Profil Berat Molekul Protein berdasarkan Elektroforesis SDS-PAGE

23 matriks gel, bentuk, muatan dan komposisi kimia dari molekul agar dapat terpisah Roy et al. 2012. Hasil elektroforesis SDS-PAGE kacang kedelai GMO menunjukkan adanya 11 pita protein Gambar 9 yang memiliki berat molekul antara 4.80 kDa-145.8 kDa dengan beberapa pita protein yang cukup tebal yaitu 103.3 kDa, 51.1 kDa dan 19.1 kDa. Kacang kedelai non-GMO memiliki 9 pita protein Gambar 10 yang memiliki berat molekul antara 4.8 kDa-103.3 kDa. Ketebalan pita protein menunjukkan bahwa pada pita tersebut terkandung konsentrasi protein yang tinggi, namun belum tentu menunjukkan bahwa pita tersebut merupakan protein alergen. Sitorus 2014 melaporkan hasil elektroforesis SDS-PAGE isolat kacang kedelai memiliki 8 pita protein dengan berat molekul antara 9.6 kDa-114.7 kDa. Sedangkan Astuti 2012 mendapatkan 7 protein pada kacang kedelai dengan berat molekul antara 20 kDa-83.7 kDa. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan sampel kacang kedelai yang digunakan seperti varietas hingga tempat tumbuh. Kedelai GMO kontrol GMO 1:4 GMO 1:14 GMO 1:30 GMO 1:52 GMO 1:74 Gambar 9 Profil berat molekul protein kacang kedelai GMO sebelum dan sesudah glikasi Proses glikasi dengan FOS merubah profil berat molekul protein kedelai baik GMO maupun non-GMO yang dapat dilihat pada Gambar 9 – 10. Pada kedelai GMO dan non-GMO yang telah terglikasi terdapat beberapa protein yang tidak ditemui seperti pada kedelai kontrol. Dari hasil elektroforesis dapat dilihat bahwa jumlah FOS yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap pita protein, hal ini dapat dilihat bahwa pada konsentrasi yang paling kecil telah dapat merubah pita protein kedelai. Glikasi dapat meningkatkan berat molekul protein namun dapat juga menghilangkan beberapa pita protein. Van de Lagemaat 2007 mengonjugasikan isolat protein kedelai dengan FOS. Dari hasil tersebut dilaporkan bahwa pada protein yang terglikasi hanya terdapat dua pita protein dengan berat molekul sekitar 45 dan 66 KDa. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar protein kedelai bereaksi dengan FOS, selain itu proses panas pada saat konjugasi akan mendenaturasi protein sehingga tidak terdeteksi pada SDS-PAGE. Hal serupa juga disampaikan oleh Usui et al. 2004 bahwa konjugasi isolat protein kedelai 24 dengan galaktomanan dan kitosan menghasilkan pola elektroforesis yang lemah pada protein yang terglikasi. Pada gambar 9 juga dapat dilihat protein alergen yang masih terdeteksi setelah glikasi yaitu Gly m BD 68K 69.7 kDa, alergen dari fraksi whey protein 19.1 kDa dan alergen methionine rich protein 12.4 kDa. Pada protein kacang kedelai GMO terdapat 5 pita protein yang hilang akibat glikasi yaitu dengan berat molekul 10.3 kDa; 58.3 kDa; 82.8 kDa; 126.1 kDa dan 145.8 kDa. Protein pada 10.3 kDa merupakan protein alergen dengan kandungan metionin yang tinggi Amnuaycheewa dan Elvira 2010 dengan berat molekul antara 8-12 kDa. Glikasi juga dapat menghilangkan salah satu protein alergen mayor yaitu pada 58.3 kDa yang merupakan subunit α dari β-conglycinin yaitu Gly m BD 60K. β-conglycinin dikenal sebagai protein cadangan utama yang mencakup tiga subunit yaitu α ~67 kDa , α ~71 kDa dan β ~50 kDa Ogawa et al. 2000. Alergen mayor adalah alergen yang dapat berikatan dengan IgE dari lebih 90 penderita alergi pangan spesifik Mills et al. 2003. Sedangkan protein dengan berat molekul 82.8 kDa; 126.1 kDa dan 145.8 kDa dapat merupakan gabungan dari beberapa subunit protein alergen kedelai sehingga memiliki berat molekul yang cenderung lebih tinggi. Berat molekul protein yang terdeteksi pada kedelai GMO disajikan pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5 Berat molekul protein kedelai GMO sebelum dan sesudah glikasi BM sebelum glikasi BM sesudah glikasi Alergen 145.8 - - 126.1 - - 103.3 103.3 - 82.8 - - 69.7 69.7 Gly m BD 68K 58.3 - Gly m BD 60K 51,1 - 7S-Globulin 19.1 19.1 Fraksi whey 12.4 12.4 Methionine rich protein 10.3 - Methionine rich protein 4.8 4.8 - Protein kacang kedelai non-GMO yang hilang selama glikasi adalah 4 protein pada berat molekul 10.3 kDa; 55.9 kDa; 64.7 kDa dan 95.1 kDa. Pada kacang kedelai GMO protein kacang kedelai yang hilang adalah protein dengan berat molekul 10.3 kDa. Protein dengan berat molekul 55.9 kDa merupakan alergen mayor jenis glisinin-globulin yang memiliki berat molekul sekitar 52-55 kDa Amnuaycheewa dan Elvira 2010. Glisinin merupakan protein utama pada kedelai yaitu sekitar 35-40 dari keseluruhan protein kedelai. Glisinin secara keseluruhan memiliki berat molekul antara 320-360 kDa yang terdiri dari 6 subunit Cordle 2004. Selain Glisinin, alergen mayor yang hilang akibat glikasi pada protein kedelai non-GMO adalah protein pada 64.7 kDa yang merupakan 25 alergen Gly m Bd 60K yang juga merupakan subunit dari β – conglycinin Ogawa et al. 2000 . β – conglycinin memiliki berat molekul antara 140-180 kDa yang terdiri dari 3 subunit Cordle 2004. Kedelai non- GMO kontrol non-GMO 1:4 non-GMO 1:14 non-GMO 1:30 non-GMO 1:52 non-GMO 1:74 Gambar 10 Profil berat molekul protein kacang kedelai non-GMO sebelum dan sesudah glikasi Tabel 6 Berat molekul protein kedelai non-GMO sebelum dan sesudah glikasi BM sebelum glikasi BM sesudah glikasi Alergen 103.3 103.3 - 95.1 - - 69.7 69.7 Gly m BD 68K 64.4 - Gly m Bd 60K 55.9 - 7S-Globulin 51.1 51.1 7S-Globulin 19.1 19.1 Fraksi whey 10.3 - Methionine rich protein 4.8 4.8 - Proses glikasi dengan penambahan FOS yang dipanaskan pada suhu 95 °C selama 60 menit mengakibatkan pengurangan pita protein Tabel 5 dan Tabel 6. Pengurangan pita protein selain disebabkan oleh konjugasi dengan FOS juga disebabkan oleh denaturasi protein selama proses konjugasi. Sitorus 2014 melaporkan bahwa proses pemanasan kedelai dengan perebusan, pengukusan, penyangraian dan pengovenan selama 60 menit menyebabkan profil berat molekul protein berkurang. Proses pemanasan menyebabkan terdenaturasinya protein sehingga tidak dapat terdeteksi pada pengujian SDS-PAGE. Kacang kedelai yang tidak dipanaskan memiliki 8 pita protein dengan berat molekul 9.6-114.7 kDa, 26 sedangkan kacang kedelai yang diberi perlakuan pemanasan hanya memiliki 2 sampai 6 pita protein. Menurut Bielikowicz et al. 2010 glikasi yang dilakukan dengan penambahan gula pereduksi dapat mengurangi jumlah dan ketebalan pita protein pada pola elektroforesis jika dibandingkan perlakuan yang hanya dengan pemanasan saja. Reaksi glikasi isolat protein kedelai dengan gum akasia membentuk konjugat protein-polisakarida yang memberikan pola elektroforesis dengan pita yang lebar dan tebal diantara stacking gel dan separating gel. Hal ini diduga disebabkan oleh konjugat dengan berat molekul tinggi tidak bisa masuk ke dalam stacking gel Mu et al. 2011. Konjugat yang memiliki berat molekul tinggi ini kurang dapat berpenetrasi ke dalam separating gel, untuk itu perlu dilakukan verifikasi. Verifikasi profil elektroforesis dapat dilakukan dengan menggunakan protein standar dengan berat molekul tinggi yaitu pada kisaran 30-460 kDa. Dengan demikian maka perubahan profil eketroforesis yang ditunjukkan dengan jumlah dan berat molekul pita protein pada penelitian ini disebabkan oleh faktor pengolahan dan proses glikasi.

4.3 Sifat Alergenisitas a. Respon Antigenik Isolat Protein Terglikasi

Immunoblotting merupakan teknik pengujian alergenisitas secara kualitatif yang dapat melihat pita protein yang dapat menyebabkan alergi. Teknik immunoblotting dilakukan dengan menransfer hasil elektroforesis yang belum diwarnai pada membran nitroselulosa serta menggunakan serum penderita alergi yang kemudian akan mengenali pita protein yang mengandung alergen. Pita berwarna coklat menunjukkan bahwa protein alergen berikatan dengan IgE serum penderita alergi. Dari hasil immunoblotting kacang kedelai GMO Gambar 11 dapat dilihat terdapat 9 protein alergen. Pada hasil elektroforesis terdapat 11 pita protein Gambar 9, dengan demikian 2 protein tidak terdeteksi sebagai protein alergen yaitu pada berat molekul 145.8 dan 4.8 KDa. Sedangkan pada kacang kedelai non- GMO Gambar 12 terdapat 8 protein alergen dari 9 protein pada hasil elektroforesis. Protein yang tidak terdeteksi sebagai protein alergen pada kedelai non-GMO sama seperti protein kedelai GMO yaitu dengan berat molekul 4.8 KDa. Proses pengolahan pangan yang melibatkan reaksi glikasi dapat menurunkan tingkat alergenisitas suatu bahan pangan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar 9 untuk kedelai GMO dan Gambar 10 untuk kedelai non-GMO. Proses glikasi dapat mengurangi protein alergen pada kedelai GMO dan non-GMO. Dari Gambar 12 dan Gambar 13 dapat dilihat bahwa perlakuan terkecil yaitu 1:4 sudah dapat menurunkan alergenisitas kacang kedelai, karena dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan hasil dari berat molekul pita yang mengandung alergen. Hasil pengujian immunoblotting ini juga menunjukkan hal yang sama dengan pita yang terdapat pada elektroforesis yaitu tidak ada perbedaan antara perlakuan terkecil hingga terbesar. Bielikowicz et al. 2010 melaporkan bahwa pada hasil immunobloting dengan serum penderita alergi didapatkan 9 fraksi mayor dan 5 fraksi minor pada sampel mentah dan kontrol 27 tanpa gula pereduksi namun terjadi penurunan reaktivitas pada sampel yang terglikasi dengan penambahan gula pereduksi. Kedelai GMO kontrol GMO 1:4 GMO 1:30 GMO 1:74 Gambar 11 Profil protein alergen kacang kedelai GMO sebelum dan sesudah glikasi Setelah glikasi pada kedua protein kedelai ditemukan 2 pita protein alergen dengan berat molekul berbeda. Pada kedelai GMO protein yang masih dapat berikatan dengan serum adalah protein dengan berat molekul 19.1 kDa dan 126.1 kDa. Alergen 19.1 kDa Amnuaycheewa dan Elvira et al. 2010 merupakan fraksi whey pada protein kedelai sedangkan protein dengan 126.1 kDa merupakan protein yang memiliki berat molekul 70 kDa namun memiliki sisi protein yang dapat dikenali oleh antibodi. Protein ini sama seperti protein alergen yang masih terdeteksi pada protein kedelai non-GMO yang telah terglikasi yaitu 103.3 kDa. Protein lainnya yang juga terdeteksi pada protein kedelai non-GMO yang telah terglikasi adalah dengan berat molekul 10.3 kDa yang merupakan protein alergen dengan kandungan metionin yang tinggi Amnuaycheewa dan Elvira 2010. Glikasi dengan perlakuan pengolahan panas seperti perebusan, pengukusan, pemanggangan dan penyangraian yang dilakukan Sitorus 2014 menunjukkan bahwa perlakuan yang dilakukan dapat menghilangkan seluruh protein alergen yang terdapat pada kacang kedelai. Hal ini terbukti dengan tidak terdeteksi satupun pita protein alergen pada pengujian immunoblotting untuk semua perlakuan. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian terhadap perubahan struktur epitop pada protein kedelai yang terjadi selama glikasi, untuk itu masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat dilihat perubahan yang terjadi pada struktur epitop akibat glikasi.