44
Daya lihat yang kurang, menyebabkan kordinasi mata dan anggota badan lemah.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditegaskan kembali bahwa terdapat perbedaan karaketeristik tunanetra kategori total ataupun
kehilangan penglihatan sebagian. Perbedaan tersebut terjadi karena bedanya klasifikasi tunanetra yang terjadi pada seseorang.
C. Kajian Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan mengenai resiliensi di antaranya sebagai berikut.
1. Hasil penelitian tentang “Resiliensi Remaja Putri terhadap Problematika
Pasca Orang Tua Bercerai” oleh Ayu Dewanti P dan Veronika Suprapti 2014 dikemukakan hasil bahwa ketiga partisipan dapat resilien walaupun
setelah perceraian orangtua terjadi, partisipan masih menghadapi permasalahan-permasalahan baru. Partisipan dapat resilien dengan
menunjukkan gambaran kemampuan resiliensi yang berbeda-beda. Kemampuan resiliensi yang menonjol pada partisipan pertama adalah
empathy dan impulse control. Partisipan mampu membaca tanda-tanda dari kondisi psikologi dan emosional orang lain serta partisipan dapat
mengendalikan keinginan, dorongan kesukaan dan tekanan yang muncul dari dalam dirinya dengan baik. Kemampuan yang tumbuh pada partisipan
kedua adalah self efficacy. Partisipan menggunakan kemampuannya dan memilki keyakinan bahwa ia mampu menyelesaikan masalah. Partisipan
ketiga memiliki kemampuan emotion regulation dan empathy yang
45
menonjol. Partisipan memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi sehingga partisipan dapat tenang saat menghadapi masalah dan bisa
menjaga fokus pikirannya. Partisipan juga menjaga fokus pikirannya. Partisipan juga memiliki kemampuan untuk mengekspresikan emosi
secara tepat baik emosi positif atau emosi negatif. Berdasarkan hasil penelitian, ketiga partisipan sama-sama memunculkan kemampuan pada
impulse control, optimism, empathy dan self efficacy meski ketiga partisipan mempunyai kemampuan yang tidak sama persis. Kemampuan
resiliensi yang dimiliki membuat ketiga partisipan dapat mengartikan sebuah peristiwa sulit perceraian orang tua secara positif. Partisipan dapat
mengubah peristiwa yang sulit menjadi keuntungan yang dapat mendorong ketiga
partisipan dalam segi perkembangan kemampuan dan kemandiriannya.
2. Penelitian tentang “Resiliensi Penyandang Tunanetra Pada SLB A Ruhui
Rahayu di Samarinda” oleh Masna 2013 ditemukan hasil dari penelitian bahwa secara umum ketiga subjek memiliki resiliensi, baik aspek I Have, I
Am, dan I Can. Kemampuan resiliensi yang mereka miliki belum sempurna. Akan tetapi, dengan dukungan yang didapat dari keluarga, guru, teman,
serta orang lain disekitarnya, harapan yang dimiliki, hubungan yang baik dengan orang lain, pola pikir yang positif, dan keyakinan akan masa depan
yang lebih baik, resiliensi yang mereka miliki dapat semakin baik. Seseorang yang memiliki dukungan sosial akan mampu mengatasi
permasalahan-permasalahan dalam hidupnya. Dukungan dari orang-orang
46
sekitarnya menguatkan dan menjadikan seseorang lebih resilien. Secara umum ketiga subjek mampu mengembangkan potensi yang dimiliki,
percaya diri, menerima kondisi fisiknya, bertanggung jawab, dapat mencari bantuan, mampu bersosialisasi, menyadari dukungan orang lain dan
memiliki hubungan baik. 3.
Penelitian tentang “Resiliensi pada Wanita Dewasa Awal Pasca Kematian Pasangan” oleh Alrisa Naufaliasari dan Fitri Andriani 2013 ditemukan
hasil dari penelitian bahwa subjek mengalami masa-masa sulit setelah kematian suami. Subjek merupakan individu yang resilien, karena faktor-
faktor protektif internal dan eksternal yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga ketiga subjek tidak terpuruk dalam
kesedihan. 4.
Penelitian tentang “Dinamika Resiliensi Orang Tua Anak Autis” oleh Siti Mumun Muniroh 2010 ditemukan hasil dari penelitian bahwa
pembentukan resiliensi orang tua anak autis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri dan dari luar. Faktor dari dalam diri
sendiri di antaranya adalah adanya kompetensi pribadi, toleransi pada pengaruh negatif, penerimaan diri yang positif, kontrol diri dan pengaruh
spiritual. Sedangkan pengaruh dari luar adalah adanya dukungan dari keluarga, saudara, tetangga serta orang-orang yang ada di sekitar orang tua
anak autis. Dinamika resiliensi orang tua anak autis sejak awal mendapat diagnosa autis hingga proses memaknai ujian memiliki anak autis itu sendiri
membutuhkan waktu yang cukup lama. Secara kognitif pada awal diagnosa,
47
orang tua anak autis merasa terkejut, stres, dan sempat berfikir menyalahkan diri sendiri. Secara afektif perasaan kecewa, bingung, dan sedih dialami oleh
orang tua anak autis. Setelah proses adaptasi dan pemaknaan, kondisi kognitif maupun afektif orang tua anak autis mulai berubah. Mereka lebih
memandang positif permasalahan yang terjadi, serta sudah lebih bisa menerima dan berlapang dada terhadap persoalan yang dihadapi sehingga
hal ini menumbuhkan motivasi orang tua untuk mencari solusi kesembuhan anaknya.
5. Penelitian tentang “Resiliensi Penderita Stroke” oleh Astrid Septyanti
2010 ditemukan hasil dari penelitian bahwa resiliensi pada penderita stroke adalah faktor penting dalam proses pemulihan secara psikologis
dengan semangat hidup yang tinggi dan optimistis dalam menjalani hidup. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penderita stroke menjadi
resilien, yaitu: faktor I Am yang meliputi; kepercayaan diri dan self esteem yang baik, adanya perasaan dicintai, adanya orang-orang kepercayaan untuk
meluapkan perasaan, bisa berempati, mampu untuk mandiri serta bertanggung jawab. Faktor I Have yang meliputi: mendapatkan dukungan,
semangat dan layanan yang maksimal dari keluarga dan masyarakat, tetap menjalani aturan yang ada, adanya sosok yang memberikan informasi
positif dan keinginan untuk dapat mengikuti informasi positif tersebut. Faktor I Can meliputi: adanya hubungan yang dapat dipercaya, yakin
pada pertolongan Allah SWT setiap mendapati permasalahan, mampu mengekspresikan perasaannya, terbuka dalam mendengar saran dan
48
kritik orang lain. Pada penderita stroke yang menjadi tidak resilien, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu; faktor I Am
yang meliputi: selalu berpikir bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan diri, gambaran buruk mengenai tubuh, kemampuan memecahkan masalah
yang buruk, tidak bisa bersikap baik dan menarik, kurang mandiri serta kurang bertanggung jawab. Faktor I Have yang meliputi: tidak
mendapatkan pelayanan yang maksimal dari keluarga dan medis, tidak menjalani aturan dalam keluarga, tidak adanya sosok yang memberikan
inspirasi positif, dan tidak memiliki keinginan untuk membangun hubungan dekat yang baik. Faktor I Can : tidak ada orang kepercayaan yang menjadi
tempat untuk meluapkan perasaan, tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, kurang mampu mendengar saran dan kritik dari
orang lain, tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang baik. Berangkat dari beberapa penelitian terdahulu mengenai resiliensi yang
masih fokus pada problematika pasca orang tua bercerai, penyandang tunanetra pada SLB, kematian pasangan, orang tua anak autis, dan penderita stroke,
peneliti memilih permaslaahan penelitian mengenai resiliensi mahasiswa tunanetra tidak dari lahir di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta. Alasan pemilihan permasalahan tersebut dikarenakan belum ada penelitian terdahulu yang meneliti tentang resiliensi mahasiswa tunanetra tidak
dari lahir. Penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas memberikan sumbangan pada penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa resiliensi merupakan
49
aspek penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang resiliensi mahassiswa tunanetra tidak dari lahir.
D. Kerangka Pikir