Penyimpangan Produk IRTP di Jawa Barat

23 yang pada label hanya tercantum sebagai pengawet atau bahkan tidak dicantumkan dalam label pangan Wijaya dan Mulyono 2009. 5. Penyimpanan Produk Pangan yang Salah Produk berbasis tepung yang dihasilkan oleh IRTP pada umumnya kering sehingga tidak mudah mengalami kerusakan, seperti mi, kerupuk, keripik, bakpia, bihun, dan dodol. Meskipun dodol tidak memiliki penampakan kering, namun dodol memiliki a w yang rendah sehingga produk ini awet dalam waktu lama. Menurut Haliza 1992 dodol mempunyai sifat-sifat umum yaitu plastis, padat, mempunyai a w 0.6-0.9, dan kadar air 10-40. Menurut Muchtadi 2008 keadaan ini tidak efektif untuk pertumbuhan bakteri karena bakteri tumbuh pada a w diatas 0.9. Meskipun produk tepung tidak mudah rusak, kesalahan dalam penyimpanan dapat menjadi salah satu penyebab produk menjadi cepat rusak dan kedaluwarsa. Contohnya pada produk roti yang disimpan pada ruang penyimpanan yang terlalu hangat atau lembab akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba pada produk. Jika jumlah cemaran mikroba sudah melebihi batas aman, maka produk tersebut berpotensi menimbulkan bahaya. Menurut Sulchan dan Nur 2007, produk roti tawar membutuhkan perlindungan terhadap kelembaban. Pada proses produksinya, roti yang matang harus melewati proses pendinginan terlebih dahulu sebelum dikemas. Proses pendinginan bertujuan agar uap air yang terdapat pada roti dapat keluar secara optimal. Apabila roti dikemas dalam kondisi panas akan menyebabkan roti mudah berjamur. Pada roti akan terjadi perubahan warna, bau, dan rasa yang disebabkan oleh perubahan senyawa kimia hasil aktivitas enzim. Ruang penyimpanan harus dapat mencegah kontaminasi. Pangan harus disimpan jauh dari ruang pencucian pengumpulan sampah dan tidak disimpan pada suhu “danger zone” 5 o C-60 o C. Beberapa hal yang harus diterapkan dalam ruang penyimpanan antara lain 1 menggunakan sistem FIFO first in first out; 2 melakukan pencatatan tanggal kedaluwarsa, tanggal penerimaan atau tanggal penyimpanan setelah pengolahan; 3 menjaga ruang penyimpanan tetap dingin, kering, dan berventilasi baik; 4 suhu ruang penyimpanan 10 o -20 o C dan kelembaban 50-60; 5 mengatur jarak minimal penyimpanan pangan dari lantai 20cm dan menghindari sinar matahari langsung Rahayu 2011.

C. Penyimpangan Produk IRTP di Jawa Barat

Pada produk-produk yang dihasilkan oleh industri rumah tangga pangan sering ditemukan adanya penyimpangan baik dari segi bahan baku, proses ataupun penggunaan bahan-bahan berbahaya. Berdasarkan hasil pemetaan, ditemukan beberapa produk IRTP yang menyimpang di Jawa Barat. Terdapat dua kategori penyimpangan produk IRTP yaitu produk yang didaftarkan sebagai P-IRT yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai P-IRT dan produk IRTP yang tidak sesuai dengan definisi yang tertera pada SNI dan atau kategori pangan. Berikut adalah tabel penyimpangan produk-produk IRTP di Jawa Barat: 24 Tabel 4. Penyimpangan Produk IRTP di Jawa Barat tahun 2010 No Kategori Penyimpangan Nama Produk Dasar Pengambilan Keputusan 1 Didaftarkan sebagai P-IRT Bakso Peraturan Kepala BPOM RI No.HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 Naget daging Batagor Otak-otak 2 Produk IRTP yang tidak sesuai definisi dan atau kategori pangan Bakso SNI 01-3818-1995, dan SK Kepala BPOM No. HK.00.05.52.40.40 tahun 2006 Naget tepung SNI 01-6683-2002, Abon oncom SNI 01-3707-1995, Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya produk yang didaftarkan sebagai P-IRT, namun sebenarnya tidak bisa didaftarkan sebagai P-IRT yaitu otak-otak, bakso, batagor dan naget daging ikan. Pengkategorian ini yaitu berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang pedoman pemberian SPP-IRT. Pada pasal 6 di dalam peraturan tersebut disebutkan jenis-jenis pangan yang diijinkan untuk memperoleh SPP-IRT yaitu hasil olahan daging kering; hasil olahan ikan kering; hasil olahan unggas kering; sayur asin dan sayur kering; hasil olahan kelapa; tepung dan hasil olahnya; minyak dan lemak; selai, jeli dan sejenisnya; gula, kembang gula dan madu; kopi, teh, coklat kering atau campurannya; bumbu; rempah-rempah; minuman ringan, minuman serbuk; hasil olahan buah; hasil olahan biji-bijian dan umbi; lain-lain es. Jenis-jenis pangan yang diijinkan untuk memperoleh SPP-IRT secara lengkap disajikan pada Lampiran 5. Bakso, naget, batagor, dan otak-otak yang diproduksi oleh IRTP seharusnya tidak mendapatkan nomor P-IRT melainkan dikategorikan sebagai produk pangan siap saji. Hal ini dikarenakan produk- produk pangan tersebut tidak mungkin diproduksi di IRTP dengan masa simpan lebih dari 7 hari pada suhu ruang. Oleh karena itu, produk pangan berisiko tinggi seperti makanan kaleng, susu, daging dan hasil olahnya serta ikan dan hasil olahnya yang perlu penyimpanan dingin tidak boleh diproduksi oleh IRTP. Jika industri kecil memproduksi produk-produk pangan tersebut hendaknya diarahkan untuk menjadi pangan siap saji dan produksinya disesuaikan dengan kapasitas penjualan per hari. Menurut Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004, pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Umumnya pangan siap saji hanya tahan satu sampai dua hari. Pada pasal 43 peraturan tersebut disebutkan bahwa pangan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 tujuh hari pada suhu kamar dibebaskan dari kewajiban memiliki SPP-IRT. Penyimpangan lain yang ditemukan pada produk IRTP berbasis tepung di Jawa Barat adalah adanya produk IRTP yang tidak sesuai definisi dan atau kategori pangan. Tidak sesuai definisi artinya produk tersebut tidak sesuai dengan definisi yang sudah di tetapkan dalam SNI, dan kategori pangan yang dimaksud adalah seperti yang tercantum pada Surat Keputusan Kepala BPOM No. HK.00.05.52.40.40 tanggal 9 Oktober 2006 tentang Kategori Pangan. Produk-produk yang tidak sesuai dengan definisi SNI dan atau kategori pangan yang ditetapkan misalnya produk bakso yang memiliki kandungan daging yang sangat rendah kurang dari 50. Menurut SNI 01-3818-1995, definisi bakso daging adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak kadar daging tidak kurang dari 50 dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Ada pula produk naget dan abon oncom yang sama sekali tidak memiliki kandungan daging. Menurut SNI 01-6683-2002, definisi naget ayam adalah produk olahan ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan 25 makanan yang diijinkan. Sedangkan menurut SNI 01-3707-1995, definisi abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres.

D. Upaya yang Telah Dilakukan Pemerintah dalam Membina IRTP