BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya tata bahasa merupakan pelajaran utama dalam mempelajari suatu bahasa, terutama dalam bahasa Arab. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena
bagaimana pun bahasa Arab merupakan bahasa yang kaya akan kosa kata dan memiliki tata bahasa yang unik. Sedikit saja terdapat penyimpangan dalam
membaca atau menuliskan kaidahnya, akan sangat berpengaruh dalam makna yang terkandung pada sebuah teks.
Setiap bahasa adalah komunikatif bagi para penuturnya. Dilihat dari sudut pandang ini, tidak ada bahasa yang lebih unggul dari pada bahasa yang lain.
Namun, setiap bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dari bahasa yang lain. Demikian pula bahasa Arab BA memiliki karakteristik dari
bahasa yang lain, dalam hal ini bahasa Indonesia BI. Karena itu, seorang penerjemah dituntut untuk menguasai kedua bahasa tersebut sebagai bahasa
sumber dan bahasa penerima. Jika salah satunya diabaikan, penerjemah akan mengalami kesulitan tatkala menghadapi perbedaan yang substansial antara
keduanya.
1
Bahasa Arab dan bahasa Indonesia adalah dua bahasa yang lahir dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Bahasa Arab dari rumpun bahasa Semit, sedangkan
bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Astronesia atau Melayu Polenesia. Sudah barang tentu kedua bahasa ini mempunyai persamaan dan perbedaan.
1
Syihabudin, Penerjemahan Arab Indonesia Bandung: Humaniora, 2005, h. 39.
1
Perbedaan karekteristik sui generis dalam setiap bahasa menyebabkan kesulitan bagi seorang penerjemah Catford 1965:27, maksudnya mempunyai sistem
tersendiri. Nida dan Taber 1974:3 menyebutkan each language has its own genius
, setiap bahasa mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan bahasa lainnya, misalnya dalam pembentukan kata, pola urutan frase, dlsb.
2
Bahasa Arab saat ini menjadi suatu bahasa yang sangat populer di seluruh pelosok dunia. Bukan saja ingin mempelajari tentang bahasanya, akan tetapi
kekayaan ilmu dan wawasan yang terdapat di tanah Arab ini menjadikannya suatu bahasa yang harus dipelajari. Banyak penerjemah dari berbagai Negara berlomba-
lomba dalam menerjemahkan kitab-kitab dari Negara Arab ini, terutama Negara- negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, salah satunya Indonesia.
Oleh karena itu sampai saat ini bahasa Arab masih sangat digandrungi dan diminati.
Secara historis, kegiatan penerjemahan—terutama usaha penerjemahan Arab-Indonesia—sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahuan itu telah
dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda 1607-1636 di Aceh. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya karya-karya
terjemahan ulama Indonesia terdahulu.
3
Namun, secara umum perlu diakui bahwa proses penerjemahan buku-buku asing—termasuk penerjemahan buku Arab-Indonesia—belum dilakukan secara
optimal. Hal ini dapat dilihat dari kualitas banyak buku terjemahan yang belum memenuhi standar yang diinginkan masyarakat. Selain gaya bahasa yang
2
M. Syarif Hidayatullah: Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab-Indonesia, Jakarta: T.pn., 2006, h.1.
3
Syihabuddin, op. cit., h. 1.
cenderung kaku, tingkat akurasi buku-buku terjemahan di mata sebagian masyarakat dianggap masih kurang meyakinkan seperti unsur linguistik dan
nonlinguistik. Tentunya, rendahnya kualitas sebagian buku terjemahan di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya
waktu deadline penerjemahan yang relatif singkat, masih minimnya apresiasi yang diberikan kepada penerjemah yang membuatnya kurang maksimal dalam
melakukan penerjemahan seperti royalti, atau belum adanya lembaga atau badan pengontrol kualitas buku-buku terjemahan.
4
Oleh karena itu, kualitas buku terjemahan di Indonesia sudah saatnya ditingkatkan.
Tata bahasaklasifikasi gramatikal yang mempelajari tentang morfem, kata, frase, kalimat, sehingga dapat membentuk suatu wacana, sangat penting dan
besar sekali manfaatnya dalam penerjemahan. Dengan mempelajari tata bahasa maka kita dapat mendistribusikan kata-kata secara tepat dalam suatu teks
terjemahan. Tata bahasa merupakan komponen klasifikasi gramatikal yang
memperlihatkan bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan berbagai cirinya berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan gramatikal yang lebih
besar. Tata bahasa itu menyangkut kata, struktur “internal” di dalamnya morfologi, dan struktur antar-kata sintaksis.
5
Di Indonesia, Universitas yang membuka jurusan khusus studi penerjemahan masih sangat terbatas. Salah satunya adalah Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada jurusan Tarjamah ini, pengajaran tata
4
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah Jakarta: Grasindo, 2000, h. 108.
5
J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2006, cet. 5, h. 9.
bahasa – bahasa Arab atau yang lebih dikenal dengan istilah qawaid, sesuai dengan kurikulum diberikan pada semester I, semester II, dan semester III.
Namun, secara umum perlu diakui bahwa mahasiswa tarjamah masih belum dapat dikatakan sepenuhnya menguasai tentang teori tata bahasa – bahasa Arab atau
qawaid . Itu terlihat dari hasil penerjemahan mahasiswa dalam menerjemahkan
teks-teks berbahasa Arab. Kenyataannya menunjukkan bahwa sampai saat ini, di antara kelemahan yang mendasar bagi mahasiswa tarjamah dalam penerjemahan
adalah penerapan tentang tata bahasa. Pada dasarnya mahasiswa tarjamah telah mempelajari, mengetahui, dan
menguasai teori tentang mubtada’ dan khabar, atau tentang fi’il dan fa’il misalnya. Tetapi ketika mereka berhadapan langsung dengan teks-teks berbahasa
Arab, mereka bingung dan tidak mengetahui bagaimana dan mana mubtada’ dan khabar
, bagaimana dan mana fi’il dan fa’il. Hal itu karena ketika belajar, mahasiswa tidak sekaligus langsung
ditunjukkan tentang bagaimana penerapan teori-teori yang diajarkan kepada mereka dalam naskah atau teks-teks berbahasa Arab. Misalnya, ketika
mempelajari teori tentang mubtada’ dan khabar mahasiswa di kemukakan contoh:
ﺋﺎﻗ ﺪ ز
, dan ketika mempelajari teori tentang fi’il dan fa’il kepada para peserta didik atau mahasiswa dikemukakan contoh:
ﺪ ز مﺎﻗ
saja.
6
Seperti contoh pada hasil latihan mahasiswa Jurusan Tarjamah semester VIII pada kalimat:
6
Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2: Tata Bahasa Arab Praktis dan Aplikatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hal: XVI.
ْﺘ ا و ﷲا ﺮْﺼﻧ ءﺎﺟ اذإ
Maka Penulis mendapatkan dua hasil yang berbeda antara mahasiswa I dan mahasiswa II dalam penerapan kaidah-kaidah bahasa Arab.
Mahasiswa I adalah:
ﺘ ا و ﷲا ﺮﺼﻧ ءﺎﺟ اذإ اذإ
: فﺮ
ءﺎﺟ :
ﺮﺼﻧ :
ﺎ ﷲا
: ﻪﺑ لﻮ
و :
ﻄ ﺘ ا
: -
Mahasiswa II:
ﺘ ا و ﷲا ﺮﺼﻧ ءﺎﺟ اذإ اذإ
: طﺮﺷ فﺮ
ءﺎﺟ :
ﺮﺼﻧ :
فﺎﻀ ﻮهو ﺎ ﷲا
: ﻪ إ فﺎﻀ
و :
فﺮ ﺘ ا
: فﻮﻄ
ﺔ ﺳﻹا ﺔ ﺟ
Dari hasil kedua mahasiswa di atas, kita dapat melihat bahwa kemampuan tata bahasa mahasiswa II lebih tinggi daripada mahasiswa I. Secara keseluruhan
mahasiswa II dapat menganalisis dengan benar kalimat di atas. Namun mahasiswa II keliru melihat bahwa kalimat di atas sebagai jumlah ismiyyah. Menurut Penulis
jumlah di atas merupakan jumlah fi’liyyah karena didahulukan oleh kata fi’il kata
kerja setelah harf jar. Hal ini dikarenakan kurangnya penguasaan mahasiswa terhadap dasar-dasar nahwu dan sharaf. Kelemahan dalam menentukan fi’il dan
fa’il , jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah, na’at man’ut atau mudhaf-mudhaf
ilaih , dan lain sebagainya. Sehingga nantinya, hasil terjemahan yang
dihasilkanpun tidak sesuai dengan harapan dan masih terasa sangat kaku. Melihat kenyataan di atas, kita patut mempertanyakan benarkah waktu
empat tahun maupun dua belas tahun bagi mahasiswa jebolan pondok pesantrenAliah, bahkan lebih dari itu belum cukup untuk menguasai, baik teori
maupun praktek materi ilmu nahwu dan sharaf? Kita semua tentu sependapat, bahwa waktu selama dan sepanjang itu tentulah lebih dari pada cukup. Jika
demikian menurut penulis tentu ada yang salah, baik menyangkut kitab-kitab buku-buku yang depergunakan dalam pengajaran ilmu nahwu dan sharaf, dari
faktor metodologisnya, atau dari faktor mahasiswanya, maupun faktor-faktor eksternal kampus.
Seperti pengalaman yang Penulis rasakan di kelas, dalam perkuliahan sehari-hari, mayoritas mahasiswa belum menguasai nahwu dan sharaf secara
benar, bahkan ada beberapa dari mahasiswa tersebut benar-benar tidak mengetahui tata bahasa Arab sama sekali. Sesuatu yang lebih memprihatinkan,
jangankan untuk menerjemahkan suatu teks dengan baik, bahkan untuk membaca teks-teks gundul pun mayoritas mahasiswa masih tertatih-tatih. Hal ini
dikarenakan mahasiswa sangat jarang sekali melatih diri dalam membaca teks- teks Arab, selain di kelas tentunya. Mereka pun sering kali merasa malas dalam
berlatih menerjemahkan teks jika tidak mendapat tugas dari dosen pengajar.
Sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, bahwa pengamatan terhadap kemampua mahasiswa tarjamah dalam tata bahasa telah memberi
inspirasi kepada Penulis untuk mengangkat permasalah tata bahasa Arab yang
coba Penulis rangkum dalam skripsi berjudul: “Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab dalam Penerjemahan Naskah Keislaman Studi Kasus Mahasiswa
Tarjamah Semester VIII Periode 20052006 ”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah