan diantaranya memiliki aktivitas residu dalam jangka panjang. Ada kecenderungan menumpuk
di dalam rantai makanan yang menimbulkan kematian pada ikan dan kehidupan lainnya. Oleh kerena itu penggunaannya sangat dibatasi.
3. Metil Carbamate
Mengandung fenol seperti BPMC, karbaril, propoksur, metiokarb, dan beberapa lainnya; carbamate yang mengandung okime seperti aldikarb, metomil,
oksamil, dan oksikarboksin; metil carbamate dan dimetil carbamte yang mengandung senyawa-senyawa hidrosiklik seperti bendiokarb,karbofuran,
dimetilon, dioksakarb, dan oksikarboksin. Kebanyakan diantaranya juga memiliki aktivitas residu jangka pendek. Seperti pada organophospor senyawa ini
menghalangi kolinesterase. Herbisida profam dan klorprofarm juga termasuk karbamat ini.
4. Piretroid
Senyawa-senyawa yang struktur kimianya seperti piretrin yang berasal dari tumbuan. Piretroid ini menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap
Universitas Sumatera Utara
29
serangga dan pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat
toksisk terhadap ikan, tawon madu, dan serangga berguna lainnya. Bekerjanya terutama secara kontak dan tidak sistemik. Kebanyakan senyawa piretroid adalah
lipofilik dan tidak larut dalam air. Sifat ini meningkatkan ketahanannya terhadap air dan resistensinya pada daun. Kebanyakan diantaranya bertekanan udara rendah
dan karena itu tidak dapat menguap. Ada yang peka terhadap sinar matahari alletrin, bioalletrin karena itu tidak dipergunakan di lapangan. Yang tahan sinar
matahari seperti sipermetrin, permetrin, dekametrin, dipergunakan mengendalikan hama di lapangan Ekha,1988.
2.1.2 Bentuk Formulasi Pestisida
1. Formulasi cair
Formulasi pestisida bentuk cair biasanya terdiri dari pekatan yang dapat diemulsikan EC, pekatan yang larut dalam air SL, pekatan dalam air AC,
pekatan dalam minyak OC, aerosol A, gas yang dicairkan LG. a.
Pekatan yang diemulsikan Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau
Emulsifiable Concentrate yang lazim disingkat EC merupakan formulasi dalam bentuk
cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan ditambah sufaktan atau bahan pengemulsi.
Formulasi untuk penyemprotan penggunaan perlu diencerkan dengan air, sehingga formulasi ini akan segera menyebar dan membentuk emulsi serta
memerlukan sedikit pengadukan.
Universitas Sumatera Utara
30
Pestisida yang termasuk formulasi pekatan yang dapat diemulsikan mempunyai kode EC dibelakang nama dagangnya.
b. Pekatan yang larut dalam air
Formulasi yang larut dalam air atau Water Soluble Concentratre SL merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam
pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air. Formulasi ini sebelum digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan air kemudian disemprotkan.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SL di belakang nama dagangnya.
c. Pekatan dalam air
Formulasi pekatan dalam air atau Aqueous Concentrate AC merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya pestisida
yang diformulasikan sebagai pekatan dalam air adalah bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan dalam air.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode AC di belakang nama dagangnya.
d. Larutan dalam minyak
Pekatan dalam minyak atau Oil Miscible Concntrate OL adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif dalam konsentrasi tinggi yang
dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatic seperti xilin atau nafta. Formulasi ini biasanya digunakan setelah diencerkan dalam hidrokarbon yang
lebih murah seperti solar kemudian disemprotkan atau dikabutkan fogging.
Universitas Sumatera Utara
31
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai koe OL di belakang nama dagangnya.
e. Aerosol
Formulasi pestisida aerosol adalah formulasi cair yang mengandung bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik. Ke dalam larutan ini
ditambahkan gas yang bertekanan dan kemudian dikemas menjadi kemasan yang siap pakai dan dibuat dalam konsentrasi yang rendah.
Pestisida yang temasuk formulasi ini mempunyai kode A di belakang nama dagangnya.
f. Gas yang dicairkan atau Liquefield Gases
Formulasi ini adalah formulasi pestisida bahan aktif dalam bentuk gas yang dipampatkan pada tekanan dalam suatu kemasan. Formulasi pestisida ini
digunakan dengan cara fumigasi ke dalam ruangan atau tumpukan bahan makanan atau penyuntikan ke dalam tanah.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode LG di belakang nama dagangnya.
2. Formulasi Padat
a. Tepung yang dapat disuspensikandilarutkan
Formulasi tepung yang dapat disuspensikan atau Wettable Powder WP atau disebut juga Dispersible Powder DP adalah formulasi yang
berbentuk tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert misalnya: tepung tanah liat, yang apabila dicampur dengan air akan membentuk
Universitas Sumatera Utara
32
suspensi, dan ditambah dengan bahan aktif atau pestisida. Ke dalam formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode WP di belakang nama dagangnya.
b. Tepung yang dilarutkan
Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble Powder SP sama dengan formulasi tepung yang dapat disuspensikan, tapi bahan aktif pestisida
maupun bahan pembawa bahan lainnya. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode SP di balakang
nama dagangnya. c.
Butiran Dalam formulasi butiran atau Granula G, bahan aktif pestisida
dicampur atau dilapisi oleh penempel pada bagian luar bahan pembawa inert, seperti tanah liat, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Kadar aktif
formulasi ini berkisar antara 1-40. Formulasi ini digunakan secara langsung tanpa bahan pengencer dengan cara menabur.
d. Pekatan debu
Pekatan debu atau Dust Concentrate DC adalah tepung kering yang mudah lepas denganukuran dari 75 micron, yang mengandung bahan aktif
dalam konsentrasi yang relatif tinggi, berkisar antara 25-75. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode DC dibelakang
nama dagangnya.
Universitas Sumatera Utara
33
e. Debu
Formulasi pestisida dalam bentuk debu atau Dust D terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi
antara 1-10. Ukuran partikel debu kurang dari 70 micron. Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang
nama dagangnya. f.
Umpan Formulasi umpan atau Block Bait BB adalah campuran bahan aktif
pestisida dengan bahan penambah inert. Formulasi ini biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran.
Pestisida yang termasuk formulasi ini mempunyai kode D di belakang nama dagangnya.
g. Tablet
Formulasi ini ada 2 macam yang pertama tablet yang terkena udara akan menguap menjadi fumigant. Bentuk ini akan digunakan di gudang atau
perpustakaan untuk membunuh hama kecoa. 3.
Padatan Lingkar Formulasi padatan lingkar adalah campuran bahan aktif pestisida dengan
serbuk gergaji kayu dan perekat yang dibentuk menjadi padatan melingkar. Formulasi ini mempunyai kode MC di belakang nama dagangnya Ditjen
Prasarana dan Sarana Pertanian, 2011.
Universitas Sumatera Utara
34 2.1.3 Toksisitas Pestisida
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama-hama tanaman selalu mempunyai dua sisi: bila ia efektif dan diaplikasikan menurut petunjuk, dapat
menurunkan populasi hama tanaman; tetapi selalu mengandung resiko kecelakaan pada manusia dalam bentuk keracunan kronikakut dan atau kematian dan
pencemaran lingkungsn. Belum lagi resiko reaksi populasi hama sasaran yang diperlakukan dengan pestisida tertentu secara berulang-ulang.
Untuk mengurangi berbagai resiko yang tidak dikehendaki tersebut dan menetapkan prosedur penggunaan pestisida mutlak perlu diketahui bagaimana
terjadinya keracunan itu dan derajat keracunan setiap jenis pestisida. Manusiahewan dapat keracunan pestisida melalui mulut oral, karena sejumlah
pestisida tertelan. Dapat juga melalui kulit dermal, karena masuk melalui tubuh melalui pori-pori dan kulit itu sendiri. Keracunan dapat juga terjadi melalui paru-
paru ketika udara yang tercemar pestisida terhirup Oka, 1995. Daya racun pestisida biasanya ditunjukkan oleh angka toksisitas akut hasil
uji laboratorium dengan hewan percobaan umumnya menggunakan tikus. Studi tosisitas akut pada hewan menghasilkan data LD
50
. Artinya, jumlah atau dosis bahan teknis mg dalam setiap 1 kg bobot badan binatang uji yang dapat
mematikan 50 binatang uji tersebut Sembodo, 2010. Namun, antara LD
50
oral dan LD
50
dermal dibedakan. LD
50
oral adalah kematian yang terjadi bila binatang uji tersebut makan dan LD
50
dermal adalah kematian karena keracunan lewat kulit Djojosumarto, 2000. Berdasarkan nilai LD
50
WHO menyusun kelas bahaya suatu pestisida seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
35 Tabel 2.1 Kelas Bahaya Pestisida Menurut WHO
Kelas LD
50
akut tikus formulasi mgkg
Oral Dermal
Padat Cair
Padat Cair
Sangat berbahaya
≤ 5 ≤ 20
≤ 10 ≤ 40
Bahaya tinggi 5-50
20-200 10-100
40-400 Bahaya sedang
50-500 200-2000
100-1000 400-4000
Bahaya rendah ≥ 5001
≥ 2001 ≥ 1001
≥ 4000 Sumber: Sembodo, 2010.
Data LD
50
untuk setiap senyawa kimia perlu dibedakan antarabahan teknikal bahan aktif dan bahan formulasi yang siap digunakan petani. Semakin
rendah nilai LD
50
berarti pestisida tersebut semakin beracun. Namun harus dipahami lagi bahwa semua pestisida adalah racun, tergantung dari dosis dan
konsentrasi serta organ mana yang teracuni. Setinggi apapun nilai LD
50,
kalau dosis yang diberikan tinggi juga akan beracun. Demikian juga dengan konsentrasi,
semakin pekat akan semakin beracun. Karena itu dalam aplikasinya, penyemprotan pestisida dengan LD
50
rendah dianjurkan menggunakan volume semprotan tinggi supaya konsentrasi larutan pestisida yang siap disemprotkan
menjadi rendah Sembodo, 2010.
2.1.4 Bidang Sasaran Aplikasi Pestisida
Sasaran biologis aplikasi pestisida pertanian adalah organisme pengganggu tanaman OPT, yakni hama, penyakit tanaman, dan gulma. Namun,
dalam praktek aplikasi pestisida tidak langsung diaplikasikan pada OPT, melainkan diaplikasikan dalam suatu bidang sasaran. Bidang sasaran adalah suatu
bidang atau ruang tempat OPT berada, menempel, tumbuh, berkeliaran, mencari
Universitas Sumatera Utara
36
makan, tidur, berkembang biak , dan sebagainya. Dengan aplikasi bidang sasaran ini, diharapkan OPT akan terpapar bahan aktif pestisida dalam jumlah yang
cukup untuk membunuh atau mengendalikannya. Misalnya insektisida racun perut disemprotkan pada daun-daun tanaman dengan harapan hama akan datang dan
makan daun yang sudah disemprot dengan insektisida tersebut dan mati. Insektisida sistemik berbentuk butiran diaplikasikan pada tanah agar bahan aktif
insektisida diserap oleh akar tanaman dan diedarkan ke seluruh bagian tanaman. Bila suatu saat hama datang dan makan bagian tanaman yang sudah mengandung
bahan aktif insektisida tersebut akan mati. Perhitungan aplikasi produk perlindungan tanaman umumnya tidak
didasarkan atas besarnya populasi OPT, tetapi lebih didasarkan pada luas bidang sasaran atau volume ruang sasaran. Beberapa bidang sasaran sasaran fisik yang
umumnya dalam aplikasi pestisida pertanian antara lain sebagai berikut. 1. Tanaman atau bagian tanaman terutama daun
Bidang sasaran ini sangat umum pada aplikasi penyemprotan insektisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Tanaman atau
bagian tanaman juga merupakan sasaran untuk aplikasi dengan cara pengembusan dusting, mist blowing, dan sebagainya. Perhitungan aplikasi umumnya
didasarkan atas luas lahan yang akan disemprot sangat umum untuk tanaman semusim, jumlah pohon, panjang barisan, dan sebagainya.
2. Tanah Tanah merupakan bidang sasaran pada aplikasi herbisida pra-tumbuh
pengendalian gulma dan aplikasi pestisida butiran insektisida dan fungisida
Universitas Sumatera Utara
37
serta sterilisasi tanah. Perhitungan apliksai umumnya didasarkan atas luas lahan yang akan diaplikasi.
3. Gulma Pada penyemprotan pasca-tumbuh, bidang sasaran dan sasaran biologisnya
sama, yakni gulma. Perhitungan aplikasi didasarkan atas luas lahan yang akan diaplikasi.
4. Air Bidang sasran lainnya adalah air. Pada aplikasi herbisida pra-tumbuh di
lahan sawah dan daerah perairan sungai dan danau, herbisida langsung disemprotkan ke permukaan air. Demikian pula, pada metode herbigation,
herbisida diaplikasikan lewat air irigasi. Air juga merupakan sasaran aplikasi insektisida untuk pengendalian nyamuk, hama air, dan sebagainya. Perhitungan
aplikasi didasarkan atas luas lahan atau perkiraan volume air yang akan diperlakukan dengan pestisida.
5. Ruangan Ruangan merupakan sasaran fisik yang umum pada pengendalian hama
gudang dengan sistem fumigasi. Perhitungan aplikasi fumigan didasarkan atas volume ruangan yang akan diaplikasikan.
6. Tembok, lingkungan, tubuh ternak. Diluar bidang pertanian masih ada beberapa bidang sasaran lainnya yakni
tembok pengendalian nyamuk, jamur, lingkungan kesehatan lingkungan, tubuh ternak untuk mengendalikan ektoparasit ternak, dan sebagainya Djojosumarto,
2000.
Universitas Sumatera Utara
38 2.1.5 Manfaat dan Dampak Negatif Pestisida
1. Manfaat Penggunaan Pestisida Pengendalian organisme pengganggu dengan pestisida banyak digunakan secara
luas oleh masyarakat, karena mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain yaitu:
a. Dapat diaplikasikan dengan mudah
Pestisida dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat yang relatif sederhana sprayer, duster, bak celup, dan sebagainya, bahkan ada yang tanpa
memerlukan alat ditaburkan. b.
Dapat diaplikasikan hampir di setiap waktu dan tempat Pestisida dapat diaplikasikan di setiap waktu pagi, siang, sore, atau
malam dan di setiap tempat, baik di tempat tetutup maupun di tempat terbuka. c.
Hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat Hasil penggunaan pestisida misalnya dalam bentuk penurunan populasi
organisme pengganggu dapat dirasakan dalam waktu singkat, dalam beberapa hal, hasilnya dapat dirasakan hanya beberapa menit setelah aplikasi.
d. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat
Hal ini sangat diperlukan dalam mengendalikan daerah serangan yang luas dan harus diselesaikan dalam waktu singkat misalnya dalam kasus
eksplosif organisme penggangu. Misalnya dengan menggunakan alat mistblower, power spayer, bahkan kapal terbang.
e. Mudah diperoleh dan memberikan keuntungan ekonomi terutama jangka
pendek. Perhitungan untung rugi secara eknomi dalam menggunakan pestisida
relatif lebih mudah dilakukan. Makin langka dan mahalnya tenaga kerja di
Universitas Sumatera Utara
39
sektor pertanian berakibat makin mendorong masyarakat petani untuk menggunakan pestisida.
2. Dampak Negatif Pestisida a.
Terhadap Konsumen Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan
kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat
pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar Djojosumarto, 2008.
b. Terhadap Kesehatan
Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan pestisida selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah
terpapar pestisida, tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu kemudian. Pestisida masuk dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi
sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam jumlah yang cukup
Wudianto, 2010. 1
Keracunan akut Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja
menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara pestisida masuk kedalam tubuh :
a Penetrasi lewat kulit dermal contamination
b Terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan inhalation, serta
Universitas Sumatera Utara
40
c Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut oral.
2 Keracunan kronis
Keracunan kronis terjadi apabila penderita terkena racun dalam jangka waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan
setelah beberapa waktu bulan atau tahun kemudian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan
gejala serta tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan kronis akibat pestisida.
a Pada Syaraf
Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit
berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.
b Pada Hati Liver
Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh
pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis.
c Pada Perut
Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya
berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida baik
Universitas Sumatera Utara
41
sengaja atau tidak efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.
d Pada Sistem Kekebalan
Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa
jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi,
atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.
e Pada Sistem Hormon
Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk
mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan
produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid
yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid. c.
Terhadap Lingkungan Menurut Soemirat 2007 Insektisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan
sebagai berikut : a
Residu Insektisida dalam Tanah Penyemprotan pestisida akan berada di udara yang lama kelamaan
akan jatuh ke tanah. Untuk jenis pestisida yang tidak mudah menguap akan
Universitas Sumatera Utara
42
berada di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin karena sifatnya yang persisten.
b Residu Insektisida dalam Air
Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah dapat terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air,
berupa sungai dan sumur. c
Residu Insektisida di Udara Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk
partikel air droplet atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya. d
Residu Pestisida pada Tanaman Insektisida
yang disemprotkan
padan tanaman
tentu akan
meninggalkan residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun, buah dan juga akar. Khusus pada buah, residu
ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci, atau dimasak residu pestisida ini masih
terdapat pada bahan makanan. e
Residu Pestisida di Lingkungan Kerja Pestisida kebanyakan digunakan di pertanian, sehingga perlu diketahui
bahwa insektisida dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja pertanian atau petani termasuk juga pencampuran pestisida. Kebanyakan petani di
Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun mereka tidak peduli dengan akibatnya.
Universitas Sumatera Utara
43
d. Terhadap lingkungan Pertanian
Menurut Djojosumarto 2008, bahwa dampak pestisida bagi lingkungan pertanian yaitu:
a Organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu pestisida
timbul resistensi organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida. Resistensi hama muncul apabila suatu jenis hama yang mula-mula
dapat terbunuh oleh suatu dosis kemudian menjadi kebal oleh dosis tersebut. Untuk dapat mematikan hama tersebut dibutuhkan konsentrasi
atau dosis insektisida yang lebih tinggi. b
Meningkatkan populasi hama setelah pengguanan pestisida resurjensi hama. Sifat resurjensi hama muncul apabila hama telah mengalami
perlakuan pestisida, populasinya tidak menurun, tetapi sebaliknya menjadi meningkat jika dibandingkan populasi sebelum diadakan
penyemprotan insektisida. c
Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting maupun hama yang sama sekali baru. Aplikasi pestisida yang
ditujukan untuk
mengendalikan jenis
hama tertentu
malah mengakibatkan munculnya jenis hama baru. Hal ini karena insektisida
yang digunakan di bidang pertanian memiliki sifat berspektrum luas yang berarti akan dapat mematikan tidak saja hama sasaran melainkan
organisme lainnya termasuk musuh alami.
Universitas Sumatera Utara
44
d Meracuni tanaman bila salah menggunakannya. Khususnya pada
tanaman pertanian adanya residu yang disebabkan karena aplikasi pestisida selama kegiatan usahataninya.
2.1.6 Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh
Menurut Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian 2011, pestisida dapat masuk ketubuh manusia melaui berbagai cara, yaitu:
1. Kontaminasi Lewat Kulit
Pestisida yang menempel dipermukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit
merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi bebrapa faktor, yaitu: a. Toksisitas dermal dermal
LD
50
pestisida yang bersangkutan, b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, c. Formulasi pestisida, d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar, e.
Luas kulit yang terpapar, f. Lamanya kulit terpapar, g. Kondisi fisik seseorang.
2. Terhisap Lewat Hidung
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel
semprotan yang sangat halus dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel diselaput lendir hidung atau di
kerongkongan. Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk kedalam paru- paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran 10 mikron
dapat mencapai paru-paru.
Universitas Sumatera Utara
45
3. Melalui Mulut
Hal ini terjadi apabila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar,
atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.
2.2 Organofosfat 2.2.1 Pengertian Organofosfat
Organofosfat memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur yang berikatan ganda dengan fosfor, sehingga disebut phosphate atau
phosphorothioates. Sebagian besar senyawa organofosfat berikatan dengan sulfur, karena bentuk P=S lebih stabil dan lebih larut lemak WHO, 1996.
2.2.2 Sumber, Jenis, dan Karakteristik
Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II.Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate TEPP,
parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi jugacukup toksik terhadap mamalia Sudarno, 2007. Organofosfat yang mempunyai sifat
larut dalam air, terhidrolisis dengan cepat di dalam air dengandemikian daya toksisitasnya cepat hilang dan berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau dan
mudah menguap. Secara kebetulan senyawa organofosfat ini mempunyai potensi yang baik
untuk digunakan sebagai insektisida. Senyawa organofosfat tidak stabil, karena itu dari segi lingkungan senyawa ini lebih baik daripada organoklorin. Senyawa
Universitas Sumatera Utara
46
organofosfat mempengaruhi sistem saraf dan mempunyai cara kerja menghambat enzim cholinesterase Sastroutomo, 1992.
Setiap jenis pestisida mempunyai tiga jenis nama, yaitu nama umum, nama dagang, dan nama kimia. Nama dagang suatu jenis pestisida diberikan oleh si
pembuatnya atau pabriknya sendiri sehingga kadangkala terdapat beberapa jenis pestisida mempunyai bahan aktif yang sama tetapi dengan nama dagang yang
berbeda. Senyawa organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar. Lebih daripada 100.000 senyawa organofosfat telah diuji untuk mencari
senyawa-senyawa yang mempunyai sifat sebagai insektisida. Dari jumlah ini hanya 100 senyawa saja yang berhasil diperdagangkan sebagai insektisida secara
luas Sastroutomo, 1992.
2.2.3 Dampak Organofosfat Terhadap Kesehatan
Cholinesterase ialah suatu enzym yang merupakan katalis biologik yang dalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjer-kelenjer dan
sel-sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktivitas cholinesterase jaringan turun secara drastis cepat sampai pada tingkat rendah,
dampaknya adalah bergeraknya serat-serat otot secara tak sadar dengan gerakan halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta ludah secara berlebihan.
Pernafasan kemudian menjadi lemah dan dan detak jantung menjadi lebih lambat dan lemah Depkes, 1989.
Oleh sebab itu, menurut Depkes 1989, defenisi kadar cholinesterase plasma atau sel darah merah merupakan indikator adanya penyerapan yang
berlebihan dari pestisida yang bertahan sampai 12 minggu. Fosfat organik
Universitas Sumatera Utara
47
menghasilkan metabolit yang biasanya dapat ditemukan dalam urine korban keracunan dalam waktu 12-48 jam sesudah penyerapan dalam jumlah yang cukup
berarti. Menurut Depkes 1989, proporsi aktifitas cholinesterase dalam darah
dinyatakan dalam persen dengan klasifikasi keracunan sebagai berikut: 1.
75-100 termasuk kategori normal, yaitu tingkat pemaparannya masih normal. Pada kelompok ini tidak ada tindakan yang diperlukan tetapi perlu
selalu diuji ulang. 2.
50-74 termasuk kategori keracunan ringan, yaitu tingkat keracunan masih ringan. Pada kelompok ini telah terjadi keracunan pestisida sehingga
jika penderitanya lemah dianjurkan agar istirahat tidak kontak dengan pestisida minimal selama 2 minggu kemudian baru diuji ulang kembali.
3. 25-49 termasuk kategori keracunan sedang, yaitu tingkat keracunan
sedang. Pada kelompok ini telah terjadi keracunan pestisida yang sangat serius sehingga penderita dianjurkan untuk menghentikan segala kegiatan
yang terkait dengan pestisida. 4.
0-24 termasuk kategori keracuanan berat, yaitu tingkat keracuanan berat. Pada kelompok ini keracunan pestisida sudah sangat serius dan berbahaya
sehingga penderita harus israhat dari semua jenis pekerjaan dan perlu dirujuk ke unit pelayanan medis.
Pada masyarakat yang terkena racun insektisida organofosfat, tanda dan gejala keracuanan adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur,
mata berair, mulut berbusa, banyak keringat, air liur banyak keluar, mual, pusing,
Universitas Sumatera Utara
48
kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan, dan akhirnya pingsan Wudianto, 2010.
Menurut Alegantina dkk 2005, yang mengutip pendapat Darmansjah 1987 menyebutkan bahwa cara kerja organofosfat adalah menghambat penyaluran
impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin. Secara sederhana reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat
dapat digambarkan sebagai berikut:
Asetilkolin kolin + asam asetat
Kolinesterase fosforilasi
organofosfat Gambar 2.1 Reaksi pengikatan kolinesterase dengan organofosfat.
Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter yang terdapat di antara ujung- ujung saraf dan otot serta berfungsi meneruskan rangsangan saraf, Apabila
rangsangan ini berlangsung terus menerus akan menyebabkan penimbunan asetilkolin. Kolinesterase yang terdapat di berbagai jaringan dan cairan tubuh
dapat menghentikan rangsangan yang ditimbulkan asetilkolin di berbagai tempat dengan jalan menhidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat dalam waktu
sangat cepat sehingga penimbunan asetilkolin tidak terjadi. Sewaktu
insektsida organfosfat
terpajan kepada
seseorang, asetilkolinesterase dihambat sehingga terjadi akumulasi asetilkolin, asetilkolin
yang ditimbun dalam susunan syaraf pusat akan mengakibatkan tremor,
Universitas Sumatera Utara
49
inkoordinasi, kejangkejang, dan lain-lain. Dalam sistem syarat autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar, bronko konstriksi,
miosis. Menurut Mukono 2011 akibat inhibisi AcetilcholinesteraseAChE di
dalam sistem syaraf mengakibatkan gangguan keracunan seperti: 1.
Keracunan akut a.
Manifestasi muscarinik, yaitu gejala pencernaan seperti mual, muntah, aktifitas kelenjer keringat meningkat, aktifitas kelenjer ludah
meningkat, aktifitas kelenjer mata meningkat, dan ketajaman mata berkurang.
b. Manifestasi nikotinik, sepeti sesak napas, kram, pada otot tertentu dan
cynosis. c.
Manifestasi susunan syaraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala, kesukaran tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernafasan, dan
peredaran darah. 2.
Keracunan Kronis Ada beberapa jenis keracunan kronis yang disebabkan pestisida organofosfat,
yaitu: a.
Carsinogenik pembentukan kelenjer kanker b.
Teratogenik kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan
insektisida. c.
Myopathi penyakit otot.
Universitas Sumatera Utara
50 2.2.4 Mekanisme Organofosfat dalam Tubuh
Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Efek
kesehatan yang timbul juga dipengaruhi toksisitas masing-masing bahan aktif dalam senyawa organofosfat.
Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan
dengan enzim cholinesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Dan karena adanya pestisida dalam darah maka Acetilcholinesterase AchE akan di
ikat oleh pestisida, sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubh terutama meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot-otot. Akibatnya
otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan Sudarno, 1997. Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase.
Enzimckholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf
berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system CNS, akhirnya terjadi gerakan gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh
terpapar secara berulang pada jangka waktu yang lama, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem
syaraf. Asetikholinesterase adalah suatu enzim, terdapat pada banyak jaringan yang menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan asam asetat. Sel darah merah
dapat mensintesis asetilkholin dan bahwa kholin asetilase dan asetilkholinesterase keduanya terdapat dalam sel darah merah. Kholin asetilase juga ditemukan tidak
Universitas Sumatera Utara
51
hanya di dalam otak tetapi juga di dalam otot rangka,limpa dan jaringan plasenta Syarief, 2007.
Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyeberangan bagi mengalirnya getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ di dalam tubuh menerima
informasi untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel. Pada sistem syaraf, stimulas yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf akson dalam
betuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetikholin dipindahkan diseberangkan melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan asetilkholin dengan cara
meghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion asetat, impuls syaraf kemudian berhenti. Reaksi-reaksi kimia ini terjadi sangat cepat Dirjen PPM
PLP, 2001. Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh akan
menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat asetilkholin pada sel efektor. Keadaan tersebut
diatas akan menyebabkan gangguan sistem syaraf yang berupa aktifitas kolinergik secara
terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan Syarief,
2007.
2.3 Residu Pestisida
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air, udara atau
tanah Deptan, 2009. Beberapa yang mengindikasikan batas residu, digunakan untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas maksimum residu BMR
Universitas Sumatera Utara
52
adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum dari residu pestisida ditetapkan dalam mgkg yang direkomendasikan sebagai batasan yang diijinkan secara legal
pada komoditas makanan dan daging hewan. Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan badan Standar Nasional
Indonesia SNI tahun 2008, tentang batas maksimum residu BMR pestisida pada tanaman. Residu pestisida untuk golongan organofosfatmasih diperbolehkan
ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk sayuran batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mgkg.
Menurut Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian 2011, batas maksimum residu BMR adalah batas dugaan maximum residu pestisida yang ada dalam
berbagai hasil pertanian yang diperoleh. Data BMR Organofosfat berdasarkan Deptan 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Batas Maksimum Residu Organofosfat pada Makanan
No Komoditas
BMR mgkg
1 Kentang
0,01 2
Kubis 0,5
3 Mentimun
0,1 4
Paprika 0,05
5 Lobak
0,1 6
Wortel 0,5
7 Bawang bombay
0,05 8
Jagung 0,02
Sumber : Deptan RI 2009.
Universitas Sumatera Utara
53
Selain BMR, Acceptable Daily Intake ADI atau batas yang dapat diterima tubuh dalam sehari juga merupakan parameter internasional untuk
dievaluasi. Berdasarkan FAO and WHO, ADI untuk organofosfat adalah 0-0,03 mgkg berat badan FAO dan WHO, 2010.
2.4 Sayuran