Reaktivitas Imunologi Kacang Kedelai berdasarkan Uji ELISA

29 dikembangkan dengan memasukkan gen dari kacang merah menciptakan protein yang bertindak sebagai pestisida yang bersifat alergen pada tikus. Pengamatan ini menunjukkan bahwa reaksi alergi yang sama mungkin terjadi pada orang yang mengkonsumsi produk GMO ini Mahgoub 2015. Perbedaan ini belum dapat membuktikan bahwa kedelai GMO memiliki alergenisitas yang lebih tinggi daripada kedelai non-GMO karena sampel yang digunakan pada penelitian bukan merupakan kedelai yang memiliki varietas yang sama, sehingga perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan varietas dari sampel yang digunakan. Pada penelitian dilakukan pendekatan dengan menggunakan sampel kedelai yang banyak beredar di pasaran dikarenakan sulit mendapatkan sampel kedelai GMO dan non-GMO dengan varietas yang sama. Dari hasil pengujian Elisa juga dapat dilihat bahwa perlakuan FOS dapat menurunkan tingkat alergenisitas kedua sampel protein kedelai namun tidak dapat menghilangkannya secara keseluruhan. Hal ini karena OD sampel yang terglikasi lebih tinggi dibandingkan OD serum kontrol negatif atau serum bukan penderita alergi. Pada Gambar 13 dapat dilihat juga bahwa peningkatan FOS yang diberikan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata p0.05 baik untuk protein kedelai GMO maupun non-GMO, hasil ini sesuai dengan pengujian immunoblotting yang menunjukkan pita alergi yang sama pada semua perlakuan. Bielikowicz et al. 2010 melakukan konjugasi protein gandum dan glukosa dengan penyimpanan selama tiga hari pada suhu 60 °C menunjukkan imunoreaktivitas yang lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol yaitu dengan perlakuan penyimpanan yang sama namun tanpa glukosa. Faktor pemanasan saja kontrol pada penelitian tersebut justru menaikkan imunoreaktivitas dari protein gandum mentah. Hal ini disebabkan sebagian besar protein alergen yang ada memiliki epitop linear yang justru akan terekspos akibat proses pemanasan. Pengujian alergi produk GMO merupakan kunci dalam pengujian keamanan untuk produk GMO Fernandez et al. 2013. Telah banyak penelitian baik secara in vivo maupun in vitro yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan alergenisitas antara produk GMO dan non-GMO. Brake dan Evenson 2004 melakukan pengujian secara in vivo menggunakan tikus terhadap efek glikofosfat toleran pada kedelai menunjukkan bahwa tidak ada dampak kedelai GMO terhadap tikus. Pengujian in vitro dilakukan oleh Kim et al. 2006 pada kedelai GMO yang memiliki transgen EPSPS 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase yaitu kedelai yang resisten terhadap herbisida menunjukkan bahwa ekspresi gen penyandi EPSPS tersebut tidak memengaruhi alergenisitas dari kedelai. 30 Gambar 13 Reaktivitas imunologi kacang kedelai GMO dan non-GMO. a Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata pada p0.05 pada jenis kedelai yang sama. Pada Tabel 7 dapat dilihat persen penurunan alergenisitas dari kacang kedelai GMO dan non-GMO setelah glikasi. Pada kedelai GMO penurunan terbesar dapat dilihat pada perlakuan 1:4 yaitu sebesar 91.69 , sedangkan pada kedelai non-GMO pada perlakuan 1:14 sebesar 87.07. Jika hasil ini dibandingkan dengan hasil immunoblotting dapat dikatakan bahwa pada perlakuan 1:4 sudah dapat menurunkan reaktivitas kacang kedelai baik itu GMO maupun non-GMO. Tabel 7 Persen penurunan reaktivitas OD serum penderita alergi terhadap isolat kacang kedelai GMO dan non-GMO setelah proses glikasi Perlakuan GMO Non-GMO IPK:FOS 1:4 92.15±3.52 82.02±2.68 IPK:FOS 1:14 90.61±1.35 86.94±7.24 IPK:FOS 1:30 89.96±1.19 81.88±5.03 IPK:FOS 1:52 85.06±3.25 75.11±3.36 IPK:FOS 1:74 81.79±4.63 74.35±7.24 Mekanisme penurunan alergenisitas akibat glikasi telah banyak dikemukakan, Yoshida et al. 2005 menyampaikan bahwa konjugasi β- Lactoglobulin dan oligosakarida dapat mengurangi imunogenisitas dengan melindungi epitop sel B. APC memproses antigen setelah dimasukkan endosom dan kemudian dipresentasikan. Oleh karena itu, ketahanan antigen terhadap protease endosomal akan sangat penting untuk menentukan imunogenisitas antigen. Proses glikasi dapat menurunkan ketahanan antigen terhadap protease endosomal, yaitu apabila semakin rendah ketahanannya maka memiliki alergenisitas yang rendah. Selanjutnya Yoshida et al. 2005 juga menambahkan bahwa kemungkinan mekanisme lainnya dapat menurunkan alergenisitas pada antigen dengan keberadaan konjugat. APC biasanya memakan antigen pada fagositosis. Sakarida pada konjugasi protein diduga mengganggu proses fagositosis sehingga menyebabkan berkurangnya alergenisitas. Hal serupa juga disampaikan oleh Bielikowicz et al. 2010 yang melakukan konjugasi protein gandum dan glukosa pada kondisi kering bahwa konjugasi gula dengan 0.004 a 0,147 bc 0,027 c 0,019 bc 0,027 b 0,037 b 0,038 a 0,319 b 0,026 b 0,031 b 0,033 b 0,049 b 0,060 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 Kontrol 1:04 1:14 1:30 1:52 1:74 Opt ic al de ns it y Perbandingan isolat kedelai dan FOS Kontrol Negatif Non-GMO GMO 31 gugus protein dapat menutupi masking beberapa epitop sehingga mengurangi imunoreaktivitas sampel yang terglikasi, meskipun pengenalan epitop baru tidak dapat diabaikan. Bielikowicz et al. 2012 melaporkan bahwa globulin 7S pada kacang polong yang terglikasi mengakibatkan penurunan afinitas terhadap antibodi yang menyebabkan keterbatasan sifat-sifat alergenisitasnya. Di sisi lain, globulin 7S yang terglikasi dapat menstimulasi pematangan sel Th0 ke Th2 yang juga dapat berpartisipasi dalam proses peningkatan alergi pangan. Penurunan sitotoksisitas dan transportasi melalui Caco-2 monolayer dari globulin 7S kacang polong terglikasi dapat menurunkan alergenisitas yang disebabkan oleh keterbatasan transportasi ke sel sistem kekebalan tubuh atau sel imun. Gambar 14 Pengaruh pengolahan pada integritas epitop protein Nowak-Wegrzyn dan Fiocchi 2009 Secara umum antibodi IgE dapat mengenali epitop sekuen epitop linear dan epitop konformasi Gambar 14. Epitop sekuen merupakan epitop yang dapat dikenali oleh antibodi berdasarkan urutan asam amino. Sedangkan epitop konformasi merupakan epitop struktur tiga dimensi yang terdiri dari asam-asam amino dalam lipatan protein. Sebagian besar antibodi mengenali epitop konformasi yang memiliki bentuk tiga dimensi yang spesifik. Proses pemanasan, perlakuan enzimatis dan pengasaman pH rendah dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur protein epitop konformasi namun tidak pada struktur epitop sekuen, sehingga dapat mengurangi sifat alergenisitasnya Nowak- Wegrzyn dan Fiocchi 2009. 32 Gambar 15 Diagram pita dari struktur Gly m BD 28K. Warna biru dan ungu mewakili dua wilayah protein dan hijau menunjukkan epitop imunodominan Xiang et al. 2004 Contoh epitop protein alergen kacang kedelai dapat dilihat pada Gambar 15 yang merupakan gambaran dari struktur salah satu protein alergen pada kacang kedelai yaitu Gly m BD 28K. Gly m BD 28K merupakan protein alergen mayor yang terdapat pada kacang kedelai dengan berat molekul 28 KDa. Warna hijau pada gambar merupakan sisi epitop dari Gly m BD 28K, sisi ini berikatan dengan IgE spesifik. Glikasi yang dilakukan menggunakan FOS, diduga menyebabkan bagian epitop akan berubah strukturnya sehingga tidak dapat berikatan dengan IgE dan dapat menurunkan alergenisitas dari protein alergen. 33 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Proses glikasi yang dilakukan menggunakan FOS dapat meningkatkan derajat glikasi dan menurunkan grup amino bebas pada isolat protein kedelai GMO dan non-GMO. Glikasi juga memengaruhi profil berat molekul protein isolat kacang kedelai GMO dan non-GMO. Kacang kedelai GMO yang tidak terglikasi memiliki pita- pita protein dengan berat molekul 4.80-145.8 kDa, sedangkan untuk kacang kedelai non-GMO memiliki berat molekul antara 4.8-103.3 kDa. Kacang kedelai GMO memiliki 9 protein alergen dan kedelai non-GMO memiliki 8 protein alergen. Setelah glikasi, hanya teridentifikasi 2 pita protein untuk masing-masing kacang kedelai dengan berat molekul 126.1 dan 19.1 pada kedelai GMO dan 103.3 dan 10.3 pada kedelai non-GMO untuk semua perlakuan. Persen penurunan reaktivitas serum penderita alergi terbesar terhadap isolat kacang kedelai GMO dan non-GMO yang telah terglikasi ditunjukkan pada perlakuan konjugasi IPK-FOS 1:4. Perlakuan 1:4 sudah efektif dalam menurunkan alergenisitas dari protein kedelai GMO dan non-GMO.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan untuk menganalisis struktur epitop yang terjadi akibat reaksi glikasi dan menggunakan kontrol isolat protein kedelai dengan pemanasan. Selain itu disarankan untuk melakukan verifikasi pengujian profil elektroforesis protein standar berberat molekul tinggi pada kisaran 30-460 kDa. 34 DAFTAR PUSTAKA Amnuaycheewa P, Elvira GdM. 2010. Purification, characterisation, and quantification of the soy allergen profiling Gly m 3 in soy products. Food Chem. 119:1671 –1680. Arun Ö Özgen, Funda Y, Karlo M. 2013. PCR detection of genetically modified maize and soy in mildly and highly processed foods. Food Control. 32:525- 531. Astuti RM.2012.Isolasi dan Karakterisasi Protein Kacang Kedelai, Kacang Tanah, dan KacangBogor untuk Pembuatan Isolat Alergen [tesis]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ballmer-Weber BK, Holzhauser T, Scibilia J, Mittag D, Zisa G, Ortolani C, Oesterballe M, Poulsen LK, Vieths S, Bindslev-Jensen C. 2007. Clinical characteristics of soybean allergy in Europe: A double-blind, placebo- controlled food challenge study. J Allergy Clin Immunol. 119:1489 –1496. Ben-Shoshan M, Daniel WH,Lianne S, Joseph F, Lawrence J, Yvan St P, Samuel BG, Susan JE, Ann EC. 2010. A population-based study on peanut, tree nut, fish, shellfish,and sesame allergy prevalence in Canada. J Allergy Clin Immunol. 1256:1327-1335. Breiteneder H, Ebner C. 2000.Molecular and biochemical classification of plant- derived food allergens. J Allergy Clin Immunol. 106:27 –36. Bielikowicz K, Pawel W, Elzbieta K, Maigorzata I, Beata J,Henryk K. 2010. Influence of glycation of wheat albumins and globulins on their immunoreactivity and physicochemical properties. Pol J Nutr Sci. 604: 335-340. Bielikowicz K, Kostyra H, Kostyra E, Teodorowicz M, Rigby N, Wojtacha P. 2012. The influence of non-enzymatic glycosylation on physicochemical and biological properties of pea globulin 7S. Food Res Int. 48:831 –838. Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Method. New York: Willey-Liss Inc. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantification of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. J Analytical Biochem 72:248-254. Brake DG, Evenson DP. 2004. A generational study of glyphosate-tolerant soybeans on mouse fetal, postnatal, pubertal and adult testicular development. Food Chem Toxicol. 42:29 –36. Bu G, Luo Y, Lu J, Zhang Y. 2010. Reduced antigenicity of β-lactoglobulin by conjugation with glucose through controlled Maillard reaction conditions. Food Agr Immunol . 21 2:143-156. Chen N, Mouming Z, Weizheng S, Jiaoyan R, Chun C. 2013. Effect of oxidation on the emulsifying properties of soy protein isolate. Food Res Int. 52:26 – 32. Chen L, Chen J, Ren J, Zhao M. 2011. Modifications of soy protein isolates using combined extrusion pre-treatment and controlled enzymatic hydrolysis for improved emulsifying properties. Food Hydrocolloids. 255: 887-897. Cianferoni A, Jonathan MS. 2009. Food Allergy: Review, Classification and Diagnosis. Allergol Int. 584:457-466.