Gerakan Islamic Trends Sebagai Infiltrasi Dalam Penguasaan Asosiasi- Asosiasi Profesional Mesir

BAB III Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun Pada Era Husni Mubarok 1981-

2011

1. Gerakan Islamic Trends Sebagai Infiltrasi Dalam Penguasaan Asosiasi- Asosiasi Profesional Mesir

Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun membentuk organisasi masyarakat bernama Islamic Trends untuk memfasilitasi infiltrasi Ikhwan pada asosiasi-asosiasi professional di Mesir. Kemudian Islamic Trends mengeluarkan daftar kandidat untuk dimajukan di dalam pemilihan umum asosiasi profesional.Rezim pemerintahan Mubarak mengizinkan kekuatan Islamis untuk berkompetisi secara legal terhadap kandidat pemerintah dan kandidat oposisi sekuler untuk menguasai dewan kepengurusan eksekutif asosiasi.Walaupun tetap menjadi subyek dari perwakilan- perwakilan perusahaan dan masih tergantung pada anggaran negara, asosiasi profesional tetap dapat dijadikan saluran strategis dan sarana kontestasi politik bagi kekuatan politik manapun. Islamic Trends telah memanfaatkan modal sosial-ekonomi dalam kondisi ini sebagai modal dan keuntungan politik. Sekolah, rumah sakit, klinik kesehatan, masjid dan pusat-pusat komunitas Islam yang akan membentuk komunitas sosial dari masyarakat Islam yang paralel dan saling terhubung satu dengan lainnya. Komunitas sosial yang demikian telah menggantikan peran dari pemerintahan Mesir dalam menyediakan pelayanan masyarakat di banyak daerah di Mesir.Islamic Trends telah menginisiasi penyediaan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi dokter-dokter, guru-guru muda dan berbagai profesi pekerjaan lainnya, yang pada akhirnya mengurangi ketergantungan masyarakat pada peranan negara. 79 79 Carrie Rosefsky Wickham, op.cit., Hal 124 Universitas Sumatera Utara Islamic Trends telah menarik dukungan yang lebih luas dari generasi muda kelas menengah terdidik dengan menggunakan strategi mobilisasi sebagai berikut : 1 Berupaya untuk menjalankan program “kontrak sosial” dengan menyediakan lahan pekerjaan dan pelatihan kepada pengangguran dan angkatan usia muda, 2 Ideologisasi yang langsung menyentuh lapisan masyarakat bawah, 3 Menciptakan model baru kepemimpinan dan komunitas politik yang berbeda dengan kebijakan dan praktik dari elite-elite pemerintahan. Asosiasi-asosiasi profesional di bawah kepemimpinan Islamic Trends telah menginisiasi proyek pemberdayaan untuk mengangkat dan mengatasi masalah tingkat pengangguran yang tinggi dari lulusan sarjana baru. Pada Desember 1988, Asosiasi Insinyur –di bawah pengaruh Islamic Trends- menyelenggarakan konferensi yang membahas tentang kebutuhan lebih dari 20,000 orang insinyur muda tanpa pekerjaan. Pada saat yang sama elite-elite Islamis di Asosiasi Kesehatan mengadakan sebuah survei yang melibatkan 25,000 dokter yang tersebar di 12 propinsi di Mesir menyatakan bahwa dua per tiga dari dokter yang diwawancarai terbukti bahwa gaji yang didapat oleh mereka tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 80 Dewan Eksekutif dari Asosiasi Insinyur dan Kesehatan telah menginisiasi program-program untuk sarjana-sarjana baru seperti perumahan, pelayanan kesehatan, asuransi, membuat program-program pelatihan, dan rancangan-rancangan bisnis.Dan mengurangi beban pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik dari universitas-universitas.Dikarenakan keterbatasan sumberdaya finansial dari asosiasi profesional dibandingkan dengan jumlah lulusan yang terus bertambah menyebabkan inisiatif Islamic Trends hanya berpengaruh kecil pada perbaikan standar hidup lulusan-lulusan baru.Sementara itu mereka tetap mempertahankan nilai- 80 Ibid, hal. 124 Universitas Sumatera Utara nilai simbolik Islam yang bertentangan dengan pola umum yang berlaku dalam sejarah kepemimpinan dari asosiasi profesional. 81 Pada tahun 1984, Islamic Trends yang berafiliasi kepada Al-Ikhwan Al- Muslimun untuk pertama kalinya mengikuti pemilihan umum di asosiasi profesional sebagai sebuah institusi, menawarkan sejumlah kandidat dalam pemilihan umum Asosiasi Kedokteran pada tahun tersebut. Islamic Trends memenangkan 7 dari 25 kursi Dewan Eksekutif Asosiasi Kesehatan.Tidak lama setelah itu, Islamic Trends mengikutkan kandidatnya pada pemilihan umum di asosiasi insinyur, dokter gigi, ilmuwan, agronomis, farmasis, jurnalis, pengacara dan pegawai swasta. Hasil yang didapatkan oleh Islamic Trend dalam pemilihan umum tersebut menciptakan blok kekuatan politik baru diantara kelompok oposisi sekuler kiri dan liberal yang cenderung pada kandidat pro-pemerintah. Pada 1990, Islamic Trends memenangkan 20 kursi Dewan Eksekutif Asosiasi Kesehatan, artinya mereka hanya menyisakan lima kursi yang terbuka untuk diperebutkan oleh kelompok lainnya. Bersamaan dengan peningkatan kekuatan politik dari Islamic Trends pada tahun 1981-an yang diiringi juga dengan peningkatan jumlah suara pemilih. Jumlah dokter yang bergabung pada tahun 1981 sampai 1988 meningkat dua kali lipat, hal ini menyebabkan sehingga jumlah suara pemilih meningkat sebanyak empat kali lipat pada periode yang sama. Selama satu dekade, jumlah partisipasi pemilih telah meningkat sebanyak tiga kali lipat, meningkat dari yang hanya berjumlah 9 persen dari total jumlah keseluruhan anggota di tahun 1982 meningkat menjadi 30 persen di tahun 1992. 82 Asosiasi mencatat bahwa 45,500 dokter memiliki hak untuk memilih pada tahun 1990, dan sejumlah 46 persen dari seluruh anggota aktif telah berpartisipasi dalam pemilihan umum di tahun tersebut.Melihat peningkatan jumlah pemilih 81 Ibid, 125 82 Ibid, hal. 126 Universitas Sumatera Utara berdasarkan pada keanggotaan aktif syarat anggota aktif yaitu anggota yang tinggal di negara tersebut, telah membayar iuran anggota, dan memiliki hak untuk memilih menunjukkan partisipasi yang lebih tinggi. Sebagai sebuah titik balik, seorang anggota Islamic Trends menjelaskan bahwa jumlah ini secara signifikan lebih tinggi daripada pemilihan umum legislatif, dimana angka rata-rata pemilih nasional adalah 20 persen dan hanya sekitar 10-15 persen di daerah perkotaan. 83 Pada tahun 1985 untuk pertama kalinya Islamic Trends mulai mengikuti Asosiasi Insinyur, penguasaan asosiasi ini berada di bawah pimpinan Osman Ahmad Osman, Konstruktor industri magnet ketika itu. Islamic Trends kemudian memulai kepemimpinan awalnya di Asosiasi Insinyur setelah mendapatkan kemenangan besar pada tahun 1987, dengan memenangkan 45 kursi dari 61 kursi kepengurusan dewan eksekutif dan mampu mengalahkan blok koalisi terkuat yang menang pada pemilihan sebelumnya. Kedekatan personal Osman dan relasi bisnisnya dengan Al-Ikhwan Al- Muslimun menjelaskan mengapa dia mengakomodasi Islamic Trends ke dalam Asosiasi Insinyur. Pada tahun 1991, Islamic Trends akhirnya mengambil-alih kepemimpinan dewan eksekutif di Asosiasi Insinyur secara mutlak, setelah memenangkan 46 kursi dari 50 kursi yang diperebutkan. Secara keseluruhan sebagian besar anggota Asosiasi Insinyur, sebagaimana kebanyakan anggota dari asosiasi lain tidak memilih. Pada pemilihan tahun 1991, sekitar 13 persen dari total anggota atau sekitar 20 persen dari anggota aktif ikut berpartisipasi dalam pemilihan. Angka ini jauh lebih tinggi daripada asosiasi lainnya yang masih menduga bahwa kemenangan Islamic Trend adalah hasil dari dukungan minoritas yang dipolitisasi di tengah berkembangnya apatisme dan alienasi waktu itu.Menurut Asisten Sekretaris Jenderal dan Aktivis Islam Abu Al-Illa Madi Abu Al- 83 Ibid, hal. 126 Universitas Sumatera Utara Illa, angka pemilih jauh lebih tinggi di daerah-daerah dibandingkan di Kairo dan umumnya lebih tinggi diantara pemilih berusia dibawah 35 tahun. Sebagian besar dari pemilih adalah pemilih muda dikarenakan mereka adalah segmentasi konstituen terbesar dari anggota dan karena mereka adalah kelompok yang paling membutuhkan jasa asosiasi untuk mencari pekerjaan, pinjaman kredit rumah dan penghasilan tambahan untuk modal menikah.Seperti di Asosiasi Kesehatan, para pengamat menyebutkan bahwa para insinyur muda kebanyakan memilih Islamic Trend. Menurut Abu Al-Illa, koordinator pemilihan umum asosiasi, sekitar 4,000 insinyur yang memilih di wilayah Kairo pada tahun 1989. Sekitar 3,000 orang diantaranya berada di bawah usia 35 tahun dan 2,800 orang diantaranya memilih Islamic Trend. 84 Islamic Trensd melihat asosiasi professional tidak dapat menjadi sarana ekspresi politik perbedaan pendapat diantara anggotanya, asosiasi profesional yang ada cenderung menjadi kaki-tangan dari birokrasi negara dan penguasa. Sebagai contoh, peraturan internal dari serikat guru yang beranggotakan 750,000 orang secara otomatis menjadikan Menteri Pendidikan sebagai ketua umum dari serikat guru tersebut..Islamic Trend kemudian berencana untuk membentuk sebuah fondasi dalam sebuah asosiasi profesional yang terdiri dari guru, ahli ilmu tanah, dokter hewan, sektor-sektor lain yang dibagi menurut upah rendah, pekerjaan tidak layak, dan kelas menengah ke bawah.Termasuk juga guru sekolah dasar dan menengah, buruh perkebunan, dokter hewan yang berada pada lapisan terbawah hierarki kelas pekerja dan profesional di Mesir. Sebaliknya, asosiasi elite seperti asosiasi kesehatan, insinyur, jurnalis, dan hukum secara tradisional memiliki tradisi independensi politik yang lebih mapan. Pada tahun 1970-an, asosiasi jurnalis dan pengacara memimpin kelompok oposisi terhadap kebijakan “Ekonomi Pintu Terbuka” Anwar Sadat dan 84 Ibid, hal. 126 Universitas Sumatera Utara pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel, sementara itu asosiasi insinyur dan kesehatan, dengan sejumlah pengecualian, didominasi oleh blok politik dan kelompok kepentingan yang dekat dengan rezim penguasa. Walau demikian pada tahun 1981-an, para elite dari asosiasi insinyur mulai berpindah-haluan kepada aktivitas politik di bawah pengaruh dan kepemimpinan Islamic Trend. Satu alasan mengapa para elite professional sangat leluasa untuk mengekspresikan independensi politik mereka, tidak seperti asosiasi-asosiasi besar yang menginduk pada negara, mereka menguasai pekerja dan karyawan profesional di seluruh sektor bidang ekonomi.Sementara kebanyakan dokter bekerja di sektor publik kesehatan seperti rumah sakit dan klinik kesehatan, sebagian besar pendapatan tambahan mereka didapatkan melalui pekerjaan sampingan di sektor privat, dimana dalam banyak kasus mewakili dari pendapatan utama mereka.Melalui kesempatan dan peluang kerja baru untuk dokter-dokter muda pada rumah sakit dan klinik kesehatan Islam yang bermunculan pada pemukiman kelas menengah ke bawah pada dekade yang silam. Aktivis kiri dan liberal mengakui superioritas kelompok Islamic Trends dalam pengorganisasian, pendanaan, dan strategi kampanye pemilu yang membuat mereka mendapatkan keuntungan maksimal dari dukungan kelompok minoritas.Islamic Trends mengusung calon tunggal, seorang yang memiliki popularitas di tingkat nasional yaitu, Sayf Al-Islam Al Banna, anak dari Hasan Al Banna pendiri gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun.Untuk menghadapi pemilihan umum, Islamic Trends telah memfasilitasi tiga ribu orang pendukungnya agar mereka bisa memilih.Pada hari pemilihan Islamic Trend memfasilitasi para pendukungnya dengan transportasi gratis dan konsumsi makanan. 85 85 Ibid, hal. 132 Universitas Sumatera Utara Meskipun demikian dukungan suara yang meningkat untuk Islamic Trend pada asosiasi profesional bukan hanya sekedar hasil dari manuver politik pada hari pemilihan. Ini secara mendasar merupakan hasil dari pengkaderan pemimpin Islamic Trend pada bentuk baru jejaring elite dan massa : 1 Pendekatan dari platform Islamic Trends menitikberatkan pada jangka pendek dengan program-program yang terencana dan jangka panjangnya pada seruan-seruan untuk kembali moralitas dan akuntanbilitas pada sektor-sektor publik 2 Kedekatan sosial, kultural antar generasi dari pemimpin-pemimpin Islam kepada basis massa mereka, 3 Pengembangan akan model kepemimpinan politik dan komunitas yang lebih responsif dan egalitarian yang secara kontras akan bersentuhan dengan praktik-praktik formalistik dan hierarkis dari elit-elit Negara, 4 Islamic Trend berupaya untuk meniru kontrak sosial ala Nasser dengan menginisiasi program baru dan sasaran dari program tersebut adalah anggota muda mereka. 86 Kebangkitan Islamic Trends di sejumlah asosiasi-asosiasi profesional Mesir merupakan bagian dari proses besar dari evolusi perubahan politik. Dengan melakukan penetrasi lembaga-lembaga resmi yang sudah ada dan menciptakan lembaga serupa, Al-Ikhwan Al-Muslimun dan afiliasinya telah menginisiasi sebuah perubahan bertahap dari bawah bottom up. Ketika aksi-aksi kekerasan dari kelompok Islam lainnya sedang menjadi sorotan dari media massa,yang terjadi sebaliknya, aktivitas-aktivitas legal Islamic Trends dalam ruang-ruang publik seperti asosiasi profesional memiliki dampak dan pengaruh yang besar dalam membentuk- ulang kehidupan masyarakat. Pencitraan dari Islamic Trends sebagai pelayan dari kepentingan publik semakin diperkuat setelah gempa bumi tahun 1992. Ketika sukarelawan Asosiasi Kesehatan menjadi tim penyelamat pertama yang muncul di beberapa titik lokasi 86 Ibid, hal. 134 Universitas Sumatera Utara bencana. Membangun tenda-tenda dan mendistribusikan makanan, selimut dan perawatan medis kepada korban bencana.Respon terhadap inisiatif tersebut, terlihat pada komplain pemerintah melalui perkataan Menteri Dalam Negeri Mesir, Muhammad Abd Al-Halim Musa, “Apakah yang terjadi di sini?Sebuah negara di dalam negara?”Pernyataan tersebut menyuarakan misi daripada kelompok Islamic Trends itu sendiri.Daripada menantang kekuatan negara secara langsung, Islamic Trends secara sadar membangun model baru kepemimpinan politik dan membangun basis komunitas dari bawah. Seperti apa yang dikatakan oleh Abu Al-Illa Madi Abu Al-Illa, “Kami mencoba menciptakan sebuah pulau demokrasi di atas hamparan lautan kediktatoran.” 87 Keterlibatan aktivis Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam struktur politik formal merefleksikan perubahan yang lebih luas dari hubungan antara rezim penguasa dan kekuatan oposisi yang telah dimulai pada pertengahan tahun 1970-an dan berlanjut hingga saat ini. Dapat dikatakan keterlibatan dan partisipasi Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam asosiasi profesional Mesir merupakan strategi yang direncanakan baik oleh rezim penguasa dan gerakan Ikhwan sendiri.Membuka saluran-saluran politik yang terbatas bagi partisipasi kelompok Islam memungkinkan rezim pemerintahan Mubarak untuk melibatkan kelompok Islam Moderat dan tetap mempertahankan monopoli kekuasaan di tangannya.Dengan memberikan kelompok Islam Moderat sebuah bagian dan porsi dalam kekuasaan, pemerintah dapat mengontrol pernyataan dan aktivitas-aktivitas seminar yang dilakukan kelompok Islam, kemudian membatasi pengaruh dan akses mereka terhadap masyarakat luas. Otonomi politik dari asosiasi profesional akan benar-benar dihargai ketika rezim kekuasaan memegang kontrol penuh atas kehidupan masyarakat. 87 Ibid, hal. 134 Universitas Sumatera Utara Dengan melakukan penetrasi dan infiltrasi terhadap asosiasi-asosiasi profesional, aktivis Al-Ikhwan Al-Muslimun mendapatkan kesempatan untuk membangun skill kepemimpinan mereka, dengan menyebarkan basis dukungan mereka dan menawarkan model alternatif dari kehidupan politik kepada audiens kelas menengah yang strategis. Melalui kemampuan sindikat-sindikat kelompok Islamic Trends untuk mengatasi permasalahan kehidupan nyata dari angkatan muda kelas pekerja yang tersisa, seruan-seruan retoris menekankan pada kaum muda, dilatarbelakangi oleh permasalahan mereka, memiliki fungsi simbolik yang penting melampaui keuntungan-keuntungan yang telah disebarkan. 2 Perjuangan Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam Pemilu Mesir Setelah terjadi penguatan pada proses kaderisasi di periode 1960-1981an, gerakan Ikhwan mulai menerapkan strategi baru perjuangan politiknya pada masa pemerintahan Husni Mubarak 1981-2011. Partisipasi publik yang lebih luas menjadi fokus gerakan pada periode ini. Diawali dengan keikutsertaan pada pemilihan umum asosiasi-asosiasi profesional melalui Islamic Trends pada 1984 seperti asosiasi dokter, insinyur, dokter gigi, agronom, farmasis dan pengacara. Gerakan Ikhwan kembali memasuki dunia politik pada tahun 1984 dengan melakukan koalisi dengan partai politik lain seperti partai Wafd dan Buruh untuk mengikuti pemilihan umum. 88 Perbaikan relasi antara Ikhwan dengan negara dimulai pada masa pemerintahan Anwar Sadat yang kemudian berlanjut pada rezim pemerintahan Husni Mubarak, walaupun di sana tidak terdapat kesepakatan untuk melegalkan status organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun. Rezim Mubarak tidak mengijinkan penerbitan media Ikhwan melalui surat kabar organisasi yaitu Ad Da’wah Seruan atau membiayai aktivitas-aktivitas sosial mereka, Al-Ikhwan Al-Muslimun memulai untuk 88 Mona El Ghobasy, op.cit., hal 378-379 Universitas Sumatera Utara melakukan pembaruan dan inovasi gerakan. Momentum pemilihan umum yang kemudian menjadi pusat dari persiapan diri Ikhwan. Umar Tilmisany, Pemimpin Umum Ketiga Ikhwan, melalui pernyataannya mendeklarasikan keputusan bahwa Al- Ikhwan Al-Muslimun akan ikut serta dalam pemilihan umum Mesir tahun 1984. 89 “Ketika kita dilepaskan setelah status pelarangan tahun 1981, kita berada pada kondisi negara yang sedang resesi. Kita mencoba mencari sebuah bentuk legal untuk melindungi aktivitas-aktivitas kami tanpa adanya masalah dengan pihak keamanan dan hukum. Allah memberikan kemudahan kepada kami untuk mencari jalan legalitas organisasi dalam perspektif aparatur negara. Periode kepengurusan legislatif baru saja akan berakhir dan akan segera diadakan pemilihan umum legislatif berikutnya. Ini adalah sebuah kesempatan sekali seumur hidup, Jika Ikhwan akan membiarkan kesempatan ini lepas dari tangannya, mereka harus menggolongkan dirinya sebagai orang yang lalai dan sembrono.” Pada Februari 1984, ketika berada di kediaman Ketua Umum Partai Wafd, Fuad Siraj al-Din, sebuah kesepakatan politik tercapai. Sebuah alasan logis untuk itu adalah Partai Wafd memiliki posisi dan jalur politik yang legal dan Ikhwan menawarkan sebuah basis dukungan massa yang kuat, itu dilakukan untuk memperoleh kembali posisi mereka dalam pentas politik nasional setelah absen dalam kancah politik sekian lamanya. Tidak melepaskan sedikitpun oportunitas politik ini, Al-Tilmissany melakukan negosiasi dan membangun aliansi dengan partai Wafd, dimana dia mendesak ini disebut dengan istilah “cooperation” dan bukan langkah taktis atau strategis. Untuk menguatkan koalisi politik itu, dia menjelaskan bahwa pada tahun 1930-an dia adalah seorang pendukung Wafd sejati walaupun telah menjadi anggota Ikhwan pada saat yang sama. Selain itu ada beberapa kondisi institusional yang menyebabkan aliansi Wafd-Ikhwan akhirnya terbentuk. Munculnya 89 Mona El Ghobasy, op.cit., hal 378 Universitas Sumatera Utara UU Pemilihan Umum 1141983 yang disahkan oleh parlemen sebelumnya merupakan sebuah contoh sempurna dari praktik pengaturan pemilu. Pemerintah mengabulkan tuntutan yang diajukan oleh kelompok oposisi akan sebuah sistem representasi proporsional yang lebih baik dibandingkan dengan keragaman sistem di masa-masa sebelumnya. Setelah beberapa dekade untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilihan umum di Mesir, partai politik terdaftar di dalam sistem representasi proporsional yang menggantikan sistem calon tunggal yang menjadikan setiap calon sebagai calon independen. Walaupun begitu peraturan pemilu secara spesifik melarang kandidat dari partai politik yang berbeda untuk melaju dari daftar calon yang sama, sehingga ini adalah upaya untuk menghalangi partai politik dari penyatuan suara dan kekuatan mereka atau dengan kata lain berkoalisi. Sebuah tambahan baru dalam UU Pemilu tersebut adalah ambang-batas treshold yang tinggi yaitu 8 persen dari total pemilih nasional pada partai politik tersebut untuk dapat lolos pada representasi di parlemen. Suara untuk partai oposisi yang berjumlah di bawah 8 persen secara otomatis akan ditransfer kepada partai pemerintahan berkuasa yaitu National Democratic Party NDP. Pembatasan yang diatur pada UU Partai Politik 401977 dan UU Pemilihan Umum 1141983 menghambat partai politik, mengeliminasi calon independen, dan menciptakan rintangan baru atas akses parlemen sehingga mendorong Wafd dan Ikhwan untuk gagal dalam pemilu tersebut. Peraturan tersebut akhirnya memberikan efek sebagai berikut : hanya aliansi Wafd-Ikhwan yang dapat menembus treshold, mendapatkan 15.1 persen dari jumlah suara nasional, sementara partai Buruh hanya mendapat 7.7 persen. Dari 448 kursi, Partai Wafd mendapatkan 58 kursi, 8 Universitas Sumatera Utara diantaranya diberikan kepada kandidat dari Ikhwan dan 2 kursi kepada calon independen Islamis. NDP mendapatkan 389 kursi atau sekitar 87.3 persen. 90 Aliansi Wafd-Ikhwan di dalam parlemen akhirnya berakhir juga setelah pemilu selesai, berkaitan dengan adanya peraturan parlemen yang membatasi kolaborasi diantara partai oposisi. Walau demikian pemilihan umum tahun 1984 meneguhkan posisi Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai oposisi politik yang menonjol, mendobrak dengan aliansi-aliansi politik baik di parlemen ataupun di asosiasi profesional dan kemudian bergabung dengan kelompok oposisi di dalam koalisi ekstraparlementer untuk reformasi. Dengan pengalaman ini, Ikhwan akan lebih matang dalam menentukan strategi politik untuk putaran pemilihan umum berikutnya. Para pengamat politik kemudian berkata bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun harus memberikan perhatian akan peranan mereka yang terlalu besar di parlemen, sementara mereka hanya berjumlah 1.8 persen dari jumlah anggota legislatif di parlemen. Tetapi Ikhwan telah berkontribusi atas 18.5 persen hak interpelasi yang ada selama tiga tahun masa kepengurusan parlemen dari 1984-1987 Pada 1986, ketika Presiden mengalahkan parlemen dengan menggunakan Supreme Constitutional Court SCC dari Undang-Undang 1141983 untuk mendiskriminasi calon-calon independen, pemerintah secara cepat mengeluarkan Undang-Undang Pemilu 1881986. Undang-undang baru ini mempertahankan treshold 8 persen dan sistem daftar partai tetapi merubah transfer suara otomatis dari seluruh suara di bawah 8 persen untuk partai mayoritas dan 48 kursi parlemen dari total 448 kursi untuk kandidat atau calon independen. 91 Kelompok oposisi kemudian memikirkan jalan untuk melewati rintangan dari UU Pemilu No. 188 tersebut. Ibrahim Shukri, Ketua Umum Partai Buruh, melakukan pendekatan kepada Mursyid Am Al-Ikhwan Al-Muslimun yang baru, Muhammad 90 Ibid, hal. 378 91 Ibid, hal. 379 Universitas Sumatera Utara Hamid Abu Al-Nasr dan menawarkan aliansi politik. Sebuah kesepakatan politik telah dicapai sebelumnya dengan partai politik lain, yaitu Partai Al-Ahrar yang juga ikut tergabung dalam aliansi tersebut Al-Ahrar tidak mencapai lebih dari 7 persen pada pemilihan umum 1984. Akhrirnya telah terdapat kesepakatan bahwa pembagian kursi nantinya adalah 40 persen suara untuk Ikhwan, 40 persen suara untuk Partai Buruh dan 20 persen suara untuk Partai Al-Ahrar. Motivasi dari Partai Buruh sangat jelas yaitu berdasarkan kegagalan pada tahun1984 untuk mencapai treshold, mereka harus menjamin kesempatan mereka pada pemilu 1987 dengan bekerjasama dengan partai politik lainnya. 92 Strategi politik yang dilakukan Al-Ikhwan Al-Muslimun pada pemilu 1984 yaitu melakukan aliansi politik dengan Partai Wafd, telah menunjukkan batas yang bisa mereka ambil dalam bekerjasama dengan partai politik yang mapan dan ideologis seperti partai Wafd. Pada tahun 1987, Ikhwan secara tegas menginginkan lebih daripada status junior-partner dalam aliansi politik mereka dengan Partai Wafd dan bertaruh pada partai kecil yang lebih lemah dan secara ideologis lebih fleksibel, Partai Buruh, sebagai basis operasi pada langkah-langkah politik selanjutnya. Koalisi politik ini kemudian disebut sebagai “Aliansi Islam” Al-Tahaluf Al-Islami menjadi salah satu berita terhangat pada pemilihan umum 1987.Dalam kebutuhan mencari suara, Ikhwan mendominasi penyebaran buklet dan famlet kampanye yang berisikan tujuh program politik utama mereka. Di dalam buklet kampanye itu Ikhwan menyatakan bahwa Kristen Koptik adalah warga negara Mesir penuh, kemudian penerapan dan penyusunan tatbiq wa taqnin Syariah adalah sebuah proses yang sangat panjang tidak hanya terbatas mengenai pelaksanaan hukum-hukum Islam, tetapi juga mencakup seluruh infrastruktur legal dalam pemerintahan. Peraturan itu juga mencakup tuntutan 92 Ibid, 379 Universitas Sumatera Utara penutupan pabrik minuman keras milik pemerintah dan pelarangan adanya klub malam, diskotek dan kasino, seperti halnya peraturan pemerintah dan perencanaan strategis dalam bidang ekonomi. Kemudian akan menjadi sebuah pemandangan umum yang kita saksikan menjelang setiap pemilihan umum di Mesir, dimana ratusan dari anggota dan simpatisan Al-Ikhwan Al-Muslimun akan ditangkap dan ditahan beberapa hari sebelum pemilihan umum. Pada hari pemilihan 6 April, tim pemantau melaporkan bahwa kondisi pemilu 1984 sangat jauh dari atmosfer kebebasan, dengan intervensi pemerintah yang keterlaluan, kartu suara yang telah diisi setengahnya kepada NDP, dan hilangnya hak suara dari pemilih yang akan memilih kandidat oposisi. Sejak tahun 1987, Mubarok mengeluarkan kebijakan yang mengizinkan independen untuk mengikuti pemiliihan umum.Ikhwan diberikan kesempatan oleh Mubarok untuik terjun dalam kancah perpolitikan Mesir. Ikhwan diizinkan mengikuti berbagai pemilihan, termasuk pemilihan anggota parlemen di bawah panji-panji partai politik yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Hal-hal tersebut dimaksudkan agar rakyat Mesir dan dunia luar melihat bahwa Mubarok melakukan pemilihan umum yang bebas, terciptanya keragaman dalam politik Mesir serta adanya partai politik oposisi sebagai bentuk dari demokrasi. Kenyataan di lapangan adalah ketika dilangsungkannya pemilihan umum terdapat banyak kecurangan yang dilakukan NDP selaku partainya pemerintah di bawah Husni Mubarok dengan melakukan intervensi birokrasi yang dilakukan dalam lingkup nasional. Hasilnya dapat dipastikan bahwa Husni Mubarok selalu memenangkan pemilu dengan jumlah pemilih hamper dari dua per tiga dari suara nasional. Dengan kata lain bahwa dalam setiap pemilu yang diselenggarakan di Mesir sudah dapat dipastikan siapa yang akan memenangkan pemilihan. Secara de jure, sistem pemerintahan Mesir adalah republik sejak tahun 1952, namun secara de facto Mesir tidak dapat dikatakan negara republik karena negara Universitas Sumatera Utara dengan system republic adalah negara ynag kedaulatannya berada di tangan rakyat. Sedangkan pemerintahan Husni Mubarok akan menindak siapa saja yang diduga mengguncang rezim kekuasaannya. Hal ini ditandai dengan terbatasnya ruang gerak oposisi dan pers dalam menulis berita yang tentunya harus sesuai dengan kebijakan pemerintah. Rezim Mubarak dapat secara legal mengatur jalannya pemilihan umum, disertai dengan tekanan fisik selama dan setelah pemilihan, kemudian kertas suara bermasalah untuk daerah basis partai oposisi, yang menyebabkan NDP sebagai partai mayoritas mendapat suara sekitar 80 persen. Koalisi Ikhwan-Buruh mendapatkan 17 persen dari jumlah suara nasional, yang berarti sejumlah 56 kursi di parlemen. Al- Ikhwan Al-Muslimun mendapat jatah 36 kursi. Oposisi lainnya Partai Wafd mendapatkan sejumlah 35 kursi di parlemen. 93 “Kita harus mengambil pelajaran dari pengalaman pemilu yang telah kita lalui untuk langkah-langkah ke depannya. Pemilu adalah sebuah seni permainan dengan aturan, keahlian dan persyaratannya sendiri, kita harus tetap mendorong siapapun yang telah menyerah dalam melakukan reformasi dan perbaikan di bangsa ini. Dorong mereka untuk membuang jauh-jauh sikap pesimis mereka dan melakukan pendaftaran untuk memilih sesegera mungkin.” Tidak berapa lama setelah pemilu selesai, salah satu tokoh senior Ikhwan, Mustafha Mashur mengeluarkan pernyataan politik dari Ikhwan : Pengamat politik mengatakan bahwa kesuksesan Ikhwan pada pemilu 1987 disebabkan oleh kerjasama diantara kalangan “tua” dan “muda” Ikhwan. Hampir seluruh anggota “muda” Ikhwan telah membagi peranan mereka di dalam konstestasi politik lain pada periode 1981-an : asosiasi-asosiasi profesional yang berpengaruh, kelompok-kelompok kepentingan yang mempengaruhi opini kelas menengah-bawah 93 Ibid, hal. 380 Universitas Sumatera Utara masyarakat Mesir. Al-Ikhwan Al-Muslimun pertama kali mengikuti pemilu dalam asosiasi profesional pada tahun 1984, yaitu pada kepengurusan asosiasi kedokteran dan tidak lama setelah itu berkembang dengan sangat cepat melalui pembangunan aliansi dan koalisi dengan berbagai kekuatan politik besar. Walaupun demikian Ikhwan tidak pernah mampu untuk menempatkan kandidatnya pada kursi ketua umum asosiasi. Sudah jadi kesepakatan tak tertulis di antara rezim pemerintah dengan seluruh kelompok oposisi bahwa kursi ketua umum sudah menjadi jatah untuk kandidat dari partai penguasa untuk memfasilitasi negosiasi dan lobi dengan pemerintah. Kemunculan Al-Ikhwan Al-Muslimun di parlemen Mesir pada tahun 1987 sebagai pemimpin dari kelompok oposisi adalah untuk pertama kalinya pada sejarah politik Mesir membuat mereka dianggap sebagai ancaman politik baru, terutama terkait isu penerapan hukum syariah di Mesir yang diinisiasi oleh Al-Ikhwan Al- Muslimun. Tetapi akhirnya dugaan itu tidak terbukti. Sikap Deputi Ikhwan pada sidang pleno di gedung parlemen berada dalam kondisi yang sangat dramatis, berada dalam koordinasi dengan Juru Bicara parlemen Rifat Al-Maghoub dan rapat kerja rutin komite jauh dari pusat perhatian. Ketua Parlemen yang berasal dari NDP dan perwakilan Ikhwan secara terus-menerus melakukan negosiasi akan posisi hubungan mereka. Secara berurutan memperluas dan mengandung kritik bahkan sampai di luar parlemen. Sebenarnya isu legalisasi Syariah bukan merupakan isu penting yang di bawa oleh perwakilan Ikhwan.Satu penelitian menunjukkan bahwa prioritas isu yang dibawa oleh Ikhwan adalah kebebasan politik, isu-isu budaya dan pendidikan, termasuk syariah dan isu-isu ekonomi. Jika Ikhwan mengambil isu penerapan syariah maka akan mendapat tentangan dari Menteri Dalam Negeri, Zaki Badr, yang memberikan perintah akan penyiksaan dan penganiayaan terhadap anggota Ikhwan di penjara dan kantor polisi, penyerangan dan pengepungan terhadap masjid dan Universitas Sumatera Utara kekerasan oleh polisi terhadap anggota dewan Ikhwan yang memiliki kekebalan konstitusi dan termasuk penyerangan terhadap anggota dewan Ikhwan, Essam Al- Eryan oleh seorang anggota kepolisian. Telah banyak ditulis tentang bagaimana Al-Ikhwan Al-Muslimun melakukan “pengambilalihan” dan “infiltrasi” terhadap asosiasi profesional. Tapi seorang peneliti menuliskan suatu hal yang berbeda. Amani Qandil, Sosiolog yang mengamati asosiasi profesional, melihat bahwa kesuksesan politik Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam kepemimpinan di asosiasi profesional disebabkan oleh pengorganisasian mereka yang superior, kemampuan meraih suara, dan manajemen yang transparan dalam pengelolaan keuangan asosiasi. Bukan infiltrasi tetapi “tanpa kenal lelah”, kampanye terbuka di dalam pemilu yang bebas dan adil, serta didukung oleh adanya jaringan solid dari pelayanan pasca pemilu ikut andil dalam kesuksesan Al-Ikhwan Al-Muslimun. Generasi baru dari aktivis Al-Ikhwan Al-Muslimun yang mentrasformasi asosiasi-asosiasi profesional adalah faktor utama di balik adaptasi kelompok Ikhwan menjadi sebuah partai politik yang moderat dan fleksibel, terutama sekali perubahan terhadap ideologi dan strategi politik mereka. Sementara itu generasi tua, mereka adalah aktor intelektual yang merancang aliansi politik Al-Ikhwan Al- Muslimun dengan Partai Wafd pada tahun 1984 dan Partai Buruh pada tahun 1987. Muhammad Abd Al-Quddus, anggota dewan Pers dan tokoh Al-Ikhwan Al- Muslimun, berperan penting dalam pertemuan tahun 1984 yang menghasilkan aliansi politik antara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Partai Wafd. Abd Al-Moneim Abu Al-Futuh, anggota Biro Pelayanan Sosial, merupakan anggota pertemuan yang berperan dalam melicinkan aliansi politik antara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Partai Buruh pada tahun 1987. Fisikawan Essam Al-Eryan dan pengacara Mokhtar Nouh merupakan dua anggota dewan Ikhwan yang paling aktif pada Parlemen 1987. Abu Al-Illa Al Madi merupakan kunci utama dari penguasaan asosiasi-asosiasi Universitas Sumatera Utara profesional pada awal tahun 1990-an sebelum pengunduran dirinya dari Ikhwan pada tahun 1996. 3 . Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai Kekuatan Oposisi Politik Terbesar Mesir Pada tahun 1992, pemerintahan rezim Husni Mubarak kembali memberikan tekanan untuk menghentikan pertumbuhan pengaruh Al-Ikhwan Al-Muslimun yang terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun.Pada tahun 1993, asosiasi- asosiasi professional dikekang dan dikendalikan di bawah kontrol negara. Pada tahun 1995 dan 1996, ribuan dari anggota Ikhwan dipenjara, beberapa diantaranya diberikan hukuman kerja kasar selama beberapa tahun oleh pengadilan militer, tuduhan utama yang diberikan adalah mereka terlibat sebagai anggota dari organisasi illegal yang merencanakan untuk menggulingkan pemerintahan berkuasa yang sah. Pada saat yang bersamaan, pemerintah mengarahkan media massa nasional untuk melakukan pemberitaan negatif terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun danmencitrakan Ikhwan sebagai kelompok teroris. Reaksi pemerintah ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menghentikan kelompok oposisi popular yang menantang rezim berkuasa, dengan mencegah agar Al-Ikhwan Al-Muslimun utnuk berpartisipasi di dalam pemilihan umum. Begitu juga pada tahun 1998, ratusan dari aktivis mahasiswa Islam ditangkap tidak berapa lama menjelang pemilihan umum mahasiswa. Al-Ikhwan Al-Muslimun biasanya sangat mudah diserang dengan cara demikian karena kurangnya dukungan di antara kelas menengah - ke atas, pekerja industri, golongan miskin, kelompok tidak terdidik dalam lapisan masyarakat Mesir. Pada 20 Januari 1996, Hamid Abu An-Nasr, Mursyid Am Al-Ikhwanul Al- Muslimun meninggal. Penggantinya adalah Deputi Utama Al-Ikhwan Al-Muslimun, Mustafa Mashur, yang dahulu pernah menjadi anggota aktif dari biro rahasia bawah Universitas Sumatera Utara tanah Ikhwan Al-Jihaz Al-Sirri ketika masa mudanya. Mustafa Mashur menghabiskan total 16 tahun di penjara dan dianggap sebagai kalangan garis keras. Menteri Dalam Negeri Mesir ketika itu, Hasan Al-Alfi merespon dengan pidato yang singkat dan mengancam setelah penggebrekan kantor pusat Al-Ikhwan Al-Muslimun akan melakukan penahanan terhadap 46 orang anggotanya. Meningkatnya tekanan pemerintah menyebabkan munculnya konflik di antara “golongan tua” Al-Ikhwan Al-Muslimun, yang didominasi oleh Biro Pimpinan, dan para pimpinan dari generasi muda, yang mendukung kerjasama dengan partai politik lain. Munculnya perdebatan di kalangan internal Ikhwan terkait isu politik untuk melakukan legalisasi Ikhwan sebagai organisasi dan intrepretasi Islam yang lebih inklusif dan moderat.

1. Pemilihan Umum Tahun 2000