Surfaktan Metil Ester Sulfonat MES

Baker 1995 telah memperoleh paten US Patent No. 5.475.134 tentang proses pembuatan sulfonated fatty acid alkil ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bahan baku yang digunakan dari asam lemak minyak nabati komersial. Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO 3 dalam falling film reactor , dengan perbandingan reaktan antara SO 3 dan alkil ester yaitu 1,1 : 1 hingga 1,4 : 1, pada suhu proses antara 75-95 °C dan lama reaksi antara 20-90 menit. Produk yang dihasilkan biasanya masih mengandung bahan pengotor, termasuk di-salt sehingga diperlukan proses pemurnian. Menurut Sheats dan MacArthur 2002, penelitian mengenai produksi MES skala pilot secara sinambung dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu proses sulfonasi dimulai dengan pemasukkan bahan baku metil ester dan gas SO 3 ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap aging, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Proses sulfonasi yang diteliti dilakukan pada beragam bahan baku metil ester yang berasal dari minyak kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, dan tallow. Bahan baku metil ester dimasukkan ke reaktor pada suhu 40-56 °C, dengan konsentrasi gas SO 3 adalah 7 dan suhu gas SO 3 sekitar 42 °C. Nisbah molar antara reaktan SO 3 dan metil ester sekitar 1,2 – 1,3. MES segera ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85 °C, dengan lama waktu pencampuran adalah 0,7 jam 42 menit. Untuk pemurnian digunakan metanol sekitar 31-41 bb, MES basis dengan suhu 95 sampai 100 °C selama 1 sampai 1,5 jam. Metanol berfungsi untuk mengurangi pembentukkan di-salt, mengurangi viskositas, dan mampu meningkatkan transfer panas dalam proses pemucatan. Proses netralisasi dilakukan dengan mencampurkan MES yang telah dipucatkan dengan pelarut NaOH 50 pada suhu 55 °C. Selanjutnya produk MES hasil pemurnian dikeringkan pada suhu 145 °C dan tekanan 120-200 Torr agar diperoleh produk berupa powder atau flakes. 2.5 Proses Aging Proses sulfonasi dengan bahan baku metil ester untuk menghasilkan MES merupakan proses yang cukup kompleks dibandingkan dengan proses sulfonasi dengan menggunakan bahan baku lainnya seperti linier alkylbenzene atau alpha olefin . Surfaktan hasil sulfonasi seperti linier alkylbenzene sulfonate LAS, primary alcohol sulfates PAS alcohol ethoxysulfates AES dan alpha olefin sulfonates AOS tidak memerlukan proses pemucatan, sedangkan sulfonasi metil ester menghasilkan produk dengan warna gelap Nilai Klett 1000. Akibatnya seluruh proses sulfonasi metil ester komersil memerlukan tahapan pemucatan. Perbedaan lain dari sulfonasi metil ester yaitu memerlukan rasio mol SO 3 yang lebih besar dibandingkan bahan baku dan memerlukan tahapan aging dengan temperatur tinggi. Pada tahap kontak metil ester terhadap SO 3 , metil ester menyerap SO 3 untuk menghasilkan senyawa intermediet. Jika rasio mol SO 3 terhadap metil ester lebih rendah dari 1,2 maka konversi penuh metil ester tidak dapat diperoleh. Tahapan ini biasanya dilaksanakan secara sinambung pada reaktor falling film. Pada tahapan aging dimana senyawa intermediet bereaksi dan konversi metil ester menjadi produk sulfonasi berjalan sempurna. Tahapan aging metil ester sulfonat lebih intensif dibandingkan tahapan aging linier alkylbenzene LAB dimana memerlukan suhu sekurang-kurangnya 80 ⁰C. Waktu tinggal yang diperlukan tergantung pada temperatur yang digunakan, rasio mol SO 3 terhadap metil ester, target konversi dan karakteristik reaktor. Proses aging pada reaktor batch atau pada PFR plug flow reactor ideal dengan rasio mol 1,2 membutuhkan waktu aging sekitar 45 menit dan suhu aging 90 °C atau membutuhkan waktu 3,5 menit pada suhu 120 °C yang memberikan tingkat konversi 98 . Sedangkan Chemithon melakukan aging MESA dari stearin sawit C 16 -C 18 pada suhu 83 ⁰C selama 0,7 jam, pada lemak tallow C 16 - C 18 suhu 87 ⁰C selama 0,7 jam dan pada kedelai dominan C 18 pada suhu 84 ⁰C selama 0,7 jam. Tahapan reaksi awal dalam sulfonasi ester terjadi selama proses kontak metil ester dengan SO 3 . Senyawa intermediet α sulfonate terbentuk melalui pembentukan kompleks reversible antara SO 3 dan atom oksigen pada ester. Senyawa intermediet mempunyai struktur RCHSO 3 HCOOSO 3 CH 3 . Pada tahapan aging, senyawa ini bereaksi dengan metil ester RCOOCH 3 yang belum terkonversi Gambar 3 sehingga menghasilkan methyl ester sulfonic acid MESA dan senyawa intermediet III. Pada tahapan selanjutnya MESA dinetralisasi menjadi MES, sedangkan netralisasi senyawa intermediet III menghasilkan di-salt dan sodium methyl sulfat SMS. Cepat Lambat Gambar 3 Interpretasi stokiometri sulfonasi ME Robert et al. 2008 Dua kandungan produk samping yang cukup tinggi masing-masing 5 dapat dideteksi pada larutan MES yang dinetralisasi. Pada gambar 4 menunjukkan adanya iso-MES, RCHCO 2 NaSO 3 CH 3 dan dimethyl sulfoalkanoate di-MES, yang sifatnya mudah dihidrolisis menjadi di-salt dan MES. Pembentukan iso- MES terjadi pada awal aging dan pembentukan di-MES pada akhir waktu aging. Jika MESA ditambahkan metanol sebelum netralisasi, diperoleh di-MES, tetapi tidak ada iso-MES yang terdeteksi, hal ini diduga iso-MES sangat reaktif terhadap metanol. Gambar 4 Produk samping sulfonasi ester Robert et al. 2008 Interpretasi sederhana untuk produk samping yang terbentuk merupakan hasil reaksi tidak proposional pada intermediet utama, mixed sulfonated compound anhydride bertindak sebagai agen metilasi untuk gugus sulfonat. Pada tahap awal aging, komponen utama dengan gugus sulfonat dicampur dengan anhydride nya, kemudian di akhir proses aging, komponen utama sulfonat yaitu MES dalam bentuk asam. Gambar 5 menerangkan reaksi disporposi tersebut diatas. Mekanisme sebenarnya lebih kompleks dari yang ditunjukkan, meliputi adanya dimetil sulfat sebagai komponen metilasi. Dimetil sulfat dapat dibentuk oleh penyerangan MeOSO 3 H terionisasi pada gugus metil campuran anhydride Gambar 5 Reaksi disporposi pada mixed anhydride Robert et al. 2008 Precursor iso-MES adalah methylated mixed anhydride MMA, karena iso-MES dihidrolisa menjadi di-salt, maka MMA dapat dikatakan precursor di- salt . Di-acid juga merupakan precursor di-salt. Penting untuk diketahui bahwa MMA tidak mempunyai gugus sulfonat yang dapat diionisasi, tidak dapat melalui reaksi intramolekular yang reversible menjadi cyclic mixed anhydride, yang merupakan tahapan kunci untuk pelepasan SO 3 selama aging Gambar 5. SO 3 dalam bentuk gugus OSO 3 CH 3 pada MMA tidak dapat dijadikan sebagai agen Tahap Awal 2 molekul mixed anhydride Methylated mixed anhydride MMA Netralisasi Tahap Akhir Mixed anhydride MES Di-MES Iso MES Di Acid Di Acid sulfonasi. Pembentukan MMA menjelaskan alasan rasio mol SO 3 ME 1:1 tidak cukup memberikan konversi sempurna. MMA, di-acid dan di-MES adalah produk akhir dalam proses aging.

2.6 Kinerja Surfaktan MES

Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang terdiri dari gugus hidrofilik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap air dan gugus lipofilik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap minyak Lements 1996. Surfaktan mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam satu molekul yang sama. Senyawa ini akan meningkatkan kestabilan emulsi dengan menurunkan tegangan antarmuka antara fase minyak dan air Herawan et al, 1996. Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk menurunkan energy pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut Matheson 1996. Molekul surfaktan tidak sepenuhnya dapat larut pada kedua cairan yang berbeda fase tersebut, tetapi cenderung untuk berkonsentrasi pada daerah antar muka O’Brien et al. 2000. Energi pembatas dua cairan tersebut disebut tegangan permukaan, sehingga surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan air dan tegangan antar permukaan kotoran-kotoran terhadap permukaan yang dibersihkan sehingga membantu proses pemindahan emulsi dan suspensi dari kotoran Shreve 1967. Tegangan antarmuka adalah energi yang bergerak melintang sepanjang garis permukaan. Tegangan permukaan merupakan suatu gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara dua cairan yang berbeda fase Lapedes 1978. Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik dan hidrofilik pada molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada antarmuka antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain surfaktan dapat membentuk film pada bagian antar muka dua cairan yang berbeda fase. Pembentukan film tersebut menyebabkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan berbeda fase tersebut sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antar muka Georgiou et al. 1992. Tegangan antarmuka merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan ciri terhadap suatu surfaktan. Kemampuannya menurunkan tegangan antarmuka disebabkan karena surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik Bognolo 1997. Turunnya tegangan antar muka akan menurunkan gaya kohesi dan sebaliknya meningkatkan gaya adhesi. Gaya kohesi adalah gaya antar molekul yang bekerja diantara molekul-molekul yang sejenis, sedangkan gaya adhesi adalah gaya antar molekul yang bekerja diantara molekul-molekul yang tidak sejenis. Surfaktan organik memiliki gugus dasar hidrokarbon dan berikatan dengan senyawa anorganik gugus sulfonat, SO 3 . Ion molekul RSO - bersifat non polar minyak, maka gugus R akan berusaha untuk melakukan gaya adhesi surfaktan- minyak, sedangkan molekul surfaktan itu sendiri akan bekerja kohesi antara R- SO 3 . Pengaruh dari gaya adhesi ini akan mengurangi harga resultan gaya kohesi minyak itu sendiri yang mengakibatkan gaya antarmuka minyak dengan air menurun. Tegangan antarmuka atau energy bebas antar muka didefinisikan sebagai usaha yang diperlukan untuk memperluas antar muka antara dua cairan immisible per satuan luas Shaw 1980. Menurut Rosen 2004, pembentukan misel merupakan fenomena penting tidak hanya sejumlah karakteristik fenomena interfasial seperti detergensi dan solubilisasi tergantung pada keberadaan misel pada larutan, namun juga mempengaruhi karakteristik interfasial yang lain seperti penurunan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka, walaupun tidak secara langsung melibatkan misel. Di dalam air, bahan yang mengandung gugus hidrofobik mengubah struktur air dan akan meningkatkan energy bebas pada sistem, kemudian akan mengumpul pada permukaan dan dengan melakukan orientasi sehingga gugus hidrofobik mengarah menjauh dari pelarut, energi bebas pada campuran larutan dikurangi. Perubahan struktur pelarut dapat pula dikurangi melalui agregasi molekul aktif pada permukaan menjadi misel dengan gugus hidropobik mengarah ke dalam misel dan gugus hidropilik mengarah pada pelarut. Miselasi merupakan mekanisme alternatif untuk adsorpsi pada interface untuk memisahkan kontak gugus hidrofobik dengan air, dengan mengurangi energi bebas pada sistem. Jika konsentrasi surfaktan cukup tinggi maka akan terjadi agregasi membentuk misel. Misel terbentuk ketika surfaktan mencapai konsentrasi tertentu