4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Perairan Waduk Cirata Secara Fisika, Kimia, dan Biologi
Degradasi lingkungan lahan budidaya akibat tingginya cemaran dan kesalahan pengelolaan budidaya yang berakibat pada perubahan perairan secara
fisika, kimia, dan biologi. Aktivitas kegiatan KJA memberikan dampak yang signifikan terhadap terjadinya perubahan kualitas air Waduk Cirata Prihadi
2004. Perkembangan KJA di Waduk Cirata terjadi sangat cepat, Garno Adibroto 1999 dalam Prihadi 2005 mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786
KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA menutupi 136 ha atau 2,2 permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton 8,667 ton N dan 1,239 ton P sedangkan pada tahun 2003 tercatat sebanyak 38.276 unit KJA, sehingga sisa pakan yang berada di dasar
waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah KJA ini sudah menutupi permukaan Waduk Cirata sebesar 15–20. Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di
Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit, walaupun yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60 atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah
tangga petani RTP 2.838 BPWC 2009 jauh melebihi daya dukung yang telah direkomendasikan.
Standarisasi penentuan tingkat cemaran air Waduk Cirata, didasarkan pada hasil evaluasi kualitas air dari tiap-tiap stasiun pengamatan yang berdasarkan pada
baku mutu air PP. No. 82 Tahun 2001 dengan evaluasi menggunakan metode STORET. Menurut Purnamawati 2009, kualitas air sangat ditentukan oleh
konsentrasi bahan pencemar di dalam air, PP. No. 82 Tahun 2001, menjelaskan bahwa pencemaran air adalah turunannya kualitas air ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Secara prinsif metode Storet adalah membandingkan antara dua kualitas air
dengan baku mutu yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air tersebut. Penentuan status mutu air Waduk Cirata menunjukkan
kualitas airnya telah melewati baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya. Indeks penghitungan baku mutu air Waduk Cirata berdasarkan pada
penggolongan klasifikasi baku mutu air yang terdiri dari Kelas I, Kelas II, Kelas III, dan Kelas IV berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 pasal 8.
Parameter-parameter yang melewati standar baku mutu berperan dalam pemberian skor pada penghitungan dengan metode Storet Tabel 9 dan data
pengukuran kualitas air disajikan pada Lampiran 1. Parameter yang melebihi standar baku mutu menunjukkan bahwa perairan tersebut telah mengalami
perubahan ke arah yang lebih buruk tercemar. Dari hasil perhitungan dengan metode Storet kualitas air pada Kelas I, II, dan III telah tercemar berat, hanya
Kelas IV yang masuk kategori tercemar sedang. Tabel 9. Penentuan kualitas air Waduk Cirata dengan metode Storet
Sampel
Kelas I Kelas II
Kelas III Kelas IV
Parameter yang tidak
memenuhi Parameter
yang tidak memenuhi
Parameter yang tidak
memenuhi Parameter
yang tidak memenuhi
Air Waduk Cirata stasiun
I, II, dan III Sulfide,
fenol, COD, BOD, total
fosfat, Pb, Cd, Hg
-70 TB Sulfide,
ammonia, fenol, total
fosfat, Pb, Cd,
-60 TB Sulfide,
ammonia, fenol, total
fosfat, Pb, Cd,
-60 TB Sulfide, Cd,
-20 TS Keterangan: TB tercemar berat, TS tercemar sedang
Peruntukan air untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berada pada kategori Kelas III. Dari hasil perhitungan, kualitas air Waduk Cirata sudah termasuk dalam
kategori tercemar berat. Parameter-parameter yang sudah tercemar di perairan Waduk Cirata disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Nilai parameter kualitas air hasil pengukuran dan standar baku mutu Parameter kualitas air
Baku mutu Hasil pengukuran
Maxsimum Minimum Rerata Sulfide mgL
Amonia mgL Fenol mgL
Total fosfat mgL Timbal Pb mgL
Kadmium Cd mgL 0,002
0,02 0,001
1,0 0,03
0,01 0,2
0,104 0,05
1,50 0,29
0,035 0,2
0,052 0,05
1,076 0,105
0,035 0,2
0,052 0,05
1,31 0,198
0,035
Dari Tabel 10 terlihat untuk nilai sulfide, ammonia, fenol, total fosfat, timbal, dan cadmium sudah melebihi standar baku mutu untuk budidaya ikan.
Menurut Effendi 2003 kadar sulfide lebih dari 0,002 mgL mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem pencernaan, kadar fenol lebih dari 0,01 berakibat
toksik bagi ikan. Nilai amoniak tinggi di perairan berasal dari sisa-sisa pakan dan feses ikan yang berasal dari KJA di sekitar stasiun pengamatan. Dengan terjadinya
penumpukan bahan organik yang terus-menerus di dasar perairan maka menyebabkan terjadinya proses dekomposisi oleh mikroorganisme sehingga
menghasilkan amoniak yang terus bertambah. Menurut Boyd 1982 keberadaan amoniak diperairan merupakan hasil dari proses dekomposisi dari bahan organik
yang banyak mengandung senyawa nitrogen oleh mikroba, sekresi organisme, reduksi nitrit oleh bakteri, dan kegiatan pemupukan. Nilai amoniak hasil
pengukuran sudah melebihi nilai standar baku mutu untuk budidaya ikan air tawar, karena konsentrasi amoniak lebih dari 0,2 mgL bersifat toksik bagi ikan
McNeely et al. 1979 dalam Effendi 2003. Menurut Boyd 1982 amoniak tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi
ion dalam tubuh ikan, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada jaringan dan mengakibatkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan darah
dalam menstransportasikan oksigen. Sumber utama total fosfat anorganik terutama berasal dari penggunaan
deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga, serta berasal dari industri pupuk pertanian. Sedangkan total fosfat organik barasal dari makanan dan
buangan rumah tangga. Fosfat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan merupakan faktor yang menentukan produktivitas badan air. Menurut Wetzel
1975 perairan yang memiliki kadar total fosfat 0,031-0,1 mgL tergolong perairan eutrofik. Menurut Prihadi 2005 jika suatu perairan ada bahan pencemar
dalam jumlah yang tinggi dan mengakibatkan kandungan fosfatnya tinggi, mengakibatkan terjadinya proses eutrofikasi atau keadaan lewat subur yang
menyebabkan pertumbuhan plankton yang tidak terkendali. Dengan perairan menjadi eutrofikasi, persaingan oksigen menjadi tinggi, serta penetrasi cahaya
metahari menjadi terhalang, keadaan ini akan mengganggu pada kelangsungan hidup ikan yang ada di perairan tersebut.
Efek toksik dari logam timbal pada tubuh ikan akan terikat dalam molekul protein sehingga menghambat aktivitas kerja sistem enzim dalam pembentukan
hemoglobin. Efek toksik kadmium pada ikan adalah merusak struktur jaringan morfologi insang. Menurut Hughes et al. 1979 dalam Darmono 2008 pada dosis
0,002 mgL kadmium ikan mengalami hipoksia kesulitan mengambil oksigen dari air sehingga terjadi penebalan pada sel epitel insang. Dampak lain karena
tingginya nilai kadmium adalah terjadinya hyperplasia pada bagian lamela dan interlamela epitel filament. Menurut Albergoni Viola 1995 pada konsentrasi
20 μg 1
−1
logam berat kadmium dapat menurunkan antibodi pada ikan. Dilihat
dari hasil pengukuran kadmium diperairannya sudah melebihi standar baku mutu, maka layak perairan Waduk Cirata tersebut masuk dalam kategori tercemar berat.
Plankton merupakan salah satu media tempat akumulasi logam berat dalam ekosistem perairan Jannet 2005. Sehingga evaluasi kelimpahan plankton
menjadi penting untuk diketahui. Hasil analisis terhadap plankton di Waduk Cirata disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil analisis terhadap kelimpahan plankton di Waduk Cirata Kelompok Biota ST-1
ST-2 ST-3
Fitoplankton Ulothrik sp
Microspora sp Synedra sp
Diatoma sp Zygnema
Spyrogira sp Ankistrodesmus sp
Oscillatoria sp
Kelimpahan Iid.L Keragaman
Keseragaman
312 375
468 625
593 625
500 375
3.873 2,16
1,04 281
625 531
469 625
469 313
3.313 1,91
0,98 375
344 531
594 531
625 531
344 3.875
2,05 0,99
Zooplankton Paramecium sp
Copepoda sp Corycaeus sp
Keratella sp Notholca sp
Brachionus sp
Kelimpahan Ind.M
3
Keragaman Keseragaman
219 188
375 375
281 469
1.906 1,74
0,97
219 250
344 313
281 438
1.844 1,76
0,98 188
219 344
313 281
438 1781
1,75 0,98
Dari Tabel 11 terlihat bahwa perairan dilihat dari indeks keragaman H’ untuk fitoplankton berkisar antara 1,91-2,16 dan untuk zooplankton nilai indeks
keragamannya berkisar antara 1,74-1,76. Menurut Odum 1971 bahwa nilai keragaman 1-3 termasuk dalam tingkat keragaman sedang. Nilai indeks
keseragaman fitoplankton berkisar antara 0,98-1,04 dan untuk indeks keseragaman zooplankton berkisar antara 0,97-0,98. Menurut Lee et al, 1978
dalam Bahtiar 1994 klasifikasi indeks keseragaman antara 1,0-2,0 tercemar ringan, 1,0 tercemar sedang, dan 2,0 tidak tercemar. Sehingga perairan Waduk
Cirata sudah dalam kategori tercemar sedan-ringan. Dilihat dari kandungan krorofil
a
yang ada di Waduk Cirata berkisar antara 20-60 μgL sudah termasuk
dalam kategori eutrofik-hypereutrofik DKP 2007. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan biomassa fitoplankton krorofil
a
disajikan pada Tabel 12 DKP 2007.
Tabel 12. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan unsur hara dan biomassa fitoplankton krorofil
a
DKP 2007 Parameter
Klasifikasi kesuburan Oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hypereutrofik
Rata-rata Total N μgL
661 753 1.875
Tinggi Rata-rata Total P
μgL 8,0 26,7
84,4 200
Rata-rata krorofil
a
μgL 1,7 4,7
14,3 100-200
Puncak konsentrasi krorofil
a
μgL 4,2 16,1
42,6 500
4.2. Kandungan Logam Berat pada Ikan