5.6 Pengaruh Perlakuan Terhadap  Laju Respirasi
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah dipanen. Buah manggis yang telah dipanen tetap menunjukkan aktivitas
hidup walaupun telah dipisahkan dari inangnya. Energi  yang digunakan untuk menjaga komponen sistem metabolisme bekerja dengan baik dan yang diperoleh
merupakan hasil dari kegiatan respirasi. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme oleh sebab itu,  sering dianggap sebagai
petunjuk  mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek Pantastico 1997.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap  laju respirasi buah pada tiap kemasan  untuk  masing- masing pola pengaturan Tabel  18,  diperoleh bahwa
rataan laju  produksi    CO
2
terendah    dihasilkan pada  buah yang dikemas dengan kapasitas  15 kg menggunakan  pola fcc K
15
P
f
yaitu sebesar 26.302 mlkg jam. Laju produksi CO
2
tertinggi dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 8 kg menggunakan pola jumble K
8
P
j
yaitu sebesar 31.007 mlkg jam. Pola yang sama juga  ditunjukkan  untuk nilai laju konsumsi O
2
. Seperti halnya pada laju produksi CO
2
, laju konsumsi O2 terendah juga dihasilkan oleh buah yang dikemas berkapasitas 15 kg dengan pola fcc K
15
P
f
yaitu sebesar 66.737 mlkg jam. Laju konsumsi  O
2
tertinggi dihasilkan oleh buah yang dikemas  berkapasitas 8 kg dengan pola jumble.
Tabel 18  Nilai  laju  respirasi masing- masing perlakuan. Perlakuan
Laju  respirasi CO
2
mlkg jam Laju  respirasi O
2
mlkg jam Kapasitas 8 Jumble K
8
P
j
Kapasitas 8 Fcc K
8
P
f
Kapasitas 15Jumble K
15
P
j
Kapasitas 15Fcc K
15
P
f
31.007 29.484
29.032 26.302
69.561 68.984
67.519 66.737
Laju produksi CO
2
terendah pada perlakuan  K
15
P
f
yaitu buah yang dikemas  berkapasitas 15 kg dengan pola  fcc  dapat diartikan bahwa buah pada
perlakuan tersebut mengalami tingkat kerusakan yang rendah. Sebaliknya laju produksi CO
2
tertinggi yang  dihasilkan  pada perlakuan K
8
P
j
yaitu buah yang
dikemas  berkapasitas 8 kg dengan pola jumble, dapat diartikan bahwa buah pada
perlakuan tersebut mengalami tingkat kerusakan tertinggi dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Pantastico 1997 menyatakan bahwa parahnya kerusakan yang
terjadi dapat memacu respirasi sebagai pengaruh  dihasilkan gas etilen. Hal  ini dapat  diartikan  bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan yang terjadi pada suatu
produk, maka laju respirasi yang terjadi pada produk tersebut juga akan  tinggi. Tingginya laju respirasi pada buah manggis pasca transportasi diduga akibat dari
kerusakan mekanis yang disebabkan oleh benturan dan gesekan antar buah dalam kemasan.
Rendahnya laju respirasi yang terjadi pada buah yang dikemas dengan kapasitas 15 kg berpola fcc K
15
P
f
dikarenakan pada pola fcc  memiliki susunan buah  yang  kompak. Kondisi kompak tersebut diartikan bahwa  buah di dalam
kemasan memiliki kedudukan tetap dan tidak berubah. Dengan kondisi buah yang kompak,  maka gesekan yang terjadi sela ma produk ditransportasikan dapat
dihindari.  Kondisi sebaliknya diperoleh  pada buah yang dikemas  berkapasitas 8 kg dengan cara jumble. Laju respirasi yang tinggi pada perlakuan K
8
P
j
dikarenakan  pada pola jumble,  buah dalam kemasan memiliki kedudukan yang tidak kompak akibatnya  intensitas  gesekan  dan benturan  antara buah menjadi
lebih  tinggi.  Goncangan yang terjadi selama produk ditransportasikan merupakan penyebab dari gesekan dan benturan tersebut.
Tingkat kekompakan isi kemasan dapat  ditunjukkan  oleh  persentase kepadatan kemasan. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa perlakuan K
15
P
f
memiliki persentase kepadatan  tertinggi yaitu sebesar  66.  Peleg 1985 menyatakan bahwa persentase kepadatan kemasan  maksimum yang dapat dicapai
pada pola  fcc  untuk jumlah buah N yang berada dalam  kisaran 50  N  300 adalah antara  55  sampai  68. Selanjutnya dinyatakan bahwa persentase
kepadatan kemasan maksimum yang dapat dicapai pada buah yang dikemas dengan pola jumble hanya mampu  mendekati 50.    Berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan buah yang  dikemas dengan pola jumble akan memberikan lebih banyak ruang kosong dibandingkan pola  fcc.  Adanya ruang kosong yang lebih
banyak  pada buah berpola jumble  memungkinkan  tingkat kerusakan akibat goncangan akan menjadi lebih besar pada perlakuan tersebut.
Perubahan laju respirasi dalam satuan waktu selama pengamatan ditunjukkan  oleh    Gambar 26    grafik  a  dan  grafik  b.  Pada grafik  a  diketahui
bahwa  setiap perlakuan memiliki  pola yang hampir sama dari waktu ke  waktu kecuali perlakuan kemasan berkapasitas 8 kg dengan pola jumble. Perlakuan K
8
P
j
berdasarkan grafik  menunjukkan  perbedaan pola pada  kondisi awal,  dimana saat perlakuan lainnya cenderung mengalami penurunan laju respirasi, perlakuan K
8
P
j
menunjukkan peningkatan. Dilihat dari perubahan produksi CO
2
dan O
2
perlakuan K
8
P
j
memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam  Lampiran  9  menunjukkan  bahwa  perlakuan
pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap laju respirasi produksi CO
2
. Selanjutnya setelah dilakukan uji lanjut interaksi antar perlakuan Tabel 19 dihasilkan bahwa perlakuan K
8
P
j
berbeda nyata dengan tiga perlakuan  lainnya; perlakuan K
8
P
f
tidak berbeda nyata dengan perlakuan K
15
P
j
namun berbeda dengan dua perlakuan lainnya dan  perlakuan K
15
P
f
yang memproduksi CO
2
terkecil berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya. Ini berarti bahwa perlakuan K
8
P
f
dan perlakuan K
15
P
j
memberikan pengaruh yang sama dan tidak berbeda terhadap laju produksi CO
2
walaupun  besarannya menunjukkan angka yang berbeda.
Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh masing- masing perlakuan terhadap laju respirasi konsumsi O
2
Lampiran 10  diketahui  bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata
terhadap laju respirasi produksi O
2
. Kondisi ini diduga akibat dari sistem pengukuran analog pada alat  portable oxygen tester  POT 101, sehingga tingkat
ketelitian yang ditunjukkan alat tersebut tidak sebaik alat continous gas analyzer yang menggunakan sistem digital.  Winarno 2002 menyatakan jumlah oksigen
yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit sehingga dibutuhkan alat ukur yang memiliki  kepekaan yang sangat tinggi. Penyebab lainnya juga
diduga akibat dari pengkondisian wadah toples yang selalu dibuka  setiap kali selesai dilakukannnya pengukuran laju respirasi, dan hal ini menyebabkan oksigen
selalu tersedia dalam kondisi normal.
a
b Gambar 26 Grafik pola laju respirasi a produksi CO
2
;  b konsumsi O
2
Tabel 19 Hasil uji  lanjut pengaruh  interaksi terhadap laju  respirasi Perlakuan
Laju  respirasi CO
2
mlkg jam Laju  respirasi O
2
mlkg jam Kapasitas 8 Jumble K
8
P
j
Kapasitas 8 Fcc K
8
P
f
Kapasitas 15 Jumble K
15
P
j
Kapasitas 15 Fcc K
15
P
f
31.007    a 29.484    b
29.032    b 26.302    c
69.561  a 68.984  a
67.519  a 66.737  a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan  5
15,0 25,0
35,0 45,0
55,0 65,0
50 100
150 200
250 Konsentrasi CO2 mlKg
Waktu Jam FCC,8 Kg
Jumble,8 Kg Fcc, 15
Jumble,15
50 100
150 200
250 300
350
50 100
150 200
250 Konsentrasi O2 mlKg
Waktu Jam FCC,8 Kg
Jumble,8 Kg Fcc, 15
Jumble,15
5.7 Persentase Kulit Buah yang Melesak dan Kerusakan Fisik