oleh sebab itu dibutuh pembangunan yang tidak bersifat tunggal, berdasarkan situasi dan kondisi Negara. Ketiga, pembangunan yang berorientasi pada asas berdikari,
karena itu, setiap anggota masyarakat harus mampu memberdayakan potensi, lingkungan dan budayanya sendiri.Keempat, pembangunan yang berorientasi pada
system lingkungan, karena itu, pemanfaatan sumber daya perlu dikaitkan keterbatasan sumberdaya lingkungan, lokal maupun global.Kelima, pembangunan yang berbasis
pada transformasi struktural: dalam hubungan sosial, ekonomi dan distribusi ruang, sebagaimana berlaku pada struktur kekuasaan untuk mewujudkansumber daya
berbasis swakelola self-management juga partisipasi semua pihak pada semua tingkatan dalam proses pengambilan keputusan.
17
6.4. Teori Elit
Elite selalu sedikit itulah jawaban awal dari pertanyaan ini.Jumlah elite selalu lebih sedikit dibandingkan dengan yang dikuasai, kenyataannya secara praktis tidak
mungkin dan tidak seharusnya terjadi sebaliknya.Sudah menjadi dalil pemikiran politik bahwa kekuasaan dalam masyarakat didistribusikan dengan tidak merata.
Sebagaimana dikatakan oleh Gaetano Mosca yang dikutip oleh Robert D. Putnam: Dalam setiap Masyarakat..terdapat dua kelas penduduk-satu kelas
yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai-. Kelas pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi
politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan kelas kedua, yang
jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama itu.
18
17
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, volume xvii 1, 2009
18
Gaetano Mosca, The Ruling Class,New York: McGraw-Hill, 1939, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
Selain Mosca ada pemikiran dari Vilfredo Pareto dan Robert Michels yang lahir pada pergantian abad ini. Azas-azas umum yang sama-sama mereka anut adalah:
Kekuasaan politik, seperti halnya barang-barang sosial lainnya didistribusikan dengan tidak merata. Untuk menyelidiki perimbangan masyarakat apabila kita
membagi kelas elit menjadi dua bagian: yaitu elit yang memerintah dan tidak memerintah. Kelas elit yang pertama termasuk mereka yang secara langsung atau
tidak langsung memegang peran penting dalam kehidupan pemerintahan dan politik; kelas elit yang kedua terdiri dari sisanya, yaitu mereka yang tidak memiliki peranan
penting dalam pemerintahan dan politik.
19
Pada hakekatnya,orang yang hanya dikelompokan dalam dua kelompok yaitu mereka yang memiliki kekuasaan politik “penting” dan mereka yang tidak
memilikinya.Secara internal,elite itu bersifat homogen, bersatu dan memiliki
kesadaran kelompok.Putnam menjelaskan elite tidak hanya suatu kumpulan
individu-individu yang saling terpisah, tetapi sebaliknya, seperti halnya anggota- anggota klub khusus dan terbatas, individu-individu yang ada dalam kelompok elite
itu saling mengenal dengan baik, memiliki latar belakang yang mirip, memiliki nilai- nilai kesetiaan dan kepentingan yang sama. Untuk itu ada yang mengatakan
kelompok elite memiliki tiga K, yaitu kesadaran, keutuhan, dan kebulatan tujuan kelompok.Elite itu mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya
berasal dari suatu lapisan masyarakat yang sempat terbatas.Pergantian dalam kepemimpianannya berasal dari kalangan istimewa yang terdiri dari beberapa orang.
Terakhir, dan karena hal keempat diatas, kelompok elite itu pada hakekatnya bersifat Gagasan dasar Pareto ini sederhana tetapi
memberikan penjelasan tentang elite berdasarkan klasifikasi sosial yang berujud bisa berdasarkan kekayaan, kecakapan atau kekuasaan politik.
19
Mohtar Mas’oed dan Collin McAndrews eds, perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991, hal. 78
Universitas Sumatera Utara
otonom, kebal akan gugatan dari siapapun diluar kelompoknya mengenai keputusan- keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik penting diselesaikan menurut
kepentingan atau tindakan kelompok ini.
20
Itulah potret masyarakat yang digambarkan oleh teoritisi elite klasik. Robert Michels menegaskan bahwa adanya pembagian kerja yang diperlukan dalam setiap
organisasi menyebabkan beberapa orang memperoleh kecakapan memimpin, sedang yang lain tidak memperoleh ini sehingga selalu menjadi obyek yang harus dipimpin.
Sedangkan Harold Laswell merumuskan konsep elite sebagai suatu kelas yang terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominasi dalam masyarakat
dalam arti bahwa nilai-nilai yang mereka ciptakan, hasilkan, mendapat penilaian tinggi dalam masyarakat yang bersangkutan.Nilai-nilai itu mungkin berupa
kekuasaan, kekayaan, kehormatan, pengetahuan dan lain-lain.Artinya elite berhasil memiliki sebagian terbanyak dari nilai-nilai, karena kecakapan-kecakapan serta sifat-
sifat kepribadian mereka.
21
Laswell juga memberikan batasan elit politik yang mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan body
politic.Pemegang kekuasaan meliputi kepemimpinan dan formasi sosial dimana pemimpin-pemimpin secara tipikal dihasilkan dan yang menerima
pertanggungjawaban dalam suatu periode tertentu.
22
Dalam studi elit politik, yang paling tepat adalah mendefinisikan kekuasaan dalam artian kekuasaan atas hasil. Presiden General Motors, Sekretaris Jenderal
Partai Komunis Uni Soviet, atau perdana Menetri Tanzania masing-masing menjadi
20
Ibid, hal 79
21
Pemikiran Harold Laswell ini dikutip Soeleman Soemardi, Cara-cara Pendekatan “kekuasaan” sebagai gejala sosial, dalam Miriam Budiardjo eds, Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1991, hal. 34
22
Ibid, hal 36
Universitas Sumatera Utara
anggota elite politik bukan karena kemampuannya untuk memerintah bawahannya, tetapi lebih banyak karena pengaruhnya terhadap kebijaksanaan nasional. Karena itu
kekuasaan di sini, Putnam artikan sebagai probabilitas untuk mempengaruhi
kebijaksanaan dan kegiatan negara, atau dalam istilah teori sistem probabilitas untuk mempengaruhi alokasi nilai-nilai secara otoritatif.
23
7. Metodologi Penelitian