menghasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintetis bekerja secara optimum pada
pH rendah sekitar 5. Metabolisme bakteri Desulfovibrio menghasikan H
2
SO
4
yang melarutkan besi ferri Cole 1988. Pada pH 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan
hidroksida membentuk Fe OH
3
yang bersifat tidak larut dan mengendap presitipasi di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar.
Oleh karena itu, besi banyak ditemukan pada perairan berada dalam kondisi anaerob dan suasana asam Cole 1988.
Fenomena serupa sering terjadi pada badan sungai yang menerima aliran air asam dengan kandungan besi cukup tinggi yang berasal dari daerah
pertambangan. Sebagai pertanda terjadinya pemulihan kualitas air, pada bagian hilir sungai dasar perairan berwarna kemerahan karena terbentuknya Fe OH
3
sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi ferro Cole 1988.
Sumber di alam adalah pyrite FeS
2
, hematite Fe
2
O
3
, magnetite Fe
3
O
4
, limonite
[FeOOH], geothite HFeO
2
, dan ochere [Fe OH
3
] Cole 1988; Moore 1991. Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak
terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa siderite FeCO
3
yang bersifat mudah larut dalam air Cole 1988. Toksisitas besi LC
50
terhadap Lemna minor adalah 3,7 mgL Wang 1986 dalam Moore 1991, sedangkan terhadap avertebrata air Asellus aquaticus
Isopoda dan Carangonyx pseudogracilis Amphipoda berturut-turut 95 mgL dan 160 mgL Martin Holdich 1986 dalam Moore 1991. Nilai LC
50
besi terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mgL. Toksisitas besi LC
50
terhadap Dhapnia magnan adalah 5,9 mgL Biesinger Christensen, 1972 dalam
Canadian Council of Resource and Enveronment Ministers 1987
2.5. Mekanisme Akumulasi Logam Berat oleh Ikan
Logam dalam jaringan organisme akuatik menurut Simkiss Mason 1984 dalam Darmono 2008 dibagi menjadi dua tipe utama yaitu: 1 Logam tipe kelas
A, seperti Na, K, Ca, dan Mg, yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada
larutan garam berbentuk ion hidrofilik. 2 Logam tipe kelas B, seperti Cu, Zn, dan Ni, yang merupakan komponen kovalen dan jaringan berbentuk ion bebas.
Tipe logam berat yang paling toksik bagi lingkungan adalah kelas B seperti Cd, Pb, dan Hg.
Proses metabolisme logam berat kelas B ini sangat berbeda dari logam berat kelas A. Logam berat kelas B bila masuk ke dalam sel hewan akuatik pada
umumnya selalu proporsional dengan tingkat konsentrasi logam berat dalam air sekitarnya, sehingga logam berat dapat terikat dengan adanya ketersediaan ligan
dalam sel. Menurut Darmono 2008 respon sel terhadap masuknya logam berat bergantung pada sel-sel sebagai berkut:
a Sel yang mengandung ligan berlebihan dan sesuai untuk ikatan logam yang
masuk, logam dapat terikat sepenuhnya dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme.
b Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi dapat mensintesis ligan lagi bila
diperlukan, sehingga masih dapat mengikat logam yang masuk dan tidak menimbulkan gangguan metabolisme.
c Sel yang mengandung ligan terbatas, tetapi masih dapat mensintesis ligan
dengan jalan mengusir logam yang telah terikat untuk keluar sel. d
Sel yang mengandung ligan terbatas tetapi dalam proses pengikatannya terjadi kompetisi antara logam itu sendiri.
Dilihat dari sifatnya, kelompok logam berat kelas B sangat mudah dan cepat melakukan penetrasi dalam tubuh organisme air dari pada logam kelas A yang
termasuk logam ringan. Toksisitas logam Pb, Cd, dan Hg terhadap ikan sangat dominan, sehingga kerusakan yang ditimbulkan terhadap jaringan organisme ikan
terjadi pada organ yang peka seperti insang dan usus kemudian masuk pada jaringan dalam seperti hati dan ginjal.
2.6. Damapak Logam Berat pada Ikan Patin
Ikan patin P. djambal yang merupakan salah satu dari 14 spesies ikan patin yang sekarang terdekumentasikan di Indonesia Slembrouck et al, 2005. Habitat
asli dari ikan ini adalah sungai dan danau air tawar. Pada habitat aslinya ikan ini bersifat karnivora, namun ketika dipelihara dikolam, ikan ini dapat mengkonsumsi
kacang-kacangan dan tumbuhan Hora Pillay 1962 dalam Sumantadinata 1983.
Walaupun ikan patin ini tergolong ikan karnivora, tetapi bisa memakan kacang-kacangan dan tumbuhan selain makanan utamnnya, sehingga tingkat
akumulasi logam berat pada ikan ini diduga sangat tinggi. Karena masuknya logam berat pada ikan melalui beberapa cara diantranya melalui jaringan makanan
dan respirasi. Ikan patin juga termasuk ikan yang bergerak lambat, sehingga akumulasi
logam beratnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang mempunyai pergerakan yang lebih cepat. Apalagi ikan yang dipelihara di Waduk Cirata
dengan teknologi KJA mempunyai ruang gerak yang sangat terbatas, sehingga tingkat akumulasi logam beratnya akan semakin tinggi. Menurut Darmono 2008
ikan-ikan yang hidup pada habitat yang terbatas akan sulit untuk melarikan diri dari pengaruh polusi.
Untuk logam berat Hg, Cd, dan Pb sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga logam ini sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan
juga metabolisme sel. Apabila metaloenzim disubtitusi oleh logam yang bukan semstinya maka akan menyebabkan protein mengalami deformasi dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan katalitik enzim tersebut. Logam berat dapat diserap oleh ikan patin melalui insang maupun saluran
pencernaan. Insang sebagai alat pernapasan ikan juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan osmoregulasi. Enzim yang
sangat berperan dalam insang ikan patin adalah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan
berfungsi menghidrolisis CO
2
menjadi asam karbonat, apabila ikatan Zn ini diganti logam lain, maka fungsi enzim karbonik anhidrase ini akan menurun.
Disamping gangguan sistem biokimiawi tersebut perubahan struktur morfologi insang juga terjadi. Ikan patin akan mengalami hipoksia karena
kesulitan mengambil oksigen dari air sehingga terjadi penebalan sel epitel insang, yang mengakibatkan ikan kurang mampu untuk berenang.
Logam berat juga akan terakumulasi pada saluran pencernaan dan hati. Selain akumulasi, toksisitas logam berat pada saluran pencernaan dan hati sangat
signifikan, karena saluran pencernaan dan hati sebagai penghasil enzim pencernaan akan selalu mendapatkan gangguan oleh pengaruh toksik logam yang
masuk. Toksisitas logam berat pada saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi oleh logam berat. Toksisitas saluran pencernaan juga dapat
terjadi melalui air yang mengandung dosis toksik logam berat. Sedangkan pengaruh logam berat pada hati yaitu menimbulkan gangguan sistem enzim di
dalam hati ikan patin itu sendiri. Proses akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh ikan patin terjadi setelah
absorpsi logam berat dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Dimana logam berat akan dibawa oleh sistem peredaran darah dan kemudian
didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Sehingga penyebaran akumulasi logam berat pada ikan patin menjadi lebih merata hampir diseluruh organ tubuhnya.
Apabila kandungan logam berat ini melebihi standar baku mutu kemanan pangan, maka prodak ikan patin ini akan berakibat buruk bagi yang mengkonsumsinya.
2.7. Budidaya Ikan Patin dalam Keramba Jaring Apung KJA di Waduk