Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
KARAKTERISTIK PENDERITA ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
TAHUN 2011-2013
SKRIPSI
Oleh:
MELYANA NIM. 101000009
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
KARAKTERISTIK PENDERITA ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
TAHUN 2011-2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
MELYANA NIM. 101000009
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(3)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : KARAKTERISTIK PENDERITA ASMA
BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU TAHUN 2011-2013
Nama Mahasiswa : MELYANA
Nomor Induk Mahasiswa : 101000009
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Epidemiologi
Tanggal Lulus : 21 Oktober 2014 Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
drh. Hiswani, M.Kes Drs. Jemadi, M.Kes
NIP. 19650112 199402 2 001 NIP. 19640404 199203 1 005 Medan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan, Dekan,
(4)
ABSTRAK
Asma Bronkial merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi Asma di Indonesia adalah 4,5%
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita Asma Bronkial yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013. Populasi adalah keseluruhan pasien Asma Bronkial yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad tahun 2011-2013 yang berjumlah 237 kasus. Data diperoleh dari rekam medis (data sekunder).
Proporsi penderita Asma Bronkial tertinggi pada kelompok umur >45 tahun (37,6%), jenis kelamin perempuan (62,9%), agama Islam (93,3%), pekerjaan ibu rumah tangga (38,4%), tingkat pendidikan SMA (25,7%), status perkawinan kawin (64,1%), tempat tinggal kota Pekanbaru (75,5%), faktor pencetus non-allergen (86,9%), memiliki riwayat keluarga (56,1%), lama rawatan rata-rata 3,9 hari (4 hari), bukan biaya sendiri (69,6%), dan keadaan sewaktu pulang berobat jalan (PBJ) (89,5%). Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,003). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,301). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya. (p=0,089). Tidak terdapat perbedaan daerah asal berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,582).
Pihak rumah sakit diharapkan untuk menyarankan dilakukannya tes alergi kepada pasien Asma Bronkial untuk memastikan faktor pencetus serangan Asma dan menyediakan ruangan khusus untuk pemeriksaan pasien Asma Bronkial. Penderita Asma Bronkial diharapkan untuk selalu mengontrol penyakitnya dan menghindari faktor pencetus Asma.
(5)
ABSTRACT
Bronchial asthma is a chronic inflammatory disease (inflammation) in airways characterized by episodic wheezing, coughing, and tightness in the chest due to airway obstruction, included into a group of chronic respiratory disease. Basic Health Research 2013 reports Asthma prevalence in Indonesia is 4.5%.
This research is a descriptive study using case series design. The purpose of the research is to determine the characteristics of bronchial asthma patients who are hospitalized in Arifin Achmad Hospital Pekanbaru in 2011-2013. The population of this research is the total number of Bronchial Asthma patients who are hospitalized in Arifin Achmad Hospital Pekanbaru in 2011-2013 which is 237 cases. Data were obtained from medical records (secondary data).
The highest proportion of Bronchial Asthma patients are in the age group >45 years (37.6%), female (62.9%), Moslem (93.3%), occupation housewives (38.4%), senior high school education (25.7%), married (64.1%), lives in Pekanbaru (75.5%), non-allergen trigger factors (86.9%), have a family history (56.1%), average length of stay 3.9 days (4 days), not their own source of charge (69.6%), and clinical recovery out patient (89.5%). There is a significant difference between the resource of charge based on the condition when go home (p = 0.003). There was no difference in the average length of stay based on the condition when go home (p = 0.301). There was no difference in the average length of stay based on the resource of charge (p = 0.089). There were no differences in the origin area based on the condition when go home (p = 0.582).
The hospital is expected to suggest an allergy test for Bronchial asthma patients to ensure Asthma trigger factors and provide room for the evaluation of patients with Bronchial Asthma. Bronchial Asthma sufferers are expected to always control the disease and avoid the trigger factors of Asthma.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : MELYANA
Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru/30 November 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Status Perkawinan : Belum Kawin
Anak ke : 2 (Dua)
Alamat Rumah : Jl. Durian no. 99D, Pekanbaru Riwayat Pendidikan
Tahun 1998–2004 : SDN 009 Pekanbaru Tahun 2004–2007 : SMP Negeri 17 Pekanbaru Tahun 2007–2010 : SMA Negeri 2 Pekanbaru
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: “Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes. selaku Dosen Penguji I sekaligus Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
(8)
6. Ibu Asfriyati, S.KM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru, Kepala Bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, serta seluruh staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 9. Ayah-ibuku tersayang Hing Tik dan Nelly Tenggono, serta Pamanku Kok Siong
yang memberikan dukungan moril maupun materil untuk penulis. Juga kepada kakakku Luciana dan adikku Tina atas doa, perhatian, dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Ibu Ratna yang telah membantu penulis dalam proses administrasi pengerjaan skripsi ini.
11. Teman-teman peminatan epidemiologi:Epiderwoman 2010, teman satu LKP di Puskesmas PB Selayang II (Chrisnina, Isri, dan Izzah), Para Pengoyak Kantong, teman kosan 34/36, terkhusus untuk Sri Novianti, Lisa Hutagalung, Rizki Fajariyah, dan Cyndi Olivia, serta teman semasa SMA yang senantiasa mendukung; Teguh Prasetia, Puspa Ariani, Erna Veronika, dan Diva Yurian Dwika yang telah banyak memberikan motivasi dan berbagi ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Para senior dan teman-teman yang telah berkenan sharing pengalamannya dalam pengerjaan skripsi, terkhususnya Kak Nikmah, Sylvana Dyna, dan Imelda Sari yang telah lebih dahulu wisuda.
(9)
13. Mukti Ali, Elly Ana, Baiq Kartika Syaftiana, Ivana, Indah Tan, Irene serta teman-teman lainnya yang senantiasa memberi dukungan pada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, Oktober 2014
(10)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... xii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Asma Bronkial... 6
2.2 Anatomi dan Fisiologi Paru ... 7
2.3 Patofisiologi Asma Bronkial ... 8
2.4 Diagnosa Asma Bronkial ... 11
2.5 Klasifikasi Asma Bronkial ... 13
2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tipe Asma... 13
2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Beratnya Asma ... 14
2.6 Epidemiologi Asma Bronkial... 15
2.6.1 Distribusi dan Frekuensi ... 15
2.6.2 Determinan ... 16
2.7 Pencegahan Asma Bronkial ... 22
2.7.1 Pencegahan Primer... 22
2.7.2 Pencegahan Sekunder ... 25
2.7.3 Pencegahan Tersier ... 26
2.8 Penatalaksanaan Asma Bronkial ... 27
2.9 Kerangka Konsep ... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
3.5 Teknik Analisa Data... 31
(11)
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
4.1.1 Sejarah Umum Perkembangan RSUD Arifin Achmad ... 34
4.1.2 Struktur Organisasi RSUD Arifin Achmad ... 36
4.2 Analisa Deskriptif ... 38
4.2.1 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Sosiodemografi ... 38
4.2.2 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Faktor Pencetus... 40
4.2.3 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 41
4.2.4 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Lama Rawatan ... 42
4.2.5 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Sumber Biaya... 43
4.2.6 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang 43 4.3 Analisa Statistik ... 44
4.3.1 Sumber Biaya Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 44
4.3.2 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang 45 4.3.3 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 46
4.3.4 Daerah Asal Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 47
4.3.5 Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Pencetus ... 48
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Penderita Asma Bronkial ... 49
5.1.1 Sosiodemografi ... 49
5.1.2 Faktor Pencetus ... 58
5.1.3 Riwayat Keluarga... 59
5.1.4 Lama Rawatan Rata-Rata... 61
5.1.5 Sumber Biaya ... 61
5.1.6 Keadaaan Sewaktu Pulang ... 63
5.2 Analisis Statistik ... 64
5.2.1 Sumber Biaya Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 64
5.2.2 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang 65 5.2.3 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 67
5.2.4 Daerah Asal Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 68
5.2.5 Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Pencetus ... 69
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 71
6.2 Saran... 72 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Master Data
Lampiran 2 : Hasil Pengolahan Data Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Selesai Penelitian
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Beratnya Asma... 14 Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita Asma Bronkial Rawat
Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 38 Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita Asma Bronkial Rawat
Inap Berdasarkan Agama, Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan, dan Daerah Asal di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 39 Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan
Faktor Pencetus di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 41 Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan
Riwayat Keluarga Asma di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 41 Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan
Lama Rawatan Rata-Rata di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 42 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan
Sumber Biaya di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 . 43 Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan
Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 44 Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Sumber Biaya Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013... 44 Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 45 Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber
Biaya Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013... 46
(13)
Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Daerah Asal Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013... 47 Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Pencetus
Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013 ... 48
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penyempitan Bronkiolus Pada Penderita Asma ... 9 Gambar 5.1 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 49 Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Agama yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013 ... 51 Gambar 5.3 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Pekerjaan yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013 ... 52 Gambar 5.4 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Pendidikan yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 54 Gambar 5.5 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Status Perkawinan yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 55 Gambar 5.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Daerah Asal yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 57 Gambar 5.7 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Faktor Pencetus yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 68 Gambar 5.8 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 60 Gambar 5.9 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Sumber Biaya yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 62 Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial
Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 63 Gambar 5.11 Diagram Bar Proporsi Sumber Biaya Berdasarkan Keadaan
Sewaktu Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013 ... 64
(15)
Gambar 5.12 Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013 ... 66 Gambar 5.13 Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya
Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 67 Gambar 5.14 Diagram Bar Proporsi Daerah Asal Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 68 Gambar 5.15 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Pencetus
Penderita Asma Bronkial yang Rawat Inap di RSUD Arifin Achmad Tahun 2011-2013... 69
(16)
ABSTRAK
Asma Bronkial merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi Asma di Indonesia adalah 4,5%
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita Asma Bronkial yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013. Populasi adalah keseluruhan pasien Asma Bronkial yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad tahun 2011-2013 yang berjumlah 237 kasus. Data diperoleh dari rekam medis (data sekunder).
Proporsi penderita Asma Bronkial tertinggi pada kelompok umur >45 tahun (37,6%), jenis kelamin perempuan (62,9%), agama Islam (93,3%), pekerjaan ibu rumah tangga (38,4%), tingkat pendidikan SMA (25,7%), status perkawinan kawin (64,1%), tempat tinggal kota Pekanbaru (75,5%), faktor pencetus non-allergen (86,9%), memiliki riwayat keluarga (56,1%), lama rawatan rata-rata 3,9 hari (4 hari), bukan biaya sendiri (69,6%), dan keadaan sewaktu pulang berobat jalan (PBJ) (89,5%). Ada perbedaan proporsi yang bermakna antara sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,003). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,301). Tidak terdapat perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya. (p=0,089). Tidak terdapat perbedaan daerah asal berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,582).
Pihak rumah sakit diharapkan untuk menyarankan dilakukannya tes alergi kepada pasien Asma Bronkial untuk memastikan faktor pencetus serangan Asma dan menyediakan ruangan khusus untuk pemeriksaan pasien Asma Bronkial. Penderita Asma Bronkial diharapkan untuk selalu mengontrol penyakitnya dan menghindari faktor pencetus Asma.
(17)
ABSTRACT
Bronchial asthma is a chronic inflammatory disease (inflammation) in airways characterized by episodic wheezing, coughing, and tightness in the chest due to airway obstruction, included into a group of chronic respiratory disease. Basic Health Research 2013 reports Asthma prevalence in Indonesia is 4.5%.
This research is a descriptive study using case series design. The purpose of the research is to determine the characteristics of bronchial asthma patients who are hospitalized in Arifin Achmad Hospital Pekanbaru in 2011-2013. The population of this research is the total number of Bronchial Asthma patients who are hospitalized in Arifin Achmad Hospital Pekanbaru in 2011-2013 which is 237 cases. Data were obtained from medical records (secondary data).
The highest proportion of Bronchial Asthma patients are in the age group >45 years (37.6%), female (62.9%), Moslem (93.3%), occupation housewives (38.4%), senior high school education (25.7%), married (64.1%), lives in Pekanbaru (75.5%), non-allergen trigger factors (86.9%), have a family history (56.1%), average length of stay 3.9 days (4 days), not their own source of charge (69.6%), and clinical recovery out patient (89.5%). There is a significant difference between the resource of charge based on the condition when go home (p = 0.003). There was no difference in the average length of stay based on the condition when go home (p = 0.301). There was no difference in the average length of stay based on the resource of charge (p = 0.089). There were no differences in the origin area based on the condition when go home (p = 0.582).
The hospital is expected to suggest an allergy test for Bronchial asthma patients to ensure Asthma trigger factors and provide room for the evaluation of patients with Bronchial Asthma. Bronchial Asthma sufferers are expected to always control the disease and avoid the trigger factors of Asthma.
(18)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.1Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi mengakibatkan berbagai negara mengalami peningkatan beban akibat Penyakit Tidak Menular.2 Data WHO (2000) menunjukkan bahwa Penyakit Tidak Menular menyebabkan 60% kematian dan 43% beban penyakit di dunia. Pada tahun 2020, angka kematian akibat Penyakit Tidak Menular diperkirakan akan meningkat menjadi 73% dan beban penyakit akibat Penyakit Tidak Menular menjadi 60%.3
Asma adalah salah satu penyakit tidak menular yang jumlah kasusnya cukup tinggi ditemukan dalam masyarakat.4 Menurut WHO (2007) terdapat 300 juta (4,28%) penduduk dunia yang menderita Asma, jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah sebanyak 100 juta (1,43%) jiwa pada tahun 2025.5 Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi
episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan kronik.4Dampak buruk Asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit, dan bahkan kematian.6
Kemajuan ilmu dan teknologi tidak sepenuhnya diikuti dengan kemajuan penatalaksanaan Asma, hal itu tampak dari data berbagai negara yang menunjukkan
(19)
peningkatan kunjungan ke gawat darurat, rawat inap, kesakitan dan bahkan kematian karena Asma.7LaporanCenters for Disease Control(CDC) tahun 2012 menunjukkan peningkatan kasus Asma di Amerika Serikat dari 7,3% pada tahun 2001 menjadi 8,4% pada tahun 2010. Peningkatan prevalensi Asma berkaitan dengan riwayat Alergi dalam keluarga. Laporan CDC tahun 2012 mengenai alergi pada orang dewasa menunjukkan bahwa terdapat 17,6 juta (7,5%) penduduk Amerika Serikat yang menderita Rinitis Alergi.8
Prevalensi rata-rata Asma di Asia Tenggara berkisar 3,3%. Perubahan gaya hidup (industrialisasi dan pengembangan wilayah desa menjadi wilayah perkotaan) diduga sebagai faktor yang memengaruhi peningkatan prevalensi Asma di wilayah Asia Tenggara. Penelitian epidemiologi di berbagai negara mengenai prevalensi Asma menunjukkan angka yang sangat bervariasi, di Skotlandia 18,4%; Inggris 15,3%; Australia 14,7%; Jepang 6,7%; Thailand 6,5%; Malaysia 4,8%; Korea Selatan 3,9%; India 3,0%.9
Berdasarkan hasil survei The International Study of Asthma and Allergies in Childhood(ISAAC) prevalensi Asma pada anak usia 13-14 tahun di Indonesia adalah 2,1%; China 3,3%-5,1%; Taiwan 5,2%; Malaysia 6,8%-12,3%; Korea Selatan 7,5%-8,3%; Singapura 9,7%; Phillipina 12,3%; Hongkong 12,4%; Thailand 12,6%-13,5%; Jepang 13,4%.10
Berdasarkan laporan hasil RISKESDAS tahun 2013 prevalensi Asma di Indonesia adalah 4,5%, meningkat sebesar 1% dari laporan hasil RISKESDAS tahun 2007.11,12 Sementara itu, prevalensi Rinitis Alergi di Indonesia mencapai 1,5% -12,4%.13Hasil survei Asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan,
(20)
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar) tahun 1994 menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.14 Hasil penelitian Rosamarlina, dkk (2010) menunjukkan prevalensi Asma pada siswa SLTP yang berumur 13-14 tahun di daerah industri Jakarta Timur tahun 2008 adalah 6,3%.15Penelitian lain yang dilakukan terhadap 562 orang pelajar di Desa Tenganan, Bali, menunjukkan prevalensi sebesar 7%.16 Berdasarkan hasil penelitian Afdal, dkk (2009) prevalensi Asma pada murid SD usia 6-7 tahun di Kota Padang berdasarkan kuisioner ISAAC adalah sebesar 8%.17
Dari penelitian Fitrya I. Sihombing (2007) di Rumah Sakit Haji Medan, terdapat 52 pasien Asma Bronkial rawat inap (0,94%) dan 61 pasien (0,78%) pada tahun 2005 dari keseluruhan pasien rawat inap.18Dari penelitian Sri Melfa ButarButar (2009) di Rumah Sakit Martha Friska Medan, pada tahun 2007 terdapat 80 pasien Asma Bronkial (0,74%) dan pada tahun 2008 sebanyak 82 orang (0,81%) dari keseluruhan pasien yang dirawat inap.19 Penelitian Desy Anriyani tahun 2013 di RSUD Langsa diperoleh data penderita Asma Bronkial rawat inap tahun 2009-2012 sebanyak 458 orang.20
Prevalensi Asma di Provinsi Riau meningkat dari 1,6% (2007) menjadi 2% (2013).11,12 Berdasarkan laporan hasil RISKESDAS Provinsi Riau tahun 2007, prevalensi Asma di Kota Pekanbaru adalah 1,6%.21Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru pada survei pendahuluan tercatat selama tahun 2011 hingga 2013 terdapat 237 pasien Asma Bronkial yang dirawat inap, dengan rincian 69 pasien dari 29.819 pasien rawat inap (2,3‰) pada tahun 2011, 114 pasien dari 29.952
(21)
pasien rawat inap (3,8‰) pada tahun 2012, dan 54 pasien dari 33.199 pasien rawat inap (1,6‰) pada tahun 2013.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai Karakteristik Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013.
1.2 Rumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik penderita Asma Bronkial yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita Asma Bronkial yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi proporsi penderita Asma Bronkial berdasarkan data sosiodemografi yaitu : Umur, Jenis Kelamin, Agama, Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan, Daerah Asal.
b. Mengetahui distribusi proporsi penderita Asma Bronkial berdasarkan faktor pencetus.
c. Mengetahui distribusi proporsi penderita Asma Bronkial berdasarkan riwayat keluarga.
(22)
d. Mengetahui distribusi proporsi lama rawatan rata-rata penderita Asma Bronkial.
e. Mengetahui distribusi proporsi penderita Asma Bronkial berdasarkan sumber biaya.
f. Mengetahui distribusi proporsi penderita Asma Bronkial berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
g. Mengetahui distribusi proporsi sumber biaya berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
h. Mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.
i. Mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang. j. Mengetahui distribusi proporsi daerah asal berdasarkan keadaan sewaktu
pulang.
k. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan faktor pencetus.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan informasi bagi pihak Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru tentang karakteristik penderita Asma Bronkial Rawat Inap tahun 2011-2013 dan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita Asma Bronkial.
b. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penyakit Asma Bronkial.
c. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang membutuhkan data penelitian ini.
(23)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Asma Bronkial
Kata Asma (Asthma) merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah” atau “sulit bernapas”. Lebih dari 2000 tahun lalu, Hippocrates menggunakan kata Asma untuk menggambarkan sesak napas yang episodik/berulang. Penyakit Asma menyebabkan pembengkakan dan penyempitan saluran pernapasan yang membuat pasien susah bernapas.22
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian penyakit Asma, Asma didefenisikan sebagai suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.4
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.23 Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang
(24)
berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma merupakan penyakit obstruksi kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Berbagai penyebab dapat mengubah suatu keadaan Asma kronik menjadi akut bahkan memburuk.24
2.2 Anatomi dan Fisiologi Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru memiliki dua bagian yaitu paru-paru kanan (Pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (Pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (Pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (Pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.25
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen masuk melalui hidung dan mulut, kemudian disalurkan melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli. Oksigen yang masuk kemudian terikat dengan hemoglobin sel darah merah setelah menembus membran alveoli-kapiler. Oksigen tersebut kemudian dibawa ke jantung dan kemudian dipompa di dalam arteri ke seluruh bagian tubuh. Dalam
(25)
paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut.26
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna26:
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan darah luar.
b. Arus darah melalui paru-paru.
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
d. Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler.
2.3 Patofisiologi Asma Bronkial
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkioulus terhadap benda-benda asing di udara. Pada Asma, antibody Ig E umumnya melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema
(26)
lokal pada dinding bronkioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkioulus dan spasme otot polos bronkiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.27
Pada Asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Bronkiolus yang sudah tersumbat sebagian selanjutnya akan mengalami obstruksi berat akibat dari tekanan eksternal. Penderita Asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sulit melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan Asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Keadaan ini bisa menyebabkan terjadinyabarrel chest.27
Gambar 2.1 Penyempitan Bronkiolus Pada Penderita Asma
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Kementrian Kesehatan RI, 20076
(27)
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada Asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas, dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast,sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil,platelet,limfosit, dan monosit.6
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.6
Ada 2 faktor yang berperan penting untuk terjadinya Asma, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa proses terjadi Asma6:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya. 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi belum tentu menjadi Asma. Apabila
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan Asma (mengi).
(28)
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut6:
2.4 Diagnosa Asma Bronkial
Diagnosa penyakit Asma Bronkial perlu dipikirkan bilamana ada gejala batuk yang disertai denganwheezing(mengi) yang karakteristik dan timbul secara episodik. Gejala batuk terutama terjadi pada malam atau dini hari, dipengaruhi oleh musim, dan aktivitas fisik. Adanya riwayat penyakit atopik pada pasien atau keluarganya memperkuat dugaan adanya penyakit Asma. Pada anak dan dewasa muda gejala Asma sering terjadi akibat hiperaktivitas bronkus terhadap alergen, banyak diantaranya dimulai dengan adanya eksim, rhinitis, konjungtivitis, atau urtikaria. Penderita Asma yang tidak memberikan reaksi terhadap tes kulit maupun uji provokasi bronkus, tetapi mendapat serangan Asma sesudah infeksi saluran napas, disebut Asma Idiosinkrasi.28
Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis Asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis Asma sering
(29)
ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko. Pada penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons dapat membantu diagnosis.14
Berikut adalah beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis Asma pada pasien7:
Pemeriksaan Jasmani
Gejala Asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi, dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu napas.
Faal Paru
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: 1. Obstruksi jalan napas
(30)
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas. Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
2.5 Klasifikasi Asma Bronkial
2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tipe Asma23
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak.
2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis β-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab. Serangan dari Asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
(31)
3. Asma campuran (Mixed Asma), merupakan bentuk Asma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi.
2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Beratnya Asma Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Beratnya Asma
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru
I. Intermiten Bulanan
≤ 2 kali sebulan
APE≥ 80% * Gejala < 1x/minggu
* Tanpa gejala di luar serangan
* Serangan singkat
* VEP1≥80% nilai prediksi
APE≥80% nilai terbaik
* Variabiliti APE <20% II. Persisten
Ringan
Mingguan
> 2 kali sebulan
APE > 80% * Gejala > 1x/minggu,
tetapi < 1x/ hari * Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
* VEP1≥80% nilai prediksi
APE≥80% nilai terbaik
* Variabiliti APE 20-30%
III. Persisten Sedang
Harian
> 1x / seminggu
APE 60–80% * Gejala setiap hari
* Serangan mengganggu aktivitas dan tidur *Membutuhkan bronkodilator setiap hari
* VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
* Variabiliti APE >30%
IV. Persisten Berat
Kontinyu
Sering
APE≤60% * Gejala
terus-menerus
* Sering kambuh * Aktivitas fisik terbatas
* VEP1≤ 60% nilai prediksi
APE≤ 60% nilai terbaik
* Variabiliti APE >30%
Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 20047
Keterangan : APE = Arus Puncak Ekspirasi VEP = Volume Ekspirasi Paksa
(32)
2.6 Epidemiologi Asma Bronkial 2.6.1 Distribusi dan Frekuensi
Asma merupakan penyakit kronik yang umum di masyarakat dunia, diperkirakan terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Prevalensi Asma lebih tinggi pada kelompok usia anak-anak.9 Di Amerika, Asma menjadi penyebab ke-3 tertinggi kesakitan pada anak usia dibawah 15 tahun. Terdapat 25,9 juta penduduk Amerika yang menderita penyakit Asma dengan 7,1 juta diantaranya adalah kasus pada usia anak-anak.29 Sementara itu, di Australia, 10% penduduk (sekitar 2 juta orang) menderita Asma, 11% merupakan penduduk berusia di atas 75 tahun. Pada tahun 2007 tercatat 385 kematian akibat Asma di Australia, kemudian meningkat menjadi 449 kematian pada tahun 2008.30Di New Zealand, dilaporkan 8% remaja mengalami mengi dan 10% orang dewasa mengalami kesulitan bernapas. Pada tahun 2006, tercatat 182 kematian akibat Asma di New Zealand.31 Di Inggris tercatat 5,4 juta orang menjalani terapi Asma, 1,1 juta diantaranya merupakan pasien usia anak-anak.32 Di Kanada, prevalensi Asma mencapai 8,5% pada tahun 2010. Prevalensi Asma pada anak-anak di Kanada adalah 13%. Asma menjadi penyakit utama penyebab kesakitan pada anak-anak di Kanada.33
Pada tahun 2009, tercatat ada 12,5 juta penderita Asma di Indonesia.34 Beberapa penelitian di kota-kota Indonesia menunjukkan prevalensi Asma yang bervariasi, di Bandung 2,6%; Jakarta 16,4%; Yogyakarta 10,5%. Hasil penelitian
(33)
berusia 13-14 tahun melaporkan prevalensi Asma di Indonesia sebesar 2,1% pada tahun 1995, pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.15
2.6.2 Determinan A. Host (Pejamu)
Ada beberapa faktor pada host (pejamu) yang merupakan determinan serangan Asma, diantaranya:
Genetik
Faktor genetik berperan pada penyakit Asma anak terutama bila ibu juga menderita Asma.35 Asma dan penyakit alergi sering terjadi bersamaan pada individu dalam satu keluarga. Prevalensi terjadinya Asma meningkat pada pasien yang menderita Rinitis Alergi. Beberapa studi longitudinal menunjukkan manifestasi atopi yang sudah dimulai sejak usia kanak-kanak misalnya dermatitis atopi dan alergi makanan yang terjadi saat bayi akan berlanjut dengan Asma dan/atau Rinitis Alergi pada saat kanak-kanak. Sekitar 30% anak-anak dengan Dermatitis Atopi akan berkembang menjadi Asma di kemudian hari dan hampir 66% akan menjadi Rinitis Alergi.36 Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat, 30-90% kasus Asma Bronkial memiliki gejala Rinitis Alergi sebelumnya.37
Jenis Kelamin
Pria merupakan risiko untuk Asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi Asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.14Sibbald (1997) menulis bahwa prevalensi
(34)
Asma pada anak atopik lebih banyak terjadi pada anak laki-laki, sementara itu pada orang dewasa biasanya non-atopik dan rasio antara perempuan dan laki-laki hampir sama. Von Matius, dkk (1999) dalam teorinya menyebutkan bahwa anak laki-laki memiliki saluran napas yang lebih kecil dibandingkan ukuran paru.38 Pada wanita, peningkatan kadar progesteron di masa kehamilan memberikan pengaruh awal dengan meningkatkan sensitifitas terhadap CO2 yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan, yang disebut sebagai dispnea selama kehamilan.39
Usia
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita Asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun.40Atopi (penyakit alergi) yang muncul pada usia dini terutama dalam 3 tahun pertama kehidupan memiliki potensi untuk berkembang menjadi Asma. Pemberian antibiotik dalam sebelum usia 1 tahun merupakan risiko untuk terjadinya Asma di masa mendatang.17
Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko Asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat memengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya Asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan Asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas, dan status kesehatan.14 Obesitas juga dikaitkan dengan penurunan fungsi paru yang memungkinkan terjadinya Asma. Obesitas menyebabkan penurunan sistem komplians paru, volume paru, dan
(35)
diameter saluran napas perifer. Akibatnya, terjadi peningkatan hiperreaktivitas saluran napas, perubahan volume darah pulmoner, dan gangguan fungsi ventilasi perfusi. Penurunan sistem komplians paru pada obesitas disebabkan oleh penekanan dan infiltrasi jaringan lemak di dinding dada, serta peningkatan volume darah paru.41
Kebiasaan Merokok
Asap tembakau telah terbukti memicu timbulnya gejala Asma, terutama pada anak. Individu lain yang menghirup asap rokok (perokok pasif) mendapatkan racun yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan pengguna rokok (perokok aktif) dan mengalami iritasi pada mukosa sistem pernafasan.40 Ibu yang merokok saat hamil akan melahirkan bayi prematur yang akan mempunyai ukuran paru lebih kecil dan akan mempunyai faktor risiko mengi pada usia neonatus, di samping itu asap rokok akan mengurangi fungsi paru bayi. Penelitian membuktikan bahwa bayi prematur dari ibu perokok waktu hamil akan rentan terhadap infeksi saluran napas disebabkan oleh virus, dan karena IgE tali pusat bayi ini tinggi.35
Infeksi Saluran Napas
Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus sudah lama diketahui sebagai pencetus Asma yang paling sering ditemukan. Banyak kejadian Asma muncul saat musim hujan dimana influenza banyak terjadi sehingga menyebar dari satu anggota ke anggota keluarga lainnya, dimulai dengan batuk-batuk yang kemudian diikuti dengan munculnya sesak napas sebagai bentuk gejala Asma.14 Infeksi respiratory syncytial virus (RSV) sering menyebabkan bronkiolitis pada
(36)
bayi usia 3-6 bulan. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi Asma bila ditemukan antibodi RSV IgE spesifik dalam sekret hidung.35
Stres/Gangguan Emosi
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga dapat memperberat serangan Asma yang sudah ada. Saat seseorang emosi dan panik seringkali keluhan Asma muncul. Ekspresi yang ekstrim seperti tertawa, menangis, marah, dan ketakutan dapat menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia yang membuat saluran pernafasan menyempit sehingga penderita terserang Asma kembali. Di samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita Asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena apabila stresnya masih belum teratasi, maka gejala Asmanya lebih sulit diobati. Suatu studi menyatakan bahwa ibu hamil yang stres dapat menyebabkan risiko Asma pada anak.42
B. Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan memengaruhi individu dengan kencederungan Asma untuk berkembang menjadi Asma, menyebabkan kekambuhan, dan atau menimbulkan gejala Asma menetap.43 Beberapa faktor lingkungan yang dapat memengaruhi kejadian Asma, diantaranya:
Alergen Terdiri atas:
1. Alergen dalam rumah/indoor, seperti tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang, dan lain-lain.14
(37)
2. Alergen luar rumah/outdoor, seperti serbuk sari dan spora jamur.14
3. Alergen dalam bahan makanan, seperti susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan. Terjadinya Asma bronkial akibat makanan tersebut dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang mengancam jiwa 3% - 8% penderita Asma. Selain bronkokonstriksi penderita tersebut juga mengalami reaksi gastrointestinal, naso-okuler, dermal, dan peningkatan ekskresi cysteinil leukotriene melalui urin.44 Alergi makanan kebanyakan dihubungkan dengan IgE spesifik yang dapat diperiksa secara invitro (RAST) atau dengan uji kulit. Uji kulit negatif mempunyai nilai prediktif yang tinggi dengan gejala klinik, sebaliknya uji kulit mempunyai nilai prediksi positip sebesar 50%.35
4. Alergi terhadap obat, jenis obat-obatan tertentu dapat mencetuskan Asma. Terdapat dua grup obat yang sangat penting untuk dihindari oleh penderita Asma, yaitu grup obat beta blockers seperti propanolol, nadolol, bahkan obat beta blockers yang bekerja lokal sekalipun seperti timolol ophtalmic solution. Grup obat kedua adalah aspirin dan non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAIDS) seperti ibuprofen, naproxen.14
Polusi Udara
Polusi udara merupakan salah satu faktor pencetus yang harus diperhatikan oleh penderita Asma. Polusi ini bisa berada outdoorseperti di sekitar tempat kerja dan sekolah, maupun indoor. Polusi udara outdoor dapat berasal dari asap pabrik, bengkel, pembakaran sisa atau sampah industry, serta gas buang yang berasal dari knalpot mobil maupun motor. Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi
(38)
bahan pencemar biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid, Volatile Organic Compounds(VOC), danCombustion Products(CO, NO2, SO2). Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat, pembersih, komestik, semprotan rambut (hairspray), deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan, dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furniture, dan karpet. Sedangkan sumber polutan Combustion Products
biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur.44 Lingkungan Kerja
Asma merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang paling sering pada saluran pernapasan disamping rinitis. Di Indonesia belum ada data pasti tentang penyakit Asma akibat kerja namun diperkirakan 2% dari seluruh penderita Asma di Indonesia adalah Asma akibat kerja.45Ada dua jenis Asma akibat kerja46:
1. Irritant-induced Occupational Asthma (sebelumnya dikenal sebagai Reactive Airway Dysfunction Syndromeatau RADS)
2. Allergic Occupational Asthma. Ini adalah jenis Asma akibat kerja yang paling sering terjadi.
Exercise-induced Asthma
Latihan fisik atau exercise yang berlebihan seringkali menimbulkan Asma. Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.14 Kegiatan olahraga menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini menyebabkan meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan yang pada gilirannya memicu terjadinya serangan Asma. Lari cepat
(39)
paling sering menimbulkan serangan Asma. Serangan Asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah aktivitas tersebut selesai.44 Meskipun olahraga merupakan salah satu pencetus yang efisien untuk menimbulkan serangan asma, dalam batas-batas tertentu penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah olahraga. Pada penderita Asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan sangat penting sebab penderita asma kronis umumnya mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.47
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering memengaruhi Asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.44 Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).14
2.7 Pencegahan Asma Bronkial
Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah penderita tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan Asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi Asma, dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi serangan/bermanifestasi klinis Asma pada penderita yang sudah menderita Asma.7
2.7.1 Pencegahan Primer
Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal merupakan periode dilakukannya pencegahan primer penyakit Asma.7
(40)
Periode prenatal
Kehamilan trimester kedua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji antigen (antigen presenting cells) dan sel T yang matang, merupakan saat fetus tersensisitasi alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui usus. Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan sensitisasi daripada konsentrasi tinggi. Faktor konsentrasi alergen dan waktu pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau toleransi imunologis.7
Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk dilakukan pada periode ini.7
Periode postnatal
Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan, kacang-kacangan. Sebagian besar studi mengenai hal tersebut menunjukkan hasil yang inkonklusif (tidak dapat ditarik kesimpulan). Dua studi dengan tindak lanjut yang paling lama menunjukkan efek transien dari menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Tindak lanjut menunjukkan berkurangnya bahkan hampir tidak ada efek pada manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung oleh hasil. Bahkan perlu dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko menimbulkan gangguan tumbuh kembang.7
(41)
Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi, menurunkan risiko dermatitis atopik pada anak, tetapi masih dibutuhkan studi lanjutan. Beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa menghindari pajanan dengan kucing sedini mungkin, tidak mencegah alergi; dan sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing kenyataannya mencegah alergi lebih baik daripada menghindari binatang tersebut. Penjelasannya sama dengan hipotesis hygiene, yang menyatakan hubungan dengan mikrobial sedini mungkin menurunkan penyakit alergik di kemudian hari. Kontroversi tersebut mendatangkan pikiran bahwa strategi pencegahan primer sebaiknya didesain dapat menilai keseimbangan sel Th1dan Th2, sitokin dan protein-protein yang berfusi dengan alergen.7
Berbagai studi dan data menunjukkan bahwa ibu perokok berdampak pada kesakitan saluran napas bawah pada anaknya sampai dengan usia 3 tahun. Studi lainnya menunjukkan bahwa ibu merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan paru anak, dan bayi dari ibu perokok 4 kali lebih sering mendapatkan gangguan mengi dalam tahun pertama kehidupannya. Hanya sedikit bukti yang mendapatkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan berefek pada sensitisasi alergen sehingga disimpulkan merokok dalam kehamilan berdampak pada perkembangan paru, meningkatkan frekuensi gangguan mengi nonalergi pada bayi, tetapi mempunyai peran kecil pada terjadinya Asma alergi di kemudian hari. Pajanan asap rokok lingkungan baik pada periode prenatal maupun postnatal (perokok pasif) memengaruhi timbulnya gangguan/penyakit dengan mengi.7
(42)
2.7.2 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah penderita yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi Asma. Mengurangi pajanan penderita yang telah tersensitasi dengan beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja yang berisiko, makanan, zat aditif, dan obat-obatan dapat mencegah terjadinya Asma.14 Pengamatan pada Asma kerja menunjukkan bahwa menghentikan pajanan alergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah memiliki gejala Asma, menghasilkan pengurangan/resolusi yang lebih menyeluruh dari gejala daripada jika pajanan dibiarkan terus berlangsung.7 Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.14
Diagnosis dini Asma tidak selalu mudah untuk ditegakkan. Beberapa kriteria diagnosis untuk Asma selalu mempunyai berbagai kelemahan, tetapi umumnya disepakati bahwa hiperreaktivitas bronkus tetap merupakan bukti objektif yang diperlukan untuk diagnosis Asma, termasuk untuk asma pada anak. Gejala klinis utama Asma anak pada umumnya adalah mengi berulang dan sesak napas, tetapi pada anak tidak jarang batuk kronik dapat merupakan satu-satunya gejala klinis yang ditemukan. Biasanya batuk kronik itu berhubungan dengan infeksi saluran napas atas. Selain itu harus dipikirkan pula kemungkinan Asma pada anak bila terdapat penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik atau gejala batuk malam hari.48
(43)
Beta antagonis (β-adregenic agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam penatalaksanaan penyakit Asma, dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasikan otot polos (vasodilator). Adregenic agent juga meningkatkan pergerakan siliari, menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Adregenik yang sering digunakan antara lain epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan terbutalin. Biasanya obat ini diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat memengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.23
2.7.3 Pencegahan Tersier
Pada tingkat ini yang dilakukan adalah mencegah terjadinya serangan Asma yang dapat ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Menghindari pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi Asma dan menurunkan kebutuhan medikasi/obat.7 Pemberian anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan, dikenal sebagai pengontrol. Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal sebagai pelega. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan Asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah sebelum ke dokter.14 Pengobatan dini dengan kortikosteroid inhalasi (KI) memungkinkan terjadi remisi, atau paling tidak memberikan perbaikan fungsi paru yang lebih baik.49
(44)
2.8 Penatalaksanaan Asma Bronkial
Penatalaksanaan Asma Bertujuan14:
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala Asma, agar kualitas hidup meningkat, b. Mencegah eksaserbasi akut,
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
d. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas lainnya, e. Menghindari efek samping obat,
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel, dan g. Meminimalkan kunjngan ke gawat darurat.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu14:
1. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera, Penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang dapat menyebabkan keter-lambatan dalam pengobatan/tindakan.
(45)
2. Penatalaksanaan Asma Kronik
Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol, Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal sebagai pelega.
Pada masa anak terjadi proses tumbuh- kembang fisis, faal, imunologi, dan perilaku yang memberi peluang sangat besar untuk dilakukannya upaya pencegahan, kontrol, self-management, dan pengobatan Asma. Penatalaksanaan Asma yang baik harus disokong oleh pengertian tentang peran genetik, alergen, polutan, infeksi virus, dan psikologis pasien beserta keluarga. Pendidikan dan penjelasan tentang Asma pada pasien dan keluarga merupakan unsur penting penatalaksanaan Asma. Perlu penjelasan sederhana tentang proses penyakit, faktor risiko, penghindaran pencetus, manfaat dan cara kontrol lingkungan, cara mengatasi serangan akut, pemakaian obat dengan benar, serta hal lain yang semuanya bertujuan untuk meminimalkan morbiditas fisis dan psikis serta mencegah disabilitas. Bila ditangani dengan baik maka pasien Asma dapat memperoleh kualitas hidup yang sangat mendekati orang sehat normal, dengan fungsi paru normal walaupun tetap menunjukkan saluran napas yang hiperresponsif.48
(46)
2.9 Kerangka Konsep
Karakteristik Penderita Asma Bronkial 1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin Agama
Pekerjaan Pendidikan
Status Perkawinan Daerah Asal 2. Faktor Pencetus 3. Riwayat Keluarga 4. Lama rawatan 5. Sumber biaya
(47)
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desaincase series. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru. Adapun pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena tersedianya data pasien Asma Bronkial, kesediaan pihak Rumah Sakit dalam memberikan izin penelitian kepada peneliti, serta belum pernah dilakukan penelitian serupa di Rumah Sakit tersebut.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Oktober 2014. 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita Asma Bronkial yang dirawat inap di Rumah Sakit Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013, yaitu 237 kasus. 3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi, yaitu 237 kasus. 3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita Asma Bronkial rawat inap yang berasal dari bagian rekam medik Rumah Sakit Arifin Achmad tahun 2011-2013.
(48)
3.5 Teknik Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pada komputer dengan ujiChi-squaredanMann-Whitneylalu disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi, diagram bar, dan diagram pie.
3.6 Defenisi Operasional Variabel Penelitian
3.6.1 Penderita Asma Bronkial adalah pasien yang dinyatakan menderita penyakit Asma Bronkial berdasarkan hasil diagnosa dokter yang terdapat dalam kartu status.
3.6.2 Sosiodemografi Penderita Asma Bronkial terdiri dari:
a. Umur adalah lamanya hidup penderita Asma Bronkial dalam satuan tahun yang terdapat pada kartu status, dikelompokkan menjadi:
1. <18 tahun 2. 19-45 tahun 3. >45 tahun
b. Jenis Kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita Asma Bronkial yang terdapat pada kartu status, dibedakan atas:
1. Laki-laki 2. Perempuan
c. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh penderita Asma Bronkial yang terdapat pada kartu status, dibedakan atas:
1. Islam
2. Kristen Protestan 3. Katolik
4. Buddha 5. Hindu
(49)
d. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan oleh penderita Asma Bronkial yang terdapat pada kartu status, dibedakan menjadi:
1. PNS
2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. IRT
5. Pelajar/Mahasiswa 6. Tidak Bekerja
e. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir penderita Asma Bronkial yang terdapat pada kartu stastus, dibedakan atas:
1. Tidak/Belum Sekolah 2. SD
3. SLTP 4. SLTA
5. Akademi/Perguruan Tinggi
f. Status Perkawinan adalah keadaan ada atau tidak adanya pasangan hidup penderita Asma Bronkial yang terdapat pada kartu status, dibedakan menjadi: 1. Kawin
2. Tidak Kawin 3. Cerai
g. Daerah asal adalah tempat dimana penderita Asma Bronkial tinggal dan menetap yang terdapat pada kartu status, dibedakan menjadi:
1. Kota Pekanbaru 2. Luar Kota Pekanbaru
3.6.3 Faktor pencetus adalah hal-hal yang dapat memicu timbulnya serangan Asma Bronkial yang tercatat pada kartu status, dibedakan atas:
1. Allergen 2. Non-Allergen
(50)
3.6.4 Riwayat Keluarga adalah ada tidaknya anggota keluarga sedarah yang mempunyai riwayat menderita Asma Bronkial.
3.6.5 Lamanya rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita Asma Bronkial menjalani perawatan di Rumah Sakit dari hari pertama masuk sampai hari terakhir sesuai dengan yang tercatat di rekam medik.
3.6.6 Keadaan Sewaktu Pulang adalah keadaan penderita Asma Bronkial pada saat pulang sesuai dengan yang tercatat dalam jartu status, dibedakan atas:
1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)
2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 3. Meninggal Dunia
3.6.7 Sumber Biaya adalah asal pendanaan yang digunakan oleh penderita Asma Bronkial untuk membayar biaya pengobatan, dibedakan atas:
1. Biaya Sendiri
(51)
BAB 4
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Perkembangan RSUD Arifin Achmad
Perkembangan RSUD Arifin Achmad dimulai pada tahun 1950-an. Pada masa itu gedung rumah sakit yang ada merupakan peninggalan pemerintah Belanda dengan kapasitas 20 TT yang berlokasi di Jalan Kesehatan. Selanjutnya pada awal tahun 1960-an, Pemerintah Propinsi Dati I Riau membangun sebuah rumah sakit dengan kapasitas 50 TT yang berlokasi di Jalan Melur Pekanbaru, dengan status rumah sakit milik Pemerintah Dati II Kodya Pekanbaru. Mulai tahun 1963, kegiatan pelayanan kesehatan pada rumah sakit di Jalan Kesehatan dipindahkan ke gedung yang berlokasi di Jalan Melur. Bersamaan dengan itu Pemerintah Pusat, dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia, membangun gedung rumah sakit yang terletak di Jalan Diponegoro di atas lahan seluas 6 Ha, yang dioperasionalkan pada pertengahan tahun 1970.
Pada tahun 1976, rumah sakit yang berlokasi di Jalan Diponegoro diresmikan dengan nama Rumah Sakit Umum Propinsi (RSUP) Pekanbaru berdasarkan surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Riau No. KPTS-70/V/1976 dengan status Rumah Sakit Tipe C milik Pemerintah Dati I Riau, dengan demikian segala kegiatan telah di pindahkan ke gedung RSUP. Selanjutnya pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan No. KPTS-22/I/1993 RSUP Pekanbaru ditingkatkan kelasnya sebagai Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan, dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pekanbaru yang susunan organisasinya disesuaikan dengan
(52)
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Riau (Perda no. 2 tahun 1996) tentang susunan dan tata kerja organisasi RSUD Propinsi Riau yang disetujui oleh Mendagri dengan SK No. 149/1996.
Surat Gubernur Kepala Daerah Propinsi Tingkat I Riau No. 440/Binsos/3268 tanggal 16 Desember 1999 menetapkan RSUD menjadi Rumah Sakit kelas B Pendidikan. Hal ini juga dikuatkan dengan SK Menkes Nomor 240/MENKES-KESSOS/SK/III/2001 tentang Peningkatan Kelas RSUD Pekanbaru Milik Pemerintah Propinsi Riau tanggal 23 Maret 2001. Pada 9 Agustus 2005, RSUD Propisi Riau berganti nama menjadi RSUD Arifin Achmad.
Keberhasilan RSUD dalam mendapatkan Sertifikat Akreditasi untuk 12 Kegiatan Pelayanan dan sertifikasi ISO 9000 : 2001 tahun 2008 menjadi warna tersendiri dalam pelaksanaan penyempurnaan Master Plan rumah sakit. Pada tahun 2009, manajemen rumah sakit melakukan peningkatan layanan melalui pengembangan sistem manajemen mutu melalui ISO 9001 : 2008 untuk instalasi rawat jalan, mempersiapkan rencana penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) dengan tujuan lebih meningkatkan kualitas layanan rumah sakit kepada pasien. Selanjutnya dengan telah dilengkapinya sarana dan akses menuju gedung Radioterapi, maka pada bulan Oktober 2009 pelayanan Radioterapi sudah dapat difungsikan. Layanan ini merupakan layanan unggulan yang ditujukan untuk mengatasi masalah penyakit kanker dan sampai dengan saat ini merupakan satu-satunya fasilitas radioterapi dengan alat LINAC di Sumatera.
Pada tahun 2010, RSUD Arifin Achmad mendapatkan Sertifikat Akreditasi untuk 16 Kegiatan Pelayanan dan sertifikasi ISO 9001 : 2008 dan RSUD Arifin
(53)
Achmad berubah menjadi PPK BLUD. Sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Riau No. 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja, dinyatakan bahwa kedudukan RSUD Arifin Achmad adalah perangkat daerah yang diserahi wewenang, tugas, dan tanggung jawab untuk melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna, dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
Tugas pokok dan fungsi RSUD Arifin Achmad ditetapkan dalam Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau yaitu: “Melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
4.1.2 Struktur Organisasi RSUD Arifin Achmad
Susunan Organisasi RSUD Arifin Achmad terdiri dari : 1. Direktur Utama
2. Direktorat Medik dan Keperawatan, terdiri dari : 2.1 Bidang Pelayanan Medik, terdiri dari :
2.1.1 Seksi Perencanaan Pelayanan Medik
(54)
2.2 Bidang Keperawatan, terdiri dari :
2.2.1 Seksi Perencanaan Pelayanan Keperawatan 2.2.2 Seksi Monitoring dan Evaluasi Keperawatan 2.3 Bidang Fasilitas Pelayanan Medik, terdiri dari :
2.3.1 Seksi Perencanaan Fasilitas Pelayanan Medik
2.3.2 Seksi Monitoring dan Evaluasi Fasilitas Pelayanan Medik 3. Direktorat Umum, Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, terdiri dari :
3.1 Bagian Sumber Daya Manusia, terdiri dari : 3.1.1 Sub Bagian Administrasi Pegawai
3.1.2 Sub Bagian Pengembangan dan Mutasi Pegawai 3.2 Bagian Pendidikan dan Penelitian, terdiri dari :
3.2.1 Sub Bagian Pendidikan dan Pelatihan
3.2.2 Sub Bagian Penelitian/Pengembangan Perpustakaan 3.3 Bagian Tata Usaha, terdiri dari :
3.3.1 Sub Bagian Umum
3.3.2 Sub Bagian Rumah Tangga
3.3.3 Sub Bagian Hukum, Informasi dan Kemitraan. 4. Direktorat Keuangan, terdiri dari :
4.1 Bagian Perbendaharaan dan Mobilisasi Dana, terdiri dari : 4.1.1 Sub Bagian Perbendaharaan
4.1.2 Sub Bagian Mobilisasi Dana 4.2 Bagian Akuntansi, terdiri dari :
4.2.1 Sub Bagian Akuntansi Keuangan
4.2.2 Sub Bagian Akuntansi Manajemen dan Verifikasi 4.3 Bagian Perencanaan Anggaran, terdiri dari :
4.3.1 Sub Bagian Penyusunan Anggaran 4.3.2 Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan
Terdapat poli paru di RSUD Arifin Achmad yang menyediakan fasilitas untuk pemeriksaan paru, seperti spirometri. Poli paru ini dibuka untuk pasien setiap hari dalam satu minggu. Pada tahun 2014, tercatat ada 5 orang dokter spesialis paru di RSUD Arifin Achmad.
(55)
4.2 Analisa Dekriptif
4.2.1 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Sosiodemografi
Proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, daerah asal) dapat dilihat pada tabel 4.1 dan 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
Umur (Tahun)
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
f % f %
<18 19-45 >45 39 25 24 44,3 28,4 27,3 23 61 65 15,5 40,9 43,6
Jumlah 88 100,0 149 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur >45 tahun, yaitu 89 orang, dengan proporsi laki-laki 24 orang (27,3%) dan perempuan 65 orang (43,6%). Proporsi penderita Asma Bronkial terendah pada kelompok umur <18 tahun, yaitu 62 orang, dengan proporsi laki-laki 39 orang (44,3%) dan perempuan 23 orang (15,5%).
(56)
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Sosiodemografi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan Agama, Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan, dan Daerah Asal di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
No. Sosiodemografi f %
1. Agama Islam Kristen Protestan Katolik 221 14 2 93,3 5,9 0,8
Jumlah 237 100,0
2. Pekerjaan
PNS/Pensiunan Pegawai Swasta Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga Pelajar/Mahasiswa Tidak bekerja 20 20 23 91 28 55 8,4 8,4 9,7 38,4 11,8 23,3
Jumlah 237 100,0
3. Pendidikan Tidak/Belum sekolah SD SMP SMA Akademi/Perguruan Tinggi 51 48 49 61 28 21,5 20,3 20,7 25,7 11,8
Jumlah 237 100,0
4. Status Perkawinan Kawin Tidak Kawin 152 85 64,1 35,9
Jumlah 237 100,0
5. Daerah Asal Kota Pekanbaru Luar Kota Pekanbaru
179 58
75,5 24,5
Jumlah 237 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Pada tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan agama tertinggi adalah agama Islam yaitu 221 orang (93,2%) dan terendah Katolik 2 orang (0,8%).
(57)
Berdasarkan pekerjaan diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 tertinggi adalah ibu rumah tangga yaitu 91 orang (38,4%), sedangkan yang terendah adalah PNS/Pensiunan dan Pegawai Swasta masing-masing sebanyak 20 orang (8,4%).
Berdasarkan tingkat pendidikan diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 tertinggi adalah tingkat SMA sebanyak 61 orang (25,7%) dan terendah tingkat pendidikan Akademi/Perguruan Tinggi sebanyak 28 orang (11,8%).
Berdasarkan status perkawinan diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 terdapat 152 orang (64,1%) dengan status kawin dan 85 orang (35,9%) dengan status tidak kawin.
Berdasarkan daerah asal diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 yang berdomisili di Pekanbaru sebanyak 179 orang (75,5%) sedangkan dari luar Pekanbaru 58 orang ( 24,5%).
4.2.2 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Faktor Pencetus
Proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan faktor pencetus dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.
(58)
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan Faktor Pencetus di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
No. Faktor Pencetus Asma f %
1. Allergen 31 13,1
2. Non-Allergen 206 86,9
JUMLAH 237 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Berdasarkan faktor pencetus diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 yang tertingi adalah non-allergen sebanyak 206 orang (86,9%) dan Allergen sebanyak 31 orang (13,1%).
4.2.3 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Riwayat Keluarga
Proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan riwayat keluarga dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan Riwayat Keluarga Asma di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
No. Riwayat Keluarga f %
1. Ada Riwayat Keluarga 133 56,1
2. Tidak Ada Riwayat Keluarga 104 43,9
JUMLAH 237 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Berdasarkan riwayat keluarga Asma diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 yang
(59)
memiliki riwayat keluarga sebanyak 133 orang (56,1%) dan yang tidak memiliki riwayat keluarga sebanyak 104 orang (43,9%).
4.2.4 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Lama Rawatan
Proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan lama rawatan rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
Lama Rawatan
Mean 3,9
Standar Deviasi (SD) 2,492
95% Confidence Interval 3,58-4,22
Minimum 1
Maksimum 15
Sumber: Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Pada tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan lama rawatan rata-rata adalah 3,9 hari (4 hari) dan standar deviasi 2,492 hari (2 hari). Lama rawatan minimum 1 hari dan maksimum 15 hari. Berdasarkan Confidence Interval
95% didapatkan bahwa lama rawatan rata-rata penderita Asma Bronkial selama 3,58-4,22 hari.
(60)
4.2.5 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Sumber Biaya
Proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013
No. Sumber Biaya f %
1. Biaya Sendiri 72 30,4
2. Bukan Biaya Sendiri 165 69,6
JUMLAH 237 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Berdasarkan sumber biaya diperoleh proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 yang bukan biaya sendiri sebanyak 165 orang (69,6%) dan yang menggunakan biaya sendiri sebanyak 72 orang (30,4%).
4.2.6 Penderita Asma Bronkial Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi penderita Asma Bronkial rawat inap di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.
(1)
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Lama rawatan 237 3.90 2.492 1 15
Sumber biaya 237 1.70 .461 1 2
Ranks
Sumber biaya N Mean Rank Sum of Ranks
Lama rawatan Biaya sendiri 72 107.69 7754.00
Bukan biaya sendiri 165 123.93 20449.00
Total 237
Test Statisticsa
Lama rawatan
Mann-Whitney U 5126.000
Wilcoxon W 7754.000
Z -1.703
Asymp. Sig. (2-tailed) .089
(2)
Keadaan sewaktu pulang * Sumber biaya Crosstabulation Sumber biaya
Total Biaya sendiri Bukan biaya sendiri
Keadaan sewaktu pulang Pulang Berobat Jalan
Count 58 154 212
% within Keadaan sewaktu pulang
27.4% 72.6% 100.0%
% within Sumber biaya 80.6% 93.3% 89.5%
Pulang Atas Permintaan Sendiri
Count 14 11 25
% within Keadaan sewaktu pulang
56.0% 44.0% 100.0%
% within Sumber biaya 19.4% 6.7% 10.5%
Total Count 72 165 237
% within Keadaan sewaktu pulang
30.4% 69.6% 100.0%
% within Sumber biaya 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.674a 1 .003
Continuity Correctionb 7.372 1 .007
Likelihood Ratio 7.962 1 .005
Fisher's Exact Test .005 .004
Linear-by-Linear Association 8.637 1 .003
N of Valid Cases 237
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.59. b. Computed only for a 2x2 table
(3)
Keadaan sewaktu pulang * Daerah Asal Crosstabulation Daerah Asal Total Kota Pekanbaru Luar Kota Pekanbaru Keadaan sewaktu pulang Pulang Berobat Jalan
Count 159 53 212
% within Keadaan sewaktu pulang
75.0% 25.0% 100.0%
% within Daerah Asal
88.8% 91.4% 89.5%
Pulang Atas Permintaan Sendiri
Count 20 5 25
% within Keadaan sewaktu pulang
80.0% 20.0% 100.0%
% within Daerah Asal
11.2% 8.6% 10.5%
Total Count 179 58 237
% within Keadaan sewaktu pulang
75.5% 24.5% 100.0%
% within Daerah Asal
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .302a 1 .582
Continuity Correctionb .092 1 .761
Likelihood Ratio .315 1 .575
Fisher's Exact Test .806 .393
Linear-by-Linear Association .301 1 .583
(4)
Jenis kelamin * Faktor Pencetus Crosstabulation Faktor Pencetus
Total Allergen Non-allergen
Jenis kelamin Laki-laki Count 10 78 88
% within Jenis kelamin 11.4% 88.6% 100.0% % within Faktor Pencetus 32.3% 37.9% 37.1%
% of Total 4.2% 32.9% 37.1%
Perempuan Count 21 128 149
% within Jenis kelamin 14.1% 85.9% 100.0% % within Faktor Pencetus 67.7% 62.1% 62.9%
% of Total 8.9% 54.0% 62.9%
Total Count 31 206 237
% within Jenis kelamin 13.1% 86.9% 100.0% % within Faktor Pencetus 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 13.1% 86.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .363a 1 .547
Continuity Correctionb .162 1 .687
Likelihood Ratio .369 1 .544
Fisher's Exact Test .691 .348
Linear-by-Linear Association .361 1 .548
N of Valid Cases 237
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.51. b. Computed only for a 2x2 table
(5)
(6)