Pembuatan gula aren Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan

masing secara turun temurun. Pembagian areal sadapan dilakukan pada waktu kawasan ini masih dikelola oleh perhutani. Peraturan bagi masyarakat yang menyadap aren Arenga pinnata di dalam kawasan cagar alam adalah harus menjaga aren serta lingkungan tempat tumbuh aren tersebut. Selain bagi penyadap aren, peraturan ini juga diterapkan kepada setiap masyarakat yang sering memanfaatkan hasil hutan non kayu lainnya. Peraturan ini berasal dari pihak pengelola cagar alam sebagai salah satu bentuk program pengamanan partisipatif bagi kawasan Cagar Alam Gunung Simpang. Adanya upaya budidaya aren yang dilakukan oleh beberapa masyarakat juga menjadi bukti bahwa secara tidak langsung masyarakat melakukan praktek konservasi. Namun sejauh ini upaya budidaya tersebut belum berhasil, sehingga perbanyakan aren lebih tergantung kepada penyebaran yang dilakukan oleh musang. Pengambilan daun cangkuang Pandanus furcatus dari hutan sebagai pembungkus gula juga dibatasi dengan hanya mengambil daun tua sekitar 3-4 helai setiap individunya dan dilakukan secara bergilir pada lokasi yang berbeda. Gambar 17 Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang Pandanus furcatus Selain itu penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam pembuatan gula aren juga membuat sebagian besar masyarakat menjaga populasi spesies tumbuhan tersebut. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan gula aren diantaranya adalah batang bambu gombong Gigantochloa verticillata sebagai tabung penampung nira, cetakan gula, dan tangga untuk menyadap nira, daun cangkuang Pandanus furcatus sebagai pembungkus gula, minyak kelapa Cocos nucifera dan biji kaliki Ricinus communis sebagai pamepes atau membuat gula membeku, batang dan daun tepus Amomum coccineum sebagai pembersih tabung nira, daun ki seureuh Piper aduncum, kulit kayu maranginan Dysoxylum ramiflorum dan raru Usnea longissima sebagai penetral nira yang asam, serta sejumlah tumbuhan yang dijadikan sebagai kayu bakar seperti kaliandra Calliandra haematocephala. Penggunaan tumbuhan dalam pembuatan gula aren merupakan kearifan tradisional yang harus dipertahankan karena dapat menghasilkan gula dengan kualitas tinggi yang bebas dari bahan-bahan kimia. Pada beberapa lokasi pembuatan gula yang lain sudah banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia seperti deterjen untuk menetralkan nira yang asam dan mencuci tabung bambu penampung nira dengan sabun. Hal ini menyebabkan gula yang dihasilkan tidak bermutu tinggi dan tentu saja memberikan dampak negatif bagi yang mengkonsumsi.

5.6.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna

Pada mulanya banyak spesies tumbuhan yang dimanfaatkan langsung diambil dari hutan. Namun dengan adanya perubahan status kawasan hutan Gunung Simpang menjadi cagar alam, masyarakat sudah jarang mengambil hasil dari hutan secara langsung. Saat ini beberapa masyarakat telah membudidayakan beberapa spesies yang berasal dari hutan untuk mempermudah memenuhi kebutuhan. Beberapa spesies yang sudah dibudidayakan adalah cangkuang Pandanus furcatus, tamiyang cangkir Thysanolaena maxima, dan reundeu Staurogyne elongata. Cangkuang dibudidayakan karena permintaan terhadap daunnya yang tinggi sebagai pembungkus gula aren. Hal ini dikhawatirkan akan membuat populasi cangkuang menurun di hutan, sehingga masyarakat berinisiatif untuk menanamnya di kebun. Gambar 18 Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan a cangkuang Pandanus furcatus dan b tamiyang cangkir Thysanolaena maxima a b Bunga tamiyang cangkir merupakan bahan baku dalam pembuatan sapu. Tumbuhan ini biasanya tumbuh di tebing-tebing di hutan, sehingga berkurangnya tamiyang cangkir dikhawatirkan akan mengakibatkan longsor Untuk menjaga jumlah populasinya di alam, maka sebagian anggota masyarakat menanamnya di lahan masing-masing. Reundeu merupakan tumbuhan yang sering digunakan sebagai lalap dan memiliki khasiat sebagai obat. Agar mudah memperolehnya, maka reundeu ditanam di kebun yang dekat dengan pemukiman. Kegiatan pengambilan pucuk reundeu juga memiliki aturan tertentu yakni apabila terdapat tiga pucuk dalam satu batang, maka yang diambil hanya satu pucuk saja, dua pucuk lainnya dibiarkan untuk pemetikan selanjutnya. 5.6.3 Tradisi lain yang masih dijalankan Bentuk kearifan tradisional lainnya yang masih dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat di Dusun Miduanan adalah tradisi yang berkaitan dengan penghormatan terhadap padi Oryza sativa. Bagi masyarakat Miduana padi merupakan tumbuhan yang sangat disakralkan karena merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya tradisi ini dilakukan oleh orang-orang yang masih memegang adat. Tradisi penghormatan terhadap padi dimulai dari proses menyemai benih padi sampai pengaturan ruangan untuk menyimpan padi di dalam rumah. Beberapa tradisi yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Miduana adalah:

1. Mitembian

Mitembian merupakan serangkaian upacara adat yang dilakukan sebelum penyemaian benih padi, penanaman padi, dan pemanenan padi. Upacara mitembian biasanya dilakukan oleh orang khusus yang mempunyai keahlian dalam melakukan tata cara upacara tersebut, yakni sesepuh maupun dukun. Orang yang melakukan mitembian biasanya menggunakan boeh rarang yang dikerudungkan. Boeh rarang merupakan kain warna putih seperti selendang yang biasanya diletakkan di pintu goah atau tempat menyimpan padi di dalam rumah. Mitembian ditandai dengan ditancapkannya hanjuang Cordyline fruticosa di sawah yang akan dijadikan sebagai tempat pembenihan padi, sawah yang akan ditanami, atau sawah yang akan dipanen Gambar 18. Selain menancapkan hanjuang, dilakukan juga pembakaran kemenyan dalam wadah dari anyaman