Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Aparatur penegak hukum di bidang perikanan berdasarkan Pasal 13, dapat melakukan tindakan berupa penangkapan terhadap kapal danatau orang yang diduga melakukan pelanggaran di ZEEI yang meliputi tindakan penghentian kapal sampai menyerahkan kapal danatau orang tersebut di pelabuhan dimana perkara dapat diproses lebih lanjut. Tindakan penangkapan oleh aparatur penegakan hukum ini harus dilaksanakan secepat mungkin dan tidak boleh melebihi jangka waktu tujuh hari kecuali bila terdapat keadaan mendesak. Pasal 14 menjabarkan bahwa aparatur penegak hukum adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut TNI AL yang ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI. Pengadilan yang berwenang adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi pelabuhan dimana dilakukan penahanan terhadap kapal danatau orang yang melanggar tersebut. Pasal 15 menjelaskan bahwa permohonan pembebasan terhadap pihak yang melanggar tersebut dapat dilakukan setiap saat sebelum ada keputusan dari pengadilan negeri yang berwenang. Permohonan dapat dikabulkan apabila sudah menyerahkan sejumlah uang jaminan yang layak, yang penetapannya dilakukan oleh pengadilan. Ketentuan pidana dapat dilihat pada Pasal 16 dicabut, hal ini berdasarkan Pasal 110 ayat b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

2.6.2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, disebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia antara lain: 1 Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2 Menegakkan hukum; dan 3 Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok pada Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas antara lain: 1 Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; 2 Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; 3 Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; 4 Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; 5 Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; 6 Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; 7 Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; 8 Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; 9 Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban danatau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; 10 Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi danatau pihak yang berwenang; 11 Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; 12 Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dikatakan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugasnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk melakukan tindakan. Tindakan bertujuan untuk membantu tugas Kepolisian Begara Republik Indonesia dalam memberantas tindak kejahatan yang ada. Tindakan tersebut antara lain sebagai berikut: 1 Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 2 Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; 3 Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; 4 Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 5 Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6 Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 7 Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 8 Mengadakan penghentian penyidikan; 9 Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; 10 Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau Mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; 11 Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan 12 Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2.6.3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang juga merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tersebut belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan. Selain itu, undang-undang ini disahkan juga dalam rangka pemanfaatan sumberdaya ikan yang belum memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan melalui pengelolaan perikanan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum yang optimal. Pasal 5 menerangkan bahwa Wilayah pengelolaan perikanan WPP merupakan wilayah untuk penangkapan ikan dan budidaya ikan meliputi perairan Indonesia, ZEEI, dan sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan sebagai lahan budidaya ikan. Pengelolaan perikanan di luar wilayah tersebut dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan danatau standar internasional yang diterima secara umum. Dijelaskan pada Pasal 8 bahwa setiap orang baik nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, Anak Buah Kapal ABK yang melakukan penangkapan ikan, pemilik kapal, pemilik perusahaan perikanan, penanggung jawab perusahaan perikanan, danatau operator kapal perikanan serta pemilik perusahaan pembididaya ikan, kuasa pemilik perusahaan ikan, danatau penanggung jawab perusahaan pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembudidayaan ikan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat danatau cara, danatau bengunan yang dapat merugikan danatau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan danatau lingkungannya di WWP Republik Indonesia. Penggunaan alat, cara, bangunan dan bahan-bahan tersebut diperbolehkan hanya untuk penelitian yang diatur dalam peraturan pemerintah. Ketentuan selanjutnya pada Pasal 9 bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, danatau menggunakan alat penangkapan ikan danatau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan di kapal penangkapan ikan di WPP Republik Indonesia. Ketentuan mengenai API danatau alat bantu penangkapan ikan tersebut diatur dengan peraturan menteri. Pada Pasal 12 dikatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran danatau kerusakan sumberdaya ikan danatau lingkungannya di WPP Republik Indonesia. Setiap orang juga dilarang membudidayakan ikan, membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika dan menggunakan obat-obatan dalam pembudidayakan ikan yang dapat membahakan sumberdaya ikan, lingkungan sumberdaya ikan, danatau kesehatan manusia di WPP Republik Indonesia yang lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pemerintah. Ketentuan larangan selanjutnya pada Pasal 16 bahwa setiap orang dilarang memasukkan, mengeluarkan mengadakan, mengedarkan, danatau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidaya ikan, sumberdaya ikan, danatau lingkungan sumberdaya ikan ke dalam danatau ke laut WPP Republik Indonesia yang ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah. Ikan hasil tangkapan danatau pembudidayaan harus memenuhi standar mutu dan keamanan hasil perikanan hal ini ada pada Pasal 20 ayat 6. Dijelaskan pada Pasal 26, bahwa setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penengkapan, pembudidaya ikan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di WPP RI wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan SIUP dimana kewajiban ini tidak berlaku untuk nalayan kecil danatau pembudidaya ikan kecil. Ditambahkan pada Pasal 27 ayat 1, bahwa setiap orang yang memiliki danatau mengoperasikan kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk penangkapan ikan di WPP RI danatau laut lepas wajib memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI, namun SIPI ini tidak berlaku untuk nelayan kecil seperti dijelaskan pada ayat 5 Pasal yang sama. Kemudian pada ayat 2 dikatakan bahwa setiap orang yang memiliki danatau mengoperasikan kapal penangkapan ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di ZEEI wajib memiliki SIPI. Pada ayat 3 kembali diperjelas bahwa setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia di WPP RI atau mengoperasikan kapal asing di ZEEI wajib membawa SIPI asli. Sedangkan pada ayat 4 dijabarkan bahwa kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia yang melakukan penangkpan ikan di wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah. Menurut Pasal 28 ayat 1, bahwa setiap orang yang memiliki danatau mengoperasikan kapal pengangkutan ikan berbendera Indonesia di WPP Republik Indonesia wajib memiliki Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI, namun SIKPI ini tidak berlaku untuk nelayan kecil danatau pembudidaya ikan kecil seperti dijelaskan pada ayat 4 Pasal yang sama. Kemudian pada ayat 2 dikatakan bahwa setiap orang yang memiliki danatau mengoperasikan kapal pengangkutan ikan berbendera asing yang digunakan untuk melakukan pengangkutan ikan di WPP Republik Indonesia wajib memiliki SIKPI. Pada ayat 3 kembali diperjelas bahwa setiap orang yang mengoperasikan kapal pengangkutan ikan di WPP Republik Indonesia wajib membawa SIKPI asli. Pada Pasal 28A ditekankan bahwa setiap orang dilarang memalsukan dan menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu. Pasal 29 menjelaskan bahwa usaha perikanan di WPP RI hanya boleh dilakukan oleh warga negara RI atau badan hukum Indonesia. Pengecualian diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban RI berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku. Pada Pasal 30 dikatakan bahwa pemberian SIUP kepada orang danatau badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI harus didahului dengan perjanjian perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya antara Pemerintah RI dan Pemerintah negara bendera kapal. Perjanjian ini harus mencantumkan kewajiban Pemerintah negara berbendera kapal untuk bertanggung jawab atas kepatuhan orang atau badan hukum negara berbendera kapal untuk mematuhi perjanjian perikanan tersebut. Selain itu Pemerintah RI juga menetapkan peraturan mengenai pemberian izin usaha perikanan kepada orang danatau badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI, perjanjian perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya. Dijelaskan pada Pasal 35A ayat 1 bahwa kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di WPP RI wajib menggunakan nakhoda dan ABK berkeluarganegaraan Indonesia. Sedangkan pada ayat 2 ditambahkan bahwa kapal perikanan berbendera saing yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI wajib menggunakan ABK berkewarganegaraan Indonesia paling sedikit 70 dari jumlah ABK. Pelanggaran terhadap kapal perikanan berbendera asing tentang ABK ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin dimana mengenai pengenaan sanksi administratif diatur dalam peraturan pemerintah, hal ini terdapat pada ayat 3 dan 4. Ketentuan pada Pasal 38 ayat 1 bahwa setiap kapal penangkapan ikan berbendera asing yang tidak memiliki SIUP selama berada di WPP RI wajib menyimpan API di dalam palka. Kemudian pada ayat 2 dikatakan bahwa kapal penangkapan ikan berbendera asing yang telah memiliki SIUP dengan satu jenis API tertentu pada bagian tertentu di ZEEI dilarang membawa API lainnya. Sedangkan pada ayat 3 menambahkan bahwa setiap kapal penangkapan ikan berbendera asing yang telah memiliki SIUP wajib menyimpan API dalam palka selama berada di luar daerah penangkapan ikan fishing ground yang diizinkan di WPP RI. Pada Pasal 39 dijelaskan bahwa kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu dimungkinkan menggunakan 2 jenis API yang diizinkan secara bergantian berdasarkan musim dan daerah penangkapan ikan. Pasal 43 dan Pasal 44 ayat 2 dan 3 menyatakan bahwa setiap kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas perikanan tanpa dikenai biaya setelah dipenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis, dimana mengenai persyaratan administrasi dan kelayakan teknis diatur dalam peraturan menteri. Pada Pasal 44 ayat 1 surat persetujuan berlayar juga harus dimiliki oleh kapal perikanan sesuai dengan Pasal 42 ayat 2 yang dikeluarkan oleh syahbandar pelabuhan setelah kapal perikanan mendapatkan surat laik operasi. Pungutan perikanan diatur dalam Pasal 48 yang menyatakan bahwa setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumberdaya ikan dan lingkungannya di WPP RI dan di luar WPP RI dikenakan pungutan perikanan. Pungutan ini merupakan penerimaan negara bukan pajak dan tidak dikenakan bagi nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. Sesuai dengan Pasal 49, setiap orang asing yang mendapat izin penangkapan ikan di ZEEI juga dikenakan pungutan perikanan. Pada Pasal 50 dijelaskan bahwa pungutan perikanan digunakan untuk pembangunan perikanan serta kegiatan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya. Ketentuan mengenai pungutan perikanan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah sesuai dengan Pasal 51. Dijelaskan pada Pasal 66 bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan. Pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang meliputi kegiatan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, perbenihan, pengolahan, distribusi keluar masuk ikan, mutu hasil perikanan, distribusi keluar masuk obat ikan, konservasi, pencemaran akibat perbuatan manusia, plasma nutfah, penelitian dan pengembangan perikanan,dan ikan hasil rekayasa genetik. Dilanjutkan pada Pasal 66A bahwa pengawas perikanan merupakan Pegawai Negeri Sipil PNS yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk, mereka dapat dididik untuk menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS perikanan. Pengawas perikanan yang dimaksud dapat ditetapkan sebagai pejabat fungsional pengawas perikanan yang diatur pada peraturan menteri. Pasal 66B menjabarkan bahwa pengawas perikanan melaksanakan tugasnya di wilayah pengelolaan perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, kapal perikanan, pelabuhan perikanan danatau pelabuhan lainnya yang ditunjuk, pelabuhan tangkahan, sentra kegiatan perikanan, area pembenihan ikan, area pembudidayaan ikan, unit pengolahan ikan, danatau kawasan konservasi perairan. Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas diatur dalam peraturan menteri. Wewenang pengawas perikanan terdapat pada Pasal 66C antara lain memasuki dan memeriksa tempat kegiatan usaha perikanan, memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan, memeriksa kegiatan usaha perikanan, memeriksa sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan perikanan, memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI, mendokumentasikan hasil pemeriksaan, mengambil contoh ikan danatau bahan yang diperlukan untuk keperluan pengujian laboratorium, memeriksa peralatan dan keaktifan sistem pemantauan kapal perikanan, menghentikan, memeriksa, membawa, menahan, dan menangkap kapal danatau orang yang diduga atau patut diduga melakukan tindak pidana perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sampai dengan diserahkannya kapal danatau orang tersebut di pelabuhan tempat perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut oleh penyidik, menyampaikan rekomendasi kepada pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan tindakan khusus terhadap kapal perikanan yang berusaha melarikan diri danatau melawan danatau membahayakan keselamatan kapal pengawas perikanan danatau awak kapal perikanan, danatau mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Pengawas perikanan dalam melaksanakan tugasnya dapat dilengkapi dengan kapal pengawas perikanan, senjata api, danatau alat pengaman diri. Masyarakat dapat diikutsertakan dalam membantu pengawasan perikanan hal ini sesuai dengan Pasal 67. Pasal 68 dikatakan bahwa Pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan.

2.6.4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia