BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan hutan rakyat di Pulau Jawa mulai dikenal setelah dilaksanakan proyek penghijauan yang bersumber dari dana APBN dan Inpres pada tahun
19751976. Dalam SK Dirjen Kehutanan No. 161D111975 tanggal 25 Oktober 1975 ditetapkan sasaran reboisasi dan penghijauan yang arealnya meliputi hutan yang
rusak, belukar, padang alang-alang, tanah kosonggundul dan tanah-tanah terlantar serta tanah tegalan lainnya. Tujuan pembangunan hutan rakyat berawal dari upaya
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dan ternyata hasilnya kayu telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai tambahan penghasilan.
Dinamika perkembangan hutan rakyat berkembang semakin cepat dengan semakin tingginya permintaan kayu dari pasar, sementara persediaan kayu yang
disediakan oleh hutan alam dan hutan tanaman tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar. Luasan hutan rakyat yang terus meningkat menunjukkan dampak positif yang
sangat besar yang diberikan hutan rakyat terutama bagi perekonomian masyarakat. Data Ditjen RLPS, Kementrian Kehutanan 2009 dalam Persaki 2010
menyatakan bahwa luas total hutan rakyat di seluruh Indonesia mencapai 3.589.343 ha dengan potensi dalam bentuk standing stock sebanyak 125.627.018 m³ dan potensi
siap panen dari standing stock tersebut mencapai 20.937.836 m³. Kecamatan Cikalong adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang
mempunyai potensi kayu rakyat yang cukup besar dengan berbagai jenis kayu diantaranya adalah Sengon Paraserianthes falcataria L Nielsen dan Akasia
Acacia mangium. Menurut data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dishutbun Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010, produksi kayu rakyat Kecamatan Cikalong
adalah sebesar 12.457 m³.
Seiring dengan semakin berkembangnya luas hutan rakyat yang ada, maka diperlukan monitoring secara spasial terhadap hutan rakyat tersebut agar dapat
digunakan untuk menunjang usaha pengembangan pengelolaan kedepannya. Data
monitoring perkembangan luasan hutan rakyat diperlukan sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah untuk hutan rakyat dimasukkan dalam rencana dan
skala proritas dalam tata ruang dan terciptanya pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Penggunaan teknologi penginderaan jauh merupakan alternatif yang sangat baik dalam membantu menyajikan informasi penutupan lahan secara cepat dibandingkan
dengan cara teristis di lapangan. Keunggulan teknologi penginderaan jauh yang sudah semakin berkembang diantaranya adalah dalam hal: perangkat pengumpul data,
perangkat penyaji data, memberikan gambaran unsur-unsur spasial yang komprehensif dengan bentuk-bentuk geometri relatif dan hubungan ketetanggaan
yang benar, periode pengukuran pengamatan relatif singkat dan dapat diulang kembali dengan cepat dan konsisten presisi, skala akurasi data spasial yang
didapat dapat bervariasi dari yang kecil hingga besar, kecenderungan mendapatkan data yang paling uptodate terbaru, dan biaya survey keseluruhannya waktu,
personil, dan biaya terhitung relatif murah Prahasta 2008. Kemajuan
teknologi penginderaan
jauh dapat
dibuktikan melalui
diluncurkannya satelit sumberdaya alam, seperti satelit Landsat, Alos, SPOT, Ikonos. Citra Landsat merupakan salah satu citra yang banyak digunakan oleh berbagai
instansi pemerintah maupun swasta dalam pengumpulan informasi yang berbasis sumberdaya alam. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan
citra satelit Landsat dapat mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi. Citra Landsat mempunyai resolusi spasial sebesar 30 meter sehingga memungkinkan untuk
digunakan dalam analisis multi waktutemporal terhadap perubahan penggunaan lahan Land use change guna mendapatkan data perubahan luas lahan hutan rakyat.
Oleh karena itu peneliti ingin mencoba penerapan teknologi tersebut melalui penelitian dengan judul: monitoring luas hutan rakyat berdasarkan citra Landsat kasus
di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
1.2 Tujuan Penelitian