c. Sintaksis nahwu
Sintaksis merupakan salah satu kajian yang tidak dapat dipisahkan, karena ia merupakan cabang linguistik yang mengkaji
unsur terpenting dalam bahasa yaitu kalimat. Kalimat merupakan satuan bahasa yang pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata
atau dengan satuan-satuan yang lebih besar yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final baik secara aktual maupun
potensial terdiri dari klausa.
30
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani ‘sun’ yang bermakna ‘dengan’ dan ‘tatein’ yang bermakna ‘menempatkan’. Jadi secara
etimologi sintaksis berarti menempatkan secara bersama-sama kata- kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
31
Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax.
Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda
dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan
unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi.
30
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, cet. 5, h. 199.
31
Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, Bandung: Angkasa, 1988, cet. 10, h. 35.
Demikianlah, bidang sintaksis ialah wacana, kalimat, klausa, dan frase.
32
Sedangkan dalam bahasa Arab sintaksis itu disebut dengan ilmu nahwu.
ﺎﻬﻟاﻮ أو ﺔ ﺑﺮ ﻟا ﺔ ﻜﻟا ﻎ ﺎﻬﺑ فﺮ ﺪ اﻮﻗ ﻮ ﻨﻟا ﺎﻬ آﺮ
و ﺎهداﺮﻓأ .
Ilmu nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk kata-kata dalam bahasa Arab serta kaidah-kaidahnya baik berupa kata maupun
kalimat.
33
Al-Ghulayaini dalam bukunya Jami’ Al-Durus Al-Arabiyah mendefinisikan an-nahwu yaitu ilmu yang mengatur semua keadaan
pada akhir setiap kata dalam sebuah tuturan, baik itu marfu’ nominative, mansub akusatif, majrur genitif, atau majzum jusif,
di mana setiap perubahan keadaan seperti itu disebut al-I’rab
34
atau yang disebut juga dengan al-Mabniy.
Mahfudh Ichsan Al-Wina’i mendefinisikan i’rab ialah berubahnya harakat di akhir kata dengan sebab berbedanya amil yang
masuk pada kalimat itu yang terbagi atas empat macam yaitu: i’rab rofa’
, i’rab nasob, i’rab jar, dan i’rab jazm.
35
32
M. Ramlan, Sintaksis; Ilmu Bahasa Indonesia, Yogyakarta; CV. Karyono, 1983, cet. 3, h; 17.
33
Hifni Bek Dayyab, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab: Nahwu, Shorof, Balaghoh, Bayan, Ma’ani, Bade
, Jakarta: Darul Ulum Press, 1991, cet. 3, h.13.
34
I’rab adalah tanda baca yang diwujudkan dalam bentuk fathah, peneda vocal a, kasrah
penanda vocal i, dhammah penanda vocal u, dan sukun penanda huruf mati. Syihabuddin, op cit, h. 45.
35
Mahfudh Ichsan Al-Wina’i, Konsep Kitab Kuning, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, h.91.
Secara etimologis, i’rab berarti menerangkan dan menjelaskan.
36
Tatkala bahasa Arab merupakan bahasa yang jelas dan terang, kehadiran i’rab menunjang kejelasan tersebut. i’rab inilah yang
menjelaskan hubungan antarkata pada suatu kalimat dan susunan kalimat dalam kondisi yang variatif.
Itulah yang biasa dibicarakan oleh sintaksis yang berorientasi pada lafadz dan i’rab atau struktur sintaksis, mencakup
masalah fungsi, kategori, dan peran. Akan tetapi dalam pembahasan ini penulis hanya menjelaskan mengenai satuan sintaksis.
1 Kategori Sintaksis Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Pada dasarnya satuan sintaksis
37
itu meliputi kata yang merupakan satuan sintaksis terkecil, frase gabungan dua kata atau
lebih yang sifatnya predikatif, dan kalimat. Dalam ilmu bahasa, kata dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya,
dan antara satu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya. Dengan kata lain, kata dibedakan berdasarkan kategori
sintaksisnya. Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata.
Para linguis Arab terdahulu membagi kata ke dalam kategori nomina, verba, dan hurf.
36
Syihabuddin, op. cit, h.44..
37
Kaidah sintaksis mensyaratkan pilihan kata yang tepat, seksama, dan lazim. Tepat berarti penempatan kata sesuai dengan kelompoknya dalam sintaksis, seksama berhubungan
dengan kesesuaian antara makna dan pikiran, dan lazim berarti kata yang sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, Jakarta: Grasindo,
2007, h. 68.
Hifni Bek Dayyab 1991:13 menuliskan:
عاﻮ ا ﺔﺛﻼﺛ ﻰﻓ تﺎ ﻜﻟا ﺮ ﻨ :
فﺮ و ا و ﻓ .
Kata-kata itu hanya ada tiga macam: fi’il, isim, dan harf. Mahfudh Ichsan Al-Wina’i 1995:85 juga sependapat
bahwa kelas kata dalam bahasa Arab itu ada tiga yakni fi’il, isim, dan harf. Dia mengatakan bahwa:
ﺔﺛﻼﺛ ﻪ ﺎ ﻗا :
فﺮ و او ﻓ .
Kalimat itu terbagi menjadi tiga macam: fi’il tau kata kerja, isim, dan hurf.
a Verba fi’il
Fi’il dalam bahasa Arab sama pengertiannya dengan kata kerja dalam bahasa Indonesia.
38
Verba atau kata kerja dalam bahasa Indonesia secara umum dapat dibedakan dari
kelas kata lainnya terutama dari adjectiva dengan ciri: “verba mengandung makna inheren perbuatan, proses, dan keadaan
yang bukan sifat atau kualitas, dan memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat walaupun dapat juga
mempunyai fungsi lain”.
39
Dilihat dari strukturnya ada dua macam kata kerja, yaitu kata kerja dasar, dan kata kerja berimbuhan.
40
Kata kerja dasar adalah kata kerja yang belum diberi imbuhan, seperti kata-kata
38
Akrom Fahmi, op. cit., h. 8.
39
Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisis ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, cet. 4, h. 87.
40
Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, h.100.
pergi, pulang, tulis, tanya, dan tendang. Sedangkan kata kerja berimbuhan adalah kata kerja yang berbentuk dari kata dasar
yang mungkin kata benda, kata kerja, kata sifat, atau janis kata lain dan imbuhan.
Dalam bahasa Arab verba lazim disebut dengan fi’il, yaitu kata yang menunjukkan makna mandiri dan disertai
dengan pengertian zaman. Sebagaimana dalam bahasa Indonesia, fi’il dalam bahasa Arab tidak hanya meliputi
pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tenaga fisik, seperti berjalan, memikul, dan lain-lain.
Verba atau fi’il dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga macam yaitu: fi’il madhi, fi’il mudhari, dan fi’il amr. Walaupun
ada beberapa bentuk fi’il berdasarkan morfologisnya shorof, fi’il madhi
menunjukkan perbuatan yang telah berlalu. Contoh pada kata
ﺘآ
“dia laki-laki telah menulis”. Fi’il mudhari
menunjukkan kejadian atau perbuatan yang sedang berlangsung dan yang akan datang. Contoh pada
kata
ﺘﻜ
“dia laki-laki sedang atau akan menulis”. Sedangkan fi’il amr yaitu fi’il yang menuntut pendengarnya
untuk melakukan sesuatu seperti pada contoh
ﺘآا
“kamu laki-laki tulislah”.
b Nomina isim
Nomina meliputi tiga unsur: nama kata benda, sifat, dan kata ganti. Unsur nama meliputi aspek nama yang umum,
nama diri dan bentuk infinitif
41
. Unsur sifat meliputi sifat yang umum, sifat yang relative, dan sifat yang menyatakan
keunggulan, sedangkan unsur kata ganti mencakup kata ganti orang, kata ganti penunjuk, dan kata ganti konjungtif.
42
Unsur nama memiliki karakteristik yang membedakannya dari kategori lain. Dilihat dari distribusinya,
nomina dapat menempati posisi sebagai subjek, predikat, atau pelengkap.dalam kalimat yang predikatnya verba dan ia tidak
dapat diingkari dengan kata “tidak”, melainkan dengan kata “bukan”.
43
Dalam bahasa Indonesia sebuah kata dapat dicalonkan ke dalam kelas benda jika kata tersebut berfrase dengan di, ke,
tentang, pe. Misalnya: pemain, kehendak, di sekolah, dll. Dalam bahasa Inggris sebuah kata masuk dalam kelas benda,
apabila secara frase dapat dihubungkan dengan kata-kata
41
Infinitive merupakan bentuk verba yang sama sekali tidak mengandung fleksi proses atau hasil penambahan afiks pada dasar atau pada akar untuk membatasi makna gramatikalnya.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indinesia, Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, cet. 3, h. 432318
42
Syihabuddin, op. cit, h. 52
43
Harimurti Kridalaksana, op.cit., h. 146
seperti the, a, few, some, every, atau dengan sufiks -er seperti: farmer
, writer, reader.
44
Sementara isim dalam bahasa Arab merupakan kata yang menunjukkan makna mandiri dalam arti ia tidak
terengaruhi zaman atau kala. Contoh:
هاﺮﺑا
yang berarti nama orang yang tidak berpengaruh oleh kala.
Isim atau nomina secara umum terbagi dua yaitu:
i isim nakirah yaitu kata benda yang masih umum seperti:
ﺬ
“seorang murid laki-laki” mana saja atau bersifat umum,
بﺎﺘآ
“buku” mana saja atau masih bersifat umum. ii
Isim ma’rifah yang menunjukkan kata benda tertentu sifatnya pasti seperti:
ﺬ ﺘﻟا
yaitu
ﺬ
dengan penambahan
لا
yang berarti “anak laki-laki itu” yang bersifat khusus atau pasti. Isim maaarifah ini meliputi: isim
dhamir pronominal, person, isim ‘alam nama diri, isim
isyarah petunjuk, penanda deiksis
45
, isim mausul nomina relative
, isim yang disertai alif lam
لا
, dan isim yang
44
Jos Daniel Parera, Pengantar Linguistik Umum; Bidang Morfologi, Seri B. Ende Flores Nusa Indah: Arnoldus, 1977, h. 1516
45
Deiksis merupakan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Besar Bahasa Indonesia , h. 244
c Harf
Seluruh kalimah huruf adalah mabny. Dan perlu diingat kembali, bahwa untuk menentukan apakah suatu kalimah harf
itu mabny sukun, fathah, dhammah, dan kasrah adalah berdasarkan harakat harf terakhirnya.
1 Harf Jar, seperti
: ,
ﻲ ا ,
dan lain-lain. 2
Harf Athaf, seperti :
و ,
ف ,
dan lain-lain. 3
Harf Istifham, seperti : ه
, ﺎ
, أ
dan lain-lain. 4
Harf Nafy, seperti :
, ,
ﺎ, dan lain-lain.
5 Harf Syarat, seperti
: ﻮ
, ,
اذإ ,
dan lain-lain. 6
Harf Takid, seperti :
ﺪﻗ ,
نأ ,
نإ dan lain-lain.
7 Harf Ististna, seperti :
ىﻮﺳ ,
ﻻا ﺮ ﻏ .
, dan lain-lain. 8
Dll.
2 Kategori Gramatikal Bahasa Arab
Klasifikasi gramatikal dalam bahasa Arab yaitu nahwu adalah komponen dalam tata bahasa yang memperlihatkan
bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan berbagai cirinya
46
Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif ;Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia Tetaah Terhadap Fonetik dan Morfologi
, Jakarta, al-Husna Baru, 2004, cet. 1, h. 92
berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan gramatikal yang lebih besar.
47
Seperti yang telah penulis ungkapkan di atas bahwa, kategori gramatikal sering dibedakan kategori primer, yakni kelas
kata, dan kategori sekunder, yakni modus, kala tenses, aspek, diatesis, jumlah, dan kasus Lyons 1968:274. Empat di antaranya
menjadi kategori yang sangat penting dalam bahasa Arab, yaitu: a
Jumlah number Jumlah
adalah kategori gramatikal yang membeda-bedakan jumlah, misalnya tunggal mufrad, dua mustanna, dan plural
jama’. Dalam bahasa Arab perbedaan ketiga jumlah tersebut akan mempengaruhi struktur kalimat atau katanya.
48
1 Mufrad seperti:
ﻗ ,
بﺎﺘآ ,
. 2
Mustanna seperti:
نﺎ ﻗ ,
نﺎ ﻟ ﺎﻃ
. 3
Jama’ yang terbagi menjadi tiga macam: • Jama’ mudzakar salim, seperti:
نﻮ
. • Jama’ muannasts salim, seperti:
تﺎ
. • Jama’ taksir seperti:
ةرﻮ -
رﻮ
.
49
47
Ibid. h. 5-6
48
Hifni Bek Dayyab, dkk, op. cit, h.155
49
Abdul Mu’in, op. cit, h. 93
b Modus
Modus merupakan kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis penutur terhadap
tindakan, perbuatan, merupakan tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya.
50
Dalam bahasa Arab terdapat tiga macam modus yaitu:
51
a Modus indikatif al-mudhari’ al-marfu’ yang menunjukkan
suatu pernyataan biasa, dan dapat digunakan untuk menyatakan makna perbuatan yang faktual terjadi atau suatu kebenaran
umum netral.
52
b Modus subjuntif al-mudhori’ al-manshub merupakan hasil
perubahan dari modus indikatif yang telah diberi unsur-unsur yang bisa mengubah modus indikatif menjadi modus
subjungtif. Seperti contoh:
هْﺬ =
ﺪﱠ هْﺬ ْ .
Muhammad tidak akan pergi.
c Modus jusif al-mudhari’ al-majzum yang menunjukkan
makna penegasan. Modus jusif ini tidak berbeda dengan modus subjungtif, kecuali huruf terakhirnya bersukun. Seperti contoh
ْ ﺘْﻜ .
50
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, op. cit., h. 139
51
Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h. 93-102.
52
Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia, op. cit., h. 139
c Kasus
Kasus adalah kategori gramatikal dari nomina, frase nomina, pronomina, atau adjectiva yang memperlihatkan
hubungannya dengan kata lain dalam kontruksi sintaksis.
53
Berdasarkan ciri-ciri infleksi suatu konstituen, bahasa Arab mempunyai tiga kasus, yaitu:
1 Nominatif marfu’, adalah kasus yang menempati posisi
subjek atau predikat. 2
Akusatif manshub adalah kasus yang secara fungsional menempati posisi objek, pelengkap, dan adverbial.
3 Genitive majrur adalah kasus yang secara fungsional
mengisi fungsi adverbial dalam kalimat.
53
Ibid, h. 87
BAB III LATAR BELAKANG MAHASISWA TARJAMAH SEMESTER VIII