BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya
Gambar 1. Pra pengolahan citra dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai dengan Juni 2012.
Gambar 1 Peta administrasi Kecamatan Cikalong
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Citra Landsat Kecamatan Cikalong Tasikmalaya tahun 1994, 2000, 2005, dan
2010. 2. Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Jawa Barat skala 1:25000 tahun 2000.
3. Tegakan hutan rakyat di wilayah Kecamatan Cikalong.
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan, yaitu: GPS Garmin 60 csx, kamera digital, alat tulis sebagai peralatan di lapangan. Sedangkan untuk analisis data, digunakan satu unit
peralatan komputer dengan software ArcGIS 9.3, Erdas Imagine 9.1, Microsoft Office 2007, Google Earth.
3.3 Tahapan kegiatan penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam enam tahap, yaitu pengumpulan data, pengolahan awal citra pre-image processing, pengambilan data di lapangan ground
check, pengolahan citra image processing, analisis perubahan penutupan lahan, dan pengolahan data wawancara di lapangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan luasan hutan rakyat.
3.3.1 Pengumpulan data
Data-data yang dikumpulkan meliputi: Citra satelit Landsat tahun perekaman 1994, 2000, 2005, dan 2010, Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Tasikmalaya skala
1:25000 tahun 2000, data sebaran dan luasan hutan rakyat Kecamatan Cikalong, dan data wawancara lapangan dengan petani responden.
3.3.2 Pengolahan awal citra pre-image processing
3.3.2.1 Penentuan kombinasi band citra Landsat
Dalam intrepetasi citra, pengaturan kombinasi band terbaik menjadi sangat penting dilakukan untuk mencirikan kenampakan objek untuk memudahkan
intrepeter dalam melakukan analisis visual atau digital citra. Kombinasi band yang dipilih mengacu pada komposit warna standar Dephut dengan kombinasi band 5-4-3
dan tampilan komposit ini mendekati alami yang dibuat dengan menggunakan panjang gelombang atau spektrum infra-merah sedang
1,2 ~ 3,2 m, infra- merah dekat
0,7 ~ 0,9 m da spektrum merah atau hijau 0,6 ~ 0,7 atau 0,5 ~ 0,6
m secara berturut-turut pada bidang warna RED, GREEN, dan BLUE pada saat mendisplai citra JICA et al 2011.
Keterangan: skala 1:20000
Gambar 2 Tampilan visual citra Landsat kombinasi band 5-4-3 resolusi 30 m tahun1994
3.3.2.2 Koreksi geometrik citra
Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini
dilakukan untuk memudahkan pengecekan objek citra di lapangan, memudahkan penggabungan citra dengan sumber lain agar tidak mengalami distorsi luas atau
memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel Jaya 2002. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik kontrol lapangan
Ground Control PointGCP. Secara umum, tahapan melakukan rektifikasi adalah sebagai berikut Jaya 2010 :
1. Memilih titik kontrol lapangan Ground Control PointGCP. GCP tersebut sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam
jangka waktu lama misalnya belokan jalan, tugu di persimpangan jalan dan atau sudut-sudut gedung bangunan. Hindari menggunakan belokan sungai atau delta
sungai karena mudah berubah dalam jangka waktu tertentu. GCP juga harus tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi.
2. Membuat persamaan tranformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi spasial persamaan ini umumnya berupa persamaan polynomial baik orde 1, 2,
maupun 3.
3. Menghitung kesalahan Root Mean Square ErrorRMSE dari GCP yang terpilih. Umumnya tidak boleh lebih besar dari 0,5 piksel.
4. Melakukan interpolasi intensitas nilai kecerahan dengan salah satu metode berikut, yaitu nearest neigbour, bilinier, dan cubic convolution, sekaligus
membuat citra baru dengan sistem koordinat yang ditentukan. Pada penelitian ini, proses koreksi geometrik dilakukan pada citra satelit
Landsat resolusi 30 m tahun 1994, 2000, 2005, dan 2010. Koreksi geometrik dikakukan pada masing-masing citra untuk mencocokkan koordinat citra dengan
koordinat geografis di lapangan.
3.3.2.3 Pemotongan citra cropping
Sebelum melakukan analisis visual dan digital citra, dilakukan pemotongan citra satelit Landsat resolusi 30 m dengan kombinasi band 5-4-3 dengan luasan
sebagian daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah sesuai dengan lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu Kecamatan Cikalong.
3.3.2.4 Identifikasi awal tutupan lahan
Identifikasi awal citra Landsat kombinasi RGB 5-4-3 untuk mengetahui perubahan tata guna lahan yang digunakan untuk hutan rakyat. Metode yang
digunakan dalam intrepetasi awal citra adalah metode analisis visual pada citra Landsat tahun 2010 dan 2005 dan metode analisis digital pada tahun 2000 dan 1994.
Menurut Jaya 2010, analisis diartikan sebagai kegiatan penguraian dan atau penelaahan data serta hubungan antar komponen data itu sendiri, dalam hal ini adalah
nilai kecerahan Brightness ValueBV atau nilai digital Digital NumberDN. Analisi citra Landsat dapat menggunakan metode analisis visual dan analisis digital.
Analisi visual merupakan kegiatan mengamati citra secara visual yang dilakukan oleh intrepeter dengan tujuan untuk mengidentifikasi objek dari citra tersebut.
Dalam analisis ini, ketepatan proses identifikasi objek tergantung dari kemampuan masing-masing intrepeter dalam identifikasi citra sehingga dalam
penggunaan analisis ini sering terjadi perbedaan hasil identifikasi dari tiap intrepeter. Sedangkan analisis digital merupakan analisis citra yang mengacu pada data-data
numerik yang besarannya dinyatakan dengan bit. Semakin besar bitnya maka semakin
banyak kemungkinan kandungan informasi yang ada di dalamnya Jaya 2010. Pada citra Landsat TM yang digunakan adalah data 8 bit dengan variasi sebesar 256 level
3.3.2.5 Pembuatan titik lokasi pengamatan
Penentuan titik lokasi pengamatan di lapangan ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan mempertimbangkan tingkat
keterwakilan dari tiap kelas dan tingkat penyebaran titik pada lokasi penelitian. Total jumlah titik lokasi pengamatan yang digunakan adalah 110 titik dengan rincian 65
titik untuk kelas hutan rakyat dan 5 titik untuk tiap kelas yang lain dengan jumlah 9 kelas.
3.3.3 Pemeriksaan lapangan Ground check
Pemeriksaan di lapangan bertujuan untuk mencocokkan tutupan yang telah diidentifikasi pada masing-masing citra dengan melihat kenampakan tutupan lahan
yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, pemeriksaan di lapangan juga bertujuan untuk mencari informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat
melakukan pengolahan lahan dengan hutan rakyat. Dalam menggali informasi tersebut digunakan teknik open type interview dan nonstructured interview. Kegiatan
pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan menelusuri lokasi-lokasi pengamatan yang telah ditentukan meliputi pengambilan titik-titik pengamatan, dokumentasi
contoh-contoh penutupan atau penggunana lahan, dan wawancara terhadap patani hutan rakyat di lokasi pengamatan yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan untuk
memahami serta mengenal kondisi daerah penelitian yang dilakukan.
3.3.4 Pengolahan citra satelit Landsat 3.3.4.1 Klasifikasi visual
Klasifikasi visual citra Landsat dilakukan dengan bantuan Google Earth dan mengacu pada buku panduan intrepetasi Landsat. Unsur-unsur yang digunakan
sebagai dasar analisis dalam intrepetasi tipe penggunaan lahanvegetasi diuraikan sebagai berikut Lillesand dan Keifer 1994 :
1 Ukuran Ukuran meliputi panjang, lebar, luas, sehingga antara objek yang satu dengan
yang lain dapat dibedakan dan dibuat batasan. 2 Rona Tone
Rona menunjukkan perbedaan gelap terangnya suatu objek yang dipengaruhi oleh tingkat kelembaban, misalnya adanya genangan atau keadaan vegetasi penutup
tanah itu sendiri. 3 Warna
Warna sangat dipengaruhi oleh reflektansi yang berbeda, dan setiap vegetasi atau tanaman dapat memberikan warna alami true colour maupun warna semu false
colour. 4 Tekstur
Tekstur merupakan gabungan antara rona dengan ukuran serta jarak yang satu dengan yang lain. Tekstur dapat dibedakan menjadi halus atau kasar, seragam
atau tidak seragam. 5 Pola
Pola merupakan susunan suatu objek yang terjadi secara alami ataupun buatan. 6 Asosiasi
Asosiasi digunakan untuk memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar
mengenali obyek yang dikaji.
3.3.4.2 Klasifikasi terbimbing supervised classification
Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis supervised dengan kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri
kelas signature class yang diperoleh analisis melalui pembuatan “training area”
Jaya 2010. Tahap ini dilakukan secara otomatis oleh komputer untuk mendapatkan hasil berupa citra yang terklasifikasi.
Metode ini bertujuan untuk mengelompokkan piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola
spektral kelas informasi. Piksel dimasukkan menjadi salah satu kelas yang memiliki
probability peluang paling kecil. Klasifikasi terbimbing disederhanakan menjadi 6 tahapan , yaitu tahap penentuan kelas contoh training area, penandaan area contoh
signature, klasifikasi, analisis keterpisahan kelas, akurasi, serta tahap penyajian hasil output.
3.3.4.3 Analisis separabilitas
Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat keterpisahan kelas yang diwakili oleh area contoh dengan mengukur jarak antar kelas secara statistik. Jarak ini
digunakan untuk menggambarkan apakah kelas-kelas contoh yang diambil cukup homogen dan mempunyai ragam kecil. Ukuran keterpisahan kelas dihitung
berdasarkan persamaan Transformed Divergence TD, yaitu : = 2000 1
– exp …………Jaya 2010
Keterangan : TD
= Transformed Divergence = Divergence baris ke-i dan kolom ke-j
i dan j = The two signatures classes being compared
Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan beberapa kriteria yang dikelompokan ke dalam lima kelas dimana setiap kelasnya mendeskripsikan kuantitas
keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang diklasifikasikan dalam Jaya 2002 tersebut yaitu :
1. Tidak terpisah = 1600
2. Cukup baik = 1600
– 1699 3. Baik
= 1700 – 1899
4. Sangat baik = 1900
– 1999 5. Sempurna
= 2000
3.3.4.4 Uji akurasi
Pada penelitian ini, untuk mengetahui tingkat keakuratan klasifikasi tutupan lahan hasil intrepetasi citra, perlu dilakukan uji akurasi klasifikasi. Akurasi klasifikasi
merupakan akurasi yang sering dianalisis menggunakan suatu matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasikasi.
Matrix ini juga sering disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”.
Akurasi klasifikasi umumnya dilakukan dengan metode overall accuracy, akan tetapi akurasi ini umumnya terlalu over estimate sehingga jarang digunakan sebagai
indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matrik contingency.
Secara matematis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : OA =
∑
Menurut Jaya 2010, saat ini akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi Kappa. Akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matrik. Secara
matematik, akurasi Kappa ini dihitung dengan rumus sebagai berikut : K =
∑ ∑
∑
Keterangan : = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
= jumlah piksel dalam kolom ke-i = jumlah piksel dalam baris ke-i
= banyaknya piksel dalam contoh Tabel 3 Skema perhitungan akurasi
Kelas referensi Dikelaskan ke kelas -
Jumlah Piksel
Akurasi Pembuat
A B
C Total Piksel
A ⁄
B ⁄
C ⁄
Total piksel Akurasi Pengguna
⁄ ⁄
⁄ Sumber: Jaya 2010
Presentase ketepatan klasifikasi juga dapat dilihat dari nilai akurasi pembuat dan akurasi penggunanya. Secara matematis dapat ditunjukkan dalam persamaan
sebagai berikut Jaya 2010 : UA =
PA = Keterangan :
UA = User accuracy
PA =
Producer’s accuracy = Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
= Jumlah piksel dalam kolom ke-i = Jumlah piksel dalam baris ke-i
Producer’s accuracy adalah probabilitas atau peluang rata-rata suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar dan secara rata-rata menunjukkan seberapa baik
setiap kelas di lapangan telah diklasifikasi. Ukuran ini juga dapat digunakan untuk menduga rata-rata dari kesalahan omissi omission error. Sedangkan
user’s accuracy adalah probability atau peluang rata-rata suatu piksel dari citra yang telah
terklasifikasi, secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan. Ukuran ini juga menduga kesalahan komisi commission error.
3.3.5 Analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat
Analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat adalah proses mengidentifikasi perubahan suatu obyek atau fenomena yang dilakukan dengan membandingkan
secara langsung antara citra-citra digital yang direkam pada saat yang berbeda : time series analysis. Perubahan yang terdapat pada citra-citra beda waktu tidak sekedar
mengimplikasikan perbedaan di dalam karakteristik unsur-unsur di permukan bumi, tetapi juga dapat merefleksikan variasi normal yang belum terkarakteristikkan dan
dapat ditemukan pada suatu periode waktu ke waktu berikutnya Prahasta 2008. Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra multi waktu, selanjutnya dilakukan
analisis perubahan penutupan lahan hutan rakyat dengan cara menumpang tindihkan overlay citra hasil klasifikasi pada tiap waktu. Selain itu, analisis perubahan tutupan
lahan hutan rakyat dapat dilakukan dengan cara diklasifikasikan secara terpisah, kemudian dilakukan perbandingan post-classification comparasion. Dengan cara
ini, dapat mengetahui luas perubahan tutupan lahan hutan rakyat yang terjadi.
3.3.6 Identifikasi faktor-faktor penyebab berubahnya luas hutan rakyat
Pengolahan dan analisis data wawancara hasil observasi langsung ke lapangan dilakukan secara deskriptif dengan menjelaskan informasi tentang faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan dinamika perkembangan hutan rakyat. Menurut Hardjanto 2003 dalam Rato 2011, faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan hutan
rakyat di Jawa, yaitu : 1. Faktor tradisi, fungsi ekonomi rumah tangga, dan fungsi tata air sebagai faktor
kekuatan internal.
2. Luas pemilikan lahan, teknologi pemanenan dan pasca panen, serta keterbatasan modal dan informasi sebagai faktor kelemahan internal.
3. Tingginya permintaan pasar, pertumbuhan industri kayu, dan infrastruktur jalan desa sebagai faktor kesempatan eksternal.
4. Besarnya permintaan kayu, ketergantungan kepada agen pemasaran, pertumbuhan tenaga kerja, dan ketidakpastian pemanfaatan lahan terlantar
sebagai faktor ancaman eksternal.
Tabel 4 Bagan alir pengolahan dan analisis data
Citra landsat tahun 1994, 2000, 2005, 2010
Citra hasi klasifikasi
Data wawancara petani responden
Analisis perubahan tutupan lahan hutan
Rakyat
Data perubahan luas hutan rakyat dan faktor-faktor penyebab
Pengumpulan data
Ground Check Cek lapangan Peta rupa bumi
Jawa Barat skala 1:25000
Analisis hasil pengamatan lapangan : - Klasifikasi visual
- Klasifikasi terbimbing - Analisis separabilitas
- Akurasi kappa
Overlay - Koreksi geometrik
- Cropping - Identifikasi awal tutupan lahan dengan
analisis visual dan digital
-
Penentuan titik pengamatan
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cikalong 4.1.1 Luas dan Letak Geografis