2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perairan Waduk Cirata
Pada umumnya habitat air tawar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 1 perairan menggenang atau habitat lentik, misalnya waduk, danau, kolam, rawa,
dan 2 habitat perairan mengalir atau habitat lotik, misalnya mata air dan sungai Koesoebiono dalam Amin 2008. Menurut Amin 2008 habitat lotik terbagi lagi
menjadi dua zone yaitu habitat lotik dingin, dangkal, dan sering mempunyai dasar aliran yang berbatu-batu serta habitat lotik hangat, lebih dalam dengan dasar
berlumpur. Salah satu perairan yang mempunyai fungsi multi guna, yaitu waduk.
Waduk adalah wilayah yang digenangi air sepanjang tahun serta dibentuk atau dibangun atas rekayasa manusia Jangkaru 2002. Waduk dibangun dengan cara
membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan menggenangi bagian daerah aliran sungai DAS atau watershed yang rendah.
Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi. Waduk-waduk yang dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari,
relatif sempit, bertebing curam, dan dalam. Sebaliknya waduk yang dibangun di dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas, dan badan air relatif
dangkal. Waduk merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara,
bahan padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar perairan sehingga perairan menjadi terkontaminasi. Unsur kontaminasi terdiri dari
minyak, pestisida, dan substansi toksik yang dapat merusak kehidupan dasar perairan dan ikan yang hidup di dalamnya. Menurut Darmono 2008 kondisi
hujan asam dan asam dari aliran air yang mengalir ke danau atau waduk merupakan masalah yang serius pada danau atau waduk karena asam dapat
tertimbun didalamnya. Biasanya waduk memiliki drainase, kedalaman rata-rata, kedalaman maksimum, luas beban perairan yang lebih besar dibanding danau,
tetapi dengan waktu tinggal yang lebih pendek Suwignyo 1981; Ryding Rast
1989. Selanjutnya Ilyas et al. 1990 menegaskan, waduk merupakan badan air
yang karakteristik fisika, kimia, dan biologinya berbeda dari sungai yang dibendung. Dari kualitas airnya, waduk lebih stabil dibandingkan dengan sungai
asalnya. Waduk menunjukkan tingkat heterogenitas secara spasial dalam produktifitas dan biomassa fitoplankton karena adanya gradien longitudinal,
kecepatam aliran, waktu tinggal, padatan tersuspensi, ketersediaan cahaya, dan nutrien.
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang ada di Jawa Barat, berada pada DAS Citarum. Waduk Cirata dibangun selain untuk kepentingan pembangkit
tenaga listrik, juga mampu menjadi pusat kegiatan perekonomian bagi masyarakat di sekitar waduk. Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1988 dengan volume
air pada waktu normal sekitar 2.160.000.000 m
3
, luas permukaan air 6.200 ha, kedalaman rata-rata 34,9 m, terdapat kedalaman maksimum Z
maks
106 m. Status kesuburan perairannya adalah mesotrophic hingga eutrophic dengan pola
pencampuran massa air oligomictic Prihadi 2004. Selanjutnya Prihadi 2005 mengatakan, waduk ini mulai dioperasikan pada
tahun 1988 dengan luasan waduk saat dioperasikan pertama kali adalah 6.200 ha. Kondisi Waduk Cirata sampai saat ini telah mengalami degradasi yang sangat
serius. Luasan permukaan Waduk Cirata makin lama semakin sempit dengan kedalaman air yang makin berkurang, karena Waduk Cirata dimanfaatkan untuk
kegiatan budidaya ikan dalam KJA. Menurut Radiarta et al. 2005 pada saat musim penghujan April 2002 luas waduk mencapai 5.794 ha, luas ini
mengalami penurunan saat musim kemarau September 2002 yaitu 4.664 ha. Kedalaman perairan Waduk Cirata mengalami degradasi dimana kedalaman
maksimum hanya 89 m dibandingkan dengan saat pertama kali waduk ini dioperasikan yang mencapai 106 m.
Perkembangan KJA di Waduk Cirata terbilang sangat cepat, Garno Adibroto 1999 dalam Prihadi 2005 mencatat pada tahun 1999 terdapat 27.786
KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA menutupi 136 ha atau 2,2 permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada
sekitar 198,376 ton 8,667 ton N dan 1,239 ton P sedangkan pada tahun 2003 tercatat sebanyak 38.276 unit KJA, sehingga sisa pakan yang berada di dasar
waduk adalah sebesar 279.121 ton. Jumlah KJA ini sudah menutupi permukaan Waduk Cirata sebesar 15–20.
Jumlah KJA di Waduk Cirata sampai tahun 2003 mencapai 38.276 unit, hal ini merupakan jumlah yang sudah melebihi kapasitas yang maksimal sekitar 10
ribuan unit. Pada tahun 2009 jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata sebanyak 51.418 unit, tetapi yang aktif melakukan kegiatan budidaya hanya sebesar 60
atau sebanyak 30.850 unit dengan jumlah rumah tangga petani RTP 2.838 BPWC 2009 Tabel 1. Akibat dari jumlah yang melebihi dari kapasitas
asimilasinya berdampak pada kualitas air yang terus menurun Tabel 2. Tabel 1. Jumlah KJA dan rumah tangga petani di Waduk Cirata tahun 2009
Wilayah No Nama
desa Jumlah
Petani RTP
Jumlah KJA petakkolam
Konstruksi jaring
drum besi
busa
Zona 1 Bandung
1 Margalaksana 497
8.403
46,66 53,34 2 Margaluyu
262 6.337
3 Nanggeleng 51
586 4 Nyenang
128 1.794
5 Bojong Mekar
20 328
Jumlah 958 17.448
Zona 2 Purwakarta
1 Citamiang 93
1.487 79,08 20,.92
2 Sinar Galih
83 2.288
3 Tegal datar
302 5.822
4 Pasir Jambu
87 1.573
Jumlah 565 11.170
Zona 3 Cianjur
1 Bobojong 220
2.614
42,44 57,94 2 Mande
413 8.140
3 Cikidang Bayangbang
250 3.374 4 Kertajaya
174 2.790
5 Gunung Sari
54 1.078
6 Kamurang 204
4.804
Jumlah 1.315 22.800
Total 2.838 51.418
56,06 43,94
Sumber: BPWC 2009
Menurut hasil analisis, limbah pakan yang terdapat di Waduk Cirata berdasarkan kaedah Yap dalam Prihadi 2002 limbah pakan yang berada di dasar
perairan waduk akibat kegiatan perikanan budidaya sebanyak 279.121 ton, artinya jika luas permukaan 6.200 ha sedangkan luas permukaan kegiatan keramba jaring
apung sekitar 158–198 ha, dari perhitungan ini maka ketinggian limbah pakan sekitar 2 meter. Banyaknya pakan yang berada di dasar perairan tersebut sangat
memungkinkan karena tingkat purifikasi air tidak mampu lagi bekerja untuk menguraikan limbah organik tersebut, sehingga usaha restorasi waduk perlu
dilakukan segera. Tabel 2. Data kualitas perairan Waduk Cirata pada tahun 2003
Oksigen tertarut mgL : 6,5–8,5 7,3 ± 0,1
Kandungan bahan organik KMnO
4
: 5–64
NO
3
nitrate mlL : 0,139–1,819 0,762 ± 0,072
Alkalinitas mg CaCO
3
L : 19,89–48,63 34,36 ± 0,9
NH
4
amonia mlL : 0,139–4,816 2,752 t 0,072
NO
2
nitric mlL : 0,062 3,490 2,66 t 0,59
Total P fosfor mlL : 0,254–1,108 0,721 t 0,024
PO
4
fosfat mlL : 0,1114 0,996 0,560 t 0,024
Mg magnesium : 32,00 84,00 59,18 t 2,24
Hg air raksa mgL : 0,002–0,018
Pb plumbum : 0,01–0,310
Zn2+ : 0 , 0 2 – 0,316
Mn mgL : 0,06–0,48
Cr : 0,025–0,63
Fe : 0,05–3,24
Cu : 0,00–0,02
Cd mgL : 0,007–0,012
Keasaman pH : 6,3–8 ,5
Kecerahan air cm : 6 0 –1 3 0 100±8
Sumber : Prihadi 2004 Keterangan : Nilai rata-rata dan Standar Deviasi
Produksi budidaya ikan di Waduk Cirata dari waktu ke waktu terus menurun. Hal ini bisa kita lihat dari tingkat kematian sering terjadi hampir setiap
tahun. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian ekstra dalam keberhasilan budidaya ikan di Waduk Cirata adalah kualitas air yang sesuai dengan baku mutu
untuk budidaya ikan. Untuk mendapatkan kondisi air Waduk Cirata dalam keadaan baik dan sesuai dengan standar budidaya, saat ini memerlukan biaya yang
mahal karena airnya sudah tercemar oleh barbagai macam limbah dari aktivitas manusia baik limbah rumah tangga, industri, maupun kegiatan lainnya Wardhana
2001. Karena air merupakan pelarut yang baik untuk banyak unsur, maka air merupakan media transportasi bagi unsur hara dan hasil limbah dalam berbagai
proses kehidupan, oleh karena itu banyak sekali senyawa ionik berdiasosiasi dalam air.
Menurut Haynes 1978 dalam Nurifdiansyah 1993 pencemaran terhadap badan air dapat mengakibatkan masuknya unsur-unsur beracun, bertambahnya
padatan tersuspensi, terjadinya dioksidasi, dan naiknya temperatur. Secara umum kelompok sumber pencemaran perairan terdiri dari dua yaitu point source and non
point source. Menurut Amin 2008 pencemaran yang diberikan oleh kegiatan di darat terhadap pencemaran perairan digolongkan menjadi empat kategori, yaitu:
1 pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri industrial pollution, 2 pencemaran yang disebabkan karena sampah atau limbah rumah tangga sewage
pollution, 3 pencemaran disebabkan karena sedimentasi sedimentation pollution, dan 4 pencemaran yang disebabkan karena kegiatan pertanian
agricultural pollution. Menurut Effendi 2003 dilihat dari sifat toksisitasnya, pencemaran
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a Polutan tidak toksik
Pencemaran tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah yang
berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika-kimia perairan.
b Polutan toksik Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian lethal maupun bukan
kematian sub-lethal, misalnya terganggu pertumbuhannya, lingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini
biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, deterjen, dan bahan-bahan toksik lainnya diantaranya logam berat.
2.2. Sumber Logam Berat