B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di jelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
a. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara ROE, DER, PER,
EGR, ROA terhadap financial leverage baik secara simultan maupun secara parsial?
b. Dari variabel independent baik secara simultan maupun secara parsial
manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap financial leverage
?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat di buat beberapa tujuan dan manfaat penelitian sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk menganalisis pengaruh antara ROE, DER, PER, EGR, ROA
terhadap financial leverage baik secara simultan maupun secara parsial.
b. Untuk menganalisis variabel independent baik secara simultan
maupun secara parsial manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap financial leverage
11
12
2. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: a.
Bagi Perusahaan Sebagai bahan kajian dan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan yang harus diambil oleh perusahaan. Dengan ini diharapkan perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan investor.
b. Bagi Investor
Penelitian dapat menjadi informasi tentang bentuk atau tingkat efisiensi finansial perusahaan sehingga dapat membantu investor
dalam membuat kebijakan investasinya. c.
Bagi Penulis Agar dapat memperluas pengetahuan mengenai pengaruh antar
variabel penelitian yaitu return on equity, debt equity ratio, price earning ratio, earning growth ratio,
dan return on assets. d.
Bagi Akademik ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai contoh studi
kasus nyata dalam perkuliahan disamping digunakan sebagai koleksi hasil penelitian diperpustakaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Financial Leverage Financial Leverage
adalah penggunaan modal pinjaman di samping modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap berupa
bunga. Dengan menggunakan sumber dana yang memiliki beban tetap diharapkan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari
pada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Agus Sartono, 1997.
Financial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang
untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri 100. Penggunaan hutang itu sendiri bagi
perusahaan mengandung tiga dimensi, yaitu 1 pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan , 2 dengan
menggunakan hutang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan
meningkat, 3 dengan menggunakan hutang maka pemilik akan memperoleh dana dan tidak kehilangan pengendalian perusahaan. Agus Sartono, 1997.
Menurut Agus Sartono Financial leverage menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasinya. Financial leverage
menurut Beaver, Kettler dan Scholes 2004 adalah nilai buku hutang jangka panjang total dibagi dengan aktiva total. Pada dasarnya perusahaan yang
1 13
menggunakan financial leverage tujuannya agar keuntungan yang di peroleh lebih besar dari biaya tetapnya. Jika perusahaan ternyata mendapatkan
keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya, maka akibatnya dividen yang akan di terima pemegang saham akan semakin kecil. Leverage di
definisikan sebagai pengunaan aktiva atau dana di mana untuk penggunaannya perusahaan harus membayar biaya tetap. Leverage menguntungkan favorable
financial leverage kalau pendapatan yang di terima dari penggunaan dana
tersebut lebih besar dari biaya beban tetapnya. Sedangkan financial merugikan unfavorable financial leverage
apabila perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan sebanyak beban tetap yang harus di bayar. Dari uraian di atas
dapat dikatakan bahwa semakin besar tingkat financial leverage perusahaan, makin tinggi resiko finansialnya.
Semakin tinggi proporsi debt relatif terhadap ekuitas meningkatkan risiko perusahaan. Sebagaimana rasio lainnya faktor industri dan ekonomi
sangat mempengaruhi, baik tingkat debt maupun sifat debt jatuh tempo dan tingkat bunga tetap dan variabel. Misalnya industri dengan modal yang
intensif cenderung untuk menggunakan tingkat debt yang tinggi untuk mendanai property, plan, and equipment-nya. Debt untuk mendanai kegiatan
semacam itu harus bersifat jangka panjang agar sesuai dengan jangka waktu
asset yang diperoleh. Debt ratio ditunjukkan dengan perbandingan debt to total capital, debt to equity.
Hal ini dapat mengakibatkan prospek perusahaan menurun, prospek perusahaan mempengaruhi harga saham, apabila prospek di perkirakan
14
meningkat atau menurun, maka harga saham akan naik atau turun. Suad Husnan, 1998.
Meek, Robert dan Gray 1995 dalam Nugraheni dkk 2002 menyatakan semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, semakin besar pula
agency cost . Dengan kata lain untuk memenuhi kebutuhan kreditur jangka
panjang perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas. Financial leverage
menunjukkan penggunaan hutang dalam membiayai perusahaan yang dapat mengakibatkan timbulnya resiko keuangan, semakin
besar biaya tetap finansial yang di tambahkan pada biaya tetap operasi operating fixed cost.
Penambahan fixed cost yang lebih besar akan mengurangi keuntungan bersih pemegang saham biasa, dan pengurangan
keuntungan ini berarti resiko bagi para pemegang saham biasa. Walaupun penggunaan financial leverage memiliki resiko yang cukup
besar, perusahaan tetap cenderung memilih financial leverage yang tinggi. Weston Brigham, 1993:299. karena berarti :
a. Jika pengusaha menginvestasikan sebagian kecil saja dari keseluruhan
dana yang di butuhkan perusahaan, maka resiko perusahaan di tanggung kreditur.
b. Dengan menambah pendanaan yang berasal dari hutang pemegang saham
dapat mengontrol perusahaan dengan jumlah investasi yang lebih kecil. c.
Jika perusahaan dapat menghasilkan keuntungan atas penggunaan hutang yang di bebani bunga pengembalian atas modal ROE dapat bertambah
atau meningkat.
15
Pernyataan di atas menunjukkan perusahaan yang menggunakan financial leverage
yang lebih tinggi berarti tambahan dana untuk investasi, maka perusahaan berharap dapat meningkatkan earning per share EPS
perusahaan tersebut. Peningkatan earning per share EPS tidak telepas dari kaitannya dengan volume penjualan perusahaan.
Penggunaan financial leverage pada suatu perusahaan dikatakan menguntungkan apabila pendapatan yang di terima dari penggunaan dana
melalui hutang tersebut mengalami peningkatan dari pada beban tetap penggunaan hutang tersebut. Financial leverage merupakan suatu cara
pembiayaan perusahaan dengan menggunakan hutang yang tujuannya untuk dapat meningkatkan pengembalian atas modal.
Perusahaan pada umumnya menggunakan hutang untuk memperoleh dana bagi perusahaan sehingga setiap periode harus menanggung pembayaran
bunga yang tidak mempermasalahkan bagaimana keadaan perusahaan apakah sedang memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian.
Menurut Bambang Riyanto 1992 semakin besar penggunaan hutang yang dilakukan perusahaan, yang juga akan meningkatkan jumlah beban
bunga berarti semakin besar pula resiko bagi tingkat biaya-biaya tetap finansial financial fixed cost yang akan di tambahkan pada biaya tetap
operasi akan mengurangi keuntungan bersih pemegang saham biasa dan pengurangan keuntungan ini berarti resiko bagi mereka.
16
B. Pengertian Return On Equity ROE
Return On Equity ROE yaitu rasio antara laba setelah pajak terhadap
total modal sendiri equity yang berasal dari setoran modal pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi
ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Return On Equity ROE
digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas
shareholders’ equity yang dimiliki oleh perusahaan.
Return On Equity ROE adalah kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang di miliki, sehingga retun on equity
ini ada yang menyebutnya sebagai rentabilitas modal sendiri. Sutrisno, 2000:197.
Return On Equity ROE adalah mengukur kemampuan perusahaan
untuk memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi
hutang semakin besar maka rasio ini juga akan semakin besar. Agus Sartono, 1998:90.
Menurut Drs. Lukman Syamsudin, M.A 2000 Return On Equity ROE adalah suatu pengukuran dari penghasilan income yang tersedia bagi
para pemilik perusahaan baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan.
17
Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang di peroleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.
Menurut Bringham dan Ehnhardt 2002 return on equity ROE di definisikan sebagai berikut: “Tingkat pengembalian atas investasi bagi
pemegang saham biasa”. Return On Equity
ROE atau sering disebut rentabilitas modal sendiri menurut Bambang Rianto 1995:44 adalah perbandingan antara jumlah laba
yang tersedia bagi pemilik modal sendiri bagi disatu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut dilain pihak. Laba yang
dipehitungkan untuk mengukur ROE adalah laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
Pemilik sebagai orang yang sangat bertanggung jawab terhadap keberadaan perusahaan tentunya menginginkan rentabilitas yang tinggi. Untuk
itu maka pemilihan untuk sumber-sumber pembelanjaan yang dilakukan hendaknya dapat mempertinggi rentabilitas modal sendiri. Tiga komponen
utama dari return on equity adalah asset turnover, return on sales, dan financial leverage
. Syaiful M.Ruky, 1992:82. Suad Husnan 1998:293 juga lebih mempertegas lagi bahwa return on
equity ROE adalah laba yang ditahan dan diinvestasikan kembali tersebut
bisa menghasilkan tingkat keuntungan. Menurut M.Fakhruddin dan M.Sopian Hadianto return on equity ROE
adalah mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga di pengaruhi oleh besar kecilnya
18
hutang perusahaan, apabila proporsi hutang semakin besar maka rasio ini juga akan semakin besar.
ROE atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri yang menunjukkan efisiensi
penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Kasmir,
et.al., 2003:207.
Sehingga berdasarkan penjelasan sebelumnya yang dimaksud dengan Return On Equity
ROE adalah kemampuan perusahaan dalam
mengembalikan return yang diharapkan. C. Hubungan antara financial leverage dengan return on equity ROE
Hubungan antara financial leverage dengan return on equity ROE menurut Bambang Riyanto 1992: “Besarnya rentabilitas modal sendiri selain
di pengaruhi oleh rentabilitas ekonomi, juga dipengaruhi oleh rasio hutang”. Pengaruh rasio hutang financial leverage terhadap rentabilitas modal
sendiri ROE dapat positif, negatif ataupun tidak ada pengaruh sama sekali. Kontribusi dari financial leverage terhadap return on equity ROE adalah
positif jika hanya penggunaan dana dengan beban tetap tersebut dapat memberikan pendapatan atau hasil yang lebih besar rasio hutang
mengakibatkan semakin besarnya rentabilitas modal sendiri.
19
D. Pengertian Debt Equity Ratio DER
DER merupakan rasio yang digunakan untuk melihat struktur keuangan perusahaan dengan mengaitkan jumlah kewajiban dengan jumlah ekuitas
pemilik. Simamora, 2000:533. Menurut Lukman Syamsuddin 2001:54, DER adalah rasio yang
menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang dengan jumlah modal sendiri yang diberikan pemilik perusahaan. Berdasarkan
pendapat di atas, pengertian DER dalam penelitian ini adalah rasio yang membandingkan antara total hutang dengan total ekuitas pemilik. DER
mengidentifikasikan sejauh mana perusahaan dapat menanggung kerugian tanpa harus membahayakan kepentingan kreditornya. Dalam hal terjadi
likuiditas, kreditor mempunyai prioritas klaim dibandingkan pemegang saham. Dari sudut pandang kreditor, jumlah ekuitas dalam struktur permodalan
perusahaan dapat dianggap sebagai katalisator, membantu memastikan bahwa terdapat asset yang memadai untuk menutup klaim pihak lain. Rasio yang
tinggi dapat mengindikasikan bahwa klaim pihak lain relatif lebih besar ketimbang asset yang tersedia untuk menutupnya, sehingga meningkatkan
risiko bahwa klaim kreditor kemungkinan tidak akan tertutup secara penuh bilamana terjadi likuidasi. Dalam mengukur risiko, perhatian kreditor jangka
panjang terutama difokuskan pada prospek laba dan perkiraan arus kas. Meskipun demikian mereka tetap memperhatikan keseimbangan antara
proporsi aktiva yang didanai oleh kreditor dan pemilik perusahaan. Keseimbangan proporsi tersebut diukur dengan rasio debt to equity. Rasio ini
20
juga dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak tertagihnya suatu hutang.
Dwi Prastowo, 2002:84. Kreditor jangka panjang pada umumnya lebih menyukai angka DER yang kecil. Semakin kecil angka rasio ini, berarti
semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik perusahaan dan semakin besar penyangga risiko kreditor. Jika DER semakin meningkat maka
menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin memburuk, selain itu semakin tinggi DER menunjukkan struktur permodalan lebih banyak dibiayai oleh
pinjaman sehingga ketergantungan perusahaan terhadap kreditur semakin meningkat. Dengan meningkatnya DER maka beban perusahaan kepada pihak
luar kreditur juga semakin meningkat sehingga harapan tingkat kembalian return para pemegang saham semakin kecil. Farchan dan Sunarto, 2002:72.
Menggambarkan Perbandingan antara total hutang dan ekuitas. Semakin besar DER, menunjukkan struktur permodalan usaha lebih banyak
memanfaatkan hutang-hutang relatiif terhadap ekuitas. Rasio ini menunjukkan Perbandingan anatara hutang dan modal sendiri.
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara hutang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik
perusahaan. Suad Husnan, 1997:561.
21
E. Pengertian Price Earning Ratio PER
Salah satu rasio yang banyak digunakan oleh investor untuk pengambilan keputusan investasi saham adalah Price Earning Ratio PER.
PER merupakan rasio antara harga per lembar saham dengan laba bersih per sahamnya EPS. PER juga menunjukkan indikasi tentang adanya masa depan
perusahaan. Menurut Sartono 1996:106, para pelaku pasar modal lebih menaruh perhatian terhadap Price Earning Ratio PER yang dapat diartikan
sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan. PER memiliki beberapa atribut menarik yaitu memberikan standar
yang baik dalam membandingkan harga saham untuk laba per lembar saham yang berbeda dan kemudahan dalam membuat perkiraan yang digunakan
sebagai input pada PE rasio model, serta memudahkan atau membantu judgement
dalam menganalisis. Oleh karena model PER lebih sering digunakan dalam penilaian saham, maka menentukan faktor-faktor apakah
yang mempengaruhi PER dengan mengetahui seberapa jauh faktor-faktor tersebut mempengaruhi PER adalah sangat penting.
Price Earning Ratio umumnya digunakan sebagai indikator dari nilai
relative berbagai saham biasa. PER dapat memberikan pandangan yang salah mengenai nilai relative yang disebabkan oleh tehnik dan definisi akuntansi
yang berbeda yang digunakan berbagai perusahaan. Pemegang saham biasa mengkhawatirkan kinerja perusahaan dimasa depan. Sementara PER
didasarkan pada kinerja perusahaan dimasa depan. Ini merupakan alasan mengapa perkiraan laba dimasa depan terkadang digunakan dalam
22
menghitung rasio ini. PER hanya menyediakan indikasi kasar dari hasil investasi relative, dan harus digunakan dengan sangat berhati-hati. Namun,
PER ini rutin menyediakan indikasi mengenai harapan pasar jika laba
disesuaikan dengan benar pada saat perhitungan rasio dilakukan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang diharapkan dan semakin rendah tingkat
perubahan laba, maka akan semakin tinggi PER yang dimiliki. Frank j, Fabozzi, 2000 dalam Riskawati, 2005. Menurut Jogiyanto 1998:82 PER
menunjukkan rasio dari harga saham terhadap earning. Jadi rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap
kelipatan dari earning. Sedangkan Sutrisno 2000:268 menjelaskan bahwa PER yaitu rasio
yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang akan di peroleh para pemegang saham.
Mohammad Usman 2001:83 menyatakan bahwa sebagai alternatif lain selain menggunakan arus kas atau arus dividen dalam menghitung nilai
fundamental atau nilai intrinsik saham adalah dengan menggunakan nilai laba perusahaan earning Salah satu pendekatan yang populer untuk mengestimasi
nilai intrinsik adalah pendekatan PER.
Menurut Gruber 1995 pendekatan PER merupakan model penilaian saham yang paling praktis sehingga banyak digunakan oleh para pemodal dan
analisis saham. Pendekatan ini juga paling sering di gunakan oleh penjamin emisi underwriter untuk menentukan harga saham perdana. Suad Husnan,
1993. Selain itu PER mempunyai arti yang cukup penting dalam penilaian
23
saham karena mencerminkan salah satu indikator perusahaan tentang pada masa mendatang, pada perusahaan yang mempunyai PER tinggi resiko yang
rendah serta pertumbuhan yang tinggi, sehingga pemodal bersedia membeli saham perusahaan dengan harga tinggi dan berharap akan mendapat aliran kas
mendatang lebih tinggi. Stanley, 1987.
Selanjutnya Abdul Halim 1995:15 menjelaskan bahwa dalam beberapa hal, rasio ini lebih menarik di bandingkan model dividen. Pertama,
PER memberikan sesuatu standar yang tepat untuk membandingkan dengan harga dari saham-saham yang memiliki tingkat pendapatan per lembar saham
yang berbeda. Kedua, model ini lebih mudah di gunakan dari pada model dividen terutama bagi saham dari perusahaan-perusahaan yang tidak membagi
dividen sekarang ini. Ketiga, estimasi input ini di gunakan pada model PER
lebih mudah di gunakan dari pada estimasi input pada model.
Apabila faktor-faktor lain dipegang konstan, maka meningkatnya pertumbuhan dividen akan meningkatkan Price Earning Ratio. Suad Husnan,
2001:342. Berdasarkan pengertian sebelumnya, maka dapat di simpulkan bahwa PER adalah perbandingan antara harga saham P= Price dan laba per
saham E= Earning, PriceEarning= RRatio, PER terdiri dari tiga variabel dalam kaitan pembentukan harga saham, variabel P Price tergantung pada
variabel E Earning dan R Ratio, jika E dan R di ketahui maka P dapat dihitung.
Berguna untuk menerangkan perbandingan harga pasar dari setiap
lembar saham terhadap Earning per share EPS .
24
F. Hubungan antara PER terhadap Leverage
Hansen and Crutcley 1990 menyatakan bahwa rata-rata harga saham terpengaruh saat perusahaan mengumumkan penerbitan surat-surat berharga
yang baru. Terdapat bukti yang mengidentifikasikan bahwa terjadi penurunan harga saham secara signifikan selama pengumuman dari pembelanjaan modal
yang baru atau hutang yang dapat dipertukarkan. Penawaran hutang secara terbuka atau saham preferen menghasilkan reaksi harga saham yang negatif
tetapi signifikan. Sementara itu, Miller and Rocks 1985 menyarankan agar
pembelanjaan baru new financing sebaiknya lebih rendah dibanding laba yang diharapkan expected earning, sehingga berlawanan dengan efek
pengumuman deviden. Pengeluaran modal baru akan menggambarkan kenaikan pembiayaan eksternal, yang berarti menurunkan efek perubahan
deviden. Variabel pembelanjaan modal baru didefinisikan sebagai persentase perubahan nilai per lembar saham biasa dengan rasio hutang terhadap modal
debtequity ratio sebagai ukuran leverage.
G. Pengertian Earning Growth Ratio EGR
Earning growth ratio EGR mencerminkan pertumbuhan laba per
lembar saham setiap periode t. penggunaan data historis tingkat pertumbuhan laba per lembar saham dapat digunakan untuk memprediksi tingkat
25
pertumbuhan dimasa yang akan datang. Perhitungan earning growth ratio EGR menurut Mohammad Usman 2001 menggunakan fomula sederhana:
Dimana : EGR
= Tingkat Pertumbuhan Laba EPS
t
= Pendapatan perlembar saham pada tahun t EPS
t-
= Pendapatan perlembar saham pada tahun t-1 Earning Per Share
EPS adalah pebandingan pendapatan bersih dengan jumlah saham yang dikeluarkan. Earning Per Share EPS
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang sahamnya, semakin besar keberhasilan usaha yang
dilakukannya. Earning Per Share juga digunakan untuk mengukur pendapatan yang dapat dinikmati pemegang saham setelah dikurangi pajak.
Earning Per Share EPS menurut Drs. Syamsudin 2002 adalah pada
umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per share EPS, karena hal ini
menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang
besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan.
Earning Per Share EPS juga menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang sahamnya. Semakin 26
tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang sahamnya mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang
dilakukannya. Sehingga berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan
yang dimaksud dengan earning growth ratio EGR adalah tingkat pertumbuhan earning per share EPS Dari waktu ke waktu diperoleh dengan
cara membandingkan earning per share EPS pada periode sebelumnya.
H. Hubungan antara financial leverage dan earning growth ratio EGR
Perubahan di dalam penggunaan hutang akan menyebabkan perubahan pada laba bersih per saham EPS dan harga sahamnya. Penggunaan financial
leverage dapat mempengaruhi dan meningkatkan earning growth ratio EGR,
sebaliknya bagi perusahaan yang tidak mampu menanggung beban tetap lebih aman apabila menggunakan modal sendiri ini dimaksudkan agar tidak
mengganggu posisi keuangan perusahaan. Dengan demikian hubungan financial leverage dengan earning growth
ratio adalah positif yang berarti dengan adanya hutang membuat pemegang
saham tidak perlu menambah modalnya. Peningkatan penggunaan financial leverage terus dinaikkan sampai
batas tertentu akan menyebabkan laba per lembar saham EPS menurun, yang disebabkan meningkatnya beban tetap yang harus dibayar.
I. Pengertian Return On Assets ROA
Menurut M. Fakhrudddin dan M. Sopian Hadianto menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.
27
Profitabilitas atau rentabilitas menunjukkan kemampuan baik dalam
menghasilkan keuntungan pada periode tertentu. Rentabilitas ekonomi yang bisa disebut juga dengan rentabilitas aktiva ROA.
Return On Assets ROA adalah merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba.
Menurut Weston dan Copeland 1992 bahwa produktivitas aktiva keseluruhan dinyatakan sebagai tingkat pengembalian atas modal aktiva rate
earned on total assets , yang disebut juga tingkat pengembalian atas investasi
return on investment atau tingkat poduktifitas aktiva assets productivity rate
. Semakin besar nilai return on assets ROA menunjukkan bahwa bank
semakin poduktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat atau rendahnya earning power
ini adalah: 1.
Profit margin yaitu perbandingan antara net operating income dengan net sales
yang dinyatakan dengan persentase. 2.
Turn over operating assets atau tingkat perputaran aktiva yaitu kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu, yang diperoleh
dari perbandingan antara net sales dengan operating assets.
J. Hubungan antara financial leverage dengan return on assets ROA
Financial leverage adalah penggunaan modal pinjaman disamping
modal sendiri dan di harapkan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar. Sedangkan return on assets ROA adalah perbandingan antara
28
laba setelah pajak dengan total aktiva. Berarti Hubungan antara financial leverage
dengan return on assets ROA adalah positif yang berarti dengan adanya hutang maka akan meningkatkan profitabilitas atau return on assets
ROA.
K. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Buchary Jahya 2002 mengenai analisis risk and return
pada BUMN sektor industri jasa telekomunikasi di Jakarta PT. Telkomsel dan PT. Indosat penelitian ini menggunakan regresi berganda
menggunakan variabel dependen financial leverage dan variabel independent return on equity
ROE, earning per share EPS, dan return on assets ROA. Hasil penelitian pada PT. Telkomsel menunjukkan bahwa secara parsial
maupun simultan return on equity ROE, earning per share EPS, dan return on assets
ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap financial leverage. Sedangkan pada PT. Indosat secara parsial dan simultan return on equity
ROE, earning per share EPS, dan return on assets ROA berpengaruh signifikan terhadap financial leverage.
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Sofiani 2000 mengenai
pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan menunjukan bahwa tingkat leverage
atau struktur modal perusahaan mengatakan bahwa tingkat leverage suatu perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan nilai perusahaan
yang di wakili oleh tingkat pengembalian atas saham. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pembahasan mengenai tingkat leverage menjadi lebih
penting bagi suatu perusahaan karena salah satu tujuan perusahaan adalah
29
meningkatkan atau mempertahankan kemakmuran pemegang saham yang tecermin pada nilai perusahaan atau nilai saham perusahaan. Oleh sebab itu
perusahaan harus mengetahui dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat leverage perusahaan, manajer akan dapat mengelola
tingkat leverage yang dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Sabar Warsini 1994, Aldler H.Manurung 1994 menggunakan model regresi whitbeck dan kisor dengan mengambil
kasus pada perusahaan tekstil yang go public. Hasil penelitiannya menyebutkan financial leverage dan return on equity memiliki hubungan yang
positif, sedangkan pertumbuhan laba perusahaan memiliki hubungan yang negatif terhadap financial leverage.
Penelitian yang dilakukan oleh Ali K. Ozdagli 2009 menyajikan suatu model dinamis perusahaan dengan kontrak utang bebas risiko,
investasi ireversibilitas, dan biaya restrukturisasi hutang. Model ini cocok untuk beberapa fakta perusahaan dan harga aset keuangan : Pertama, leverage
konstan berbeda dengan pasar buku portofolio, sedangkan leverage pasar berbeda secara signifikan.
Kedua, perubahan pasar leverage terutama disebabkan oleh perubahan harga saham bukan oleh perubahan
hutang. Ketiga, ketika
model dikalibrasi agar sesuai dengan distribusi penampang rasio buku ke pasar, hal ini menjelaskan perbedaan kembali di
perusahaan yang berbeda. Model ini juga menunjukkan bahwa
investasi ireversibilitas saja tidak dapat menghasilkan pola cross-sectional
30
diamati dalam return saham dan bahwa leverage adalah sumber utama dari nilai premi.
Penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Jiang 2001 menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih
banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran
perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar
dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk
memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan leverage.
L. Kerangka Pemikiran
Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yang berpengaruh terhadap Financial Leverage adalah Return On Equity ROE,
Debt Equity Ratio DER, Price Earning Ratio PER, Earning Growth Ratio
EGR, dan Return On Assets ROA. Atas dasar tersebut maka pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap Financial Leverage dapat di lihat
sebagai berikut:
31
X
1
ROE
Keterangan : X
1
= Return On Equity variabel bebas X
2
= Debt Equity Ratio variabel bebas X
3
= Price Earning Ratio variabel bebas X
4
= Earning Growth Ratio variabel bebas X
5
= Return On Assets variabel bebas Y
= Financial Leverage
variabel terikat X
2
DER
X
3
PER
Y
FINANCIAL LEVERAGE
X
4
EGR
X
5
ROA
32
M. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan penelitian, maka dapatlah dibuat hipotesis- hipotesis sebagai berikut :
1. H
: b
1
= 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan return on equity terhadap financial leverage
H
a
: b
1
≠ 0 terdapat pengaruh yang signifikan return on equity terhadap financial leverage
2. H
: b
2
= 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan debt equity ratio terhadap financial leverage
H
a
: b
2
≠ 0 terdapat pengaruh yang signifikan debt equity ratio terhadap financial leverage
3. H
: b
3
= 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan price earning ratio terhadap financial leverage
H
a
: b
3
≠ 0 terdapat pengaruh yang signifikan price earning ratio terhadap financial leverage
4. H
0 :
b
4
= 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan earning growth ratio
terhadap financial leverage H
a
: b
4
≠ 0 terdapat pengaruh yang signifikan earning growth ratio terhadap financial leverage
5. H : b
5
= 0 tidak terdapat pengaruh yang signifikan return on assets terhadap financial leverage
H
a
: b
5
≠ 0 terdapat pengaruh yang signifikan return on assets terhadap financial leverage
33
34 6. H
: b
1
, b
2
, b
3,
b
4,
b
5
= 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara return on equity
, debt equity ratio, price earning ratio, earning growth ratio,
dan return on assets
dianalisis secara simultan terhadap financial leverage.
H
a
: b
1
, b
2
, b
3,
b
4,
b
5
≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara return on equity
, debt equity ratio, price earning ratio
, earning growth ratio, dan return on assets
dianalisis secara simultan terhadap financial leverage.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Penelitian ini membahas pengaruh
variabel bebas yang terdiri dari return on equity ROE, debt equity ratio DER, price earning ratio PER, earning growth ratio EGR, dan return on
assets ROA terhadap variabel terikat yaitu financial leverage.
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini mengambil populasi perusahaan yang masuk kategori perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Pengambilan populasi
perusahaan yang terdaftar di BEI dikarenakan pertimbangan kemudahan akses data dan informasi, serta biaya dan waktu penelitian. Sedangkan sampel yang
diambil adalah perusahaan manufaktur pada tahun 2005-2009. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
purposive sampling , karena sampel diambil berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu. Nur Indriyanto dan Bambang Supomo, 2002. Penulis menggunakan data perubahan yang termasuk ke dalam perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI.
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendukung penelitian yang dilakukan maka diperlukan data yang berupa data sekunder. Data sekunder adalah data yang bukan di
1 35
usahakan sendiri oleh peneliti namun di peroleh dari pihak lain dalam bentuk data jadi yang berhubungan dengan penelitian ini atau disebut dengan studi
kepustakaan yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen- dokumen. Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 2003.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
1. Library research
Yaitu berasal dari buku-buku kuliah dan jurnal-jurnal atau artikel-artikel yang berkaitan dengan masalah skripsi ini.
2. Field research
Untuk memperoleh data maka peneliti mengadakan penelitian ke BEI guna memperoleh data yang diperlukan.
D. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis yang bersifat kuantitatif. Adapun rumus untuk menghitung variabel-variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut: 1.
Return On Equity ROE Menurut Drs. Lukman Syamsudin, M.A 2000 Return On Equity
ROE adalah suatu pengukuran dari penghasilan income yang tersedia bagi para pemilik perusahaan baik pemegang saham biasa maupun
pemegang saham preferen atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau
penghasilan yang di peroleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.
36
ROE atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri yang
menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian
pula sebaliknya. Kasmir, et.al., 2003:207.
2. Debt Equity Ratio DER
Menggambarkan Perbandingan antara total hutang dan ekuitas. Semakin besar DER, menunjukkan struktur permodalan usaha lebih
banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Rasio ini
menunjukkan Perbandingan anatara hutang dan modal sendiri.
3. Price Earning Ratio PER
Sutrisno 2000:268 menjelaskan bahwa PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan
dengan keuntungan yang akan di peroleh para pemegang saham. Mohammad Usman 2001:83 menyatakan bahwa sebagai alternatif
lain selain menggunakan arus kas atau arus dividen dalam menghitung nilai fundamental atau nilai intrinsik saham adalah dengan menggunakan
nilai laba perusahaan earning. Salah satu pendekatan yang populer untuk mengestimasi nilai intrinsik adalah pendekatan PER.
37
Berguna untuk menerangkan perbandingan harga pasar dari setiap lembar saham terhadap Earning per share EPS .
4. Earning Growth Ratio EGR Earning growth ratio
EGR mencerminkan pertumbuhan laba per lembar saham setiap periode t. penggunaan data historis tingkat
pertumbuhan laba perlembar saham dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pertumbuhan dimasa yang akan datang. Perhitungan earning
growth ratio EGR menurut Mohammad Usman 2001 menggunakan
fomula sederhana:
5. Return On Asset ROA
Return On Assets ROA adalah merupakan perbandingan antara laba
setelah pajak dengan total aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba.
6. Financial Leverage
Financial Leverage adalah penggunaan modal pinjaman di samping
modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap
38
berupa bunga. Dengan menggunakan sumber dana yang memiliki beban tetap diharapkan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar
dari pada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Agus Sartono, 1997.
7. Merumuskan Persamaan Regresi
Analisis regresi linear berganda adalah analisis yang berhubungan dengan ketergantungan antara variabel independent terhadap variabel
dependen .
Persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ b
4
X
4
+b
5
X
5
…b
n
X
n
+ e Notasi :
Y = Financial
Leverage a =
Konstanta b
1
,b
2,
b
3…
b
n
= Koefisien
Regresi X
1
= Return On Equity ROE X
2
= Debt Equity Ratio DER X
3
= Price Earning Ratio PER X
4
= Earning Growth Ratio EGR X
5
= Return On Assets ROA e
= Error Term
39
8. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis berganda terhadap data yang diperoleh dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap
persyaratan-persyaratan klasik regresi berganda. a.
Normalitas Uji normalitas bertujuan apakah dalam model regresi, variabel
dependent, variabel independent atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Model yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal.
Menurut Singgih Santoso 2000:214, ada beberapa cara mendeteksi normalitas dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu
diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusannya adalah : 1.
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b. Multikolinearitas
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas variabel
independent . Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel bebas. Jika bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah
40
variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.
Menurut Singgih Santoso 2000:203 untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah dengan
melihat nilai tolerance dan variance inflation factor VIF. Suatu model regresi yang bebas dari multikolinieritas adalah mempunyai
nilai VIF berkisar pada angka 1 dan mempunyai nilai tolerance mendekati 1.
c. Heteroskedastitas
Heteroskedastitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan
kepengamatan lain. Jika variasi residual dari satu persamaan kepersamaan lain tetap, maka disebut homokedastitas. Model regresi
yang baik yang homokedastitas atau tidak terjadi heteroskedastitas. Menurut Singgih Santoso 2000:208 ada beberapa cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik, dimana sumbu X adalah Y
yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual Y prediksi – Y sesungguhnya yang telah di studentized, rinciannya sebagai berikut:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu
pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka telah terjadi heteroskedastisitas.
41
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji autokolerasi
Uji autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi berganda ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi kolerasi, maka dinamakan ada penyakit autokolerasi. Tentu saja model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokolerasi. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan membandingkan nilai Durbin-
Watson hitung dengan kriteria kondisi autokorelasi. Adapun kriteria untuk mengetahui apakah dalam suatu bentuk regresi terdapat kondisi
autokorelasi adalah : 1.
1.65 DW 2.35 kesimpulannya tidak terjadi kondisi autokorelasi 2.
1.21 DW 1.65 atau 2.35 DW 2.79 kesimpulannya tidak dapat disimpulkan inconclusive
3. DW 1.21 atau DW 2.79 kesimpulannya terjadi autokorelasi.
9. Uji Simultan uji F
Uji Simultan uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi yang disajikan yang menunjukkan pengaruh variabel bebas
variabel independent terhadap variabel terikat variabel dependent secara bersama-sama.
42
10. Uji Parsial uji t
Uji parsial dimaksudkan untuk menguji parameter b atau digunakan untuk melihat pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent
secara individual parsial.
E. Operasional Variabel Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, variabel independen variabel bebas dan variabel dependen variabel tidak
bebas pada penelitian ini adalah : 1.
Return On Equity ROE Menurut Drs. Lukman Syamsudin, M.A 2000 Return On Equity
ROE adalah suatu pengukuran dari penghasilan income yang tersedia bagi para pemilik perusahaan baik pemegang saham biasa maupun
pemegang saham preferen atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau
penghasilan yang di peroleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Return On Equity
ROE yaitu rasio antara laba setelah pajak terhadap total modal sendiri equity yang berasal dari setoran modal
pemilik, laba tak dibagi dan cadangan lain yang dikumpulkan oleh perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien
perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Return On Equity ROE digunakan untuk mengukur
tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam
43
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas shareholders’ equity
yang dimiliki oleh perusahaan.
2. Debt Equity Ratio DER
DER merupakan rasio yang digunakan untuk melihat struktur keuangan perusahaan dengan mengaitkan jumlah kewajiban dengan
jumlah ekuitas pemilik. Simamora, 2000:533. Menggambarkan Perbandingan antara total hutang dan ekuitas.
Semakin besar DER, menunjukkan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatiif terhadap ekuitas. Rasio ini
menunjukkan Perbandingan anatara hutang dan modal sendiri.
3. Price Earning Ratio PER
Mohammad Usman 2001:83 menyatakan bahwa sebagai alternatif lain selain menggunakan arus kas atau arus dividen dalam menghitung
nilai fundamental atau nilai intrinsik saham adalah dengan menggunakan nilai laba perusahaan earning. Salah satu pendekatan yang populer untuk
mengestimasi nilai intrinsik adalah pendekatan PER.
44
Berguna untuk menerangkan perbandingan harga pasar dari setiap lembar saham terhadap Earning per share EPS .
4. Earning Growth Ratio EGR Earning Growth Ratio
EGR mencerminkan pertumbuhan laba per lembar saham setiap periode t. penggunaan data historis tingkat
pertumbuhan laba per lembar saham dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pertumbuhan dimasa yang akan datang. Perhitungan earning
growth ratio EGR menurut Mohammad Usman 2001 menggunakan
fomula sederhana:
5. Return On Asset ROA
Return On Assets ROA adalah merupakan perbandingan antara laba
setelah pajak dengan total aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba.
6. Financial Leverage
Financial Leverage adalah penggunaan modal pinjaman di samping
modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap
45
berupa bunga. Dengan menggunakan sumber dana yang memiliki beban tetap diharapkan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar
dari pada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Agus Sartono, 1997.
46
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Pasar Modal di Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah
kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan
dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah
Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami
pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
1 47
a. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di
Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda. b.
1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I c.
1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
d. Awal tahun 1939 : Karena isu politik Perang Dunia II Bursa Efek di
Semarang dan Surabaya ditutup. e.
1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
f. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat
Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman Lukman Wiradinata dan Menteri keuangan Prof.DR. Sumitro
Djojohadikusumo. Instrumen yang diperdagangkan Obligasi Pemerintah RI 1950
g. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin
tidak aktif. h.
1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum. i.
10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM Badan Pelaksana Pasar
Modal. Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT
Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
48
j. 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten
hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
k. 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 PAKDES 87
yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
l. 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
m. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia BPI mulai beroperasi dan
dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek PPUE, sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
n. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88
PAKDES 88 yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public
dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
o. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya BES mulai beroperasi dan
dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
p. 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ. q.
22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS Jakarta Automated Trading Systems.
49
r. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
s. 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
t. 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat scripless trading mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia. u.
2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh remote trading.
v. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya BES ke Bursa Efek
Jakarta BEJ dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia BEI.
2. Sejarah Bursa Efek Indonesia BEI