22
paling sering menimbulkan serangan Asma. Serangan Asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah aktivitas tersebut selesai.
44
Meskipun olahraga merupakan salah satu pencetus yang efisien untuk menimbulkan serangan asma,
dalam batas-batas tertentu penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah
olahraga. Pada penderita Asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan sangat penting sebab penderita asma kronis umumnya
mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.
47
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering memengaruhi Asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma.
44
Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga serbuk sari beterbangan.
14
2.7 Pencegahan Asma Bronkial
Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah penderita tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan Asma, pencegahan sekunder adalah
mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi Asma, dan pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak terjadi seranganbermanifestasi klinis
Asma pada penderita yang sudah menderita Asma.
7
2.7.1 Pencegahan Primer
Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal dan perinatal merupakan periode dilakukannya pencegahan primer penyakit Asma.
7
Universitas Sumatera Utara
23
Periode prenatal
Kehamilan trimester kedua yang sudah terbentuk cukup sel penyaji antigen antigen presenting cells dan sel T yang matang, merupakan saat fetus tersensisitasi
alergen dengan rute yang paling mungkin adalah melalui usus. Konsentrasi alergen yang rendah lebih mungkin menimbulkan sensitisasi daripada konsentrasi tinggi.
Faktor konsentrasi alergen dan waktu pajanan sangat mungkin berhubungan dengan terjadinya sensitisasi atau toleransi imunologis.
7
Penelitian menunjukkan menghindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil dengan risiko tinggi, tidak mengurangi risiko melahirkan bayi atopi, bahkan
makanan tersebut menimbulkan efek yang tidak diharapkan pada nutrisi ibu dan fetus. Saat ini, belum ada pencegahan primer yang dapat direkomendasikan untuk
dilakukan pada periode ini.
7
Periode postnatal
Berbagai upaya menghindari alergen sedini mungkin dilakukan terutama difokuskan pada makanan bayi seperti menghindari protein susu sapi, telur, ikan,
kacang-kacangan. Sebagian besar studi mengenai hal tersebut menunjukkan hasil yang inkonklusif tidak dapat ditarik kesimpulan. Dua studi dengan tindak lanjut
yang paling lama menunjukkan efek transien dari menghindari makanan berpotensi alergen dengan dermatitis atopik. Tindak lanjut menunjukkan berkurangnya bahkan
hampir tidak ada efek pada manifestasi alergik saluran napas, sehingga disimpulkan bahwa upaya menghindari alergen makanan sedini mungkin pada bayi tidak didukung
oleh hasil. Bahkan perlu dipikirkan memanipulasi dini makanan berisiko
menimbulkan gangguan tumbuh kembang.
7
Universitas Sumatera Utara
24
Diet menghindari antigen pada ibu menyusui risiko tinggi, menurunkan risiko dermatitis atopik pada anak, tetapi masih dibutuhkan studi lanjutan. Beberapa studi
terakhir menunjukkan bahwa menghindari pajanan dengan kucing sedini mungkin, tidak mencegah alergi; dan sebaliknya kontak sedini mungkin dengan kucing dan
anjing kenyataannya mencegah alergi lebih baik daripada menghindari binatang tersebut. Penjelasannya sama dengan hipotesis hygiene, yang menyatakan hubungan
dengan mikrobial sedini mungkin menurunkan penyakit alergik di kemudian hari. Kontroversi tersebut mendatangkan pikiran bahwa strategi pencegahan primer
sebaiknya didesain dapat menilai keseimbangan sel Th1dan Th2, sitokin dan protein- protein yang berfusi dengan alergen.
7
Berbagai studi dan data menunjukkan bahwa ibu perokok berdampak pada kesakitan saluran napas bawah pada anaknya sampai dengan usia 3 tahun. Studi
lainnya menunjukkan bahwa ibu merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan paru anak, dan bayi dari ibu perokok 4 kali lebih sering mendapatkan
gangguan mengi dalam tahun pertama kehidupannya. Hanya sedikit bukti yang mendapatkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan berefek pada sensitisasi
alergen sehingga disimpulkan merokok dalam kehamilan berdampak pada perkembangan paru, meningkatkan frekuensi gangguan mengi nonalergi pada bayi,
tetapi mempunyai peran kecil pada terjadinya Asma alergi di kemudian hari. Pajanan asap rokok lingkungan baik pada periode prenatal maupun postnatal perokok pasif
memengaruhi timbulnya gangguanpenyakit dengan mengi.
7
Universitas Sumatera Utara
25
2.7.2 Pencegahan sekunder