Variabel kewenangan Analisis Hukum

Polisi, begitupun dengan tupoksi pengawasan hanya dimiliki PSDKP. Lembaga TNI AL juga memiliki tuposi yang berbeda dengan yang lain, antara lain pertahanan, diplomasi, pembangunan dan pertahanan kekuatan matra laut, dan pemberdayaan wilayah pertahanan laut. Objek penegakan hukum Polisi secara geografis adalah daratan dan lautan. Apabila dispesifikasi permasalahnnya, misalnya tindakan pencurian ikan, maka polair merupakan lembaga yang bertugas untuk memproses secara hukum. TNI AL dengan sangat jelas juga memiliki tugas dalam menegakan hukum di wilayah laut nasional. Jadi apabila ada suatu pelanggaran di laut, maka TNI AL juga merupakan lembaga yang bertugas untuk memprosesnya secara hukum. Pengawas SDKP juga memiliki tugas penegakan hukum, walau tidak disebutkan secara jelas, namun kegiatan yang disebutkan dalam Keputusan Dirjen merupakan kegiatan yang apabila dilanggar, akan terjerat hukum. Sebagai contoh kegiatan penangkapan ikan, apabila terjadi pelanggaran dalam kegiatan penangkapan ikan maka dapat dikenakan sangsi hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dengan demikian jelas bahwa ketiga lembaga tersebut memiliki tugas sama yakni penegakan hukum di wilayah laut nasional.

4.2 Analisis Hukum

Analisis hukum menggunakan dua variabel, yakni variabel kewenangan dan variabel kewilayahan.

4.2.1 Variabel kewenangan

Variabel kewenangan menggunakan enam dasar hukum, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, Kesepakatan Bersama antara Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No: 10KBDep.KP2003 atau No.Pol: B4042VIII2003 tentang Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.11Men2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13MEN2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan. Analisis variabel kewenangan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Analisis Variabel Kewenangan Dasar Hukum Lembaga Polisi TNI AL PSDKP Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEEI Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI Pasal 13 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor Pasal 73 Pasal 73 Pasal 73 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 9 Kesepakatan Bersama antara Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No: 10KBDep.KP2003 atau No.Pol: B4042VIII2003 tentang Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.11Men2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Pasal 1 Pasal 1 Pasal 4 Pasal 4 Pasal 4 PER.13MEN2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan. Sumber : Pengolahan data primer Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa masing-masing undang-undang memberikan kewenangan yang sama ataupun tidak pada lembaga. Undang- undang tentang perikanan memberikan kewenangan kepada ketiga lembaga.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 hanya memberikan kewenangan kepada TNI AL. Pasal 14 undang- undang tentang ZEEI menjelaskan bahwa aparatur penegak hukum di bidang penyidikan di ZEEI adalah perwira TNI AL yang ditunjuk oleh Panglima Angkatan Bersenjata RI. Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 juga memberikan jabaran bahwa TNI AL memiliki tugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Aparatur TNI AL dalam menjalankan tugasnya memiliki wewenang berdasarkan Pasal 13 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1983 yaitu melakukan penangkapan terhadap kapal danatau orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran di ZEEI meliputi tindakan penghentian kapal sampai dengan diserahkannya kapal danatau orang- orang tersebut di pelabuhan dimana perkara tersebut dapat diproses. Penyerahan ini harus dilakukan secepat mungkin dan tidak boleh melebihi jangka waktu tujuh hari, kecuali apabila terdapat keadaan force majeure. Ketentuan pidana diatur pada Pasal 16 dan 17 yaitu apabila terdapat pelanggaran terhadap kegiatan di ZEEI dipidana dengan denda setinggi-tingginya Rp. 225.000.000,-. Tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup. Kegiatan merusak atau memusnakan barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp. 75.000.000,-. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 memberikan kewenangan kepada dua lembaga yaitu Polisi, dan TNI AL. Pasal 13 dijabarkan bahwa tugas pokok Kepolisian antara lain adalah menegakan hukum. Hal ini berarti bahwa polisi bertangggung jawab dalam penegakan hukum di seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk wilayah laut. Pasal 41 menambahkan, dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan TNI yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.11Men2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13MEN2005 memberikan kewenangan kepada ketiga lembaga yakni Polisi, TNI AL, dan PSDKP. Pasal 73 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menjelaskan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh PSDKP, perwira TNI AL, dan pejabat Kepolisi Negara Republik Indonesia. Penyidik dapat melakukan koordinasi dalam penanganan penyidikan yang kemudian Menteri membentuk forum koordinasi tersebut. Wewenang penyidik disebutkan dalam Pasal 73A antara lain: 1 Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang perikanan; 2 Memanggil dan memeriksa tersangka danatau saksi untuk didengar keterangannya; 3 Membawa dan menghadapkan seseorang sebagai tersangka danatau saksi untuk didengar keterangannya; 4 Menggeledah sarana dan prasarana perikanan yang diduga dalam atau menjadi tempat melakukan tindak pidana di bidang perikanan; 5 Menghentikan, memeriksa, menangkap, danatau menahan kapal danatau orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang perikanan; 6 Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan; 7 Memotret tersangka danatau barang bukti tindak pidana di bidang perikanan; 8 Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tindak pidana di bidang perikanan; 9 Membuat dan menandatangai berita acara pemeriksaan; 10 Melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang digunakan danatau hasil tindak pidana; 11 Melakukan penghentian penyidikan; dan 12 Mengadakan tindakan lain yang menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan. Penyidikan sesuai dengan Pasal 73B undang-undang tentang perikanan memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum paling lama tujuh hari sejak ditemukan adanya tindak pidana. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat menahan tersangka paling lama 20 hari. Apabila pemeriksaan belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10 hari. Apabila telah lewat 30 hari, maka penyidik harus mengeluarkan tersangka dari tahanan. Namun apabila kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi sebelum 30 hari, maka tersangka dapat segera dikeluarkan. Penyidik harus menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum paling lama 30 hari sejak pemberitahuan dimulainya penyidikan. Pasal 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.11Men2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13MEN2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan mengatakan bahwa forum tersebut mempunyai tugas mensinkronisasikan dan mengkoordinasikan kegiatan penanganan tindak pidana di bidang perikanan yang dilaksanakan oleh masing-masing instansi terkait agar efektif, efisien, dan memenuhi rasa keadilan. Susunan anggota forum dijabarkan pada Pasal 4 dengan Ketua adalah Menteri Kelautan dan Perikanan, Wakil Ketua I adalah Kepala Kepolisian Negera RI, dan Wakil Ketua II adalah Kepala Staf TNI AL. Keputusan Menteri merupakan kesepakatan bersama antara Departemen Kelautan dan Perikanan DKP yang diwakili oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Kepolisian Negara yang diwakili oleh Kepala Kepolisian Negara. Kesepakatan ini didasari bahwa pihak DKP merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemasaran, pemberdayaan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta riset kelautan dan perikanan. Sedangkan pihak kepolisian merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta melindungi kepentingan nasional. Salah satu tujuan dari kesepakatan sebagaimana dituangkan dalam Pasal 1 adalah meningkatkan kooordinasi dan kerjasama dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang terkait dengan bidang kelautan dan perikanan di wilayah perairan Indonesia.

4.2.2 Variabel kewilayahan