Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam Melawan Rezim Otoritarianisme di Mesir Pada Era Husni Mubarak (1981-2011)

(1)

Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam Melawan Rezim Otoritarianisme di Mesir Pada Era Husni Mubarak

(1981-2011)

SulhanTaufikTanjung 080906057

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SULHAN TAUFIK TANJUNG (080906057)

PERJUANGAN POLITIK AL-IKHWAN AL-MUSLIMUN DALAM MELAWAN REZIM OTORITARIANISME DI MESIR PADA ERA HUSNI MUBARAK

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan tentang perjuangan politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarak. Menarik untuk dibahas karena gerakan Ikhwan dianggap sebagai salah satu gerakan politik Islam yang paling berpengaruh dalam kebangkitan gerakan Islam di Timur Tengah dan dunia pada abad ke 20. Gerakan Ikhwan berhasil menjadi pionir bagi lahirnya ide penyatuan gerakan agama dengan politik yang menjadi inspirasi bagi model gerakan serupa di beberapa negara lain. Gerakan Ikhwan menyebarkan ide akan Transnasionalisme Islam dan adanya kebangkitan Islam pasca runtuhnya kekhalifahan di Turki. Al-Ikhwan Al-Muslimun pernah mengalami status sebagai organisasi terlarang, pembubaran oleh rezim, pelarangan aktivitas politik legal tetapi kemudian dapat bangkit kembali dan tampil di pentas politik Mesir sebagai kekuatan oposisi.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan teknik penelaahan terhadap dokumen tertulis meliputi pencarian data dari buku-buku, jurnal, serta medianternet untuk kemudiaan ditelaah dengan teknik analisa kualitatif.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

SULHAN TAUFIK TANJUNG (080906057)

ABSTRACT

This study describes the political struggle of Al-Ikhwan Al-Moslem against the authoritarian regime in Egypt in the era of Hosni Mubarak. Interesting to discuss because the Brotherhood is considered as one of the movement's most influential Islamic politics in the rise of Islamic movements in the Middle East and the world in the 20th century. Ikhwan managed to become a pioneer for the birth of the idea of unification of religious and political movement that became the inspiration for the similar movements in other countries. Ikhwan movement spread the idea of Islamic Transnationalism and the revival of Islam after the collapse of the Caliphate in Turkey. Al-Ikhwan Al-Moslem have had status as a banned organization, dissolution regime, banning political activity legally but then bounce back and appear on stage as an opposition force in Egyptian politics.

This research constitute a literature kind model of research which is use descriptions methods. In the process of gathering all data and needed information in this research, using a study technique on literally data such as books, journals, and online medias in order to analysis lately whit the qualitative technique.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama : Sulhan Taufik Tanjung NIM : 080906057

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun Melawan Otoritarianisme di Mesir Pada Era Husni Mubarak (1981-2011)

Menyetujui: Ketua

Departemen Ilmu Politik, Dosen Pembimbing

Dra. T. Irmayani, M.Si. DR. Heri Kusmanto, M.A. NIP. 196806301994032001 NIP. 196410061998031002

Mengetahui: Dekan FISIP USU,


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang telah memberikan segala potensi yang ada dalam diri manusia sehingga hadir menjadi sebaik-baik makhluk di muka bumi. Penulis menyadari dengan keyakinan iman, bahwa tiada daya dan upaya untuk menggapai cita tanpa ridho dan kehendak-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, umatnya hingga akhir nanti.

Skripsi ini ditulis dengan judul Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun Dalam Melawan Rezim Otorianisme di Mesir Pada Era Husni Mubarak (1981-2011). Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai prasyarat untuk menyelesaikan pendidikan gelar sarjana bidang Ilmu Politik dan sebagai sarana untuk mempraktikkan ilmu yang diperoleh penulis setelah mendapatkan pendidikan di Departemen Ilmu Politik, FISIP Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis, Justam Tanjung dan Almarhumah Siti Bariah Siregar, yang membentuk karakter kepribadian penulis. Keluarga besarku Tanjung’s Family, Rosmalita Tanjung, Maraihutan Tanjung, Nur Minta Hartati Tanjung, Syarifah Santi Tanjung,A.Md, Pandapotan Tanjung, Ira Adriana Lestari Tanjung, Rahmad Heriansyah Tanjung, Justini Rezky Tanjung, S.Pd, Arfin Juri Abadi Tanjung,S.Pd, Muhammad Syukri Tanjung,S.Pd, serta adikku tercinta Yusri Khoirunnisyah Tanjung. Juga para keponakanku yang tidak penulis sebutkan satu per satu. Keluarga adalah harta terbesarku.

Terima kasih kepada istri tercintaku Linda Mayasari Ritonga,A.Md atas kesetiannya yang selalu mendampingiku, memberi semangat, serta selalu mendoakanku. Istri yang selalu menginspirasiku, semoga Allah mengekalkan ikatan ini dalam cinta-Nya hingga akhirat nanti. Terima kasih kepada Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik dan DR. Heri Kusmanto Selaku Dosen Pembaca dan Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu bagi penulis meski di tengah kesibukan yang banyak. Terima kasih pula kepada seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Ilmu Politik Fisip USU. Semoga ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.


(6)

Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada seluruh sahabat, teman sejawat dan adik-adik yang tergabung dalam Aktifis Dakwah Kampus Universitas Sumatera Utara yang selama ini berinteraksi, berjuang, dan berbagi pengalaman dengan penulis. Adik-adik kebanggaanku Andrie, Fahmi, Fahmi, Yusuf, Agus, Ahmad, Aulia, Febri, Kahfi, dan Hakkif. Ukhuwah itu bukan dilihat dari seberapa sering intensitas pertemuan diantara kita, tapi seberapa sering kita menghadirkan wajah saudara-saudara kita dalam setiap doa yang kita panjatkan.

Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat Ilmu Politik, terutama stambuk 2008, serta rekan-rekan departemen lain di FISIP USU. Terima kasih interaksi dan pengalamannya selama menempuh kuliah di kampus tercinta.

Medan, 3 Januari 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 7

3. Pembatasan Masalah... 7

4. Tujuan Penelitian ... 7

5. Manfaat Penelitian ... 8

6. Kerangka Teori ... 8

7. Metodologi Penelitian ... 15

8. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II Al-Ikhwan Al-Muslimun dan Perkembangannya 1. Sejarah Al-Ikhwan Al-Muslimun ... 19

2. Kehidupan Pendiri Al-Ikhwan Al-Muslimin (Hasan Al-Banna) ... 22

3. Struktur Organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun ... 36

4. Tujuan dan Karakteristik Al-Ikhwan Al-Muslimun ... 42


(8)

BAB III Perjuangan Politik Pada Era Husni Mubarak (1980-2011)

1. Gerakan Islamic Trends Sebagai Infiltrasi Dalam Penguasaan Asosiasi-Asosiasi Profesional Mesir ... ... 71 2. Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam Pemilu Mesir ... 76 3. Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai Kekuatan Oposisi Politik Terbesar

Mesir... 88

BAB IV Kesimpulan ... 94 Daftar Pustaka ... 97


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

SULHAN TAUFIK TANJUNG (080906057)

PERJUANGAN POLITIK AL-IKHWAN AL-MUSLIMUN DALAM MELAWAN REZIM OTORITARIANISME DI MESIR PADA ERA HUSNI MUBARAK

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan tentang perjuangan politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarak. Menarik untuk dibahas karena gerakan Ikhwan dianggap sebagai salah satu gerakan politik Islam yang paling berpengaruh dalam kebangkitan gerakan Islam di Timur Tengah dan dunia pada abad ke 20. Gerakan Ikhwan berhasil menjadi pionir bagi lahirnya ide penyatuan gerakan agama dengan politik yang menjadi inspirasi bagi model gerakan serupa di beberapa negara lain. Gerakan Ikhwan menyebarkan ide akan Transnasionalisme Islam dan adanya kebangkitan Islam pasca runtuhnya kekhalifahan di Turki. Al-Ikhwan Al-Muslimun pernah mengalami status sebagai organisasi terlarang, pembubaran oleh rezim, pelarangan aktivitas politik legal tetapi kemudian dapat bangkit kembali dan tampil di pentas politik Mesir sebagai kekuatan oposisi.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan teknik penelaahan terhadap dokumen tertulis meliputi pencarian data dari buku-buku, jurnal, serta medianternet untuk kemudiaan ditelaah dengan teknik analisa kualitatif.


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

SULHAN TAUFIK TANJUNG (080906057)

ABSTRACT

This study describes the political struggle of Al-Ikhwan Al-Moslem against the authoritarian regime in Egypt in the era of Hosni Mubarak. Interesting to discuss because the Brotherhood is considered as one of the movement's most influential Islamic politics in the rise of Islamic movements in the Middle East and the world in the 20th century. Ikhwan managed to become a pioneer for the birth of the idea of unification of religious and political movement that became the inspiration for the similar movements in other countries. Ikhwan movement spread the idea of Islamic Transnationalism and the revival of Islam after the collapse of the Caliphate in Turkey. Al-Ikhwan Al-Moslem have had status as a banned organization, dissolution regime, banning political activity legally but then bounce back and appear on stage as an opposition force in Egyptian politics.

This research constitute a literature kind model of research which is use descriptions methods. In the process of gathering all data and needed information in this research, using a study technique on literally data such as books, journals, and online medias in order to analysis lately whit the qualitative technique.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Konflik yang terjadi di Timur Tengah kerap kali menyita perhatian dunia, tidak terkecuali revolusi yang terjadi baru-baru ini termasuk di Mesir. Rakyat Mesir telah muak dengan tingkah pola pemimpin negaranya yang membuat hidup mereka tidak sejahtera. Selain itu, rakyat juga mengalami akumulasi kekecewaan yang selama puluhan tahun dikekang oleh pemimpin negaranya. Akibatnya mereka bersatu dan meminta pemimpin negara mereka untuk mundur dan meletakkan jabatannya.

Mesir memang diakui secara luas sebagai pusat budaya, memiliki pengaruh politik yang berpengaruh penting di kalangan negara-negara Arab dan Timur Tengah. Mesir juga memiliki pengaruh agama yang kuat. Pengaruh tersebut tidak hanya menyebar di Mesir saja, tetapi mulai menjalar negara-negara lain di dunia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan didirikannya Universitas Al-Azhar serta lahir dan berkembangnya Al-Ikhwan Al-Muslimun.

Gelombang protes yang terjadi di Mesir sejak 25 Januari 2011 merupakan momentum politik bagi Al-Ikhwan Al-Muslimun (berikutnya disebut dengan Ikhwan) dalam menumbangkan rezim otoriter Husni Mubarok. Ikhwan telah menjadi oposisi politik bagi rezim militer Mesir sejak masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat sampai dengan Husni Mubarak. Aksi protes yang berhasil mengumpulkan seluruh kekuatan oposisi ini menjadi titik balik bagi perlawanan Al-Ikhwan Al-Muslimun selama 50 tahun belakangan ini. Al-Al-Ikhwan Al-Muslimun melakukan strategi perjuangan politik dalam tiga fase pemerintahan otoriter di Mesir yaitu rezim Gamal Abdul Nasser, Anwar Sadat dan yang terakhir adalah era Husni Mubarak. Hal menarik yang dapat dicermati adalah gerakan Ikhwan mencoba melakukan berbagai penyesuaian dalam strategi dan pilihan-pilihan politik yang diambil sesuai dengan kondisi politik yang mereka hadapi.


(12)

Perjuangan politik Ikhwan menarik untuk dibahas karena gerakan Ikhwan dianggap sebagai salah satu gerakan politik Islam yang paling berpengaruh dalam kebangkitan gerakan Islam di Timur Tengah dan dunia pada abad ke 20. Gerakan Ikhwan berhasil menjadi pionir bagi lahirnya ide penyatuan gerakan agama dengan politik yang menjadi inspirasi bagi model gerakan serupa di Yordania, Palestina, Turki, Aljazair dan berbagai negara Islam lainnya. Gerakan Ikhwan menyebarkan ide akan Transnasionalisme Islam dan adanya kebangkitan Islam pasca runtuhnya kekhalifahan di Turki.

Selain itu gerakan Ikhwan memiliki fikroh (konsep gerakan) yang berbeda dengan gerakan Islam yang juga muncul seperti Jama’ah Anshar As-Sunah Al-Muhammadiyah, Hizbut Tahrir, ataupun Jama’ah Tabligh. Dibandingkan jama’ah Islam yang lain walaupun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama untuk mengembalikan kejayaan Islam dan khilafah Islamiyah. Ikhwan memiliki konsep

Ishlah (reformasi) yang jelas dan terperinci sesuai yang telah dibuat oleh pendirinya Hasan Al-Banna. Hasan Al-Banna menggambarkan “Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj salah satu reformis, tetapi harus mencakup seluruh unsur ishlahi. Dengan itulah semua kondisi umat Islam akan membaik,” 1

Ikhwan memiliki pemahaman secara umum dan utuh tentang reformasi bahwa gagasan pemikiran mereka mencakup seluruh aspek perbaikan masyarakat. Termasuk dalam bagiannya adalah semua unsur lain yang merupakan gagasan perbaikan pula. Karena itu, semua reformis yang tulus dan penuh perhatian akan

1


(13)

mendapati apa yang dicita-citakan. Reformasi yang komprehensif menuntut perbaikan tatanan politik, hukum di dalam negeri dan menuntut kaji ulang terhadap hubungan umat dengan bangsa lain di luar negeri, juga pendidikan masyarakat agar agar mencapai kehormatan dan kemuliaan.

Perjuangan politik Ikhwan muncul karena mendapatkan tekanan dan larangan dari penguasa Mesir, diawali oleh rezim Gamal Abdul Nasser yang berlanjut sampai rezim Husni Mubarak. Kondisi dalam tekanan dengan adanya pembubaran dan pelarangan aktivitas politik resmi dari Ikhwan inilah yang menjadikan gerakan Ikhwan melakukan perjuangan politik melawan rezim pemerintahan otoriter yang ada. Perlu dipahami bahwa lahirnya gerakan Ikhwan adalah sebagai bagian dari upaya kebangkitan gerakan Islam pasca runtuhnya kekhalifahan Turki Ustmani. Gerakan Ikhwan memiliki tujuan untuk menjadikan kembali diterapkan nilai-nilai syariah Islam dalam kehidupan bernegara. Ikhwan menilai bahwa salah satu penyebab mengapa terjadi kemunduran bangsa Mesir pada khususnya dan umat Islam pada umumnya terjadi karena umat Islam mulai meninggalkan prinsip-prinsip keagamaannya.

Pada tahun 1952, Ikhwan melakukan kerjasama dengan gerakan militer yang dipimpin Gamal Abdul Nasser untuk melakukan revolusi menggulingkan dinasti Raja Farouk.Kerjasama itu dibangun atas dasar kepentingan politik untuk membangun sistem pemerintahan Mesir baru yang berdasarkan sistem demokrasi presidensial dan menghapuskan kekuasaan monarki absolut yang dianggap melindungi kepentingan kolonialisme Inggris, terutama pendudukantentara Inggris di wilayah Zona Terusan.Peristiwa yang dikenal sebagai Revolusi 1952 ini akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan lama yang kemudian memunculkan tokoh militer Gamal Abdul Nasser ke puncak kekuasaan sebagai presiden Mesir. Gerakan Ikhwan ditawari oleh Presiden Nasser untuk masuk dalam


(14)

koalisi pemerintahan dengan tawaran tiga jabatan pos menteri di formasi kabinet yang akan disusun.2

Pada titik inilah terjadi perbedaan pendapat antara Ikhwan dengan Nasser. Ikhwan menganggap Nasser telah berbelok dari kesepakatan awal dengan menjadikan pemerintahan baru ini berkarakter militeristik dengan banyaknya perwira militer yang mengisi berbagai jabatan struktural penting di pemerintahan.Ikhwan juga mengkritik kebijakan politik Nasser yang otoriter dengan menerapkan kontrol perwira terhadap berbagai lembaga negara dan institusi publik seperti pers, kehakiman, kepolisian dan partai politik.

Mendapatkan kritik dan oposisi yang keras dari Ikhwan di awal masa kekuasannya, Nasser kemudian mengambil langkah-langkah politik untuk menekan kekuatan politik yang melawan dirinya. Pada 30 Oktober 1954, Nasser kemudian menangkap Mursyid Am (Pemimpin Umum) Ikhwan, Hasan Al Hudaybi, dengan tuduhan tindakan subversive yang membahayakan keamanan negara.3 Begitu juga dengan ratusan aktivis Ikhwan yang lain kemudian ditangkap. Kantor pusat Ikhwan kemudian dihancurkan dan dibakar, menyita aset-aset strategis organisasi dan menyatakan Ikhwan sebagai organisasi terlarang dan kontra-revolusioner yang berbahaya bagi pemerintahan baru.4

Organisasi Ikhwan berada pada titik nadir ketika itu, bisa dikatakan organisasi itu hampir mati karena tekanan politik dari rezim Nasser. Tindakan keras dari rezim Nasser memicu perlawanan yang lebih keras dari aktivis Ikhwan, organisasi Ikhwan tetap hidup dan menjalankan aktivitas politik bawah tanah untuk mempertahankan eksistensi organisasinya. Penjara yang diharapkan dapat

2

Richard Paul Mithcell, Masyarakat Al-Ikhwan Al-Muslimun : Gerakan Dakwah Al-Ikhwan Di Mata Cendekiawan Barat, Era Intermedia : Solo, 2005, Hal 146

3

Ibid, Hal 207

4


(15)

mematikan aktivitas politik gerakan Ikhwan menjadi tempat konsolidasi dan pengkaderan gerakan Ikhwan. Sementara itu aktivis Ikhwan yang berada di luar penjara selalu berhubungan satu dengan lainnya dan melakukan kerja-kerja sosial untuk memenuhi kebutuhan mendasar anggota keluarga Ikhwan yang dipenjara.

Pada tanggal 6 Oktober 1981, Anwar Sadat ditembak saat melakukan parade militer dalam memperingati hari kemenangan Mesir atas Israel yang diperingati setiap tahunnya yang menyebabkan Anwar Sadat meninggal. Majelis Al-Sya’ab dan Majelis As-Syuura Mesir mengangkat Husni Mubarok yang sebelumnya menjabat WakilPresiden untuk menjadi Presiden Mesir menggantikan jabatan Anwar Sadat. Sejak saat itu maka dimulailah kekuasaan rezim Husni Mubarok. Pada awal masa pemerintahannya, Mubarok tidak banyak mengubah kebijakan Anwar Sadat dengan tujuan membuat sistem demokrasi yang sempurna dan rezim militer tetap mendapat dukungan dari rakyat Mesir dan juga internasional.Mubarok mencurahkan perhatiannya untuk memperbaiki keadaan ekonomi Mesir yang belum membaik. Mubarok terus menjalin hubungan yang baik dengan Amerika Serikat. Dia juga memperbaiki hubungan Mesir dengan Uni Soviet dengan cara meningkatkan pertukaran kunjungan pejabat tinggi antar kedua negara.5

Namun menariknya pemerintahan Husni Mubarok yang seolah demokratis justru sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaannya di Mesir. Mubarok Selain itu Mubarok melakukan modernisasi sesuai budaya barat. Hal ini pula yang memicu munculnya beragam kelompok Islami dan semakin kuatnya kelompok Islam yang sudah ada. Mubarok berjanji untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan masalah sosial, berusaha menindak korupsi, dan membebaskan ketua agama dan politik yang dipenjara saat pemerintahan Anwar Sadat. Dengan kata lain kehadiran Mubarok bagi Mesir ibarat angin segar yang membawa perubahan.

5


(16)

melakukan perpanjangan Undang-undang Darurat N0.162 tahun 1958 yaitu kekuasaan polisi diperpanjang, hak konstitusional ditangguhkan, sensor disahkan, dan pemerintah dapat memenjarakan individu tanpa batas waktu dan tanpa alasan .6

Husni Mubarok merupakan presiden dengan jabatan paling lama yang pernah menjabat dalam sejarah Mesir. Rezim ini berkuasa selama tiga puluh tahun dengan berbagai kebijakan yang dibuat untuk melanggengkan kekuasaanya. Dia memenangkan pemilu yang beberapa kali telah diselenggarakan, hal ini dikarenakan Mesir memiliki aturan bahwa tidak ada batasan kepada presiden untuk menduduki terus jabatannya. Hal tersebut menjadi salah satu cara yang digunakan Mubarok dalam mempertahankan kekuasaannya. Legitimasi Husni Mubarok terhadap Mesir cukup berbeda dengan presiden sebelumnya. Dia mengatakan bahwa Mesir sedang dalam proses untuk menuju demokrasi yang sesungguhnya, sempurna, dan proporsional. Tetapi semua cara dilakukan untuk melanggengkan kekuasaannya dengan bersembunyi dibalik dalih demokrasi untuk menarik simpati dan dukungan rakyat dan luar negeri bahwa Mesir bukanlah negara otoriter tetapi negara yang bebas dan berdemokrasi.

Dengan latar belakang seperti inilah Al-Ikhwan Al-Muslimun mengawali proses perjuangan politik melawan rezim otoriter di Mesir. Tekanan politik dari Gamal Abdul Nasser menyebabkan status organisasi ini tidak benar-benar pulih sebagai organisasi sosial-politik bahkan hingga era Husni Mubarak.Ikhwan dinyatakan sebagai organisasi terlarang, ribuan kader dan anggotanya dipenjara, dan berbagai aset strategisnya diambil alih oleh pemerintah.Menariknya kondisi ini tidak menyebabkan gerakan Ikhwan hilang dari percaturan politik Mesir, gerakan Ikhwan tetap bertahan dengan perjuangan bawah tanah dan bisa kembali lagi tampil di panggung politik pada tahun pemilu 1984.Bahkan menjadi kekuatan

6


(17)

oposisi yang memperoleh suara terbesar pada pemilu 2005 dan menjadi salah satu kekuatan dominan pada momentum revolusi rakyat Mesir 2011.

2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan tepat sasaran, maka penelitian ini harus memiliki perumusan masalah yang jelas.Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan atau perlu diteliti.Perumusan masalah juga merupakan penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan.7Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka yang menjadi perumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana proses perjuangan politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarok (1981–2011).

3. Pembatasan Masalah

Pembatasan Masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Oleh sebab itu, agar penelitian ini lebih fokus dan lebih sistematis peneliti merumuskan batasan masalahnya yaitu penelitian ini mengkaji proses perjuangan Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarok (1981–2011)

4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian:

7


(18)

1. Untuk mengetahui proses perjuangan Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarok (1981– 2011)

2. Untuk menjelaskan tentang strategi Al-Ikwan Al-Muslimun dalam menghadapi penguasa di Mesir

5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, adalah dapat menambah wawasan dan pengalaman berharga dalam menganalisis proses perjuangan Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarok (1981– 2011)

2. Manfaat akademis yaitu penelitian ini dapat menjadi referensi baru dalam pengembangan khasanah ilmu politik dan dapat memberikan informasi mengenai perjuangan Al-Ikwan Al-Muslimun di Mesir

6.KERANGKA TEORI

6.1. Pengertian Perjuangan Politik

Dalam kamus English Dictionary Defenition, arti kata dari perjuangan adalah

a concise explanation of the meaning of a word or phrase or symbol, clarity of outline, the act of defining; determination of the limits; as, atelescope accurate in definition.8

Perjuangan merupakan suatu usaha untuk meraih sesuatu yang diharapkan melalui perkelahian (merebut sesuatu) maupun peperangan. Usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya untuk meraih tujuan. Serta pola salah satu wujud

8


(19)

interaksi sosial, termasuk persaingan, pelanggaran, dan konflik. Dengan kata lain perjuangan identik dengan gesekan antara dua hal atau lebih yang berseberangan untuk mencapai tujuan yang diperebutkan.

Sedangkan menurut Susanto Tirtoprojo, perjuangan merupakan suatu usaha untuk meraih sesuatu demi kemuliaan dan kebaikan. Perjuangan terkait dengan apa yang diperjuangkan meliputi segala usaha yang dilakukan dengan pengorbanan, peperangan, dan diplomasi untuk memperoleh atau mencapai kemerdekaan (tujuan). 9 Perjuangan untuk mencapai tujuan menggunakan struktur dan organisasi yang teratur dan telah meninggalkan cara-cara tradisional. Jadi, perjuangan politik merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk meraih tujuan dalam mencapai kekuasaan dengan strategi-strategi yang tepat untuk dilakukan dalam mencapai tujuan.

6.2. Strategi politik

Dalam kamus Longman Dictionary of Contemporary English, arti dari strategi adalah strategy is a particular plan for winning success in particular activity, as in war, a game, a competition, or for personal advantage.10

Jadi, strategi merupakan perencanaan dalam mensukseskan tujuan dalam segala aktifitas. Baik dalam mensukseskan peperangan, kompetisi maupun yang lainnya. Kemudian, seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dibidang manajemen, kata strategi yang biasa di gunakan organisasi profit dan non profit, sering digabungkan dengan perencanaan strategi maupun manajemen strategi. Perencanaan strategi dimaknai rancangan yang bersifat sistemik dilingkungan sebuah organisasi. Sedangkan manajemen strategi mempunyai definisi yang berbeda-beda.

9

Tirtoprojo, Susanto, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Pembangunan, 1982

10


(20)

Yang pertama, proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.11

Yang kedua, usaha manajerial menumbuh kembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuannya yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah di tentukan.

Dilihat dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara rinci, yaitu; manajemen strategi adalah proses pengambilan keputusan, kedua, keputusan yang diambil merupakan keputusan yang menyeluruh dan mendasar. Ketiga, pembuatan keputusan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sebagai penanggung jawab utama dalam keberhasilan dan kegagalan dalan sebuah organisasi.Keempat, pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi.Kelima, keputusan tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi dalam bentuk kegiatan/pelaksanaan pekerjaan yang terarah.

12

Yang ketiga, arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan suatu strategi atau strategi-strategi yang bersifat efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi.13

Yang keempat atau terakhir, perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategic) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi) dan ditetapkan sebagai keputusan majaemen puncak (keputusan yang mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi)

11

Hadari Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2005, hal.148

12

Ibid, hal. 149

13


(21)

dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategi) dan berbagai sasaran (tujuan Operasional) organisasi.14

Sedangkan menurut Michael Allison dan Jude Kaye, Strategi adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan diantara stakeholder

utama-tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap terhadap lingkungan operasi.15

6.3. Konsep Pembangunan Sosial

Jadi, strategi politik adalah sebuah rencana yang sistematik dan mengimplementasikannya dalam mencapai tujuan memenangkan dalam bidang politik. Dengan strategi politik inilah partai politik mampu memenangkan dalam setiap momentum perebutan kekuasaan.

Menurut Anthony Hall & James Midgley bahwa social development adalah proses dari perencanaan perubahan sosial untuk meningkatkan populasi kesejahteraan yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi.16

Menurut Servaes arah dan kekuatan pembangunan di suatu negara bersifat relatif sehingga tidak ada satupun entitas kenegaraan yang bisa mengklaim bahwa negaranya telah membangun secara permanen apalagi final.Lebih lanjut menjelaskan bahwa dengan mengacu konsep another development, Servaes menjelaskan bahwa; Pertama pembangunan berorientasi pada untuk memenuhi kebutuhan manusia;

material dan immaterial.Kedua, pembangunan berorientasi pada kepentingan masyarakat, berbasis pada berbagai sistem nilai dan pandangan tentang masa depan,

14

Ibid, hal. 152

15

Michael Allison, dan Jude Kaye, Perencanaan Strategis bagi Organisasi Nirlaba, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 1

16


(22)

oleh sebab itu dibutuh pembangunan yang tidak bersifat tunggal, berdasarkan situasi dan kondisi Negara. Ketiga, pembangunan yang berorientasi pada asas berdikari, karena itu, setiap anggota masyarakat harus mampu memberdayakan potensi, lingkungan dan budayanya sendiri.Keempat, pembangunan yang berorientasi pada system lingkungan, karena itu, pemanfaatan sumber daya perlu dikaitkan keterbatasan sumberdaya lingkungan, lokal maupun global.Kelima, pembangunan yang berbasis pada transformasi struktural: dalam hubungan sosial, ekonomi dan distribusi ruang, sebagaimana berlaku pada struktur kekuasaan untuk mewujudkansumber daya berbasis swakelola (self-management) juga partisipasi semua pihak pada semua tingkatan dalam proses pengambilan keputusan.17

6.4. Teori Elit

Elite selalu sedikit itulah jawaban awal dari pertanyaan ini.Jumlah elite selalu lebih sedikit dibandingkan dengan yang dikuasai, kenyataannya secara praktis tidak mungkin dan tidak seharusnya terjadi sebaliknya.Sudah menjadi dalil pemikiran politik bahwa kekuasaan dalam masyarakat didistribusikan dengan tidak merata. Sebagaimana dikatakan oleh Gaetano Mosca yang dikutip oleh Robert D. Putnam:

Dalam setiap Masyarakat..terdapat dua kelas penduduk-satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai-. Kelas pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan kelas kedua, yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama itu.18

17

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, volume xvii (1), 2009

18


(23)

Selain Mosca ada pemikiran dari Vilfredo Pareto dan Robert Michels yang lahir pada pergantian abad ini. Azas-azas umum yang sama-sama mereka anut adalah:

Kekuasaan politik, seperti halnya barang-barang sosial lainnya didistribusikan dengan tidak merata. Untuk menyelidiki perimbangan masyarakat apabila kita membagi kelas elit menjadi dua bagian: yaitu elit yang memerintah dan tidak memerintah. Kelas elit yang pertama termasuk mereka yang secara langsung atau tidak langsung memegang peran penting dalam kehidupan pemerintahan dan politik; kelas elit yang kedua terdiri dari sisanya, yaitu mereka yang tidak memiliki peranan penting dalam pemerintahan dan politik.19

Pada hakekatnya,orang yang hanya dikelompokan dalam dua kelompok yaitu mereka yang memiliki kekuasaan politik “penting” dan mereka yang tidak memilikinya.Secara internal,elite itu bersifat homogen, bersatu dan memiliki kesadaran kelompok.Putnam menjelaskan elite tidak hanya suatu kumpulan individu-individu yang saling terpisah, tetapi sebaliknya, seperti halnya anggota-anggota klub khusus dan terbatas, individu-individu yang ada dalam kelompok elite itu saling mengenal dengan baik, memiliki latar belakang yang mirip, memiliki nilai-nilai kesetiaan dan kepentingan yang sama. Untuk itu ada yang mengatakan kelompok elite memiliki tiga K, yaitu kesadaran, keutuhan, dan kebulatan tujuan kelompok.Elite itu mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya berasal dari suatu lapisan masyarakat yang sempat terbatas.Pergantian dalam kepemimpianannya berasal dari kalangan istimewa yang terdiri dari beberapa orang. Terakhir, dan karena hal keempat diatas, kelompok elite itu pada hakekatnya bersifat Gagasan dasar Pareto ini sederhana tetapi memberikan penjelasan tentang elite berdasarkan klasifikasi sosial yang berujud bisa berdasarkan kekayaan, kecakapan atau kekuasaan politik.

19

Mohtar Mas’oed dan Collin McAndrews (eds), perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991, hal. 78


(24)

otonom, kebal akan gugatan dari siapapun diluar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik penting diselesaikan menurut kepentingan atau tindakan kelompok ini.20

Itulah potret masyarakat yang digambarkan oleh teoritisi elite klasik. Robert Michels menegaskan bahwa adanya pembagian kerja yang diperlukan dalam setiap organisasi menyebabkan beberapa orang memperoleh kecakapan memimpin, sedang yang lain tidak memperoleh ini sehingga selalu menjadi obyek yang harus dipimpin.

Sedangkan Harold Laswell merumuskan konsep elite sebagai suatu kelas yang terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominasi dalam masyarakat dalam arti bahwa nilai-nilai yang mereka ciptakan, hasilkan, mendapat penilaian tinggi dalam masyarakat yang bersangkutan.Nilai-nilai itu mungkin berupa kekuasaan, kekayaan, kehormatan, pengetahuan dan lain-lain.Artinya elite berhasil memiliki sebagian terbanyak dari nilai-nilai, karena kecakapan-kecakapan serta sifat-sifat kepribadian mereka.21Laswell juga memberikan batasan elit politik yang mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan (body politic).Pemegang kekuasaan meliputi kepemimpinan dan formasi sosial dimana pemimpin-pemimpin secara tipikal dihasilkan dan yang menerima pertanggungjawaban dalam suatu periode tertentu.22

Dalam studi elit politik, yang paling tepat adalah mendefinisikan kekuasaan dalam artian kekuasaan atas hasil. Presiden General Motors, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet, atau perdana Menetri Tanzania masing-masing menjadi

20 Ibid, hal 79 21

Pemikiran Harold Laswell ini dikutip Soeleman Soemardi, Cara-cara Pendekatan “kekuasaan” sebagai gejala sosial, dalam Miriam Budiardjo (eds), Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991, hal. 34

22


(25)

anggota elite politik bukan karena kemampuannya untuk memerintah bawahannya, tetapi lebih banyak karena pengaruhnya terhadap kebijaksanaan nasional. Karena itu kekuasaan di sini, Putnam artikan sebagai probabilitas untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan kegiatan negara, atau (dalam istilah teori sistem) probabilitas untuk mempengaruhi alokasi nilai-nilai secara otoritatif.23

7. Metodologi Penelitian

Penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis deskriptif yaitu melukiskan. Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta–fakta dan data–data yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk memeberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.24Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta–fakta, sifat–sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

7.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yang menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang hendak mencari fakta berdasarkan pada interpretasi yang tepat.25Secara harfiah, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai sesuatu atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.26

23

Ibid, hal 81

24

Bambang Prasetyo, dkk., Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 42

25

Whitney, F. L, The Elements of Research, 1960, hal 160

26


(26)

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengungkapkan proses yang dilalui Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam memperjuangkan politiknya pada era Husni Mubarok ketika berkuasa di Mesir. Dengan menetapkan fokus pada masalah yang akan diteliti diharapkan nantinya penelitian ini akan mendapat data yang maksimal untuk menggambarkan kondisi aktual yang terjadi.

7.2. Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penulis memilih untuk memakai metode penelitian kualitatif. Detil yang akan dijelaskan paparan dalam skripsi ini dibangun melalui data sekunder. Yaitu pemakaian studi literatur, yang mengutamakan data tertulis dalam bentuk cetak seperti buku, jurnal, majalah, dan koran. Serta juga berusaha melengkapinya dengan data tertulis bentuk elektronik.

7.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kualitatif, yaitu tanpa menggunakan alat bantu rumus statistik. Penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menguji hipotesis, dan penelitian ini bersifat alamiah (natural setting), artinya peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi situs (setting) penelitian maupun melakukan intervensi terhadap aktifititas subjek penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu, namun penelitiberusaha untuk memahami fenomena yang dirasakan subjek sebagaimana adanya.27

27


(27)

Data yang akan peneliti dapatkan dari buku-buku, surat kabar, maupun situs media kemudian akan ditampilkan dalam bentuk uraian lalu dianalisis kemudian dieksplorasi secara mendalam, selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

8.Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri dari empat bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam Bab ini menguraikan latar belakang masalah dan mengapa penulis tertarik untuk mengangkat masalah perjuangan politik Al-Ikwan Al-Muslimun melawan rezim otoritarianisme di Mesir pada era Husni Mubarok (1981–2011).Kemudian terdapat juga mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka dasar teoritis yang menjadi acuan penulis dalam penulisan penelirtian ini, metode serta sistematika penulisannya.

BAB II : Al-Ikhwan Al-Muslimun dan Perkembangannya

Bab ini akan memberikan gambaran tentang sejarah awal Al-Ikhwan Al-Muslimun dan perkembangannya di Mesir.

BAB III : Perjuangan Politik dan Oposisi Parlementer Ikhwan Al-Muslimun Pada Era Husni Mubarak (1981-2011)

Bab ini akan menjadi klimaks dari perjuangan politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam melawan rezim otoriter di Mesir. Gerakan Ikhwan mendapatkan peluang untuk menguatkan kembali eksistensinya di ranah publik dengan penguasaan asosiasi-asosiasi profesional di Mesir dan berpartisipasi kembali dalam dunia politik dengan


(28)

mengikuti pemilihan umum legislatif.Gerakan Ikhwan muncul sebagai kekuatan oposisi terbesar di parlemen Mesir.

BAB IV : Kesimpulan

Bab ini merupakan bagianterakhir dari penulisan penelitian ini yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya.


(29)

BAB II

Al- Ikhwan Al- Muslimun dan Perkembangannya di Mesir

1. Sejarah Al-Ikhwan Al-Muslimun

Al-Ikhwan Al-Muslimun didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir, seorang yang awalnya guru madrasah Islam kemudian menjadi tokoh politik oposisi Mesir, bersama dengan enam orang rekannya di kota Isma’iliyah pada bulan Maret 1928. Pertemuan yang saling berjanji setia untuk hidup bersaudara dan berjuang untuk Islam. Gerakan ini pada awalnya tidak memiliki pengaruh sosial-politik yang begitu besar, pada tiga tahun pertama aktifitas kegiatan dari gerakan ini yang berpusat di kota Isma’iliyah. Perlahan kemudian membesar diakibatkan pengaruh karismatik dari Hasan Al-Banna sebagai Mursyid ‘Am (ketua umum) Al-Ikhwan Al-Muslimun yang memperluas fragmentasi rekrutmen keanggotaan dari gerakan Ikhwan di sekitar wilayah Isma’iliyah. Pada tahun 1932, Hasan Al-Banna memutuskan untuk memindahkan pusat pergerakannya ke pusat ibukota Mesir yaitu Kairo.28

Gerakan Al Ikhwan Al Muslimun dibangun oleh Hasan Al Banna tidak lama setelah kejatuhan kekhalifahan Turki Ustmaniyah pada tahun 1924.Hasan Al Banna dengan cermat mendefinisikan Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan persepsi Islam yang komprehensif, “Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, peradaban dan undang-undang serta jihad dan dakwah”. Pemikiran Hasan Al Banna ini diwujudkan dalam aktivitas-aktivitas sosial politik yang dilakukan Ikhwan Al-Muslimun yang terus mewarnai sejarah politik Mesir dan Timur Tengah pada abad 20 sampai dengan saat ini. Prinsip-prinsip dasar Al-Ikhwan Al-Muslimun dapat disimpulkan dengan : 1. Membentuk individu-individu muslim, 2. Membentuk keluarga-keluarga muslim, 3. Membentuk masyarakat muslim, 4. Membebaskan

28

Ziad Munson, Islamic Mobilization : Social Movement Theory and the Egyptian Moslem Broterhood, The Sociological Quarterly, Vol. 42 No.4, Department of Sociology, Harvard University, 2001, Hal 4


(30)

negeri-negeri muslim, 5. Memperbaiki pemerintahan, 6. Menegakkan eksistensi kenegaraan, 7. Membentuk sokoguru peradaban Islam internasional.29

Gerakan Al-Ikhwan kemudian menyempurnakan perpindahannya dengan melakukan merger dan penyatuan dengan organisasi Islam serupa yang memiliki basis massa di Kairo. Setelah setahun di Kairo, gerakan Ikhwan melakukan penerbitan suratkabar dan melakukan muktamar (kongres nasional) pertamanya. Sementara itu perkembangan keanggotaan organisasi menunjukkan hal yang signifikan, gerakan Ikhwan telah melebarkan sayap organisasi dengan memiliki lima cabang pada tahun 1930, lima belas cabang pada tahun 1932, tiga ratus cabang pada tahun 1938 dan diperkirakan antara 1,700 sampai 2,000 cabang pada tahun 1948. Jumlah anggota dan kader Ikhwan tidak diketahui dengan pasti, dengan keberadaan tiga ratus cabang organisasi diperkirakan gerakan Ikhwan memiliki 50,000 sampai dengan 150,000 orang anggota pada tahun 1938. Sedangkan perhitungan lain memperkirakan gerakan Ikhwan memiliki 1 juta orang anggota dan simpatisan pada tahun 1948.30

Pada awal berdirinya gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun tampil dengan bentuk organisasi keagamaan, sosial dan kemasyarakatan yang menekankan pentingnya pembangunan sosial, pendidikan, dan moral kaum muslimin, jadi merupakan suatu usaha reformasi dari yang sudah lama dirintis tokoh-tokoh seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Tetapi sistem organisasi yang diterapkan oleh Al-Banna sedemikian praktis dan modern sehingga Al-Ikhwan merupakan organisasi yang secara konkrit mencoba merealisasikan pikiran-pikiran pembaruan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.Ikhwan memfokuskan gerak organisasinya pada perluasan rekrutmen keanggotaan,

diskusi-29

Muhammad Abdullah Al Khatib, Muhammad Abdul Halim Hamid, “Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan : Kajian Analitik Terhadap Risalah Ta’lim”, Asy Syaamil Press & Grafika : Bandung, 2001, Hal 114-118

30


(31)

diskusi mengenai dakwah, perbaikan moral dan keagamaan masyarakat dan juga menjadi organisasi yang melakukan pelayanan sosial pada masyarakat.Dan dalam pertumbuhan selanjutnya Al-Ikhwan menjadi tidak saja sebagai gerakan sosial dan pendidikan, tetapi juga kekuatan sosial-politik yang selalu diperhitungkan baik sebelum maupun sesudah revolusi Mesir tahun 1952. Sebelum organisasi Al-Ikhwan didirikan, sudah banyak gerakan/organisasi dakwah yang didirikan, dan banyak memberikan warna pada pola dakwah Al-Ikhwan. Sehingga Al-Ikhwan dapat mengambil pelajaran berharga dari organisasi-organisasi yang mendahuluinya.

Penyebab utama dari perubahan perilaku gerakan Ikhwan adalah isu Palestina yang mulai berkembang pada tahun-tahun itu. Dimana negara-negara Arab melakukan serangan umum untuk membebaskan Palestina dari pengaruh negara Barat dan komunitas Yahudi yang berupaya membentuk negara Yahudi di sana. Gerakan Ikhwan menyediakan dukungan yang besar untuk operasi militer tersebut, mencoba untuk menyebarkan isu Palestina di kalangan masyarakat Mesir dan melakukan penggalangan dana untuk medukung isu tersebut.

Pada saat yang bersamaan, penerbitan suratkabar Al-Ikhwan secara efektif menjadi sarana kritik terhadap rezim politik yang sedang berkuasa di Mesir, terutama terhadap kekuasaan kolonial Inggris yang memegang kendali atas negeri Mesir.Gerakan Ikhwan untuk pertama kalinya mencoba untuk masuk ke dalam arena politik praktis ketika mengajukan kandidat pada pemilihan umum legislatif pada tahun 1941.

Al-Ikhwan Al-Muslimun kemudian menggalang aksi-aksi massa dan demonstrasi, menuntut adanya reformasi sosial dan penarikan mundur tentara kolonial Inggris dari wilayah Mesir. Otoritas militer Inggris memerintahkan Hasan Al-Banna untuk pergi meninggalkan Kairo pada Mei 1941. Pada bulan Oktober 1941, Hasan Al-Banna dan para pimpinan Al-Ikhwan Al-Muslimun lainnya ditangkap dan


(32)

dipenjarakan, dan aktivitas-aktivitas organisasi Ikhwan dilarang oleh pemerintah setelah aksi demontasi menentang pendudukan Inggris.

Tekanan pemerintah terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun tidak berlangsung lama, rezim pemerintah sedang berhadapan dengan ancaman besar Perang Dunia II dan tidak terlalu pusing dengan “ancaman kecil” gerakan reformasi keagamaan seperti Al-Ikhwan Al-Muslimun. Aktivitas-aktivitas pertemuan Ikhwan kembali diperbolehkan, para elite pemimpinnya dibebaskan dari penjara, dan kemudian jumlah anggota yang mengikuti organisasi Ikhwan semakin berkembang dengan sangat cepat. Al-Ikhwan Al-Muslimun kemudian menerbitkan sejumlah majalah dan surat kabar baru selama dua tahun ke depan dan semakin meningkatkan frekuensi gerakan mereka dalam aksi massa dan demonstrasi.

Ikhwan kemudian membentuk sebuah unit khusus yang kemudian akan dikenal sebagai “biro rahasia”, sayap paramiliter dari organisasi yang memiliki prinsip dasar untuk melindungi para elite pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun dan untuk tujuan-tujuan militer jangka panjang organisasi. Pada tahun 1949, gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun telah memperbesar kapasitas organisasinya dengan sejumlah 2,000 cabang di seluruh Mesir dan sekitar 300,000 sampai dengan 600,000 anggota aktif, menjadikannya sebagai organisasi masyarakat terbesar di Mesir.31

2. Kehidupan Pendiri Al-Ikhwan Al-Muslimin (Hasan Al-Banna)

Hassan Al-Banna lahir pada tahun 1906, di sebuah kota MahmudiahPropinsi Buhairah di Mesir. Namanya adalah Hasan al-Banna Al-Syahid Hasan bin Ahmad Abdul Al-Rahim Al-Banna.32

31

Ibid, Hal 5

Beliau dibesarkan dalam keluarga yang amat kuat berpegang pada Islam. Hassan al Banna merupakan anak sulung daripada lima

32

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam ( Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia), Ciputat: Quantum Teaching, 2005


(33)

beradik. Ayahnya, Syeikh Ahmad ibn Abdul Al-Rahman Al-Banna adalah seorang ulama, imam, guru dan pengarang beberapa buah kitab hadis dan fikih perundanganIslam, yang lulus dari Universitas Al Azhar Mesir. Beliau bekerja memperbaiki jam pada waktu malam sebagai sumber rezeki untuk menghidupi keluarganya. Pada siang hari, beliau menjadi Imam di sebuah masjid dikampungnya. Disinilah Al-Banna mendapatkan pengajaran tentang prinsip-prinsipIslam dan berdakwah. Diantara karya sang ayah adalah kitab Tafsir Musnad ImamAhmad Ibn. Hanbal.33

Sedangkan ibunda dari Hasan al-Banna bernama Ummu Sa’ad IbrahimSaqr.Ibundanya adalah wanita bertipologi cerdas, disiplin, cerdik dan teguh pendirian.Apabila telah memutuskan sesuatu, maka akan sulit bagi Ummu Sa’aduntu k menarik keputusannya. Perhatiannya pada pendidikan, membuat sang ibu bertekad untuk menyekolahkan Al-Banna hingga ke pendidikan tinggi. Ummu Sa’admemiliki delapan delapan orang anak, yaitu Hasan Al-Banna, Abdurrahman, Fatimah,Muhammad, Abdul Basith, Zainab, Ahmad Jamaluddin, dan Fauziyah.34

Semangat perjuangan Islam dan sifat kepimpinan telah mulai nampak pada u mur yang masih muda. Sejak dini Hasan Al-Banna sudah ditempa olehkeluarganya yang taat beragama untuk meraih dan memperdalam ilmu di berbagai tempat dan majelis ilmu. Pertama kali beliau menggali ilmu di Madrasah Ar-Rasyad

Hasan Al-Banna berguru pada ayahnya sehingga bisa menghafal Qur'an 30juz.Pada usia remaja, ayahnya mengizinkan menggunakan kitab-kitab simpanannya untuk dibaca, hingga akhirnya Al Banna dapat memahami Islam dan bahasa Arab dengan baik.

33

http://yankoer.multiply.com/journal/item/270/Pemikiran_Politik _Hasan_Al_Banna, diakses pada tanggal20Januari 2014

34

http://yankoer.multiply.com/journal/item/270/Pemikiran_Politik _Hasan_Al_Banna, diakses pada tanggal20Januari 2014


(34)

dengan seorang guru bernama syekh Muhammad Zahran yang juga merupakanpemili k madrasah tersebut.35

Di madrasah ini, Al-Banna belajar hadits nabi dengan target menghapal dan memahaminya. Selain hadits, Al-Banna juga belajar insyak, qawa’id dan lain sebagainya. Kemudian dia pindah ke madrasah ‘Idadiyah danmadras ah al-Muallimin al-Awwaliyah di Damanhur, kemudian melanjutkan ke Darul Ulum Mesir pada tahun 1923 M dalam usia 16 tahun.

Pada usianya yang masih muda, Hasan Al-Banna sudah memiliki perhatian yang besar terhadap persoalan da’wah.Ia pun mampu beraktifitas untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Bersama teman-temannya di sekolah,dibentuklah perkumpulan“Akhlaq Adabiyah”dan“Al-Man’il Muharramat”. Nampaknya sejak muda ia memang menginginkan da’wah Islamiyah tegak dankokoh. Pada tahun 1920 Hasan Al-Banna melanjutkan pendidikannya di DarulMu’allimin Damanhur, hingga menyelesaikan hafalan Qur’an diusianya yang belumgenap 14 tahun.Beliaupun aktif dalam pergerakan melawan penjajah.Tahun 1923 iamelanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Kairo. Disinilah ia banyak mendapatkanwawasan yang luas dan mendalam. Pendidikannya di Darul Ulum diselesaikan padatahun 1927 M, dengan hasil yang memuaskan, menduduki rangking pertama di Darul Ulum dan rangking kelima di seluruh Mesir dalam usianya ynag baru beranjak 21 tahun.36

35

Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam ( Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia), Ciputat: Quantum Teaching, 2005

Hasan Al-Banna menikah dengan putri salah seorang tokoh Ismailiyah Al HajHusain As Shuly pada malam 27 Ramadhan 1351 H. Ia kemudian dikaruniai 5 ornaganak, 4 orang anak perempuan yaitu Wafa’, Sinai, Raja dan Hajar. Adapun anak lelaki beliau adalah Ahmad Saiful Islam.Hasan Al-Banna memberikan perhatianyang besar pada

36

http//harakatuna.wordpress.com/2008/12/01/sejarah-kehidupan-hasan-al-banna/, diakses pada tanggal 20 januari 2014


(35)

pendidikan keluarganya dengan adab dan akhlaq Islam.Hasil perhatiannya terhadap keluarga dapat kita lihat pada anak beliau yang sangatdihormati Ahmad Saiful Islam.

Pemikiran Al Banna sangat jauh berbeda dengan cara berfikir penguasa dunia Islam saat itu, dimana seruan agar mencontohi cara barat oleh Kamal Attaturk bertiup kencang dan tidak ada henti. bukan hanya itu, bahkan majalah-majalah dansurat khabar yang membuat propaganda dengan slogan 'Mesir adalah sebahagian dariEropa' telah membanjiri pasaran. Para nasionalis mendesak pemerintahan Mesir agar kembali ke puncak kejayaan Firaun dan mencungkil adat-adat bangsa Mesir purba.

Melihat fenomena ini membuat Hassan al Banna merasa sedih, sebabsebahagian besar orang terhormat dan berpengaruh menyertai barisan modernis yangmenyesatkan umat Islam. Dalam keadaan sedih dan pilu ini, beliau berusaha merapatkan diri dengan Sayyid Rashid Rida' serta murid-muridnya. Di sinilah titik permulaan berdirinya satu harakah Islam yang besar dan tersusun untuk menghancurkan Jahilliah Modern dengan segala pemikirannya. Beliau mulai mendidik orang-orang dengan penuh kesabaran tentang pentingnya Islam dalam kehidupan individual dan masyarakat.

Dr. Al-Husaini, ketika menjelaskan perbedaan antara pribadi Hasan Al-Banna dan para pejuang dakwah terdahulu mengatakan bahwa sebelum Hasan Al-Banna telah muncul para tokoh agama seperti Jalaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Akan tetapi Hasan Al-Banna merupakan model baru ynag berbeda dengan tokoh sebelumnya dari banyak aspek. Diantara aspek yang paling menonjol adalah mereka pergi tanpa meninggalkan dakwah yang jelas rambu-rambunya, jelas metodenya, dan dianut oleh para pengikut yang setia. Barangkali, sebutan terbaik yang dapat


(36)

diberikan kepadanya adalah bahwa dia seorang da’I, sedangkan pendahulunya adalah tokoh agama.37

Syaikh Sa’id Hawwa mengutip pendapat Syaikh Muhammad Al-Hamid sebagai berikut. “Selama ratusan tahun, kaum Muslimin belum melihat orang seperti Hasan Al-Banna dalam sifat-sifat yang menghiasi pribadinya. Panji-panji sifat tersebut berkibar di atas kepalanya yang mulia. Saya tidak mengingkari bimbingan para mursyid, ilmu kaum arifin, kefasihan para orator dan penulis, kepemimpinan para pemimpin, manajemen para manajer, dan kecerdasan para pengarah. Saya tidak menginkari semua itu, baik yang telah lalu ataupun pada masa mendatang . Namun, berhimpunnya berbagai sifat utama seperti itu jarang sekali dimiliki seseorang seperti Hasan Al-Banna, semoga Allah mencurahkan rahmad kepadanya. Secara umum bisa saya katakana, bahwa ia semata-mata mencari ridha Allah dengan segenap ruh, jasad, hati dan segala perilakunya. Karena itu, Allah meridhai, memilih, dan menjadikannya berada dalam jajaran para pemimpin syuhada.”

38

Syaikh Hasan Abu Ali An-Nadawimemberi komentar tentang Hasan Al-Banna. “Setiap orang mengenal tokoh ini melalui kedekatan, bukan melalui buku dan pernah berinteraksi dengannya, pasti akan mengetahui keutamaan pribadi yang muncul ke permukaan dan mengejutkan Mesir, kemudian seluruh penjuru dunia Islam, dengan dakwah, tarbiyah, jihad, dan kekuatan yang unik. Dia adalah pribadi yang didalamnya Allah menghimpun akal cemerlang yang menyinari, pemahaman yang luas, perasaan kuat yang menggelora, hati yang berlimpah keberkahan,ruh yang jernih, lidah yang fasih, zahid, qana’ah tanpa memaksakan diri dalam kehidupan individual, selalu optimistis, dan senantiasa penuh cita-cita tanpa pernah bosan dalam berjuang menyebarkan dakwah dan prinsip, rendah hati dalam hal yang berkaitan

37

Al-IKhwan Al-Muslimun Akbar Al-Harakah, hal. 51

38


(37)

dengan urusan pribadi, hamper persis dengan kesaksian orang-orang yang mengetahinya.”39

Masih tentang Hasan Al-Banna, Sayyid Qutb menulis panjang lebar tentangnya. “terkadang suatu kebetulan tampak seakan-akan suatu ketepatan yang telah digariskan dan satu hikmah yang telah diatur dalam kitab yang ditulis, Hasan Al-Banna. Hanya kebetulan, mungkin inilah sebutannya. Namun, siapa yang mengatakan bahwa hal itu kebetulan, padahal hakikat terbesar tokoh ini adalah membangun, memperbaiki bangunan, bahkan kejeniusan bangunnan. Hasan Al-Banna pergi setelah menyempurnakan fondasi bangunan. Ia meninggalkan sedangkan kesyahidannya persis seperti yang dikehendaki oleh proses baru diantara berbagai proses pembangunan. Seribu khotbah dan seribu risalah almarhum Hasan Al-Banna yang syahid tidaklah sebanding jika dibandingkan tetesan darah suci yang mengucur dari tubuh asy-syahid dalam menggelorakan dakwah di dalam diri jamaah ikhwanul muslimin”40

Hasan Al-Banna dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berpidato, lidahnya sangat fasih, ahli dalam sastera dan pandai memilih kata-kata yang tepat. Pada tahun 1941, dia dipenjara selama sebulan berkaitan dengan pidato yang disampaikannya yang isinya mengkritik sistem politik Inggeris pada Perang Dunia ke II. Masih pada tahun yang sama, dia dipaksa pindah ke Qana. Di tempat barunya ini, Al-Banna terus melanjutkan perjuangannya denganmenyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam kepada umat dari satu tempat ketempat yang lain. Dia juga mengirimkan delegasi-delegasi ke seluruh penjuru dunia untuk mengetahui keadaan umat Islam.

39

Lihat pengantar Al-Ustadz An-Nadawi dalam Hasan Al-Banna, Mudzakkirah Ad-Dakwah wad Da’iyah, hal. 3-8

40


(38)

Delegasi-delegasinya menginformasikan tentang realita dunia Islam.Pada tahun 1948, dia mengirimkan satu batalion pasukan ke Palestina. Pasukan yang dikirim ke Palestina itu terdiri daripada orang-orang Al-Ikhwanul Al-Muslimin.Dalam pertempuran melawan orang-orang Ikhwanul Muslimin, pasukan Yahudi mendapatkan kekalahan. Salah satu jenderalnya berkata,”Seandainya mereka memberikan kepadaku satu batalion orang-orang IkhwanulMuslimin, maka dengan pasukan tersebut saya pasti menaklukkan dunia.”41

Sebuah pertemuan direkayasa antara Hasan Al-Banna dengan Mohammad An-Naqhi (salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada hari Jum’at tanggal 11 Desember 1949 pukul 17.00.Namun hingga pukul 20.00 masalah yang diagendakan belum ada kejelasan,yaitu salah seorang menteri yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah Ikhwan. Lalu pulanglah ia dengan menantunya Ustadz Mansur dan sepakat akan datang kembali esok harinya. Namun tiba-tiba ia mendapati suasana yang berbeda di jalan protokol Quin Ramses, yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu lintas lalu dan lalang manusia,saat itu tak sebuah mobil dan seorangpun yang lewat kecuali sebuah taksi yang adadi depan gerbang pintu Dar Asy Syubban. Toko-toko dan rumah-rumah makanyang berdekatan juga sudah tutup.Kecurigaan semakin tinggi ketika baru akanmelangkahkan kaki menuju jalan raya tiba-tiba seluruh lampu penerang jalan mati.Saat itulah beberapa peluru meluncur, sebagian mengenai Hasan Al-Banna dan peluru yang lainmengenai Ustadz Mansur.Namun Hasan Al-Banna masih kuat untuk naik sendiri menuju gedung Dar Asy Syubban dan memutar telepon untuk meminta pertolongan ambulance. Meskipun demikian, ia kemudian terlantar di salah satu kamar Rumah Sakit “Qosr Aini” karena tak seorangpun dari perawat atau dokter yang berani menolongnya, sekalipun banyak dokter muslim yang ingin merawatnya karena kepala rumah sakit

41


(39)

tidak mengizinkan hal tersebut sesuai perintah kerajaan. Dering telepon tak henti-hentinya untuk meyakinkan kematian Hasan Al-Banna hingga ia menemui ajal dengan kepahlawanannya.

Tepat hari Sabtu malam Minggu tanggal 12 Desember 1949 beliau pulangke Rahmatullah.Hari itu dunia diliputi kesedihan yang mendalam karena dengankematiannya berarti hilang pula seorang pembela kebenaran penegak keadilan ditengah-tengah kelaliman.Pagi hari Minggu tanggal 12 Desember 1949 sampailah berita kematian kepada orang tuanya, Syaikh Ahmad Al-Banna. Sangat lebihmenyedihkan lagi, rezimpun tidak mengizinkan ummat Islam untuk merawat jenazahnya dan bertakziyah ke rumah shohibul musibah. Untuk menunjukkankeangkuhan serta kedengkian rezim terhadap Hasan Al-Banna mereka menyusun penjagaan militer dengan ketat, seperti siap untuk bertempur serta tank-tank yangseakan-akan hendak menghadapi sebuah pertempuran yang dahsyat.Tidak seorangpun diizinkan membawa jenazahnya menuju makam kecuali orang tua beserta kedua saudari perempuannya.

2.1. Peristiwa berdirinya Al-Ikhwan Al-Muslimin

Setelah menyelesaikan sekolahnya di Darul Ulum pada bulan September tahun 1927, Hasan Al-Banna diangkat menjadi guru SD di Kota Isma’iliyah, disanalah beliau memulai da’wahnya, di warung-warung kopi kemudian pindah ke masjid. Da’wah yang dilakukannya di warung-warung kopi ini bukan pengalaman yang pertama baginya, tapi beliau sudah terbiasa dakwah di tempat-tempat seperti ini, ketika beliau masih mahasiswa di Darul Ulum, Kairo.

Dakwah Hasan Al Banna mendapat sambutan dari para pengunjung warung-warung kopi, sehingga sebagian diantara mereka bertanya kepadanya tentang apa yang harus dilakukan demi agama dan tanah air. Setelah beberapa lama berdakwah di


(40)

warung-warung kopi kemudian Hasan Al-Banna pindah dari warung kopi ke mushalla (Zawiyah).Di Zawiyah inilah beliau berbicara dan mengajarkan praktek ibadah, dan meminta kepada mereka agar meninggalkan kebiasaan hidup mewah.Para pendengarnya menyambutnya dengan baik.

Hasan Al-Banna membuat beberapa strategi dalam dakwahnya dengan menetapkan unsur-unsur yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat, yaitu pada 4 unsur :

1. Ulama

2. Masyaikh furuq sufiah

3. Para tokoh masyarakat (wujaha) 4. Klub-klub (nadi-nadi)

Maka Imam Syahid Hasan Al Banna membuat perencanaan dan berinteraksi dengan 4 unsur diatas. Hasan Al Banna mampu mengambil simpati ulama dengan menjalin hubungan persahabatan, menghormati dan menghargai mereka dan kadang-kadang memberikan hadiah kepada mereka, maka dengan cara ini mereka (pada ulama) menghormatinya tidak menghalanginya berda’wah di Isma’iliyah, inilah sebenarnya tujuan beliau untuk para ulama, agar mereka membiarkannya berda’wah Illallah dan tidak menyerangnya, karena Hasan Al-Banna bukan ulama Al Azhar.

Hasan Al-Banna berbicara kepada masyaikh furuq sufiah dengan bahasa mereka, berinteraksi dengan mereka dengan etika yang berlaku di kalangan mereka, dengan demikian mereka tidak menghalanginya berdakwah dan tidak menyerangnya.Bahkan mereka membiarkan Al Banna berdakwah, kendatipun mereka tidak bergabung dengannya atau tidak mendukungnya.

Para tokoh masyarakat, Hasan Al-Banna menghormati mereka sesuai dengan posisi mereka di masyarakat dan mengadakan pendekatan dengan bahasa yang baik dan amal-amal kebaikan, dengan cara ini mereka mencintai dan menghargainya,


(41)

diantara yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna adalah menghilangkan sebab-sebab perselisihan dan permusuhan diantara mereka, dalam hal ini beliau berhasil dan mendapat penghargaan dari mereka.

Hasan Al-Banna sering mendatangi klub-klub (tempat-tempat pertemuan) dan disana beliau menyampaikan pengajian, muhadhoroh nadwah (menjalin hubungan persaudaraan dengan orang banyak) dan berhasil merekrut jumlah yang tidak sedikit untuk mengikuti pengajian beliau di Zawiyah.Demikian Hasan Al-Banna pada permulaan dakwahnya di Isma’iliyah berhasil menarik simpati dan mengambil hati masyarakat. Kemudian dikumpulkan lalu diarahkan sehingga mereka memiliki

ghiroh (semangat) terhadap agama mereka dan cinta akan amal islami. Cara-cara diatas dilakukan oleh Al Banna kurang lebih selama 1 tahun.

Pada bulan bulan Maret 1928 M, Hasan Al-Banna bersama enam orang rekannya mengadakan sebuah pertemuan yang menjadi latar belakang berdirinya Al-Ikhwan Al-Muslimun. Mereka berbicara kepada Hasan Al-Banna tentang apa yang harus mereka lakukan demi agama dan mereka menawarkan sebagian harta milik mereka yang sedikit. Lalu mereka meminta kepada Hasan Al-Banna untuk menjadi pimpinan mereka, kemudian permintaan ini diterimanya. Lalu mereka berbaiat kepadanya untuk bekerja demi Islam dan mereka bermusyawarah tentang nama perkumpulan mereka. Hasan Al-Banna berkata : “Kita ikhwah dalam berkhidmat untuk Islam, dengan demikian kita Al-Ikhwanu Al-Muslimun”.

Kemudian mereka menjadikan kamar di suatu rumah sewaan yang sangat sederhana sebagai “Kantor Jama’ah” dengan mengambil namaMadrosah At-Tahzab. Disanalah Imam Syahid mulai meletakkan/ mengambil manhaj tarbawi bersama pengikut-pengikutnya, manhaj tarbawi pada waktu itu adalah :

1. Al-Qur’anul Karim (tilawah dan hafalan).


(42)

3. Pelatihan khutbah.

4. Pelatihan mengajar untuk umum.

Setelah beberapa bulan jumlah pengikut jama’ah menjadi 76 orang, kemudian terus bertambah. Dan mereka mendermakan harta mereka untuk da’wah sampai dapat membeli sebidang tanah untuk dibangun diatasnya markas jama’ah (Darul Ikhwanul Muslimin) terdiri dari masjid, 1 sekolah untuk putra, 1 sekolah untuk putri, nadi (tempat pertemuan) ikhwan.

Pada bulan Oktober tahun 1932, Hasan Al-Banna dimutasi ke Kairo sebagai guru di Madrasah Abbas I, Distrik Sabtiah, perpindahan kerja ini atas permintaan kedutaan Inggris kepada Raja Farouq akibat kekhawatiran terhadap dakwah Hasan Al-Banna terhadap para buruh yang bekerja di perusahaan Inggris waktu itu. Pengaruh pemikiran Hasan Al-Banna menyebabkan para buruh tidak mau tunduk kepada perintah atasannya yang notabene adalah orang-orang Inggris.Perpindahan ini menjadi peluang bagi Hasan Al-Banna untuk membawa dakwah ke Kairo yang menjadi ibukota Mesir, mengingat Kairo pusat kebijakan politik, dan mendapatkan kesempatan berdakwah di depan jutaan penduduk Kairo. Pada tahun pertama Hasan Al-Banna telah mampu menyebarkan da’wah di seluruh kota Kairo dan telah membuka cabang baru lebih dari 50 kabupaten, dimana Hasan Al-Banna mendatangi perkampungan negeri Mesir untuk berda’wah tidak mengenal letih, apalagi malas, hal itu dilakukannya disaat-saat musim liburan sekolah.42

An-Nadawi berkomentar tentang Al-Ikhwan Al-Muslimun, ia mengatakan bahwa Hasan Al-Banna telah berhasil dengan gemilang membentuk gerakan Islam yang jarang didapati di dunia Arab khususnya, sebuah gerakan yang lebih luas, lebih aktif, lebih berwibawa, lebih berpengaruh, lebih menyatu dengan masyarakat, dan

42

http://harakatuna.wordpress.com/2008/12/01/sejarah-kehidupan-hasan-al-banna/, diakses pada tanggal 20 januari 2014


(43)

lebih mampu mengendalikan jiwa darinya. Dakwah yang telah mengembalikan ke dalam jiwa generasi baru di dunia Arab kepercayaan kepada kelayakan Islam dan keabadian risalahnya, telah menumbuhkan iman baru dalam jiwa dan hati, dan telah menghalau rasa rendah diri dan kekalahan mental yang menggerogoti umat.43

Hasan Al Banna mengajarkan kepada ikhwan untuk menjadi generasi yang pemberani dalam kebenaran, menganggap para penjajah adalah musuh dan bentuk perbudakan yang paling buruk sepanjang sejarah manusia, mereka begitu semangat dan berebut untuk mendapatkan izin menuju Palestina untuk meraih syahadah ketika DK PBB pada tahun 1948 secara resmi memutuskan tanah Palestina menjadi dua, Hasan Al-Banna dalam pidatonya dimuka khalayak ramai di hotel intercontinental mengatakan : “Pembagian Palestina menjadi dua adalah tanda bahwa dunia telah tidak waras”. Hal serupa juga pernah disampaikan kepada pemerintah Inggris lewat perwakilannya di Kairo tahun 1939, bahwa ummat Islam akan mempertahankan Palestina hingga titik darah terakhir.

Perlawanan para ikhwan menghadapi penjajah Inggris atas intervensinya terhadap kota Isma’iliyah awal perang dunia kedua 1939 merupakan contoh keberanian mereka. Melihat keberhasilan Hasan Al-Banna dengan jamaahnya yang cukup gemilang, dimana pada waktu yang relatif singkat fikroh ikhwan telah mampu mempengaruhi dan mewarnai di berbagai bidang ekonomi, sosial politik dan keagamaan, khususnya sikap masyarakat luas terhadap Palestina dan penjajah, maka Inggrispun sangat gerah terhadap Hasan Al-Banna dan sangat berkepentingan untuk membunuhnya dan membubarkan jamaahnya.

Pada tanggal 10 Nopember 1948 tiga segitiga setan mengadakan pertemuan secara rahasia, mereka adalah Inggris, Amerika dan Perancis di Paid, memutuskan agar ikhwanul muslimin segera dibubarkan. Sebulan kemudian tepat pada tanggal 8

43


(44)

Desember 1948 datang SK militer yang berisikan pembubaran terhadap ikhwan. Rupanya pembubaran jamaah tidak berdampak terhadap aktifitas dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, justru pembelaan dari masyarakat luas semakin kentara dari hari ke hari, kewibawaan dan kemampuan Hasan Al-Banna merekrut masyarakat luas sangat diakui lawannya, kemampuan membangkitkan semangat ummat, membuka hati yang tertutup, menghimpun kekuatan arus bawah sangat ditakuti lawan. Maka tidak ada lagi pilihan lain, kecuali harus merencanakan sebuah makar yang lebih besar yang belum pernah terpikir dibenak mereka yaitu dengan membunuh pendirinya.

Sejak saat itu rezim Faruq benar-benar memperhitungkan langkah untuk menghambat dan memberangus Al-Ikhwan Al-Muslimun khususnya terhadap Hasan Al Banna, beberapa langkah-langkah rezim Faruq untuk menumpas Ikhwan Al-Muslimun yaitu:

1. Dengan memenjarakan seluruh anggota ikhwan dan membiarkan Hasan Al-Banna seorang diri agar masyarakat luas menganggap bahwa rezim masih memiliki rasa tolerir terhadap beliau, padahal itu sebuah siksaan batin, setiap harinya hanya tangisan ribuan anak kecil dan rintihan ibu-ibu yang didengarnya, menengok kanan dan kiri tidak ada yang peduli seakan-akan seluruh rakyat telah diintimidasi oleh rezim, takut untuk melakukan sebuah kebaikan, siapa sedekah mati, dan siapa menolong orang yang kelaparan dianggap sebagai pemberontak. Sungguhpun perasaan-perasaan buruk dan mencekam yang melanda masyarakat lebih dari yang terungkapkan.

2. Setelah perasaan yang mencekam benar-benar menyelimuti seluruh rakyat Mesir, polisi intel segera memenjarakan adik kandung Hasan Al-Banna, Abdul Basith yang merupakan seorang anggota polisi padahal adiknya bukan seorang ikhwan. Hal itu untuk mempermudah penangkapan terhadapnya kapanpun mereka menginginkannya. Sebenarnya perasaan ini juga ada dalam sanubari


(45)

kecil beliau, namun justru keberanian dan perasaan tidak takut mati semakin lebih nampak apalagi setelah di suatu malam beliau bertemu dengan Sayyidina Umar di dalam sebuah mimpinya mengatakan wahai Hasan, kau akan dibunuh kemudian terbangun lalu tidur kembali sehingga terulang mimpi itu lalu bangun sholat hingga subuh, sungguhpun mati adalah batas uang tidak dapat ditawar. Dan ketika Hasan Al-Banna mengajukan untuk tinggal di luar kota Kairo bersama saudaranyapun tidak diizinkan, hal itu semakin memperjelas makar yang dirancang oleh rezim untuk meringkusnya secara perlahan.

3. Setelah seluruh persenjataan ikhwan, dan kekayaannya termasuk pistol dan mobil pribadi beliau yang statusnya pinjaman disita oleh penguasa yang serakah, maka tinggal episode yang terakhir. Maka mereka merekayasa sebuah pertemuan antara Hasan Al-Banna dengan Mohammad An-Naqhi (salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada hari Jum’at tanggal 11 Desember 1949 M pukul 17.00. Namun hingga pukul 20.00 masalah yang diagendakan belum ada kejelasan yaitu salah seorang menteri yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah ikhwan, lalu pulanglah beliau dengan mertuanya ustadz Mansur dengan komitmen akan datang kembali esok harinya, namun tiba-tiba beliau dapati suasana yang sungguh lain, jalan protokol “Quin Ramses” yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu lintas dan lalu lalang manusia, saat itu sanga sepi dan tidak seorangpun yang lewat kecuali sebuah taksi yang menongkrong di depan gerbang pintu Dar Asy Syubban, toko-toko dan rumah-rumah makan yang berdekatan juga sudah tutup, kecurigaan semakin tinggi ketika menuju jalan raya. Tiba-tiba seluruh lampu penerang jalan mati, saat itulah peluru api meluncur sebagian mengenai Hasan Al-Banna dan peluru yang lain mengenai ustadz Mansur, namun beliau masih kuat untuk naik sendiri menuju gedung Dar Asy-Syubban menelepon untuk meminta pertolongan kepada ambulance, sesampainya di rumah sakit “Qosr Aini” tak


(46)

seorangpun dari perawat atau dokter yang berani menolong Hasan Al-Banna sekalipun banyak dokter muslim yang ingin merawatnya, namun kepala rumah sakit tidak mengizinkan atas perintah kerajaan.

Tepat hari Sabtu malam tanggal 12 Desember 1949 Hasan Al-Banna meninggal dunia. Ditengah-tengah puncak kebahagiaan Raja Faruq dalam merayakan hari ulang tahunnya kepala polisi intel memberikan hadiah berupa berita kematian Hasan Al-Banna. Keesokan harinya tanggal 12 Desember 1949 sampailah berita kematian kepada orang tuanya Ahmad Al-Banna.Pdsa saat pemakaman Hasan Al-Banna, rezim tidak mengizinkan ummat Islam untuk merawat jenazahnya dan bertakziyah ke rumahnya.Untuk menunjukkan keangkuhan serta kedengkiannya terhadap Hasan Al-Banna dan dakwahnya, penjagaan militer secara ketat yang siap untuk bertempur dan tank-tank yang seakan-akan menghadapi sebuah pertempuran yang dahsyat, padahal sebuah upacara kematian yang terdiri dari beberapa orang.Tidak seorangpun diizinkan membawa jenazahnya menuju pemakaman kecuali orang tua Hasan Al-Banna beserta seorang dan kedua saudari perempuannya.

3. Struktur Organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun

3.1. Hai’ah Ta’sisiyah (Dewan Pendiri)44

Dewan Pendiri ini adalah dewan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Al-Ikhwan Al-Muslimun, dalam organisasi lain setara dengan Jam’iyah ‘Umumiyah

yang merupakan Dewan Syuro Umum. Dewan ini terdiri atas anggota Ikhwan Al-Muslimun yang telah lama berjuang dalam dakwah.Tugasnya mengawasi secara umum perjalanan Al-Ikhwan Al-Muslimun, memiliki anggota Maktab Al-Irsyad, memilih pengawas keuangan, dan lain-lain.

44


(47)

Pertemuan dewan secara berkala diadakan pada awal bulan Muharran setiap tahun Hijriah untuk mendengarkan dan mendidkusikan laporan Maktab Al-Irsyad tentang aktifitas dakwah pada tahun baru, memilih anggota baru ketika telah tiba waktu pemilihan anggota, mendiskusikan laporan tutup buku pengawas keuangan tahun lalu dan rencana anggaran tahun mendatang, serta mendiskusikan aktifitas dan usulan lain yang dikemukakan kepada dewan. Dewan juga mengadakan luar biasa atas undangan Mursyid ‘Am jika ada hal mendesak, atau atas ketetapan Maktab Al-Irsyad atau atas permintaan 20 orang anggota.

Yang memimpin pertemuan adalah Mursyid ‘Am dan pertemuan dianggap sah apabila dihadiri oleh mayoritas mutlah (setengah lebih satu).

Syarat anggota dewan adalah:

a. Anggota tetap Al-Ikhwan Al-Muslimun b. Usia tidak kurang dari 25 tahun

c. Telah bergabung dengan dakwah sekuran-kurangnya 5 tahun

d. Memiliki akhlak yang baik, berpendidikan dan keahlian praktis yang memadai.

Jumlah meraka yang dipilih sebagai anggota dewan tidak lebih dari sepuluh orangsetiap tahun, serta sedapat mungkin mempertimbangkan kerterwakilan wilayah.

3.2 Mursyid ‘Am45

Mursyid ‘Am dipilih oleh dewan pendiri yang dihadiri 4/5 anggotanya, dengan persetujuan ¾ yang hadir. Jika tidak mencapai kuorum, pertemuan ditangguhkan minimal 2 (dua) minggu dan maksimal 4 (empat) minggu dari pertemuan pertama. Bila masih belum mencapai kuorum, pertemuan ditangguhkan

45


(48)

dengan syarat yang sama; perttemuan yang ditangguhkan tersebut beserta tujuannya harus diumumkan. Pemilihan Mursyid ‘Am dapat dilakukan dalam pertemuan tersebut hanya dengan ¾ yang bhadir, berapapun jumlah meraka.

Syarat-syarat menjadi Mursyid ‘Am adalah:

a. Masa keanggotaanya dalam dewan pendiri tidak kurang dari 5 tahun b. Harus alim, berakhlak mulia, mempunyai kompetensi mengurus

organisasi

Setelah Mursyid ‘Am terpilih dan mengambil sumpahnya, dewan pendiri kemudian membai’at Mursyid ‘Am yang baru, demikian pula anggota ikhwan yang lain, baik dengan mengajukan bai’at kepada para pemimpin meraka atau ketika mereka bertemu pertama kali dengan Mursyid ‘Am. Mursyid ‘Am menempati posisinya seumur hidup. Ketika wafat atau tidak mampu melaksanakan tugas, wakilnya melaksanakan tugas-tugasnya, sampai dewan pendiri mengadakan sidang pada bulan di mana jabatan Mursyid ‘Am kosong untuk memilih Mursyid‘Am yang baru.

3.3 Maktab Al-Irsyad46

Maktab Al-Irsyad Al-‘Am yang dipilih oleh dewan pendiri terdiri atas 12 (dua belas) anggota, dipilih diantara para anggota dewan, kecuali Mursyid ‘Am. Dlam pemilihaqn tersebut dipertimbangkan 9 (sembilan) anggota berasal dari Ikhwan Kairo, tiga sisanya dari Ikhwan daerah lain.

Syarat-syarat calon anggota Maktab Al-Irsyad adalah sebagai berikut:

1. Berasal dari anggota Dewan Pendiri, dan telah menjadi anggota dewan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.

46


(49)

2. Mempunyai kompetensi untuk menjadi anggota Maktab Al-Irsyad, baik dari sisi akhlak, ilmi, maupun praktis.

3. Usianya tidak kurang dari 30 (tiga puluh) tahun hijriyah.

Pemilihan berlangsung secara tertutup.Setelah hasil pemilihan diumumkan, anggota bersumpah untuk menjaga prinsip-prinsip Ikhwan, percaya sepenuhnya kepada pemimpin mereka, melaksanakan ketetapan-ketetapan maktab meskipun tidak sesuai dengan pendapatnya, kemudian menyatakan bai’at (janji setia).

Dewan Pendiri juga memilih diantara 9 (sembilan) anggota dari Kairo untuk menjadi wakil, sekretaris jenderal, dan bendahara.Masa keanggotaan maktab dua tahun, dan setelah berakhir masa tersebut dapat diperbaharui kembali, anggota dapat dipilih lebih dari satu periode.Jika posisi salah satu seorang anggota kosong sebelum berakhir masa keanggotaan, yang menempati posisi tersebut adalah anggotab yang meraih suara terbanyak berikutnya dalam pemilihan Dewan Pendiri.

Dari tiga pilar itulah kantor pusat AL-Ikhwan Al-Muslimun terbentuk, dan berkedudukan di ibukota negara. Kantor pusat ini membawahi kantor administrasi, wilayah, syu’bah (cabang), dan usrah. Adapun tugas komponen tersebut sebagai berikut:

1. Maktab Idari

Markas Al-Ikhwan Al-Muslimun mempunyai dewan administrasi yang terdiri atas ketua MAktab Idari, yang biasanya menjadi ketua Syu’bah (cabang) utama dan boleh dipilih Maktab Al-Irsyad meskipun bukan ketua cabang, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Mereka biasanya menjalankan tugas-tugasnya ini pada cabang utama.adpun anggota-anggota dewan administrasi yang lain adalah para ketua wilayah dalam kawasan dewan, anggota dewanpendiri di kawasan itu sendiri, para wakil aktifis di kantor administrasi, serta peninjau Maktab Al-Irsyad. Pendapat dewan administrasi bersifat member masukan (istisyari), tetapi tidak mempunyai hak suara.


(50)

Dewan administrasi wilayah terdiri atas ketua cabang utama di wilayah dan para ketua cabang lain di wilayah, para pengunjung cabang, pengunjung dewan administrasi, serta para wakil aktifis di cabang utama.

3. Syu’bah

Dewan administrasi cabang terdiri dari atas 5 (lima) orang salah satunya dipilih oleh kantor pusat dan menjadi ketua cabang, empat lainnya dipilih oleh jam’iyah ‘umumiyah cabang; 2 (dua) diantara mereka menjadi wakil, yang ketiga sekretaris, dan yang keempat bendahara. Pemilihan dilakukan secara tertutup. Syarat menjadi anggota dewan administrasi cabang antara lain usia minimal 21 tahun dan telah menjadi anggota di cabang minimal satu tahun, serta dikenal tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban anggota.

Syarat menjadi anggota cabang adalah sebagai berikut: 1. Usia minimal 18 tahun

2. Berkelakuanbaik dan tidak mendapat hukuman yang menodai kehormatannya

3. Memahami fikroh Ikhwan dan aktif menjalankan kewajibannya 4. Aktif membayar iuran bulanan kepada cabang secara teratur

5. Bersedia bekerja sesuai dengan ketentuan Al-Ikhwan Al-Muslimun dan mengucapkan bai’at kepadanya.

4. Usrah

Usrah adalah satu sel dari kumpulan sel yang membentuk Ikhwan Al-Muslimun, terdiri dari 5 orang yang dipimpin oleh seorang naqib.Kewajiban dan syarat keanggotaan usrahsama dengan kewajiban dan syarat menjadi anggoata Ikhwan.

Jumlah cabang Al-Ikhwan Al-Muslimun pada tahun 1948 mencapai 2000 cabang dengan jumlah anggota sekitar 2 juta orang. Jumlah kantor administrasi sama


(51)

dengan jumlah provinsi di Mesir. Jumlah wilayah di Mesir mencapai lebih dari 300 wilayah.Demikianlah struktur administrasi Al-Ikhwan Al-Muslimun dan berbagai tugas bagian-bagiannya.

Tentang struktur administrasi ini, Dr. Richard Mitchel telah menulis dalam bukunya, Ideologi JIM, berisikan informasi lebih luas tentang tugas-tugas struktur Ikhwan Muslimun lainnya dan kelebihannyadibandingkan struktur lain. Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah struktur yang dirancang sesuai dengan syariat Islam, sesuai dengan system organisasi modern.Usrah tunduk kepada cabang, cabang tunduk kepada wilayah, wilayah tunduk kepada dewan administrasi, dewan administrasi tunduk kepada Maktab Al-Irsyad, Maktab Al-Irsyad tunduk kepada Mursyid ‘Am, kebijakan Mursyid ‘Am sesuai dengan kerangka umum yang telah digariskan oleh dewan pendiri.

Hubungan antara berbagai unit, dengan cara urutan ini diumpamakan Dr. Husaini dengan jam yang terus bergerak. Setiap bagiannya menjalankan fungsinya masing-masing tetapi semua unsur pada akhirnya mencapai satu tujuan, yaitu menunjukkan waktu yang tepat. Dr. Husaini mengemukakan hal itu ketika menghubungkan kejeniusan Hasan Al-Banna dalam organisasi dan bagaimana dia belajar membuat dan mereparasi jam bersama orang tuanya. Kecermatan dan kejelasan dalam sistem dan organisasi ini hendaknya menjadi perhatian setiap jamaah Islam, khususnya pada saat sekarang ini ketika kekufuran telah mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa untuk menghalangi kaum muslimin mewujudkan cita-cita mereka.47

47


(52)

4. Tujuan dan Karakteristik Khusus Al-Ikhwan Al-Muslimun 4.1. Tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun

Hasan Al-Banna menyebutkan secara ringkas tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun di banyak tempat ceramah-ceramahnya. Dalam penjelasannya tentang rukun amal, yang merupakan rukun ketiga dari rukun-rukun bai’at dalam Ikhwan Al-Muslimun, Hasan Al-Banna berkata:

Yang saya maksud dengan amal adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki diri sendiri

2. Membina rumah yang islami 3. Membimbing masyarakat

4. Membebaskan negeri dari penguasa asing 5. Memperbaiki pemerintahan

6. Mengembalikan eksistensi internasional bagi umat Islam

7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjurunya

Tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang pertama adalah membangun pribadi muslim, kemudian menuntut setiap muslim agar membina rumah tangga muslim. Dengan terbentuknya keluarga-keluarga muslim tersebut, berarti Ikhwan Al-Muslimun telah berjalan pada tujuan yang ketiga, yaitu membina masyarakat muslim. Masyarakat muslim yang mengerti kewajibannya terhadap negerinya, umatnya, dan seluruh umat manusia. Dengan adanya kesadaran akan berbagai kewajiban ini Al-Ikhwan Al-Muslimun telah melangkah menuju tujuh tujuannya, dengan tahapan yang benar. Tujuan pertama mengantarkan kepada tujuan kedua dan demikian seterusnya meski jalan yang harus di tempuh sangat panjang.


(1)

yang baik dalam pemilu dan memunculkan aktor baru dalam panggung politik Mesir yaitu Al-Ikhwan Al-Muslimun.

Sementara itu partai oposisi legal hanya memenangkan 14 kursi, ini memunculkan kembali perdebatan diantara kelompok Sekuler dan Koptik tentang kekhawatiran mereka akan kebangkitan Al-Ikhwan Al-Muslimun. Ketidaksolidan kekuatan oposisi lainnya membuat Al-Ikhwan Al-Muslimun dapat mengeluarkan sikap politiknya tanpa mendapat tantangan berarti sebagai kekuatan utama dalam kepemimpinan oposisi. Gerakan Ikhwan juga dengan mudah dapat mengendalikan seluruh kekuatan oposisi yang berhadapan dengan rezim penguasa. Kemenangan politik Al-Ikhwan Al-Muslimun membuka kebuntuan oposisi politik dimana Ikhwan menjadi kekuatan alternatif paling potensial dengan struktur organisasinya yang tertata dengan baik.

Strategi Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam memprioritaskan permasalahan sosial ekonomi masyarakat membuat gerakan ini mendapatkan kredibilitas dibandingkan gerakan oposisi lain pada pemilu 2005. Al-Ikhwan Al-Muslimun telah menunjukkan dirinya sebagai “organisasi sosial yang efektif” dalam meraih dukungan dimana mayoritas masyarakat Mesir tidak terlalu paham dan mengerti tentang demokrasi ataupun perubahan politik. Aktivitas-aktivitas sosial merupakan faktor utama yang menjadikan Al-Ikhwan Al-Muslimun mendapatkan dukungan masyarakat.Strategi ini memungkinkan gerakan Ikhwan untuk menghadapi status terlarangnya dan melakukan gerakan di tengah masyarakat di dalam masa-masa represi pemerintah terhadap aktivitas-aktivitas politik.Dapat dikatakan kondisi tertutupnya akses politik yang diciptakan oleh rezim penguasa menjadikan aktivitas-aktivitas sosial yang berkelanjutan menjadi sarana penting bagi pergerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam meraih dukungan masyarakat Mesir. Dan mengantarkan Ikhwan sebagai kekuatan oposisi politik terbesar di Mesir.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Al Banna, Hasan, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1, Solo : Era Intermedia, 2009

Al Banna, Hasan, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2, Solo : Era Intermedia, 2009

Al Khatib, Muhammad Abdullah, Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan : Kajian Analitik Terhadap Risalah Ta’alim, Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001

Anthony Hall & James Midgley. 2004. SosialPolicy for Development. London: Sage Publications.

Amal, Ichlasul. 1988. Teori-teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Anthony Hall & James Midgley. 2004.SosialPolicy for Development.London: Sage Publications.


(3)

Avsar, Esra, The Transformation Of The Political Ideology And The Democracy Discourse Of The Muslim Brotherhood In Egypt, Middle East Studies, Middle East Technical University, June 2008

Aziz, Jum’ah Amin Abdul, Tarikh Al-Ikhwan Al-Muslimun 3 : Peran Ikhwan bagi Masyarakat Lokal dan Internasional 1928-1938, Solo : Era Intermedia, 2007

Blaydes, Lisa, Authoritarian Elections and Elite Management : Theory and Evidence from Egypt, Department Of Political Science, Stanford University, April 2008

Eisenhart, Tess Lee, Metamorphosis or Maturation : Organizational Continuity in Egypt’s Muslim Brotherhood, College of Social Studies, Wesleyan University, April 2010

Bambang Prasetyo, dkk. 2005.Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bath,Longman.1982.Dictionary of Contemporary English., Great Britain: The Pitman Press.

Budiardjo, Miriam.1991.Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Davidson, Charles Robert, Political Violence In Egypt: A Case Study Of The Islamist Insurgency 1992-1997, The Fletcher School of Law and Diplomacy, 2005


(4)

Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Gaetano, Mosca. 1939.The Ruling Class, New York: McGraw-Hill

Hadari, Nawawi. 2005.Manajemen Strategi Organisasi non Profit Bidang

Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan.Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Hudson, Michael C., Arab Politics The Search for Legitimacy, New York : Yale University Press, 1977

Herbert McClosky. 1972.Political Participation, International Encyclopedia of The Sosial Sciences, ed. Ke-2. New York: The Macmillin Company.

Idrus, Muhammad. 2002.Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga

Michael Allison, dan Jude Kaye. 2006.Perencanaan Strategis bagi Organisasi NirlabaJakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mitchell, Richard Paul, Masyarakat Al-Ikhwan Al-Muslimun : Gerakan Dakwah Al- Ikhwan di Mata Cendekiawan Barat, Solo : Era Intermedia, 2005

Nazir,Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia.

Richard Paul Mithcell.2005. Masyarakat Al-Ikhwan Al-Muslimun : Gerakan Dakwah Al-Ikhwan Di Mata Cendekiawan Barat. Era Intermedia : Solo.


(5)

Yogyakarta : Tiga Lentera Utama, 2002

Whitney, F. L. 2009. The Elements or Research, Asian Eds. Osaka: Overseas Book Co.

Zollner, Barbara H.E., The Muslim Brotherhood : Hasan Al-Hudaybi and Ideology, London : Routledge, 2009

Jurnal:

El Ghobasy, Mona, The Metamhorphosis of the Egyptian Muslim Brothers,

International Journal Middle East Studies, Vol. 37, Cambridge University Press, 2005

Hamzawy, Amir and Nathan J. Brown, The Egyptian Muslim Brotherhood : Islamist Participation in a Closing Political Environment, Carnegie Papers, No. 19, Carnegie Middle East Center, March 2010

Khalil, Magdi, Egypt’s Muslim Brotherhood and Political Power : Would Democracy Survive?, Middle East Review of International Affairs, Vol. 10 No. 1, March 2006

Leiken, Robert S. and Steven Brooke, The Moderate Muslim Brotherhood, Foreign Affairs Journals, Vol. 86 No. 2, March/April 2007

Munson, Ziad, Islamic Mobilization : Social Movement Theory and the Egyptian Moslem Broterhood, The Sociological Quarterly, Vol. 42 No.4, Department of Sociology, Harvard University, 2001


(6)

Olesen, Thomas, Islamism as Social Movements : Social Movement Theory and Radical Islamic Activism, Denmark : Centre for Studies in Islamism and Radicalisation-Department of Political Science Aarhus University, May 2009

Stacher, J., Parties Over : The Demise of Egypt’s Opposition Parties, British Journal Of Middle Eastern Studies, Vol. 31, No. 2, 2004

._________________2009.Jurnal Ekonomi dan Pembangunan.Volume xvii (1).

Internet:

http//harakatuna.wordpress.com/2008/12/01/sejarah-kehidupan-hasan-al-banna/, diakses pada tanggal 20 januari 2014

http://yankoer.multiply.com/journal/item/270/Pemikiran_Politik _Hasan_Al_Banna, diakses pada tanggal20Januari 2014

http://zahirzainuddin.blogspot.com/hasan-al-banna-tokoh-pembaru-islam.html,diakses tanggal 20 januari 2014