5.8 Susut Bobot
Secara ekonomi susut bobot pada produk pertanian akan sangat merugikan, terutama bagi produk yang dijual berdasarkan beratnya. Susut bobot
dapat diartikan kehilangan kandungan air pada produk yang mempengaruhi penampakan fisik, tekstur, dan nilai gizi buah manggis.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 10 hari dalam suhu ruang pada masing- masing perlakuan kemasan dan pola pengaturan buah, diketahui
bahwa susut bobot pada masing- masing perlakuan mengalami peningkatan. Selanjutnya rerata nilai susut bobot Tabel 22 diketahui bahwa susut bobot
terendah dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas kemasan 15 kg menggunakan pola fcc K
15
P
f
yaitu sebesar 1.05, sementara susut bobot tertinggi dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 8 kg menggunakan
pola jumble K
8
P
j
yaitu sebesar 1.20. Tabel 22 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan terhadap perubahan susut bobot
Perlakuan Rerataan susut bobot
Notasi Kapasitas 8 Jumble K
8
P
j
Kapasitas 8 Fcc K
8
P
f
Kapasitas 15 JumbleK
15
P
j
Kapasitas 15Fcc K
15
P
f
1.20 1.09
1.11 1.05
a b
b b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5
Tingginya nilai susut bobot pada perlakuan K
8
P
j
menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada perlakuan tersebut juga tinggi diantara perlakuan
lainnya. Sebaliknya nilai susut bobot terendah yang dihasilkan perlakuan K
15
P
f
menggambarkan tingkat kerusakan yang rendah pula. Seperti halnya pada perubahan laju respirasi, kerusakan buah pada perlakuan K
8
P
j
dikarenakan buah dalam kemasan memiliki kedudukan yang tidak kompak, sehingga intensitas
gesekan dan benturan antara buah penyebab kerusakan menjadi lebih tinggi. Tingkat kerusakan yang tinggi pada permukaan buah mengakibatkan buah
kehilangan pelindung alaminya seperti lapisan lilin, maka kegiatan transpirasi dan kehilangan air berlangsung lebih cepat dan memacu susut bobot menjadi lebih
tinggi. Utama 2002 menyatakan bahwa kehilangan air dari produk secara
potensial terjadi melalui bukaan alami yang terdapat pada jaringan luar permukaan produk segar yang dipengaruhi oleh faktor internal seperti perlukaan
pada permukaan produk. Selain proses transpirasi, kehilangan air pada tanaman juga disebabkan
adanya proses respirasi. Dalam proses respirasi selain dihasilkannya CO
2
juga dihasilkan sejumlah air sehingga dapat dikatakan bahwa dengan tingginya tingkat
kerusakan maka jumlah air yang dihasilkan juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada pengamatan laju respirasi pada masing- masing
perlakuan. Laju respirasi tertinggi dihasilkan pada perlakuan K
8
P
j
dan susut bobot tertinggi juga dihasilkan oleh perlakuan yang sama.
Kondisi sebaliknya diperoleh pada perlakuan K
15
P
f.
Rendahnya susut bobot yang terjadi pada perlakuan ini dikarenakan susunan buah yang terdapat
dalam kemasan adalah kompak yang dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat gesekan dan benturan antar buah.
Selain disebabkan oleh kondisi buah yang kompak, tingkat kerusakan buah yang rendah pada perlakuan K
15
P
f
juga dipengaruhi oleh jumlah bidang sentuh contact point yang terjadi antar buah dalam pola fcc. Dalam pola fcc jumlah
bidang sentuh antar buah lebih banyak dibandingkan dengan buah yang disusun menggunakan pola lainnya seperti jumble. Dengan banyaknya bidang sentuh pada
buah yang disusun dengan pola fcc, maka jumlah beban yang ada dapat tersebar secara merata pada masing- masing bidang sentuh diseluruh permukaan buah.
Sebaran beban yang merata pada bidang sentuh tersebut menyebabkan jumlah beban yang diterima oleh satu bidang sentuh contact point menjadi lebih kecil,
sehingga kerusakan yang terjadi akibat beban yang terakumulasi pada satu titik dapat dihindari. Peleg 1985 menyatakan bahwa jumlah bidang sentuh contact
point pada pola fcc mencapai 12 titik sementara untuk pola lainnya adalah sebesar 6, 8 atau 10 bidang sentuh contac point tergantung pada pola
penyusunan buah yang dilakukan. Perubahan susut bobot selama pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 29.
Gambar grafik menunjukkan bahwa susut bobot yang terjadi selama waktu penga matan pada perlakuan K
8
P
f
memiliki kecanderungan garis dan perubahan susut bobot yang hampir sama dengan perlakuan K
15
P
f
. Dari kedua perlakuan
tersebut menunjukkan bahwa pola fcc pada masing- masing kapasitas kemasan memiliki perubahan susut bobot yang lebih rendah dibandingkan pola jumble.
Hasil analisis sidik ragam Lampiran 11 menunjukkan perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap
perubahan susut bobot. Setelah dilakukan uji lanjut interaksi antar perlakuan Tabel 22 dihasilkan bahwa perlakuan K
8
P
j
berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya sementara perlakuan
K
8
P
f ,
K
15
P
j
dan perlakuan K
15
P
f
memberikan pengaruh yang tidak
berbeda antar perlakuan.
Gambar 29 Grafik perubahan susut bobot
5.9 Kekerasan Kulit Buah