BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sejarah dan Perkembangan Lankap Situ Gintung
Permasalahan air telah dimulai sejak tahun 1848 ketika terjadi kekeringan di pulau Jawa yang menimbulkan bencana kelaparan dan merenggut korban lebih
dari 300.000 orang. Pada saat itu, Gubernur Jendral J.J. Rochussen mengusulkan kepada Kerajaan Belanda untuk membuat sistem pengairan guna menjamin
ketahanan pangan. Usulan ini ditanggapi dengan dibentuknya Burgelijke Openbare Werken BOW pada tahun 1855, yang kemudian beralih nama menjadi
Departemen Pekerjaan Umum. Departemen BOW merencanakan dan melaksanakan proyek irigasi secara besar-besaran untuk mengantisipasi
permasalahan air pada musim kemarau dan musim hujan Hamin, 2003. Menurut Soehoed 2006, hingga awal abad ke-20 produksi beras dengan
atau tanpa pengairan teknis di Pulau Jawa cukup untuk kebutuhan masyarakat Jawa, bahkan masih bisa mengekspor beras ke wilayah-wilayah di luar Pulau
Jawa. Semenjak awal tahun 1930-an mulai tampak kecendrungan peningkatan jumlah penduduk sehingga kebutuhan pangan juga meningkat. Pengamanan
persediaan pangan di Pulau Jawa dengan tradisi pertanian sawah basahnya membawa dampak perluasan wilayah sawah yang berpengairan teknis dan juga
menuntut pengendalian air yang lebih luas. Maka pada tahun 1920-an dan 1930- an telah dilaksanakan berbagai proyek pengairan teknis yang cukup luas.
Pembangunan bendungan Situ Gintung pada awalnya berguna untuk memenuhi kebutuhan irigasi persawahan. Menurut Departemen PU 2009, Situ
Gintung sebenarnya terbentuk secara alamiah melalui proses geologi dan hidraulik yakni sebuah tubuh air yang terperangkap dalam sebuah cekungan pada
punggungan besar diantara lembah-lembah lainnya. Kemudian pada tahun 1932- 1933, Belanda membentuk tanggul atau tubuh bendungan setinggi 16 m disebelah
hilir cekungan sehingga terbentuklah waduk air tandon air, water reservoir atau storage. Waduk ini berfungsi untuk menampung air hujan yang jatuh di daerah
tangkapan hujan DTH yang terkait dengan cekungan tersebut dan keperluan irigasi sawah
Sebelum menjadi waduk air atau situ, masyarakat menggunakan daerah ini sebagai lahan pertanian dan menyebutnya sawah dalam karena jika matahari
belum tepat diatas kepala maka tanah sawah tidak akan panas. Setelah waduk atau situ terbentuk penggunaan air lebih banyak digunakan untuk keperluan irigasi.
Perbandingan dua buah peta yakni peta tahun 1910 dan peta tahun 1934 Gambar 3 dan 4 memperlihatkan bahwa bentuk situ berubah menjadi lebih luas dan
terjadi pula perubahan posisi pemukiman yang awalnya berada di selatan situ berpindah ke barat daya situ
Di tahun 1945-1970 mulai terjadi pembangunan pemukiman dan tanah disekitarnya mulai diperdagangkan. Sekitar tahun 1957 terdapat beberapa rumah
yang dibangun di areal bawah bendungan. Perubahan yang sangat pesat terjadi pada tahun 1970, saat itu dilakukan pembuatan jalan di depan situ dan juga terjadi
eksploitasi situ sebagai kawasan wisata dengan pengawasan di bawah Dinas Irigasi Jawa Barat.
Perubahan penggunaan lahan ini menyebabkan penurunan luas situ. Luas area Situ Gintung awalnya seluas 31 Ha dengan kedalamanan rata-ratanya
mencapai 10 m dan kapasitas penyimpanannya mencapai 2,1 juta m3. Berdasarkan data tahun 2008, luas situ tinggal 21,4 Ha dengan kedalaman rata-
rata sekitar 4 m dan kapasitas penyimpanannya sebesar 690.561 m3. Pada tahun 1991, Proyek Irigasi Jawa Barat telah melakukan rehabilitasi pintu-pintu air Situ
Gintung. Berhubung daerah irigasi tersebut telah berubah fungsi menjadi pemukiman, maka kedua pintu air itu tidak difungsikan lagi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan dan PP No. 23 tahun 1982 tentang Irigasi, Situ Gintung beserta daerah irigasinya dikelola
oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat Seksi Pengairan Tangerang. Namun, pada tahun 2001 terjadi pemisahan Banten dari Propinsi Jawa Barat, sehingga sebagai
pengelolaan Situ Gintung diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Banten yakni kepada Badan Transportasi dan Sumber Daya Air Provinsi Banten.
Sumber: http:www.kit.nlsmartsite.shtml
Gambar 3. Peta Situ Gintung tahun 1910.
Sumber: http:www.kit.nlsmartsite.shtml
Gambar 4. Peta Situ Gintung tahun 1934.
Kemudian di tahun 2007, pengoperasian dan pemeliharaan Situ Gintung menjadi tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane
BBWS. Di akhir tahun 2007, BBWS mengadakan pertemuan konsultasi publik
dan inspeksi tahunan Gintung dan menyatakan bahwa tidak ditemukan hal yang mencurigakan terhadap kerusakan yang dilaporkan oleh masyarakat. Kemudian
BBWS memutuskan untuk membangun Jogging Track untuk mencegah pengokupasian lahan. Pembuatan Jogging track ini mulai dilakukan pada tahun
2008, disamping itu dilakukan pula pengerukan dan pembangunan batas situ untuk melestarikan situ.
Pada tanggal 27 Maret 2009, bendungan ini mengalami keruntuhan dan menyebabkan bencana Gambar 5. Bencana yang terjadi termasuk jenis bencana
banjir bandang debit flows dengan diikuti gerakan tanah longsoran pada gawir tanggul.
Sumber: Dinas PU Sumber: Dinas PU
Gambar 5. Tanggul yang telah runtuh dan banjir di Hilir.
Daerah yang mengalami kerusakan akibat keruntuhan tanggul situ dimulai dari tanggul hingga Kali Pesanggrahan. Luas daerah yang terkena bencana zona
terdampak ini adalah 8,45 Ha. Zona terdampak terdiri dari 8 RT Rukun Tetangga yakni RT 01RW08, RT 04 RW 11, RT 05RW 11, RT 03RW 08, RT
04 RW02, RT 04RW 08, RT 03RW 10 dan RT 03RW 02 Gambar 6. Total bangunan yang mengalami kerusakan adalah 165 unit. Bangunan yang rusak
ringan sebanyak 70 unit, rusak berat sebanyak 70 unit, dan bangunan hancur 25 unit. Daerah yang terkena bencana dan persebaran bangunan yang mengalami
kerusakan dapat dilihat pada Gambar 7.
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Selatan
Gambar 6. Batas administrasi RTRW daerah bencana
Tanpa Skala
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Selatan
Gambar 7. Persebaran bangunan yang rusak.
Tanpa Skala
Pada tanggal 27 Maret 2010, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi bendungan yang telah runtuh dan menyatakan
situasi tersebut sebagai bencana alam. Lalu pada tanggal 31 Maret 2009 Wakil Presiden Republik Indonesia menyatakan rekronstruksi Bendungan Gintung dan
pelaksanaannya dilakukan oleh Kementrian Pekerjaan Umum. Desain rekonstruksi Bendungan Gintung mulai dilakukan oleh Unit Riset
dan Pengembangan Kementrian Pekerjaan Umum di bulan April hingga Juni 2009 2009. Kegiatan rekonstruksi sudah mulai dilakukan semenjak tanggal 3 Desember
2009 oleh PT. Nindya Karya-Bhumi Karsa JO dan diawasi oleh PT. Indra Karya persero, Virama Karya, Konsultan KSO Harfarm Dian
4.2. Kondisi Biofisik Situ Gintung 4.2.1 Lokasi, Luas, Batas dan Aksesbilitas